PEMBERANTASAN PUNGUTAN LIAR (PUNGLI) SEBAGAI BENTUK KEBIJAKAN KRIMINAL DI INDONESIA*

Oleh:

Nyoman Trisna Sari Indra Pratiwi∗∗ Ni Nengah Adiyaryani∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Acara FakultasHukumUniversitas Udayana

ABSTRAK

Jurnal ini berjudul pemberantasan pungutan liar (Pungli) sebagai bentuk kebijakan kriminal di Indonesia. Jurnal ini dilatar belakangi dengan adanya fenomena penyalahgunaan wewenang dilakukan oknum pemerasan. Dalam fenomena ini muncul suatu permasalahan terkait dasar pertimbangan Presiden menetapkan kebijakan untuk memberantas pungutan liar serta yang berperan dalam memberantas pungutan liar tersebut. Metode yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode penelitian hukum normatif, guna pembahasan atas dasar pertimbangan Presiden mengeluarkan dan menetapkan kebijakan Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, dengan analisis dan pendekatan Undang-Undang serta konsep hukum. Hasil penelusuran jurnal ini Perpres No. 87 Tahun 2016 guna memberantas kejahatan atau pelanggaran oleh petugas negara melalui penyalahgunaan wewenang secara tidak sah dan merugikan masyarakat serta pihak yang bertugas memberantas pungutan liar tersebut adalah pejabat negara dari tingkat pusat hingga daerah ditiap instansi sesuai diamanatkan dalam Perpres tersebut.

Kata kunci: Pemberantasan, Pungutan, Liar, Kebijakan, Kriminal.

ABSTRACT

This journal is entitled eradication of illegal levies (extortion) as a form of criminal policy in Indonesia. This journal is motivated by the phenomenon of abuse of authority by extortionists. In this phenomenon a problem arises related to the consideration of the President establishing a policy to eradicate illegal fees and to play a role in eradicating the illegal levies. The method used in this journal is a normative legal research method, for discussion on the basis of consideration of

the President issuing and stipulating the policy of Presidential Regulation No. 87 of 2016 concerning the Clean Sweep Task Force on Illegal Levies, with analysis and approaches to the Law and legal concepts. Search results for this journal Presidential Regulation No. 87 of 2016 in order to eradicate crimes or violations by state officials through unauthorized abuse of authority and harming the public and those charged with eradicating illegal levies are state officials from the central to regional levels in each agency according to the Presidential Regulation.

Key words : Eradication, Charges, Illegal, Policy, Criminal.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Indonesia adalah tipe negara kesejahteraan (welfare states) yang tersurat dan tersirat dalam pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 “...Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia ..dan seterusnya". Untaian kalimat diatas mengandung makna bahwa negara berkewajiban untuk mensejahterakan warganya, melindungi warganya untuk hidup tentram dan aman terbebas dari tekanan, paksaan dari pihak maupun termasuk aparatur negara.

Fenomena menunjukkan bahwa sering sekali muncul masalah dalam pelayanan pemerintah terhadap masyarakat yang mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik pemerintah. Pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prsinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang undangan. Citra buruk semakin diperparah dengan isu yang sering muncul ke permukaan yang berhubungan dengan

kedudukan dan kewenangan pejabat publik, yakni pungutan liar (pungli) yang beraneka ragam bentuknya, serta lambatnya pelayanan dan diikuti dengan prosedur yang berbelit-belit.1

Didalam menjalankan pelayanan publik tersebut pejabat administrasi memiliki kewenangan yang disebut dengan diskresi. Istilah ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU 30/2014 yang menyebutkan “Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan”. Ternyata adanya diskresi rentan sekali dengan praktik pungutan liar. Kurangnya supervisi dari tiap institusi sebagai upaya kontrol adalah sebagai penyebab munculnya pungutan yang tidak absah. 2 Modus operandi pungutan tidak resmi adalah tambahan masukan untuk hidup pegawai, munculnya tindakan itu kurangnya kontrol atasan. Oleh karena itu untuk memberantas pungutan liar, pemerintah membentuk suatu lembaga sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). Peraturan tersebut merupakan tindakan nyata dalam pemberantasan Pungutan Liar oleh pemerintahan Joko Widodo dalam rapat koordinasi dengan Gubernur seluruh Indonesia di Istana Negara.

Satuan tugas sapu bersih pungutan liar memiliki tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada dikementerian/lembaga maupun pemerintahan daerah serta mengajak peran aktif masyarakat melalui situssaberpungli.go.id, melalui sms 1193, dan melalui Call center 193, dengan peran masyarakat tersebut diharapkan meningkatkan penegakan hukum pungutan liar.

Keluarnya Perpres No: 87 Tahun 2016 tersebut sebagai langkah kebijakan pidana yang mengandung esensi bertentangan dengan legalitas formal serta materiil. Memenuhi sifat melawan hukum dalam arti formil karena telah nyata berbentuk aturan berupa Perpres, sedangkan sifat melawan hukum dalam arti materiil mesti mengandung unsur-unsur perbuatan tercela, sangat merugikan masyarakat, bertentangan dengan etika, moral, kebiasaan serta menyalahi ajaran agama. Apabila dimasukkan unsur-unsur formal dan materiil diatas dikaitkan dengan perbuatan pungli tersebut adalah sangat memenuhi unsur-unsur sebagai tindak pidana. Menurut pendapat hukum unsur formil dan materil suatu perbuatan pidana mesti memenuhi syarat formil berupa diatur oleh Undang-Undang/Peraturan dan unsur materiilnya merugikan masyarakat luas.

Doktrin lain menyebut sifat melawan hukum formil dan materiil diistilahkan dengan delik formil dan delik materiil, yang dihubungkan dari istilah perbuatan. Esensinya sama apabila delik formal berarti bertentangan dengan peraturan formal (hukum positif), sedangkan apabila delik materiil adanya muncul dari suatu tindakan yang merugikan, dicontohkan delik formil Pasal: 362 KUHP, delik materiil Pasal: 338 KUHP. Bila dihubungkan

dengan anasir pungutan liar adalah memenuhi syarat keberadaan delik formil (karena ada aturan berupa Perpres). Masuk kategori delik materiil karena pungli sangat dirasakan merugikan khalayak secara luas dengan caramenguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

  • 1.2    Rumusan Masalah:

  • 1.    Apa dasar pertimbangan Presiden dalam menetapkan kebijakan untuk memberantas pungutan liar ?

  • 2.    Siapa saja yang berperan dalam memberantas Pungutan Liar ?

  • 1.3    Tujuan :

    1.3.1    Tujuan Umum

Untuk mengetahui pemberantasan pungutan liar (pungli) sebagai bentuk kebijakan kriminal di Indonesia.

  • 1.3.2    Tujuan Khusus

  • 1.    Untuk mengetahui dasar pertimbangan Presiden menetapkan kebijakan untuk memberantas pungutan liar (Pungli) yang bertentangan dengan Undang-Undang.

  • 2.    Untuk mengetahui siapa sajakah yang berperan dalam memberantas pungutan liar.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

      2.1.1    Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian hukum normatif atau penelitian hukum perpustakaan, karena penelitian

hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (library research) yang terdiri dari bahan hukum primer dan ditunjang oleh bahan hukum sekunder.

  • 2.1.2    Jenis Pendekatan

Sesuai dengan karakteristik dan sifat penelitian kepustakaan, maka dalam penelitian ini akan memakai beberapa metode pendekatan diantaranya, the statue approach pendekatan perundang-undangan dan the analitical and conseptual approach (pendekatan analisis konsep hukum).

Pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut, jika dikaji lebih dalam maka PUNGLI adalah segala bentuk pungutan tidak resmi yang tidak mempunyai landasan hukum. Maka tindakan pungutan tersebut dinamakan sebagai pungutan liar yang mana pelaku pungli selalu diikuti dengan tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap korban. Maka dapat dikatakan bahwa pungli adalah merupakan tindakan pemerasan sedangkan dalam hukum pemerasan merupakan tindak pidana.

  • 2.1.3    Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum jenis normatif, maka jenis bahan hukum yang lazim dipergunakan adalah :

  • a.    Bahan-bahan Hukum Primer.

  • b.    Bahan-bahan Hukum Sekunder.

  • c.    Bahan-bahan Hukum Tersier.3

Sehubungan dengan penelitian hukum normatif ini memakai sumber bahan hukum dari :

  • 1.    Bahan Hukum Primer, seperti :

  • -    Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

  • -    Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

  • 2.    Bahan Hukum Sekunder, yakni memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.

  • 3.    Bahan Hukum Tersier, menyangkut seperti kamus atau ensiklopedia, jurnal, makalah, dan internet.

  • 2.1.4    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini untuk pengumpulan bahan hukum memakai metode sistematis, yakni pengumpulan bahan peraturan perundang-undangan dari tingkatan yang paling tinggi sampai tingkatan terbawah sesuai ketentuan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

  • 2.1.5    Teknik Analisis Bahan Hukum

Menggunakan teknik analisis seperti : teknik diskripsi, teknik interprestasi, teknik evaluasi, teknik argumentasi, teknik sistematisasi, dan teknik konstruksi hukum.

  • 2.2. HASIL DAN ANALISIS

  • 2.2.1    Dasar Pertimbangan Presiden Menetapkan Kebijakan Untuk Memberantas Pungutan Liar (Pungli) yang Bertentangan Dengan Undang-Undang.

Adapun rasiolegis legisiator berinisiatif memberantas pungutan liar karena praktek pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efisien, dan mampu menimbulkan efek jera, perlu dibentuk melaui satuan tugas sapu bersih pungutan liar dengan landasan hukum

berbentuk Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

Pelaku praktek-praktek pungli, sangat serius diupayakan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam rapat koordinasi dengan gubernur dari seluruh Indonesia di Istana Negara, Presiden membicarakan langkah langkah konkret pemberantasan pungli di semua lapisan pelayanan masyarakat. Pungutan liar yang sudah terlalu lama dibiarkan menjadi budayatersendiri dalam pelayanan masyarakat. Tak ingin hal tersebut terjadi terus-menerus, Presiden Joko Widodo menegaskan kepada jajarannya di daerah untuk menyelaraskan langkah dengan pemerintah pusat dalam upaya pemberantasannya di Indonesia. Hasilnyapun sangat signifikan setelah Perpres itu disahkan dan dilaksanakan, puluhan ribu laporan dan atau pengakuan masuk ke pemerintahan terkait adanya pungli, dan banyak juga yang tertangkap tangan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh petugas saber pungli yang dibentuk.

Pungutan tidak sah mencakup pelaku dan adanya perbuatan, pelaku tergolong anasir subyektif dan perbuatan termasuk ke dalam unsur obyektif. Unsur obyektif dan subyektif dalam pungutan tak resmi diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dengan pasal pengaturan awalnya dari hukum pidana materiil, meliputi tergolong Pegawai Negeri Sipil (PNS)/ Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan segala bentuk perbuatan pidananya. Unsur subyektif, dilakukan oleh orang guna kepentingan pribadi yang bertentangan dengan hukum

positif. 4 Terdapat beberapa faktor penyebab pelaku melakukan pungli, yaitu :

  • 1.    Penyalahgunaan wewenang, punya kesempatan sebagai pejabat negara

  • 2.    Moral, etika buruk

  • 3.    Kekurangan penghasilan, gaji yang diberikan pemerintah sangat terbatas

  • 4.    Budaya yang terbentuk berjalan terus-menerus di suatu lembaga terhadap pungli dapat menyebabkan hal tersebut sangat biasa.

  • 5.    Kesadaran hukum rendah.

  • 6.    Kurang memahami ajaran agama.5

Dalam kasus terindikasi masuk pemungutan secara tidak sah yang dilakukan dalam operasi sapu bersih, tidak formal tercantum dalam ketentuan hukum pidana materiil sebagai kejahatan atau pelanggaran hanya ditafsirkan kedalam pasal-pasal yang dilanggar oleh oknum seperti Pasal 368, 421, dan 378 KUHP. 6 Semua pasal itu masuk klasifikasi korupsi. Kejahatan pungutan liar dapat diklasifikasikan sebagai pemerasan dan penipuan.

Sektor pelayanan publik sangat luas bidang dan cakupan/lingkup kerjanya, sehingga sulit dikontrol oleh lembaga pengawasnya. Pemerintah dalam menyelenggarakan dan memenuhi pelayanan publik memerlukan aturan-aturan kebijakan yang harus dikeluarkan dan dijalankan. Salah satu kebijakan

pemerintah yang dibuat untuk mencegah dan memberantas kejahatan dibidang pungutan liar adalah berupa Perpres No: 87 Tahun 2016 ini, yang dikenal dengan Saber Pungli

Perpres merupakan salah satu produk hukum, yakni dikeluarkan oleh Presiden sebagai langkah kebijakan guna mengatasi perkembangan konfigurasi politik. Politik disini diartikan penulis sebagai perkembangan politik hukum dibidang politik hukum pidana. Moh. Mahfud MD menyatakan bahwa pada intinya peraturan politik nampak mempengaruhi hasil legislasi yang punya wawasan untuk kemajuan. 7 Terkait dikeluarkannya Perpres No. 87 ini dari Presiden Joko Widodo maka karakter Perpres ini responsif dalam mencegah kejahatan pungutan liar yang marak sedang terjadi. Sejalan dengan pandangan diatas dalam penanggulangan dan pemberantasan kejahatan, dikaitkan dengan keberadaan maksud dan tujuan dikeluarkannya Perpres No. 87 tersebut juga merupakan bentuk upaya penanggulangan kejahatan dibidang pungutan liar, terkait dengan esensi Perpres tersebut masuk dalam kategori tiga baikan hukum sosial dan untuk kesejahteraan masyarakat.8 Semua langkah kebijakan yang dicanangkan tersebut sudah tentu dilengkapi dengan perangkat aturan sanksi, terutama sanksi penal (penal policy) untuk tegaknya hukum pidana dalam penegakan hukum yang berkeadilan (due process of law).

  • 2.2.2 Aparatur/Petugas yang Berperan Dalam Memberantas Pungutan Liar

Satgas Saber Pungli berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Satgas Saber Pungli mempunyai wewenang:

  • a.    Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar;

  • b.    Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi;

  • c.    Mengoordinasikan,merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar;

  • d.    Melakukan operasi tangkap tangan;

  • e.    Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  • f.    Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayanan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah; dan

  • g.    Melaksanakan evaluasi kegiatan pemberantasan pungutan liar.

Susunan organisasi Satgas Saber Pungli terdiri atas:

  • 1.    Pengendali/Penanggung jawab : Menko bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;

  • 3.    Ketua Pelaksana : Inspektur Pengawasan Umum Polri;

  • 4.    Wakil Ketua Pelaksana I : Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri;

  • 5.    Wakil Ketua Pelaksana II : Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan;

  • 6.    Sekretaris : Staf Ahli di lingkungan Kemenko bidang Polhukam;

  • 7.    Anggota : 1. Polri; 2. Kejaksaan Agung; 3. Kementerian Dalam Negeri; 4. Kementerian Hukum dan HAM; 5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); 6. Ombudsman RI; 7. Badan Intelijen Negara (BIN); dan 8. Polisi Militer TNI.

Untuk melaksanakan tugas Satgas Saber Pungli, pengendali/penanggung jawab Satgas Saber Pungli dapat mengangkat kelompok ahli dan kelompok kerja sesuai kebutuhan. Kelompok ahli berasal dari unsur akademisi, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang mempunyai keahlian di bidang pemberantasan pungutan liar. Pengendali/penanggungjawab Satgas Saber Pungli melaporkan pelaksanaan tugas Satgas Saber Pungli kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Ketua pelaksana dan wakil ketua pelaksana mempunyai tugas mengoordinasikan pelaksanaan tugas kelompok kerja dalam pelaksanaan operasi tangkap tangan. Ketua pelaksana dan wakil ketua pelaksana dan kelompok kerja melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada pengendali/penanggung jawab Satgas Saber Pungli secara berjenjang.

Perpres juga menegaskan, masyarakat dapat berperan serta dalam pemberantasan pungutan liar, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media elektronik atau non elektronik, dalam bentuk pemberian informasi, pengaduan, pelaporan, dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bila masyarakat aktif akan banyak laporan terkait pungli pada pelayanan publik, baik di pusat maupun daerah. Partisipasi publik dipercaya menentukan keberhasilan pemberantasan pungli. Menghapuskan pungli dari Indonesia bisa memberikan kepercayaan bagi investor, dan masyarakat jadi percaya hukum dapat ditegakkan.

  • III. PENUTUP

  • 1.1    Simpulan

  • 1.    Dasar pertimbangan Presiden mengeluarkan Perpres No. 87 Tahun 2016 adalah untuk memberantas kejahatan atau pelanggaran oleh petugas negara yang tidak sah dan merugikan masyarakat.

  • 2.    Pihak yang berperan serta bertugas memberantas pungutan liar tersebut adalah pejabat dari tingkat pusat hingga ke daerah sesuai yang diamanatkan dalam Perpres No. 87 Tahun 2016 tersebut.

  • 1.2    Saran

  • 1.    Perpres No. 87 Tahun 2016, yang dibentuk guna memberantas kejahatan atau pelanggaran petugas negara diberi sanksi berat guna pencegahan secara umum sehingga memberi efek jera bagi calon-calon pelaku pungli lainnya.

  • 2.    Pejabat dari tingkat pusat hingga ke daerah yang bertugas memberantas pungutan liar tersebut, dalam menindak

pelakunya tanpa adanya diskriminasi dan dilakukan secara terus menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Hatta, H. Moh, 2010, Kebijakan Politik Kriminal Penegakan Hukum Dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

MD, Moh. Mahfud, 1998, Politik Hukum di Indonesia, Pustaka – LP3ES, Jakarta.

Soemantri, Ronny Hamijoyo, 1998, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri,Ghalia Indonesia, Jakarta.

Jurnal :

Fatya, Vita Nurul, 2018, Upaya Reformasi Birokrasi Melalui Area Perubahan Mental Aparatur Untuk Memberantas Praktik Pungli Yang Dilakukan Oleh PNS, Vol. 4, No. 1, April, 2018.

Hutapea, Juli Antoro, 2016, Perbuatan Pungutan Liar (PUNGLI) Sebagai Tindak Pidana Korupsi, Vol. I, No. 1, 2016.

Kumendong, Wempie Jh., 2016, Kajian Hukum Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Menurut Perpres RI No. 87 Yahun 2016, Vol. V, No. 2, Maret-April, 2017, hal. 8.

Setiyawan, Wahyudi, 2018, Evektivitas Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pungutan Liar, Februari, 2018.

Wahyu, Ramadhani, 2017, Penegakon Hukum Dalam Menanggulangi Pungutan Liar Terhadap Pelayanan Publik Vol.XII, No 2, Juli Desember 2017.

Peraturan Perundang- Undang :

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

15