TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGHINAAN CITRA TUBUH (BODY SHAMING) MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA
on
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGHINAAN CITRA TUBUH (BODY SHAMING) MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA*
Oleh:
Ni Gusti Agung Ayu Putu Rismajayanthi∗∗ I Made Dedy Priyanto∗∗∗
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Saat ini marak terjadi penghinaan terhadap citra tubuh (body shaming) di kalangan masyarakat, sebagai upaya untuk menjamin hak-hak para korban akibat penghinaan citra tubuh (body shaming) perlu adanya aturan hukum yang jelas. Mengingat aturan hukum mengenai body shaming di dalam KUHP dan di luar KUHP terdapat ketidak jelasan dalam pengaturannya yang tidak menyebutkan secara langsung tentang body shaming, maka perlu adanya pengkajian atas aturan yang mengatur tentang body shaming sehingga tidak menimbulkan multitafsir dalam menggunakannya. Permasalahan hukum dalam penelitian ini adalah pengaturan tindak pidana dalam penghinaan citra tubuh (body shaming) yang ditinjau dari KUHP dan Peraturan Perundang-undangan di Luar KUHP. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan tindak pidana citra tubuh (body shaming) sampai saat ini dapat dirujuk dengan Pasal 315 KUHP, jika dilihat dari ciri-ciri body shaming yang telah memenuhi unsur-unsur obyektif maupun subyektif dari pasal tersebut, sehingga body shaming dapat dikatakan tindak pidana penghinaan ringan terhadap citra tubuh. Pengaturan tindak pidana penghinaan citra tubuh di luar KUHP dapat dirujuk menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE apabila tindak pidana tersebut dilakukan melalui media sosial.
∗Karya Ilmiah ini adalah karya ilmiah diluar ringkasan skripsi.
∗∗Ni Gusti Agung Ayu Putu Rismajayanthi adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi: rismajayanthi1998@gmail.com
∗∗∗I Made Dedy Priyanto adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: dedy.priyanto23@yahoo.com
Kata kunci: Tindak Pidana, Penghinaan, Citra Tubuh, Hukum Pidana, Indonesia
Abstract
At the moment, there is a widespread contempt for body shaming in the community, to guarantee the rights of victims due to body shaming there is the need for clear legal rules. Given the legal rules regarding body shaming in the Criminal Code and regulations beyond the Criminal Code there is a lack of clarity in the setting that does not mention directly about body shaming, it is necessary to study the rules governing body shaming so that it would not cause multiple interpretations. The legal problems in this study are the regulation of criminal acts in body shaming which are reviewed from the Criminal Code and the Laws and Regulations Beyond the Criminal Code. The method used in this study uses a normative juridical research method. Based on the results of the study, until now the regulation of body shaming could be referred to Article 315 of the Criminal Code. Therefore the characteristics of body shaming have fulfilled the objective and subjective elements of the article, in conclusion body shaming could be reffered to a criminal act which is a mild insult to body image. Arrangement of criminal acts of body shaming regulations beyond the Criminal Code can be referred using Article 27 paragraph (3) of the ITE Law if the crime is carried out through social media.
Keywords: Criminal Act, Insult, Body Image, Criminal Law, Indonesia
Permasalahan body shaming atau mempermalukan bentuk tubuh bukan lagi menjadi hal baru dan tabu di Indonesia. Body shaming terdiri dari dua suku kata yang terdiri dari body dan shaming. Body dalam Bahasa Indonesia artinya tubuh dan shaming artinya mempermalukan.2 Body shaming adalah istilah yang merujuk kepada kegiatan mengkritik dan mengomentari secara negatif terhadap fisik atau tubuh orang lain atau tindakan mengejek/menghina dengan
mengomentari fisik (bentuk tubuh maupun ukuran tubuh) dan penampilan seseorang.3 Body shaming ini selain dijumpai di dunia nyata kerap kali juga dijumpai pada dunia maya seperti media sosial Facebook, Instagram dan lain sebagainya.
Awalnya, body shaming hanya menjadi tren untuk bahan candaan saja, namun lama kelamaan menjadi serius hingga menjatuhkan atau menjelek-jelekkan orang lain yang mengakibatkan ketidaknyamanan dari orang yang menjadi objek body shaming tersebut. Ditambah lagi pada era digital seperti saat ini penggunaan kata-kata kerap sekali tidak terkontrol ketika menggunakan media sosial tidak secara bijak. Bila body shaming ini masih tetap berlanjut dalam jangka waktu yang lama maka akan mempengaruhi harga diri atau self esteem seseorang, meningkatkan isolasi menarik diri, menjadikan seseorang rentan terhadap stress dan depresi serta rasa tidak percaya diri.
Sementara instrumen hukum yang diharapkan menjadi “pelindung” bagi korban perlakuan penghinaan citra tubuh (body shaming) ini masih terdapat adanya ketidak jelasan atau norma kabur yang dapat menimbulkan multitafsir di dalam aturan-aturan terkait tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) tersebut, sehingga bukan tidak mungkin dengan semakin berkembangnya zaman dengan teknologi informasi dan berbagai macam jejaring sosialnya akan mengakibatkan perbuatan-perbuatan body shaming ini semakin meluas dan semakin biasa.4 Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan penghinaan body shaming ini
diharapkan dapat melindungi korbannya sehingga untuk kedepannya permasalahan body shaming ini dapat dikurangi, dan juga diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku penghinaan body shaming sehingga orang-orang dapat lebih berhati-hati untuk berkomentar tentang seseorang.
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik suatu permasalahan yang akan dibahas dalam jurnal ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
-
1. Bagaimana pengaturan tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) ditinjau dari KUHP?
-
2. Bagaimana pengaturan tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan di Luar KUHP?
Penulisan makalah ini memiliki tujuan umum dan khusus.
-
1. Tujuan umum dari penulisan ini yaitu agar para pembaca dapat mengetahui pengaturan tentang tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) menurut hukum
pidana Indonesia.
-
2. Tujuan khusus dari dibuatnya penulisan ini yaitu untuk :
-
1) Mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana
penghinaan citra tubuh (body shaming) ditinjau dari KUHP.
-
2) Mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana
penghinaan citra tubuh (body shaming) ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan di Luar KUHP.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini adalah jenis penelitian hukum yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.5 Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan pendekatan perundang-undangan ( the statue approach) terhadap permasalahan mengenai pengaturan tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) menurut hukum pidana Indonesia. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan cara melihat undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan rumusan masalah.6
-
2.1 Hasil dan Pembahasan
2.2.1. Pengertian dan Ciri-Ciri Tindak Pidana Penghinaan Citra Tubuh (Body Shaming)
Body Shaming merupakan tindakan seseorang yang mencela atas suatu bentuk tubuh individu lain dimana bentuk tubuh tersebut tidak ideal dan atau tidak seperti bentuk-bentuk tubuh pada umumnya.7 Body Shaming dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk dari merundung (bullying) yang sejatinya sudah terjadi sejak dulu hingga sekarang, dimana media berperan besar dalam melanggengkan praktek-prakteknya. Oxford Dictionary mendefinisikan body shaming
sebagai tindakan atau mengkritik tentang bentuk atau ukuran tubuhnya, tetapi body shaming hanya ditujukan kepada bentuk agresi dimana satu orang atau sekelompok orang berulang kali melecehkan korban secara verbal atau fisik tanpa provokasi (Clarke & Kiselica, 1997).8
Berdasarkan definisi diatas, bullying melebar ke berbagai bentuk. Perilaku koersif terkait bullying bisa dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu fisik dan verbal. Penindasan fisik meliputi memukul, mendorong, memegang, dan memberi isyarat bermusuhan. Body shaming merupakan perilaku bullying yang bersifat verbal. Intimidasi verbal yang dimaksud dalam body shaming meliputi mengancam, memalukan, merendahkan, menggoda, memangil nama, menjatuhkan, sarkasme, mengejek, menatap, mencuat lidah, dan mengucilkan citra tubuh seseorang. (Clarke Kiselica, 1997).9
Perbuatan penghinaan citra tubuh (body shaming) selain dilakukan secara verbal dan spontan langsung kepada korban, dapat juga dilakukan secara lisan dan tidak langsung. Seperti ketika dalam media sosial seperti Facebook, Twitter, atau Instagram seseorang melihat foto orang lain yang menurutnya tubuh dari korban tersebut “aneh” kemudian pelaku melakukan penghinaan secara lisan pada kolom komentar media sosial tersebut. Penghinaan citra tubuh (body shaming) semacam itu juga dikategorikan ke dalam kejahatan cybercrime.10 Apabila mengikuti kasus-kasus cybercrime yang telah terjadi dan jika hal tersebut dikaji dengan kriteria hukum pidana
konvensional, maka dari segi hukum, kejahatan cybercrime merupakan kejahatan yang kompleks.11
KUHP merupakan kitab yang dijadikan rujukan pertama apabila akan mencari hukuman yang akan di kenakan terhadap suatu perbuatan pidana. Pengaturan terhadap perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana dalam hukum Indonesia diatur di dalam KUHP dan diatur dalam beberapa undang-undang khusus di luar KUHP seperti UU ITE.
Pengaturan yang dapat dijadikan dasar rujukan terhadap perbuatan penghinaan citra tubuh (body shaming) terdapat Pasal 310, Pasal 311 dan Pasal 315 KUHP. Akan tetapi sementara ini yang paling cocok menjadi dasar hukum bagi tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) adalah Pasal 315, yang yang menyatakan “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis, yang dilakukan terhadap seorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan, dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”.
Istilah yang juga umum dipergunakan untuk tindak pidana terhadap kehormatan adalah tindak pidana “penghinaan”.12 Kata penghinaan ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 315 KUHP di
terjemahkan dalam Bahasa Belanda yaitu eenvoudige belediging yang artinya “biasa” akan tetapi sebagian para ahli menerjemahkannya dengan arti “ringan”.13 Pasal tersebut belum cukup mengakomodir seluruh perbuatan penghinaan terhadap citra tubuh (body shaming) yang sering kita jumpai akhir-akhir ini. Pasal 315 KUHP masih terbatas karena mengatur mengenai penghinaan yang dilakukan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran maupun pencemaran baik yang dilakukan oleh seseorang baik dimuka umum atau di muka orang itu sendiri menggunakan lisan atau tulisan. Pasal 315 KUHP ini tidak menjelaskan secara rinci mengenai penghinaan dalam bentuk apa saja yang dapat dikatakan penghinaan ringan, atau dengan kata lain KUHP yang berlaku saat ini hanya mengatur tentang penghinaan dalam arti luas tanpa terperinci sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan multitafsir dalam pelaksanaannya.
Hal ini dapat kita lihat dari unsur unsur yang terdapat dalam Pasal 315 KUHP. Adapun unsur unsur dari Pasal 315 KUHP yaitu:14 a. Unsur Obyektif
-
1. Setiap penghinaan yang tidak bersifat pencemaran lisan atau pencemaran tertulis;
Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran adalah jika seseorang melakukan pembuatan menghina atau mencela seseorang akan tetapi apa yang dikatakan itu benar tanpa bermaksud mencemarkan nama baiknya, namun perkataanya membuat orang lain merasa tersinggung dan direndahkan harga dirinya sebagai manusia.
-
2. Yang dilakukan terhadap seseorang dimuka umum dengan lisan atau tulisan, maupun dimuka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan;
Tindak pidana penghinaan yang dilakukan tersebut dimaksud apabila suatu tindakannya dilakukan di muka umum atau bahkan di muka orangitu langsung baik dengan berbicara langsung secara spontan atau menggunakan perantara tulisan, surat maupun bekomentar menggunakan media elektronik.
-
3. Dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya; Apabila tindak pidana penghinaan tersebut dilakukan dengan cara melalui bentuk tulisan berupa surat yang dikirimkan langsung kepada seseorang sehingga dapat menjadi bukti dari perbuatan penghinaannya tersebut baik yang mengirimkan atau yang menerima.
-
1. Dengan sengaja
Di dalam KUHP tidak memberikan penjelasan langsung mengenai kata sengaja. Akan tetapi dapat kita ketahui bersama arti dari kata sengaja yang diambil dari M.v.T (Memorie van Toelicthing) yang artinya adalah menghendaki dan mengetahui.15 Sehingga dapat dikatakan bahwa sengaja adalah menghendaki atau mengetahui yang dilakukan. Seseorang yang melakukan perbuatan dengan sengaja tersebut merupakan yang memang mengehendaki perbuatan itu dan menyadari tentang apa yang dilakukannya.
Unsur – unsur Pasal 315 KUHP sebagaimana telah diuraikan diatas sudah jelas bahwa pasal tersebut mengatur mengenai tindak pidana penghinaan ringan. Namun dalam Pasal 315 KUHP tidak dijelaskan secara rinci apa saja yang termasuk bagian dari tindak pidana penghinaan ringan. Berdasarkan ciri-ciri body shaming yang sudah dijelaskan diatas, dapat dikatakan bahwa body shaming sudah memenuhi unsur-unsur obyektif dari Pasal 315 KUHP seperti penghinaan dalam bentuk pencemaran lisan atau pencemaran tertulis yang dilakukan dimuka umum dengan lisan atau tulisan, maupun dimuka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, serta dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, sehingga body shaming merupakan bagian dari tindak pidana penghinaan ringan yang dilakukan terhadap citra tubuh seseorang.
Dengan demikian Pasal 315 KUHP dapat digunakan untuk menjerat warganet yang menuliskan body shaming baik di kolom komentar maupun direct message, karena hal tersebut sifatnya tertulis dan dilakukan dimuka umum atau bisa diakses orang banyak. Pasal 315 KUHP ini juga bisa menjerat seseorang yang mengirimkan pesan body shaming karena itu sesuai dengan unsur-unsur Pasal 315 KUHP yaitu dilakukan di muka orang itu sendiri.
-
2.2.3. Pengaturan Tindak Pidana Penghinaan Citra Tubuh (Body Shaming) Ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan di Luar KUHP
Pengaturan tindak pidana penghinaan citra tubuh (Body Shaming) selain Pasal 315 KUHP yang dapat dijadikan payung hukum bagi pemidanaan terhadap perbuatan penghinaan terhadap citra tubuh (body shaming), terdapat pula aturan di luar KUHP yang mengatur hal tersebut yang sudah digunakan dalam suatu putusan
pengadilan yaitu terdapat pada beberapa pasal pada Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kemudian diubah dalam Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau (selanjutnya disebut UU ITE).16
Pada dasarnya UU ITE tersebut mengakomodir ketentuan pemidanaan dari cyber crime, dimana sebuah kejahatan dalam konteks menggunakan cyber sebagai sarananya.17 Berdasarkan bunyi Pasal dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan “setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Dalam rumusan pasal tersebut ditujukan kepada tindak pidana penghinaan yang mengacu KUHP. Ruang lingkup delik ini mencakup pencemaran nama baik, fitnah dan penghinaan ringan. Walaupun di dalam KUHP hal tersebut sudah dirumuskan ke dalam pasal – pasal yang berbeda akan tetapi adanya delik penghinaan dalam KUHP dapat dikaitkan dengan Pasal 27 ayat (3) mengenai tindak pidana penghinaan terhadap citra tubuh (body shaming).
Berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE jika ditelaah sebenarnya tidak ada kalimat dalam aturan tersebut yang menyebut tindak pidana penghinaan citra tubuh atau body shaming secara eksplisit, yang ada hanya klausul “penghinaan/pencemaran nama baik” yang bersifat
umum dan sering kali menimbulkan multitafsir pada Pasal tersebut. Ruang lingkup delik ini juga mencakup penghinaan ringan, yang dimana jika dilihat dari ciri-ciri body shaming sudah dapat memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana penghinaan ringan dalam Pasal 315 KUHP. Dengan demikian Pasal 27 Ayat (3) UU ITE sampai saat ini masih relevansi digunakan untuk kasus tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui sarana komputer atau media elektronik maka bisa saja dipidana apabila sudah memenuhi kualifikasi tindakan kejahatan.
Perlu digaris bawahi unsur “membuat dapat diakses”, “mendistribusikan”, “mentransmisikan” dalam pasal ini berkaitan dengan unsur di muka umum dalam KUHP. Dengan ketiga macam perbuatan yang disebutkan dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE, maka diharapkan para penegak hukum tidak akan melakukan penyalahgunaan wewenang saat melakukan penindakan terhadap cyber crime. Akan tetapi terkait pemahaman Pasal 27 ayat (3) UU ITE, pada dasarnya penghinaan terhadap citra tubuh (body shaming) dapat diakui sebagai bentuk delik penghinaan yang diakui tetapi tetap berlandaskan dengan Pasal 310 , Pasal 311 dan Pasal 315 KUHP.18
PENUTUP
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
-
1. Pengaturan tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) jika ditinjau dari perspektif KUHP maka akan mengacu pada Pasal 310, Pasal 311 dan Pasal 315 tentang Penghinaan. Dilihat dari ketiga pasal diatas, maka tindak pidana penghinaan citra tubuh
(body shaming) ini lebih mengarah kepada Pasal 315 KUHP karena, jika dilihat dari ciri-ciri body shaming telah memenuhi unsur-unsur obyektif dari Pasal 315 KUHP, sehingga body shaming merupakan tindak pidana penghinaan ringan terhadap citra tubuh seseorang, sehingga sampai saat ini body shaming masih relevan diselesaikan dengan menggunakan Pasal 315 KUHP.
-
2. Pengaturan tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) di luar KUHP jika ditinjau dari UU ITE memang tidak ada pasal yang menyebutkan secara spesifik mengenai (body shaming), yang ada hanya klausul “penghinaan/pencemaran nama baik”. Ruang lingkup delik Pasal 27 Ayat (3) ini mencakup penghinaan ringan. Body shaming termasuk tindak pidana penghinaan ringan terhadap citra tubuh. Dengan demikian Pasal 27 Ayat (3) UU ITE sampai saat ini masih relevansi digunakan untuk kasus tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui sarana komputer atau media elektronik.
-
1. Dalam mewujudkan keadilan hukum bagi masyarakat khususnya dalam kasus tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) ini sebaiknya pemerintah maupun aparat penegak hukum dapat diperluas lagi dan membuatkan pengaturan yang spesifik di dalam KUHP. Adanya pengaturan yang jelas guna mempermudah pembuktian kejahatan apabila terdapat kasus seperti diatas. Selain itu jika pengaturan sudah jelas, dapat diberikan sanksi yang setimpal sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, maka diharapkan mampu untuk mengurangi tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) ini.
-
2. Diharapkan pengaturan tentang tindak pidana penghinaan citra tubuh (body shaming) di luar KUHP juga dapat dibuatkan pengaturan yang jelas, sehingga dapat menjadi penunjang dalam pembuktian dan pemberian sanksi jika terjadi kasus serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Hamzah, Andi, 2015, Delik-delik Tertentu di dalam KUHP, Sinar
Grafika, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2015, Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta.
O.S, Eddy Hiariej, 2016, Prinsip-prinsip Hukum Pidana, Cahya Atma Pustaka, Yogyakarta.
Jurnal Ilmiah
Arifah, Dista Amalia, 2011, “Kasus Cyber Crime Di Indonesia”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 18, No. 2, September 2011.
Chairani, Lisya, 2018, “Body Shame Dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis”, Jurnal Ilmiah Buletinpsikologi, Vol.26, No. 1, Yogyakarta 2017.
Ma, Xin, 2001, “Bullying and Being Bullied To What Extent Are Bullies Also Victims?”, Sage Publication, Vol.387, Issue 10038, P2594, London 2001.
Natalia, Siska Windu, 2013, “Pengaturan Tindak Pidana Cyberstalking dalam UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)”, Kertha Wicara, Vol.1, No. 02, Februari 2013.
Permatasari, Gusti Ayu Made Gita, 2018, “Tinjauan Yuridis Mengenai Pengaturan Dan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Ujaran Kebencian Di Media Sosial”, Kertha Wicara, Vol.07, No. 03, Mei 2018.
Samosir, Devi Triana Putri, 2015 “Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan Pengungkapan Diri Pada Remaja Awal Kelas VII”, Jurnal Empati, Vo.4(2), 14-19, April 2015.
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58
Undang- undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952
15
Discussion and feedback