LEGAL QONSEQUENCES SURROGATE MOTHER DITINJAU DARI HUKUM PIDANA
on
LEGAL QONSEQUENCES SURROGATE MOTHER DITINJAU DARI HUKUM PIDANA*
Oleh:
Risa Jaya Wulandari** I Nyoman Darmadha***
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Kemajuan dalam bidang kesehatan berbasis teknologi telah banyak ditemukan salah satunya adalah surrogate mother. Ide ini muncul dikarenakan masih banyak pasangan suami istri (pasutri) yang memiliki masalah tidak dapat dikaruniai keturunan dengan cara yang ditentukan Tuhan, maka terkadang banyak pasangan suami istri yang memilih untuk memiliki cara dengan berbagai macam teknologi kedokteran, misalnya bayi tabung. Teknologi surrogate mother selain menjadi solusi bagi beberapa pasutri juga menjadi suatu permasalahan dalam sistem hukum di Indonesia. Muncul isu moralitas dan legalitas yang tidak pernah dipikirkan. Atas masalah tersebut diatas maka penulisan ini mengangkat tentang bagaimana akibat hukum dari segi hukum pidana terhadap surrogate mother dalam hukum positif di Indonesia. Secara eksplisit dalam Undang-Undang Kesehatan dikatakan tidak diijinkan untuk menyewa rahim siapapun selain istri sah dari pasangan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji lebih jauh regulasi tentang surrogate mother itu sendiri Metode penelitian hukum normative menjadi metode yang dipergunakan dalam penulisan ini dan menjadikan Undang-Undang sebagai bahan hukum utamanya. Terjadinya kekosongan norma adalah penyebab yang menjadikan penulisan ini ditulis dengan cara normatif. Belum terdapat regulasi tentang surrogate mother di Indonesia walaupun di Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Kesehatan ataupun Undang-Undang Kedokteran menjadi diperlukannya suatu instrument hukum yang jelas yang mengatur tentang surrogate mother, sehingga diperlukan regulasi yang tegas sebagai solusi.
Kata Kunci : Surrogate mother, Sewa Rahim, Kedokteran
ABSTRACT
Progress in the field of technology-based health has been found by experts, one of which is the surrogate mother. This idea arises because there are still many married couples who have problems not being able to have children in a manner determined by God, so sometimes many married couples choose to have a way with various kinds of medical technology, such as IVF. Surrogate mother technology is not only a solution for couples but also a problem in the legal system in Indonesia. There are moral and legal issues that have never been thought of. For the above problems, this paper raises how the legal consequences in terms of criminal law against surrogate mother in positive law in Indonesia. Explicitly in the Health Law it is said that it is not permitted to rent any uterus other than the legal wife of the couple. The purpose of this study is to further examine the regulation of the surrogate mother itself The method of normative legal research is the method used in this study and making the law as its main legal material. The occurrence of a norm of emptiness is the cause that makes this writing written in a normative manner. There is no regulation regarding surrogate mother in Indonesia even though in Indonesia it already has a Health Act or a Law on Medicine which requires a clear legal instrument governing the surrogate mother.. Therefore instrument regulation is needed.
Keyword: Surrogate Mother, Surrogacy, Medical
Pasutri yang menikah biasanya akan menginginkan seorang anak, kehadiran seorang anak menjadikan biduk rumah tangga semakin bahagia.1 Terkadang beberapa pasutri memiliki permasalahan yang tidak diduga sehingga pasangan tersebut tidak dapat dikaruniai keturunan dengan cara yang semestinya, dan sebagai solusinya biasanya mereka akan menempuh berbagai macam cara salah satunya dengan menggunakan teknologi kesehatan.
Salah satu idenya adalah surrogate mother yang banyak membantu pasutri dalam hal ingin memiliki keturunan, namun ternyata solusi ini juga menimbulkan masalah hukum yang terjadi di masyarakat, yang memaksa para pembuat Undang-Undang untuk mencari jalan keluar dengan bentuk membuat sebuah
regulasi yang tegas dan baik. Bayi tabung adalah salah satu jenis cara kehamilan yang digunakan oleh pasutri yang tidak mendapat keturunan yang juga menuntut untuk dilakukannya suatu perubahan regulasi istrumen hukum yang tegas. Metode ini biasanya digunakan dengan cara fertilisasi di luar rahim istri yang memiliki sel telur tersebut.
Peraturan Presiden RI Tentang Sistem Kesehatan Nasional Nomor 72 Tahun 2012 (selanjutnya disebut dengan Perpres RI tentang SKN) juga salah satu cara untuk meningkatan pelayanan di bidang, yang pada intinya menyatakan bahwa ruang lingkup pelayanan kesehatan terdiri dari segala sisi kehidupan yang luas dan kompleks. Organisasi dalam dunia kesehatan internasional pun mengatur tentang itu “A state of complete physical, mental, and social, well being and not merely the absence of disease or infirmity”.2
Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 Nomor 36 (selanjutnya disebut UU Kesehatan) Pasal 1 Ayat 1 semua segi kehidupan adalah kesehatan, dilihat dari fisik, mental juga lingkungan sosial maupun ekonomi telah merevolusi pemikiran masyarakat untuk tetap bertahan hidup dan terus meningkatkan taraf hidupnya termasuk dalam hal memiliki keturunan walaupun harus ditempuh dengan berbagai cara salah satunya melalui pertolongan dunia kedokteran.
Dinamika yang seiring dengan waktu berjalan telah muncul berbagai macam perubahan tentang surrogate mother. Surrogate mother secara etika moral tidak dapat diterima dengan berasalan untuk tidak melakukan fertilisasi di luar rahim ibu pemilik sel telur, karena ini sangat bertolak belakang dengan harkat dan martabat seorang anak yakni seharusnya dikandung oleh ibu
pemilik sel telur tersebut dan dibesarkan dan dicintai oleh orang tua kandungnya sendiri.
Surrogate mother memiliki arti sebagai perempuan yang mengandung hasil fertilisasi pasutri di luar rahim istri yang sah yang dititipkan ke dalam rahim surrogate mother tersebut. Sebelum terjadi penitipan embrio, para pihak yaitu pasutri dan surrogate mother ini telah mengadakan perjanjian yang disebut surrogacy dimana dalam perjanjian tersebut telah disebutkan bahwa surrogate mother hanya dititipkan embrio tersebut dan akan memberikan calon jabang bayi tersebut ketika dilahirkan nanti. Peristiwa ini menyebabkan timbulnya berbagai masalah termasuk permasalahan etika moral dan legalisasi hukum yang tidak dipikirkan, karena sejatinya yang diatur di dalam regulasi hukum positif di Indonesia hanya mereka yang melakukan pembuahan di luar rahim dan akan ditransfer kembali kepada istri yang memiliki sel telur tersebut. Terbukti dengan Pasal 127 Undang-Undang Kesehatan.
Surrogate mother kemudian menjadi salah satu terobosan terbaru yang ada di bidang kesehatan. Pembaharuan ini dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia adalah suatu hal yang benar-benar baru sehingga menjadi suatu permasalahan moral dalam sistem hukum di Indonesia. Karenanya pun belum ada regulasi yang secara tegas mengatur pelarangan fenomena surrogate mother ini, sehinga sampai saat ini regulasi yang ada belum tertata dengan sempurna, termasuk dalam hukum pidana.
Regulasi yang baik, tegas dan sempurna sejatinya sangat diperlukan untuk memberikan kemanfaatan, kepastian hukum maupun perlindungan bagi para pihak yang terlibat dalam fenomena surrogate mother tersebut. Permasalahan dari fenomena surrogate mother di Indonesia adalah belum adanya regulasi yang
tegas mengatur tentang ini, padahal regulasi yang tegas diperlukan dalam negara Indonesia yang menganut asas legalitas untuk mencegah masalah yang muncul kelak..
Berangkat dari latar belakang diatas maka penulisan jurnal memerlukan beberapa analisis dan pengkajian. Maka dari itu jurnal ini mengangkat judul : “AKIBAT HUKUM SURROGATE
MOTHER DARI HUKUM PIDANA”
-
1.2. Permasalahan
-
1.2.1. Bagaimana akibat hukum oleh surrogate mother dianalisis dari segi hukum pidana?
-
1.2.2. Bagaimana pengaturan fenomena sewa rahim di dalam hukum Indonesia dan hukum India dalam kajian perbandingan hukum?
-
-
1.3. Tujuan Penelitian
Jurnal ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui akibat dari surrogate mother dibidang hukum ditinjau dari segi hukum pidana dan bagaimana perbandingan sistem hukum terkait pengaturan surrogate mother di negara Indonesia dan India.
Berangkat dari vacuum of norm yang terjadi pada masalah diatas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian secara normatif dalam penulisan ini, sehingga di dalam pembuatan jurnal ini lebih mengutamakan sumber data sekunder, dimana sumber data sekunder terdiri dari bahan hukum yang paling pokok, kedua dan ketiga. Perlu dilakukan penelitian norma karena berangkat dari kekosongan norma yang terjadi sehingga pada rangkaiannya lebih mengutamakan sumber hukum yang dikodifikasikan.
Jurnal ini menggunakan pendekatan Undang-Undang sebagai pengkajian serta penganalisisan peraturan perUndang-Undangan yang ada berkaitan dengan akibat hukum fenomena surrogate mother di Indonesia dan juga perbandingan sistem hukum antara negara Indonesia dan India. Pendekatan Konseptual adalah pendekatan kedua yang digunakan dalam jurnal ini dan digunakan sebagai penelusur akibat hukum fenomena surrogate mother, hakikat dari pendekatan konseptual lebih mengarah kepada pandangan para ahli dan doktrin. Keduanya akan menjadi referensi penulis sebagai pengembangan argumentasi hukum untuk menemukan solusi yang terjadi pada masalah jurnal ini.
Jurnal ini memakai sumber hukum seperti yang telah disebut diatas, yakni primer, sekunder dan tersier. Sumber hukum yang dimaksud, yakni
-
1. Sumber hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat ‘yang boleh dijadikan pedoman’ atau mempunyai wewenang, yaitu:
-
a. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
-
b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
-
c. Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 Nomor 1 d. Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 Nomor 36 e. Peraturan Presiden RI Tentang Sistem Kesehatan
Nasional Tahun 2012 Nomor 72
-
f. Peraturan Pemerintah RI Tentang Kesehatan Reproduksi Tahun 2014 Nomor 61
-
2. Sumber hukum kedua, yaitu sumber hukum yang menjadi keterangan dari bahan hukum yang utama,
yakni buku, jurnal ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi, makalah dan sumber yang dikofidikasikan lainnya yang berkaitan dengan latar belakang masalah.
-
3. Sumber hukum ketiga, yaitu sumber hukum yang memberikan keterangan tambahan terhadap sumber bahan hukum utama ataupun kedua biasanya berupa kamus, dalam penulisan jurnal ini menggunakan beberapa kamus, yakni:
-
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia;
-
b. Black’s Law Dictionary;
-
c. Teknik Pengumpulan Data
Jurnal ini menggunakan studi pustaka dengan cara mencari berbagai macam data yang ditulis, kemudian mengelompokkannya ke dalam bagian-bagian tertentu, membaca, mempelajari kemudian memahami isi dari sumber data primer maupun sekunder yang berkaitan dengan permasalahan surrogate mother.
Jurnal ini menggunakan metode normatif yang biasanya ada beberapa teknik yang menentukan penulisannya. Teknik yang dipakai untuk menulis jurnal ini, yakni:
-
1. Deskripsi;
-
2. Interpretasi;
-
3. Argumentasi; dan
-
4. Sistematisasi
-
2.2. Hasil dan Analisis
-
2.2.1. Akibat hukum oleh surrogate mother dianalisis dari segi hukum pidana
-
Sanksi dalam perbuatan pidana sejatinya telah banyak para ahli, doktrin dan pendapat yang dapat dijadikan pedoman dan batasan dari segi hukum pidana. Salah satunya adalah Simons, beliau berpendapat bahwa pengertian dari hukum pidana sendiri adalah pemberian penderitaan yang mengkhusus tentang semua perbuatan maupun larangan yang biasanya dibuat oleh para penguasa di dalam sebuah negara.3 Kemudian bila kita kaitkan dengan fenomena surrogate mother pandangan beliau memiliki makna bahwa hukum pidana ini adalah suatu perbuatan yang diancam dengan derita dan bersifat melawan hukum kemudian dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab, juga apabila bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang.4
Pandangan beliau tersebut dapat diartikan bahwa surrogate mother bisa dikategorikan sebagai perbuatan pidana dimana perbuatannya bisa dikenakan sanksi penderitaan. Dikatakan demikian karena fenomena surrogate mother telah melanggar ketentuan yang ada, yakni terdapat pada UU Kesehatan Pasal 127 yang mengatur:
-
1) Kehamilan di luar cara alamiah dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan.
-
2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
-
a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkuran, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
-
b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
-
c) Pada sarana kesehatan tertentu.
Bila kita melihat dari beberapa syarat yang dikemukakan oleh Muladi tentang syarat kriminalisasi yakni, kriminalisasi tidak boleh overkriminalisasi, harus mengandung unsur korban, harus memperoleh dukungan publik, harus mengakibatkan bahaya bagi masyarakat sekecil apapun dan harus memberi peringatan pada masyarakat bahwa jika dikriminalisasi akan membatasi kebebasan masyarakat akan hal itu.5 Hal-hal tersebut membuktikan bahwa sebenarnya sewa rahim ini layak dikriminalisasi, namun sampai saat ini belum ada pengaturan yang mengatur dan menyebabkan hingga saat ini tidak ada akibat hukum yang ditimbulkan oleh si ibu tumpang.
-
2.2.2. Pengaturan Fenomena Sewa Rahim dalam Sistem
Hukum di Indonesia dan India dalam Kajian
Perbandingan Hukum
Kajian Perbandingan Hukum biasanya digunakan untuk keperluan analisis dan pengkajian data. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk mengetahui pengaturan terhadap surrogate mother ini di beberapa negara dan mencari beberapa pembeda yang digunakan untuk semakin menyempurnakan sistem hukum nasional.6 Biasanya dalam teknik perbandingan ini akan menggunakan sistem hukum yang sama, namun tidak menjadi masalah bila akan dikaji menggunakan sistem hukum yang berbeda. Jurnal ini akan menggunakan sistem hukum yang berbeda untuk pengkajian
perbandingan. Negara Indonesia sejauh ini yang kita ketahui masih memakai sistem hukum civil law system, maka dalam perbandingan ini kita akan mencari sistem hukum pembanding yakni pada negara yang bersistem hukum common law system, dalam jurnal ini negara itu yakni negara India. Berikut perbandingan hukum yang diuraikan:
-
a. Indonesia
Tujuan Undang-Undang Kesehatan yang sesungguhnya ialah melindungi kesehatan secara manusiawi, berprikeadilan, tidak terjadinya diskriminasi dalam gender, SARA, maupun hukum yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Kemudian berangkat dari tujuan tersebut kita melihat kembali Pasal 127 Undang-Undang Kesehatan yang secara eksplisit tidak mengizinkannya fenomena surrogate mother ini dipraktikkan di Indonesia.
Belum adanya Undang-Undang yang mengatur tentang surrogate mother ini menjadikan penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat didalamnya tidak diberikan kepastian. Fenomena surrogate mother ini sejatinya adalah sebuah contoh konkrit dalam lingkaran problematika hukum masyarakat Indonesia. Sehingga diperlukan sebuah penemuan hukum yang baru untuk memberikan solusi dan mencegah resiko yang akan ditimbulkan kemudian hari oleh fenomena surrogate mother tersebut.
Kemudian bila kita mengaitkan fenomena surrogate mother ke dalam aspek perdata, fenomena ini membahas tentang status anak yang dilahirkan oleh surrogate mother. Melihat beberapa perundang-
undangan yang telah dikaji dan dianalisis saat ini di Indonesia masih tidak dimungkinkan terjadinya fenomena surrogate mother.
-
b. India
Pada tahun 2015 organisasi kesehatan di India yang sering disebut ICMR (Indian Council of Medical Reasearch) membuat ketentuan tentang surrogate mother, ketentuan tersebut berisikan syarat dan ketentuan bagi klinik yang mempraktikkan fenomewa surrogate mother. Ketentuan tersebut menjadikan India menjadi negara pertama dan terbesar dalam perkembangan fenomena surrogate mother di dunia. India pula lah yang menjadi tonggak utama pelegalan fenomena surrogate mother di dunia. India pada saat ini menjadikan sewa rahim sebagai ladang bisnis dan perlu diketahui pula bahwa bisnis sewa rahim di India berdiri berdasarkan ketentuan dalam Assisted Reproductive Technology Regulation Bill 2010 yang dalam ketentuan itu mengatur syarat dan proses menjadi surrogate mother.
Bisnis surrogate mother sendiri sejauh ini menjadi suatu bantuan bagi pemerintahan India karena telah memberikan sumbangan pemasukan (Devisa) bagi negara di setiap tahunnya. Tidak main-main di setiap tahunnya India mendapatkan 445 US Dollar sebagai pendapatan pertahun pemerintahannya bersumber dari bisnis ini. Para pihak yang melakukan termasuk sang surrogate mother pun melalukannya berdasar atas perekonomian, dimana mereka berasumsi bahwa
mereka melakukan itu untuk memperbaiki taraf hidup keluarganya. Dukungan dari pemerintahan India tidak cukup sampai disitu, pemerintah India juga memberikan fasilitas kepada orang-orang yang ingin melakukan praktik sewa rahim di India dengan membuatkan sebuah visa khusus untuk para pasangan yang datang ke India yang bermaksud berbisnis sewa rahim.7
PENUTUP
Kesimpulan
-
1. Fenomena surrogate mother ini menimbulkan akibat hukum yakni perbuatan tersebut termasuk perbuatan pidana dikarenakan fenomena ini bertentangan dengan perUndang-Undangan yang ada yakni Pasal 127 UU Kesehatan, yang di dalamnya mengatur tentang proses fertilisasi di luar rahim yang kemudian calon jabang bayi tersebut dimasukkan kembali kepada rahim calon ibu kandungnya, yang secara tidak sadar mengartikan bahwa fenomena sewa rahim tidak dapat dilegalkan di Indonesia. Namun, dikarenakan belum adanya instrument regulasi yang mengatur secara tegas tentang masalah ini menjadikan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya tidak mendapatkan sebuah kepastian hukum.
-
2. Terdapat perbedaan pengaturan yang terjadi pada negara yang menganut civil law system dengan common law system. Negara Indonesia yang menganut civil law system tidak memperbolehkan pelegalan surrogate mother di Indonesia diakibatkan oleh lingkungan sosial di Indonesia yang didasarkan atas hukum yang hidup di masyarakat, fenomena ini diangap sebuah tindakan yang amoral yang tidak bisa
dimaafkan kedepannya. Sedangkan India yang berlatar belakang penganut common law system melegalkan fenomena surrogate mother dikarenakan keadaan negara tersebut yang menuntut untuk menaikkan perekonomian mereka, dan mereka melihat surrogate mother adalah salah satu ladang bisnis mereka.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Arief , Barda Nawawi, 2015, Perbandingan Hukum Pidana, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Effendi, Erdianto, 2011, Hukum Pidana Suatu Pengantar, Rafika Aditama, Bandung.
Hamzah, Andi, 2009, Terminologi Hukum Pidana, Rineka Cipta, Bekasi.
Hermien, Hadiati Koeswadji, 1995, Hukum Kedokteran, Citra Aditya Bakti, Yogyakarta.
, 2006, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman, Citra Aditya Bakti, Semarang.
Machmud, Syahrul, 2008, Penegakan Hokum dan Perlindungan Hokum Bagi Dokter yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek, Mandar Maju, Bandung.
Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Penelitian Hukum, cetakan. IV, Kencana, Jakarta.
Rahardjo, Soetjipto, 1983, Permasalahan Hukum di Indonesia, Alumni, Bandung.
Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UIPress, Jakarta.
Husni Thamrin, 2015, Bayi Tabung dan Sewa Rahim dalam Aspek Hukum, Aswaja Presindo, Yogyakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 Nomor 1 Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 Nomor 36 Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Sistem Kesehatan Nasioal Tahun 2012 Nomor 07
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Kesehatan Reproduksi Tahun 2014 Nomor 61
JURNAL
Fitri Fuji, 2017, Anak Hasil Sewa Rahim dalam Segi Hukum Islam, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar.
INTERNET
Online, Hukum, 2015, “Sewa Rahim dikaitkan dengan Status
Anak”,
(http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt514dc6e223755 /sewa-rahim-dikaitkan-dengan-status-anak diakses pada 30 Maret 2018)
Abbas, Hakam, 2016, “syarat dan sebab sewa rahim”,
http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/syarat-sebab-dan-sebab-sewa-rahim.html. Diakses pada 15 Maret 2018)
Ari, Farida 2013, Surrogate Mother,
(http://munfarida.blogspot.co.id/2011/01/sekilas-tentang-surogate-mother.html. Diakses pada 14 Maret 2018)
14
Discussion and feedback