KAJIAN YURIDIS TENTANG PERBUATAN PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL TERHADAP BINATANG DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
on
KAJIAN YURIDIS TENTANG PERBUATAN PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL TERHADAP BINATANG DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA*
Oleh :
Anak Agung Gede Wibawa Putra Susila** I Nyoman Suyatna***
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian ilmiah ini berjudul “Kajian Yuridis Tentang Perbuatan Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Binatang Dalam Kaitannya Dengan Pembaharuan Hukum Pidana”. Terdapat banyak masalah-masalah yang muncul belakangan ini yang menjadi salah satu perhatian khusus bagi para pembuat hukum, salah satunya adalah masalah penyimpangan perilaku seksual yakni terdapat nafsu seksual yang tinggi pada binatang (Zoofilia), sebagai contoh pernah terjadi di Kenya dan di Indonesia terdapat seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan binatang. Aturan mengenai kasus ini belum ada (norma kosong), maka haruslah dilakukan pembaharuan hukum pidana untuk dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelaku. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu terkait dengan kriminalitas perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang dan pengaturan tentang penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang dalam hukum pidana mendatang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yaitu dengan meneliti bahan hukum yang sifatnya kepustakaan seperti KUHP, dan RUU KUHP yang dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan, kasus dan sejarah serta menganalisisnya menggunakan teknik argumentum a contra rio. Perbuatan penyimpangan ini dapat dikatakan tindakan kriminal, sebab terpenuhinya ketiga asas dalam konsep kriminalitas yaitu asas legalitas, asas subsidiaritas dan asas persamaan dan kesamaan, serta dalam RUU KUHP termuat pada Pasal 469 dan Pasal 504 hanya saja tidak secara khusus pengaturannya. Hukum pidana diharapkan mampu menjangkau segala perbuatan wilayah publik sehingga tidak menimbulkan kekosongan hukum dan juga RUU KUHP segera disahkan sehingga dapat diberlakukan.
Kata kunci : Zoofilia, Penyimpangan Perilaku Seksual, Kesusilaan
ABSTRACT
This scientific research is entitled "Juridical Study of the Actions of Sexual Behavior Against Animals in Relation to Criminal Law Renewal". There are many problems that have arisen around this which have become one of the special concerns for law makers, one of which is the problem of section deviations referred to as higher sexual appetite (Zoophilia), as an example that has happened in Kenya and in Indonesia which having sexual relations with animals. The rules regarding this problem do not yet exist (empty norms), so legal reform must be done to be subject to imprisonment for protection. Related to the problem in this study is related to the crime of deviant behavior towards animals and the regulation of sexual deviations from animals in the upcoming legal trials. This study uses a normative research method that is by examining legal materials that are literary in nature such as the Criminal Code, and the Criminal Code Bill which is conducted through discussion of negotiations, cases and history and analyzing them using argumentum a contra rio technique. This deviation can be taken as a criminal act, because the fulfillment of the principle in the concept of crime, namely the principle of legality, the principle of subsidiarity and the principle of equality and principle, and in the Criminal Code bill contained in Article 469 and Article 504 can only be used as an option for that. The law of murder is expected to be able to overcome all situations of society so as not to cause a legal vacuum and also the Indonesian Criminal Code bill was immediately passed so that it could be enforced.
Keywords: Zoophilia, Deviation of Sexual Behavior, Decency
Seks bebas merupakan suatu masalah moral kesusilaan yang semakin hari semakin menjadi wabah buruk dikalangan masyarakat. Para pecandu seks bebas masih bebas berkeliaran di mana-mana, sedangkan semakin hari korban seks bebaspun semakin bertambah. Kenyataannya perilaku seks bebas di era sekarang mengalami suatu perubahan penyimpangan perilaku seksual salah satunya yaitu penyimpangan seksual yang dilakukan oleh manusia kepada binatang atau hewan yang biasa disebut dengan istilah Zoofilia. Zoofilia itu sendiri merupakan sebuah bentuk penyimpangan seksual yang membuat seseorang memiliki hasrat seksual terhadap binatang atau hewan.1 Penyimpangan kelainan seksual ini sangatlah meresahkan bagi masyarakat karena ketidaklazimannya.
Kasus yang pernah terjadi contohnya terjadi di desa Dabaso, Mombasa Utara, Kenya, seseorang dengan nama Kitsao Gona terbukti melakukan pemerkosaan terhadap seekor kambing hitam. Pelaku melakukan perbuatannya di semak-semak dan dipergoki oleh pemilik kambing yang langsung membawa pelaku ke kantor polisi lalu seterusnya diproses di pengadilan. Hakim Pengadilan Mombasa menjatuhkan hukuman 10 tahun kepada terdakwa Gona dengan alasan karena terdakwa telah melupakan harkat kemanusiaannya dengan kata lain tidak memiliki rasa ke-pribinatangan dan perbuatan itu merupakan tindakan tidak terpuji atau bersikap kebinatangan, sehingga dilihat dari norma
hukum perbuatan terdakwa tidaklah pantas dilakukan oleh seorang manusia.2
Kasus zoofilia sendiri pernah terjadi di Indonesia, tepatnya terjadi di Bali di mana seseorang bernama I Nengah Sutarya secara sadar dan ketahuan melakukan hubungan seksual dengan seekor sapi yang dilihatnya sebagai wanita telanjang yang dipergoki oleh masyarakat sekitar.3 Akibatnya pelaku diadili oleh masyarakat adat melalui sanksi adat dan melakukan upacara adat bernama Ngelarung untuk menyucikan kembali pelaku secara rohani.
Peristiwa seperti ini sebenarnya jarang terjadi di Indonesia, maka dari itu apabila terjadi hal seperti ini sangatlah susah untuk diselidiki, di samping itu lemahnya aturan hukum nasional untuk mencakupi masalah demikian dan kebanyakan dari masalah ini ditindak lanjuti atau diselesaikan dengan cara adat atau pelaku hanya diberikan nasehat secara batin agar menyadari perbuatannya dan tidak mengulanginya lagi. Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku sangatlah membahayakan bagi diri sendiri dan orang lain. Penyebaran penyakit menular seksualpun akan semakin menyebar, belum lagi penyakit-penyakit yang dapat saja timbul akibat hubungan seksual dengan binatang lalu kemudian melakukan hubungan seksual sesama manusia, tentu saja hal ini sangatlah meresahkan masyarakat.
Lemahnya aturan hukum nasional dapat menjadi salah satu penyebab hal ini dapat kembali terjadi. Masalah tersebut jelas belum ada pengaturannya maka penulis menganggap hal tersebut adalah norma kosong maka dengan adanya masalah tentang
penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang, penulis tertarik mengkaji dan menganalisa masalah ini dalam penelitian hukum yang berjudul “KAJIAN YURIDIS TENTANG PERBUATAN PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL TERHADAP BINATANG DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA”.
-
1. Apakah perbuatan penyimpangan perilaku seksual
terhadap binatang termasuk tindakan kriminal ?
-
2. Seperti apa pengaturan dalam pembaharuan hukum
pidana untuk menyikapi adanya perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang ?
Tujuan umum dalam penelitian ilmiah ini yaitu untuk mengetahui kajian yuridis terhadap perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang serta dapat dikembangkan lebih rinci dan terpadu dalam pengembangan ilmu hukum mengenai perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang.
-
1. Untuk mengetahui pengaturan dalam pembaharuan hukum pidana untuk menyikapi adanya perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang.
-
2. Untuk mengetahui pengatuan tentang penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang dalam hukum pidana mendatang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian normatif yaitu dengan menelaah secara kepustakaan.4 Jurnal ilmiah ini menerapkan Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi, Pendekatan Kasus (case approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi dan Pendekatan Sejarah (historical approach) yaitu pendekatan yang dilakukan untuk memahami filosofi aturan hukum dari waktu ke waktu, serta memahami perubahan dan perkembangan dengan cara menelaah latar belakang filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut.
Bahan hukum yang digunakan dalam jurnal ilmiah ini yaitu bahan hukum primer berupa KUHP dan RUU KUHP, yang dikaji berdasarkan teknik pengumpulan bahan hukum yaitu teknik studi dokumenter yang bertitik pusat pada kepustakaan. Penelitian normatif dalam jurnal ini digunakan untuk mengkaji norma kosong mengenai masalah perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang. Teknik Analisis yang digunakan dalam jurnal ilmiah ini untuk mengkaji norma kosong yaitu dengan cara melakukan penemuan hukum berdasarkan rekonstruksi hukum dengan melakukan metode argumentum a contrario yang dimana pengkonstruksian ini bertujuan untuk mengkongkritkan suatu ketentuan pada suatu peristiwa yang belum ada pengaturannya.
-
II. Isi Makalah
-
2.1 Hasil dan Analisis
-
2.1.1 Kriminalitas Terhadap Perbuatan Penyimpangan Perilaku
-
-
Seksual Terhadap Binatang
Hukum pidana seharusnya dapat menjangkau segala jenis perbuatan yang secara luas menurut masyarakat merupakan tindakan yang melanggar suatu norma. Hal ini tidak terlepas dari adanya perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang, yang di mana perbuatan tersebut dapat dikatakan telah melanggar norma kesusilaan. Haruslah perbuatan ini segera diatur dalam hukum pidana mendatang dan untuk mengaturnya tentunya harus diselaraskan dengan konsep kriminalisasi. Konsep kriminalisasi yaitu perbuatan yang sebelumnya bukan atau tidak dianggap sebagai suatu tindak kejahatan maka seterusnya dikatakan sebagai suatu tindak kejahatan.
Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa kriminalisasi merupakan tindakan atau penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau golongan-golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan pidana atau membuat suatu perbuatan menjadi perbuatan kriminal dan karena itu dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas namanya.5 Terdapat beberapa asas yang terkandung dalam konsep
kriminalisasi yang sangat perlu diperhatikan oleh pembentuk undang-undang dalam menetapkan suatu perbuatan menjadi tindak pidana dan dalam menerapkan sanksi pidananya, yaitu: 1. Asas Legalitas
Asas legalitas memiliki enam fungsi yang terkandung didalamnya, yaitu :
-
1. Pada hakikatnya, asas legalitas dirancang untuk memberi maklumat kepada publik seluas mungkin tentang apa yang dilarang oleh hukum pidana sehingga mereka dapat menyesuaikan tingkah lakunya.
-
2. Menurut aliran klasik, asas legalitas mempunyai fungsi untuk membatasi ruang lingkup hukum pidana, sedangkan dalam aliran modern asas legalitas merupakan instrumen untuk mencapai tujuan perlindungan masyarakat.
-
3. Fungsi asas legalitas adalah untuk mengamankan posisi hukum rakyat terhadap negara (penguasa).
-
4. Asas legalitas dikaitkan dengan peradilan pidana, mengharapkan lebih banyak lagi daripada hanya akan melindungi warga masyarakat dari kesewenang-wenangan pemerintah.
-
5. untuk membatasi kesewenang-wenangan yang mungkin timbul dalam hukum pidana dan mengawasi serta
membatasi pelaksanaan dari kekuasaan itu atau
menormakan fungsi pengawasan dari hukum pidana itu.
-
6. Asas legalitas memberikan kepastian hukum kepada masyarakat mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang (tindak pidana) yang disertai dengan ancaman pidana tertentu.6
-
2. Asas Subsidiaritas
Kebijakan kriminalisasi juga harus berdasarkan kepada asas subsidiaritas. Artinya, hukum pidana harus digunakan sebagai ultimum remedium (senjata pamungkas) dalam penanggulangan
kejahatan yang menggunakan instrumen penal, bukan sebagai primum remedium (senjata utama) untuk mengatasi masalah kriminalitas. Apabila dalam penyelidikan itu ditemukan bahwa penggunaan sarana-sarana lain (saranan non penal) lebih efektif dan lebih bermanfaat untuk menanggulangi kejahatan, maka janganlah menggunakan hukum pidana.7
-
3. Asas Persamaan atau Kesamaan
Asas kesamaan lebih merupakan suatu keinginan diadakannya sistem hukum pidana yang lebih jelas dan sederhana. Lacretelle, berpendapat bahwa asas kesamaan tidaklah hanya suatu dorongan bagi hukum pidana yang bersifat adil, tetapi juga untuk hukuman pidana yang tepat. Kriteria kriminalisasi perlu diperhatikan, contohnya perilaku-perilaku yang masuk wilayah privat tidak perlu dikriminalisasi, sedangkan perilaku yang masuk wilayah publik dapat dikriminalisasi jika sangat merugikan kepentingan masyarakat.8
Menurut Moeljatno ada tiga kriteria kriminalisasi dalam proses pembaruan hukum pidana. Pertama, penetapan suatu perbuatan sebagai perbuatan terlarang (perbuatan pidana) harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat. Kedua, apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu adalah jalan yang utama untuk mencegah dilanggarnya larangan-larangan tersebut. Ketiga, apakah pemerintah dengan melewati alat-alat negara yang bersangkutan, betul-betul mampu untuk benar-benar melaksanakan ancaman pidana kalau ternyata ada yang melanggar larangan.9
Pernyataan di atas sudah menjelaskan bahwa adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan untuk mengkriminalisasi suatu perbuatan. Perbuatan-perbuatan yang dianggap masyarakat sebagai perbuatan melanggar norma belum tentu dapat dikriminalisasi sebab perlu menselaraskannya dengan fungsi kriminalisasi itu sendiri.
-
2.1.2 Pengaturan Dalam Pembaharuan Hukum Pidana untuk Menyikapi Perbuatan Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Binatang
Kelainan seksual adalah segala bentuk penyimpangan seksual, baik arah, minat, maupun orientasi seksual. Penyimpangan adalah gangguan atau kelainan. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Objek seksualnya juga dapat berupa orang lain, diri pribadi, maupun objek khayalan.10
Hukum positif Indonesia dalam hukum pidana, sudah ada beberapa yang mengatur tentang kejahatan terhadap kesusilaan dan kelainan seksual. Pengaturannya diatur dalam Buku Kedua KUHP Tentang Kejahatan. Beberapa diantaranya yaitu: (1)
pengaturan tentang homoseksual dan lesbian yang diatur dalam Pasal 292 KUHP, (2) pengaturan tentang pedofilia yang diatur dalam Pasal 290 ke-2, Pasal 292, Pasal 294 dan 287 KUHP, (3) pengaturan tentang incest (sumbang) yang diatur dalam Pasal 294 ayat (1) KUHP, (4) pengaturan tentang zina yang diatur dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP, (5) pengaturan tentang eksibisionisme yang merujuk pada instrumen hukum positif Indonesia, secara lex
specialis, Pasal 10 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi memuat delik eksibisionisme.11
Penjelasan di atas sudah menunjukkan bahwa dengan adanya masalah-masalah tersebut beserta pengaturannya maka kelainan seksual termasuk delik. Ketentuan dalam merumuskan tindak pidana dapat dilakukan dengan salah satu cara dilihat dari sudut titik beratnya larangan, yaitu dengan cara:
-
• Cara formil, yaitu dengan dicantumkannya secara tegas
perihal melakukan larangan perbuatan tersebut dalam rumusan yang terdapat dalam pasal. Contoh: Pencurian Pasal 362 KUHP “mengambil barang”.
-
• Cara materil, yaitu dapat ditimbulkannya akibat tertentu.
Contoh: Pembunuhan Pasal 338 KUHP “mengakibatkan
matinya orang lain”.12
Perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang jika menurut sudut pandang secara formil, maka zoofilia dapat dirumuskan menjadi tindak pidana atau delik. Penjelasan ini karena bisa saja pelaku melakukan pencurian binatang (masuk dalam kejahatan pencurian) dan dengan sengaja melanggar kesusilaan (masuk dalam kejahatan terhadap kesusilaan) dimana ternak milik orang lain yang menjadi objek sasaran pelampiasan seksualnya. Pembaharuan hukum pidana dapat mengacu pada RUU KUHP BAB XVI tentang Tindak Pidana Kesusilaan, Bagian Kesatu, Kesusilaan di Muka Umum, yang diuraikan dalam Pasal 469 yang berbunyi :
“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II, setiap orang yang :
-
a. melanggar kesusilaan di muka umum; atau
-
b. melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan sendiri.”
Pasal di atas menunjukkan secara umum bahwa perbuatan melanggar kesusilaan masih dijadikan hal yang patut untuk diperhitungkan. Melanggar kesusilaan dapat dikenai sanksi pidana. Mempertontonkan hal-hal yang berbau pelanggaran kesusilaan dimuka umum dapat dikenai sanksi pidana.
Permasalahan tentang perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang dalam pembaharuan hukum pidana dapat mengacu pada RUU KUHP BAB XVI tentang Tindak Pidana Kesusilaan, Bagian Kesembilan, Penganiayaan Hewan, yang diuraikan dalam Pasal 504 yang berbunyi :
“Dipidana karena melakukan penganiayaan terhadap hewan dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II, setiap orang yang: menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut; tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, tidak memberi makan atau kebutuhan hidup kepada hewan yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya; atau melakukan persetubuhan dengan hewan.”13
Pasal di atas menunjukkan bahwa RUU KUHP sudah mulai memuat tentang perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang namun lebih tertuju dan bertitik pusat pada penganiayaannya saja, walaupun di dalam rumusan pasal di atas
sudah memuat tentang persetubuhan dengan hewan hanya saja itu masih kurang menjelaskan secara rinci. Pasal 302 ayat (1) ke-1 KUHP juga dapat dijadikan acuan kuat dalam menunjang kejahatan kelaian seksual dengan binatang dimana pasal tersebut menjelaskan jika ada seseorang yang melakukan dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya dapat diancam pidana penjara dan pengenaan pidana denda. Penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa melakukan hubungan seksual dengan binatang sama saja dengan merugikan kesehatan pelaku maupun binatang itu sendiri.14
Kejahatan terhadap kesusilaan juga masuk dalam acuan penunjang agar dikongkritkannya masalah tentang penyimpangan kelainan seksual dengan binatang. Sebagai acuan dalam RUU KUHP juga menjelasakan tentang Tindak Pidana Kesusilaan, dimana dalam tindak pidana ini salah satunya membahas bidang kelainan seksual dan bentuk penyimpangan seksual lainnya. Bentuk penyimpangan yang dimaksud dalam kaitannya dengan kelainan seksual dengan hewan diantaranya yaitu: (1) Kesusilaan di muka umum, sebagai tindakan penyimpangan yang dilakukan didepan umum, dan (2) Melakukan penganiayaan, menyakiti dan melakukan sesuatu yang menyebabkan cacat pada hewan, bahkan hingga hewan tersebut mati dengan alsan yang tidak wajar.
-
1. Perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap
binatang dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal karena terpenuhinya asas-asas yang terkandung dalam konsep kriminalitas. Asas legalitas, menjelaskan bahwa secara umum perbuatan ini masuk dalam tindak kejahatan terhadap kesusilaan walaupun belum ada pengaturan
kongkritnya. Asas subsidiaritas mengungkapkan bahwa
sebaiknya hukum pidana menjadi senjata pamungkas
(ultimum remedium), artinya seseorang dapat diancam
dengan sanksi pidana untuk perbuatan penyimpangan perilaku seksual ini kalau sudah ada aturannya, sedangkan asas persamaan atau kesamaan lebih menjelaskan kepada hubungan hukum yang timbul akibat perbuatan penyimpangan perilaku seksual ini mengarah ke wilayah publik yang dapat dikriminalisasi.
-
2. RUU KUHP didalamnya terdapat beberapa acuan atau
penunjang untuk masalah penyimpangan perilaku seksual terhadap binatang, diantaranya ditemukan pada BAB XVI tentang Tindak Pidana Kesusilaan, Bagian Kesatu, Kesusilaan di Muka Umum, yang diuraikan dalam Pasal 469 dan BAB XVI tentang Tindak Pidana Kesusilaan, Bagian Kesembilan, Penganiayaan Hewan, yang diuraikan dalam Pasal 504. Adanya pengaturan tentang ini sudah pasti tujuannya untuk masyarakat, walau belum terlalu rinci dan belum secara luas pengaturannya didalam rumusan pasal.
-
1. Kedepannya hukum pidana dapat lebih luas lagi
menjangkau segala jenis perbuatan yang masuk wilayah publik secara cepat dalam hal pengaturan agar tidak lagi menimbulkan kekosongan hukum atas perbuatan baik yang lama maupun yang baru.
-
2. Perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap
binatang seharusnya dibuatkan pasal tersendiri agar tidak saling tumpang tindih dengan penganiayaan terhadap hewan dan segera mengesahkan RUU KUHP agar dapat diberlakukan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ahmed, An-Naim Abdullah, 1990, Dekonstruksi Syari’ah, LKIS dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Madam, Yusuf, 2002, Sex Education for Children (Panduan Bagi Orang Tua Dalam Seks Untuk Anak, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Moeljatno, 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Bina Cipta, Jakarta.
Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Sa’abah, U. Marzuki, 2001, Perilaku Seks Menyimpang Dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam, UII Press, Yogyakarta.
Saleh, Roeslan, 1981, Asas Hukum Pidana dalam Perpektif, Aksara Baru, Jakarta.
Soekanto, S. Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1981, Krmininologi: Suatu Pengantar. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soesilo, R., 1991, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.
Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung.
SURAT KABAR
Ervan Hardoko, 2013, “Perkosa Seekor Kambing, Pria Kenya
Dipenjara 10 Tahun”,
https://internasional.kompas.com/read/2013/12/04/1124 214/Perkosa.Seekor.Kambing.Pria.Kenya.Dipenjara.10.Tahu n, diakses tanggal 15 Juli 2018.
“Pria Setubuhi Sapi, Sutarya: Saya Sangat Malu”, Detiknews, 09 September 2008.
JURNAL
Hendri Nauli Rambe, 2016, Perzinahan dalam Perspektif Islam Sebagai Alternatif Pembaharuan Hukum Pidana Tentang Perzinahan di Indonesia, USU Law Journal, Vol.4/No.1.
UNDANG-UNDANG
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
17
Discussion and feedback