PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI

TRANSAKSI GAME ONLINE

Oleh:

Komang Alit Antara∗∗

I Gede Artha∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Pelaku tindak pidana pencucian uang di Indonesia mulai memanfaatkan perkembangan teknologi. Salah satunya dengan modus operandi transaksi game online. Hal ini disebabkan tidak adanya sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku pencucian uang melalui transaksi game online. Penulisan ini dilakukan untuk mengetahui bentuk pengaturan tindak pidana pencucian uang melalui game online di Indonesia dan bentuk pertanggungjawaban pidana bagi para pelaku tindak pidana tersebut. Metode yang digunakan dari penulisan jurnal ini adalah penelitian hukum normatif yakni terdapat kekaburan norma hukum di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU TPPU). Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU TPPU belum mengatur jika terjadi fenomena tindak pidana pencucian uang melalui game online akan tetapi pelaku tindak pidana pencucian uang melalui transaksi game online dapat dijerat dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi dan Informasi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE). Bentuk Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencucian uang melalui transaksi game online dapat dilihat dalam Pasal 47 UU ITE yang menyatakan pelaku yang memenuhi unsur Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) diberikan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Game Online, Transaksi, Tindak Pidana Pencucian Uang.

Abstract

The perpetrators of money laundering in Indonesia have starting taking advantage of current technological developments. One of them being the transactions of online gaming. This is due to the absence of sanctions that can be imposed. This research aims to explore different money laundering crimes that occur within online gaming in Indonesia and the forms of criminal responsibility for the perpetrators of these crimes. The method used in writing this journal was normative legal research where there is obscurity and emptiness of legal norms in Law Number 8 of 2010 concerning Prevention and Eradication of Money Laundering Crimes

Karya ilmiah ini bukan merupakan ringkasan skripsi (di luar skripsi).

∗∗Komang Alit Antara adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: [email protected].

∗∗∗I Gede Artha adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, [email protected].

(Hereinafter referred to as the TPPU Act). The results of this research showed that the TPPU Law did not yet regulate if there was a phenomenon of money laundering through online gaming, but the perpetrators of money laundering through transactions online game could be charged with Article 47 of Act No. 11 of 2008 concerning Transactions and Electronic Information (hereinafter referred to as Law ITE). The form of criminal liability for money laundering perpetrators through transactions online games can be seen in Article 47 of the ITE Law which states that perpetrators who fulfill the elements of Article 31 paragraph (1) or paragraph (2) are given criminal sanctions in the form of a maximum of 10 years imprisonment and/or fines up to Rp. 800,000,000.00.

Keywords: Criminal Liability, Online Games, Transactions, Money Laundering Crimes.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Kegiatan transaksi dalam game online dengan cara mentransfer dana untuk membeli item-item dikenal dengan istilah RMT (Real Money Tranding). Kegiatan ini sering dilakukan dalam game online Mobile Legend, Ragnarok, RF, Dragon Nest. Bagi pelaku tindak kejahatan khususnya tindak pidana pencucian uang (money laundering), kemajuan teknologi di bidang game online merupakan sarana yang bagus untuk melakukan tindak pidana tersebut melalui transaksi pada game online yang masih jarang diawasi oleh para penegak hukum di Indonesia.1 Bertransaksi melalui dunia virtual atau dunia maya dalam game online sangatlah mudah untuk dilakukan. Hanya dengan membeli harta secara virtual kepada pemain game online lainnya, para pemain game online dapat menerima harta virtual yang nantinya dapat dengan mudah dicairkan menjadi uang tunai dengan jumlah yang tak terbatas.

Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mulai memanfaatkan game online untuk mengalihkan uang dari hasil tindak pidana sebelumnya dengan tujuan untuk mengelabui aparat penegak hukum. Salah satu sebab mengapa game online dipilih

sebagai sarana pengalihan uang para pelaku tindakan pencucian uang adalah kelemahan pengawasan oleh aparat penegak hukum terhadap transaksi dalam game online. Mereka akan menghindari penyimpanan uang hasil tindak pidana di lembaga perbankan. Lembaga perbankan perbankan sendiri akan melakukan pengawasan dan pelacakan terhadap transaksi keuangan yang dilakukan oleh nasabahnya. Pelacakan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk membongkar kejahatan dengan modus operandi pencucian uang yang pelakunya berusaha menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana. Pelacakan yang dilakukan akan mampu menemukan para pelaku dan hasil tindak pidana yang dilakukan. Kemudian penjatuhan hukuman secara yuridis dapat ditentukan apakah dikembalikan kepada yang berhak atau bahkan dapat diambil untuk negara.2 Pelacakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan mengambil peranan penting di dalam mengungkap kasus-kasus tindak pidana pencucian uang.

Pasal 3 UU TPPU, menyebutkan bahwa:

Setiap orang yang menempatkan, mentrasfer, mengalihkan, membelanjakan, membayar, mengibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahunya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.0000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Klausula “perbuatan lain atas harta kekayaan” dalam bunyi pasal tersebut memberikan kekosongan norma hukum yang

dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang. Luasnya ruang lingkup perbuatan atas harta kekayaan mengakibatkan banyak penafsiran apakah kegiatan pembelian item-item dalam game online termasuk kedalam perbuatan lain atas harta kekayaan atau tidak.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan tindak pidana pencucian uang dengan modus operandi game online di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana pencucian uang melalui transaksi pada game online?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

  • a.    Tujuan Umum

Mengerti dan memahami pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pencucian uang melalui transaksi game online.

  • b.    Tujuan Khusus

  • 1.    untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pencucian uang melalui game online di Indonesia.

  • 2.    untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana pencucian uang melalui transaksi game online.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1  Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (normative legal research) dengan analisis norma kabur dalam Pasal 3 UU TPPU. Objek penelitian hukum normatif adalah

norma hukum dengan meneliti hukum dari perspektif internal dengan menggunakan dua sumber bahan hukum antara lain: pertama bahan hukum primer berupa KUHP dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) kedua menggunakan bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku-buku hukum yang berisikan ajaran atau dokrin, artikel-artikel hukum, dan kamus hukum.3 Bahan-bahan hukum tersebut didapat baik dari perpustakaan maupun melalui pencarian dengan bantuan internet.

Disebutkan penelitian hukum normatif karena lebih mengedepankan bekerjanya norma dalam menganalisis norma hukum dari produk peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum dengan metode bola salju (snow ball method) teknik interpretasi dan teknik deskriptif analitis. Termasuk deskriptif analitis karena menggambarkan permasalahan yang akan dibahas, beserta jawaban atas permasalahan melalui analisis bahan hukum dan peraturan hukumnya.4

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Game

Online di Indonesia

Fungsi hukum pidana dapat dibagi menjadi dua yaitu: fungsi umum dan fungsi khusus hukum pidana. Hukum pidana dapat dikatakan berfungsi secara umum jika hukum pidana dapat menjaga ketertiban umum, sedangkan fungsi khusus hukum pidana adalah memberikan keabsahan bagi negara dalam rangka menjalankan fungsi melindungi kepentingan hukum.5

Money laundering atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan pencucian uang. Istilah ini telah dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1930-an,  saat para mafia melakukan  strategi

pembelian perusahaan yang resmi dan sah dalam rangka

menyamarkan kejahatannya. Para mafia disini mendirikan sebuah perusahaan binatu (landromat) yang menjadi inspirasi awal dan pada akhirnya menyebabkan munculnya istilah money laundering.6 Hal ini menandakan bahwa sejak tahun 1930 tindak pidana pencucian uang telah ada dan digunakan sebagai upaya penghilangan jejak tindak pidana sebelumnya. Hakikatnya pencucian uang menunjuk pada upaya dari pelaku tindak pidana untuk mengurangi bahkan menghilangkan resiko ditangkap ataupun aset/harta kekayaan hasil tindak pidana yang dimiliki tidak disita atau dirampas dengan tujuan akhirnya adalah memperoleh keuntungan, mengeluarkan, serta menggunakan

aset/harta kekayaan dari hasil tindak pidana terlaksana, tanpa dijerat aturan hukum yang berlaku.7

Financial Action Task Force on Money Laudering (selanjutnya disebut FATF) merupakan lembaga yang berkantor dan berpusat di Prancis dengan tujuan untuk menyebarluaskan kebijakan negara baik itu kebijakan nasional maupun kebijakan internasional yang berkaitan dengan pemberantasan pencucian uang dan pendanaan teroris. Indonesia diminta untuk mengubah undang-undang pencucian uang pada bulan Juni 2001 oleh FATF, karena belum sepenuhnya menerapkan Forty Recommendation.8 Indonesia dianggap belum mampu dan belum serius dalam menindak pelaku tindak pidana pencucian uang.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas pada perkembangannya Indonesia, telah dua kali merevisi undang-undang pencucian uang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah undang-undang yang terakhir dan berlaku sampai saat ini. Diantara perubahan yang terjadi dalam hal materi muatan undang-undang ini lebih ditekankan dan diperluas mengenai perluasan ruang lingkup pidana asal (predicate crime) sebagai bentuk antisipasi dari berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan uang atau harta kekayaan.9 Tambahan peraturan yang mempidana tindak pidana asal dalam hal memperoleh sumber dana antara lain: psikotropika, korupsi, dan narkotika.

Sejak diundangkannya UU TPPU, muncul lembaga baru yang mengawasi seluruh transaksi keuangan di seluruh negara

Indonesia yaitu Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (selanjutnya disebut PPATK). Lembaga ini lahir atas amanat dan perintah dari undang-undang tersebut. Sulitnya proses pemantauan transaksi dalam game online yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di Indonesia menjadikan para pelaku tindak pidana pencucian uang memanfaatkan kelemahan ini dan di dalam peraturan perundang-undangan berkaitan dengan pencucian uang yang berlaku saat ini di Indonesia masih belum mencakup modus operandi pencucian uang melalui game online.

Klausula atau “perbuatan lain atas harta kekayaan” yang terdapat pada Pasal 3 UU TPPU mengatur bagaimana cara pengalihan uang yang didapat melalui tindak pidana sebelumnya, akan tetapi pasal tersebut belum mengatur aparat penegak hukum untuk menjerat para pelaku tindak pidana pencucian uang yang berusaha mengalihkan hasil kejahatannya ke dalam transaksi game online. Mengingat bentuk pengawasan transaksi dalam game online sampai saat ini belum terjangkau oleh aparat penegak hukum.

Pengaturan transaksi game online di Indonesia sebenarnya telah diatur oleh UU ITE yaitu dalam Pasal 47 yang menyatakan:

Setiap orang yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Oleh karena itu secara normatif tindak pidana pencucian uang melalui transaksi dalam game online termasuk dalam unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 32 ayat (1) UU ITE. Tindakan mentransfer dana dalam pembelian item-item dalam game online telah memenuhi unsur pengalihan. Akan tetapi untuk menggungkap ada atau tidaknya tindak pidana pencucian uang dalam transaksi game online diperlukan upaya ekstra dalam

pemantauan dan pelacakan oleh aparat penegak hukum dengan cara ikut serta bermain dalam game online yang terlebih dahulu diindikasi telah terjadi tindak pidana pencucian uang.

  • 2.2.2    Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Transaksi Game Online

Geen straf zonder schuld atau keine strafe ohne should atau actus non facit reum nisi mens sir rea adalah asas yang sangat penting di dalam hukum pidana.10 Pertanggungjawaban pidana didefinisikan oleh Simon sebagai suatu keadaan kejiwaan sedemikian rupa, sehingga penerapan suatu upaya pemidanaan, baik yang ditinjau dari perspektif umum maupun dari perspektif orangnya dapat dibenarkan.11 Dengan kata lain seseorang pelaku tindak pidana dianggap mampu bertanggung jawab hanya jika keadaan kejiwaannya sehat, dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) mempunyai kemampuan untuk menyadari atau mengetahui bahwa apa yang dilakukannya bertentangan dengan hukum dan 2) mempunyai kemampuan di dalam menentukan kehendaknya sendiri sesuai dengan kesadarannya tersebut.

Pendapat kedua datang dari Van Hamel yang memberikan definisi kemampuan bertanggung jawab sebagai suatu kondisi normalitas kejiwaan serta kematangan dengan memberikan tiga kemampuan antara lain: 1) memahami akan akibat atau kenyataan akan perbuatannya sendiri, 2) seseorang tersebut telah menyadari bahwa perbuatannya dilarang oleh masyarakat, dan 3) mempunyai kemampuan untuk menentukan kehendaknya sendiri dalam berbuat.12 Untuk menilai seseorang dapat diminta

pertanggungjawaban pidana atau tidak harus memperhatikan syarat-syarat tersebut.

KUHP tidak memberikan pengertian dari kemampuan bertanggungjawab seseorang, melainkan KUHP hanya merumuskan kemampuan bertanggung jawab seseorang secara negatif dan tidak merumuskannya secara positif.13 Seseorang baru dapat dimintai pertanggungjawaban bila terdapat kesalahan dalam arti materiil/verwijbaarheid, yaitu meliputi tiga unsur antara lain: 1) mampu bertanggung jawab, 2) terdapatnya hubungan batin diantara pelaku dengan apa yang diperbuatannya (dolus atau culpa) dan yang terakhir 3) tidak terdapatnya alasan-alasan penghapus kesalahan/alasan pemaaf (schuld uitsluitingsground).14 Pelaku tindak pidana pencucian uang hanya dapat dipidana jika telah memenuhi unsur-unsur tersebut diatas. Untuk mencapai tujuan dari pemidanaan, perlu adanya penjatuhan pidana. Tiga teori tujuan pemidanaan yang terkenal sesuai dengan kebanyakan para sarjana mengelompokkanalasan-alasan dari pemidanaan antara lain adalah:15 teori pembalasan (retribution/absolut), teori tujuan (utilitarian/ doeltheorieen/relatif), dan teori gabungan (verenigingstheorieen).

Terdapat tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pelaku dari suatu kegiatan tindak pidana. Termasuk di dalam tindak pidana pencucian uang terdapat berbagai tahapan-tahapan kegiatan yang pada setiap tahapan tersebut selalu berdiri sendiri, namun tidak jarang dilakukannya kegiatan-kegiatan dari tahapan tersebut secara bersamaan yang seolah-olah menjadi suatu kesatuan kegiatan, kegiatan tersebut antara lain:

  • a.    Tahapan yang pertama dilakukan adalah tahapan penempatan atau yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah placement, merupakan tindakan dari pelaku untuk menempatkan uang/harta kekayaan/dana yang diperoleh dari hasil kejahatan asal;

  • b.    Tahapan yang kedua adalah tahapan pemisahan atau yang dikenal dalam bahasa inggris dengan istilah layering, merupakan suatu proses dari tindakan pelaku pencucian uang untuk memisahkan antara hasil kejahatan dengan sumber uang/harta kekayaan/dana yang diperoleh dari tindak kejahatan asal setelah melakukan proses penempatan dalam tahapan pertama;

  • c.    Tahapan yang ketiga dan terakhir adalah tahapan pengalihan uang/harta kekayaan/dana yang diperoleh dari tindak kejahatan asal yang telah melalui proses pemutihan (tahapan penempatan dan tahapan pemisahan) ke dalam aktivitas-aktivitas yang bersifat resmi dan legal dengan tujuan agar menghilangkan hubungan antara aktivitas tindak pidana asal yang menjadi sumber dana/harta kekayaan/uang yang telah diputihkan melalui kedua tahapan sebelumnya.16

Berdasarkan Pasal 47 UU ITE yang menyatakan bahwa:

Setiap orang yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana pencucian uang melalui transaksi game online dalam pasal 47 UU ITE menyatakan bahwa para pelaku yang memenuhi unsur

dari Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 800.000.000,00.

  • III.  PENUTUP

  • 3.1  Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan terhadap tindak pidana pencucian uang melalui transaksi game online di Indonesia masih belum diatur oleh UU TPPU, akan tetapi para pelaku tindak pidana pencucian uang melalui transaksi game online dapat dijerat dengan Pasal 47 UU ITE.

  • 2.    Bentuk pertanggung jawaban pidana bagi pelaku tindak pidana pencucian uang melalui transaksi pada game online dapat berupa pidana penjara dan atau denda, sesuai dengan Pasal 47 UU ITE yang menyatakan pelaku yang memenuhi unsur pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) diberikan sanksi berupa pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Dilihat dari perspektif ius constituendum atau hukum yang berlaku di masa depan diperlukan penegasan dalam

pengaturan tindak pidana pencucian uang di Indonesia terutama dalam proses pelacakan yang dilakukan oleh PPATK terhadap transaksi yang mencurigakan, khususnya dalam transaksi melalui game online yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang.

  • 2.    Agar ada pengawasan khusus dibentuk dalam upaya pencegahan dan pengawasan baik oleh PPATK, Kepolisian, Kejaksaan, serta KPK di dalam UU TPPU dan UU ITE terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang melalui transaksi game online, mengingat lemahnya pengawasan terhadap transaksi

yang dilakukan di game online tersebut yang mengakibatkan terjadinya fenomena tindak pidana pencucian uang melalui transaksi dalam game online.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hiariej, Eddy O.S., 2016, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.

Husein, Yunus, Roberts K, 2018, Tipologi dan Perkembangan Tindak Pidana Pencucian Uang, PT. RajaGrafindo Persada, Depok.

Marzuki, Peter Mahmud, 2016, Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta.

Moelyatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.

Pasek Diantha, I Made, 2017, Metodelogi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, Prenada Media Group,

Jakarta.

Surya Dharma Jaya, Ida Bagus et.al., 2016, Klinik Hukum Pidana Komponen Persiapan dan Praktek, Udayana University Press, Denpasar.

Syamsuddin, Aziz, 2011, Tindak Pindana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta.

Jurnal

Husein, Yusnus, “Tindak Pidana Pencucian Uang  (Money

Laundering) Dalam Persfektif Hukum Internasional”, Jurnal Internasional Universitas Indonesia, 2004, Vol. 1, No. 2.

Internet

Achmad Zulfikar Fazli, “Pencucian Lewat Game Online Mulai Marak”,URL:http://news.metrotvnews.com/hukum/4KZOM wJN-pencucian-uang-lewat-game-online-marak, 8 September 2018.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 11  Tahun 2008 tentang Informasi

danTransaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5164).

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952).

15