PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA MATI YANG DIJATUHKAN OLEH PENGADILAN NEGERI DENPASAR
on
PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA MATI YANG DIJATUHKAN OLEH PENGADILAN NEGERI DENPASAR∗
Oleh :
Tri Ayu Neska Sanga Udiyani∗∗
I Ketut Rai Setiabudhi∗∗∗
I Wayan Suardana∗∗∗∗ Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Pidana mati merupakan sanksi pidana terberat yang dijatuhkan terhadap kejahatan yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan apabila seluruh hak-hak hukum terpidana telah terpenuhi. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah tekait pelaksanan pidana matidi Pengadilan Negeri Denpasar dan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pidana mati. Tujuan penulisan ini adalah agar dapat memahami proses pelaksanaan pidana mati di Pengadilan Negeri Denpasar serta mengetahui faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan eksekusi pidana mati. Penulisan ini menggunakan metode hukum empiris yang dilakukan di Pengadilan Negeri Denpasar. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan putusan eksekusi mati di Pengadilan Negeri Denpasar telah sesuai dengan PNPS No. 2 Tahun 1964 yang dilaksanakan dengan ditembak sampai mati dan dilakukan oleh regu Brigade Mobil yang dipimpin oleh Perwira. Faktor pendukung terlaksananya eksekusi mati beberapa diantaranya adalah pemenuhan hak-hak terpidana melalui pengajuan upaya hukum biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) dan Grasi serta kelengkapan sarana fasilitas dalam pelaksanaan pidana mati. Adapun Faktor penghambat pidana mati itu sendiri ialah yang pertama, dalam KUHAP tidak ada batas jangka waktu dalam pengajuan peninjauan kembali sehingga terpidana cenderung menunda hukumannya. Kedua, terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-IX/2013 yang memungkinkan pengajuan PK dilakukan lebih dari satu kali. Ketiga, terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 yang menghapus jangka waktu pengajuan permohonan grasi yakni satu tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
Kata Kunci: Pelaksanaan Putusan, Pidana Mati, Peradilan Umum, Peradilan Militer.
∗Makalah ilmiah ini disarikan dan dikembangkan lebih lanjut dari Skripsi.
∗∗Tri Ayu Neska Sanga Udiyani adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi: Triayuneska@gmail.com
∗∗∗I Ketut Rai Setiabudhi adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang menjadi Pembimbing I, Raisetiabudhi_fhunud@yahoo.com.
∗∗∗∗I Wayan Suardana adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang menjadi pembimbing II.
ABSTRACT
Death penalty is the heaviest criminal sanction that imposed on crimes stipulated in article 10 of the Criminal Code. The implementation of capital punishment can only be implemented if all the legal rights of the convict have been fulfilled. The problem examined in this study is how the implementation of capital punishment in the Denpasar District Court and the inhibiting factors and supporting the implementation of capital punishment. The purpose of this paper is to be able to understand the process of implementing capital punishment in the Denpasar District Court and find out the factors that become supporters and obstacles in the execution of capital punishment. This writing uses empirical legal methods conducted at the Denpasar District Court. In this paper, it is concluded that the execution of the death sentence in the Denpasar District Court is in accordance with PNPS No. 2 of 1964 which was carried out by being shot to death and carried out by the Mobile Brigade team led by Officers. Some of the supporting factors in capital punishment are the fulfillment of the rights of convicted persons tjrough the submission of ordinary legal remedies, Judicial Review (PK) and clemency and the completeness of facilities in the implementation of capital punishment. The inhibiting factor for capital punishment itself is the first, in the Criminal Procedure Code there is no the limit in filing yhe Judicial Review so that the convict tends to delay his sentence. Second, the issuance of the decision of the Constitutional Court number 34/PUU/-IX/2013 which allows PK submission to be carried out more than once. Third, the issuance of the Decision of the Constitutional Court number 107/PUU/-XIII/2015 which removes the period of time for filing a petition for clemency which is one year sice the decision is legally binding.
Keywords: Implementation of Decision, Execution of Dead, General Court, Military Court.
BAB I PENDAHULUAN
Pemidanaan di Indonesia dilihat dari konsepnya, sejatinya merupakan suatu upaya hukum terakhir dalam rangka rehabilitasi dan rekonsiliasi sosial atas terjadinya suatu perbuatan pidana. Sanksi pidana juga dikatakan sebagai Ultimum Remidium oleh Sudikno Mertokusumo yang artinya sanksi pidana dipergunakan saat sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya lagi. Pemidanaan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP) yang dimana jenis-jenis Pidana diatur dalam Pasal 10.1 Adapun ancaman hukuman pemidanaan yang dianggap paling berat ialah hukuman mati.2
Banyak argumentasi yang menunjukan perdebatan antara pihak pro dan kontra dalam penerapan hukuman pidana mati namun akhirnya hampir semua wilayah di dunia menerapkan hukuman mati untuk merespon ancaman nyata yang terjadi demi keselamatan umat manusia.3 Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi norma dan nilai-nilai hak asasi manusia juga tak luput dari banyaknya pendapat pro dan kontra terkait penerapan pidana mati di Indonesia. Sangat banyak delik di dalam peraturan hukum yang mengancam dengan pidana mati salah satunya yaitu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.4
Sejak tahun 2015 di Indonesia telah terjadi 3 (tiga) kali gelombang eksekusi mati. Dilihat dalam penerapan pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia ada beberapa permasalahan terkait manajemen eksekusi mati, misalnya terpidana mati yang pelaksanaan eksekusinya ditunda sehingga masih harus masuk daftar tunggu eksekusi mati (death rows phenomenon) dan mendekam di dalam penjara untuk kurun waktu yang lama dan tidak menentu. Hal ini menyebabkan terpidana mengalami penghukuman yang lebih berat daripada vonis mati yang diterima.5 Pada akhirnya, permasalahan tersebut menjadi simpul permasalahan secara de facto yang menunjukan adanya kelemahan dalam pelakasanaan pidana mati di Indonesia, meskipun sejauh ini pengaturan mengenai tata cara pelaksanaan pidana mati yang diatur dalam Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Militer.
Berdasarkan latar belakang, terdapat dua pokok permasalahan yang diangkat pada karya ilmiah ini, yaitu :
-
1. Bagaimana proses pelaksanaan pidana mati di Indonesia yang dilakukan di Pengadilan Negeri Denpasar?
-
2. Faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan eksekusi mati?
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini diantaranya:
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Putusan Pidana Mati di Indonesia yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Denpasar berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Militer.
Adapun tujuan khususnya yaitu :
-
1) Untuk dapat mengetahui dan lebih memahami bagaimana proses pelaksanaan pidana mati di Indonesia.
-
2) Untuk dapat mengetahui dan lebih memahami mengenai faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pidana mati.
Metode penulisan jurnal ini menggunakan jenis metode penelitian hukum empiris. Jenis pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini uaitu pendekatan kasus ialah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi, dan pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua peraturan dalam
perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.6
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian deskriptif yang merupakan bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada baik fenomena secara alamiah maupun fenomena buatan manusia.7 Adapun sumber data yang digunakan ada dua jenis yaitu data primer yang diperoleh dari responden maupun informan, dan data sekunder bersumber dari kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik studi dokumen dan teknik wawancara. Studi dokumen dilakukan dengan menelaah bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.8 Teknik penentuan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling dan jenis pengolahan analisis data menggunakan analisis kualitatif.
-
2.2. Hasil dan Analisis
-
2.2.1. Proses Pelaksanaan Pidana Mati di Pengadilan Negeri Denpasar
-
Beberapa pendapat menyatakan pelaksanaan pidana mati di beberapa negara biasanya ditujukan kepada kejahatan yang mengancam kepentingan umum.9 Pelaksanaan pidana mati di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1962 Tentang Pelaksanaan Pidana di Lingkungan Pengadilan Peradilan Umum dan Peradilan Militer (PNPS). Bab II Undang-undang PNPS mengatur tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di
Lingkungan Peradilan Umum Pelaksanaan Pidana Mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum atau Peradilan Militer yang dilakukan dengan cara ditembak mati. Dalam hal ini yang menjadi penanggung jawab dalam pelaksanaan pidana mati adalah Kepala Kepolisian Daerah tempat kedudukan Pegadilan Negeri yang bersangkutan, setelah mendengar nasehat dari Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab atas pelaksanannya.
Data yang didapatkan dalam kurun waktu antara tahun 2010 sampai 2018 di Pengadilan Negeri Denpasar telah memutus dua kasus dengan putusan pidana mati yaitu kasus Narkotika atas nama Lindsay June Sandiford dalam Putusan No. 901/PID.SUS/2012/PN.DPS. Putusan pidana mati selain kasus Narkotika yaitu kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh empat orang terpidana dan pembunuhan ini dilakukan terhadap satu keluarga di Kampial, Nusa Dua Bali. Adapun terpidana ialah Mohammad Kadin dan Safat serta Heru Hendry dan juga Putu Anita Sukma Dewi dalam hal ini kedua orang tersebut merupakan pasangan suami istri berdasarkan Putusan No. 741/Pid.B/2012/PN.Dps.
Terpidana yang sudah diputus serta dieksekusi mati sebanyak dua orang diantaranya bernama Myuran Sukumurandalam putusanNo. 626 / PID. B / 2005 / PN Denpasar dan Andrew Chan (Bali Nine) dalam putusan No. 624 / PID. B /2005 / PN Denpasar atas kasus Narkotika. Terpidana mengajukan upaya hukum Banding dan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pada 10 Mei 2011 dan ditolak, kemudian pada tanggal 11 Desember 2014 dan 17 Januari 2015 pengajuan Grasi oleh Myuran Sukmuran dan Andrew Chan kepada Presiden ditolak. Apabila seluruh upaya hukum telah mereka tempuh dan
semua hak-haknya telah terpenuhi, keduanya melaksanakan pidana mati dengan cara ditembak sampai mati sebagaimana diatur dalam Pasal (1) UU Nomor 2 PNPS Tahun 1964 bersama dua orang lainnya yang dilakukan pada tahun 2015 lokasinya adalah di Nusa Kambangan, mereka adalah terpidana mati gelombang II.10
Adapun pelaksanaan pidana mati sebagaimana wawancara dengan Jaksa I Made Lovi yang dilakukan pada tanggal 5 Februari 2018 adalah sesuai dengan Peraturan perundang-undangan Nomor 2 Tahun 1962 tentang Pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan pengadilan Negeri di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peraturan KAPOLRI Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana mati. Setelah adanya putusan pidana mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan dan terpenuhi hak-hak hukum terpidana, kemudian Kejaksanaan Negeri Denpasar akan berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Daerah Bali terkait tata cara pelaksanaan pidana mati.
Hasil dari wawancara dengan Jaksa Nyoman Bela Putra Atmadja yang dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2018, adalah di wilayah hukum pengadilan negeri yang menjatuhkan putusan pidana mati yaitu di suatu tempat di wilayah Pengadilan Negeri Denpasar tetapi tidak tertutup kemungkinan dilakukan di luar wilayah hukum Pengadilan negeri Denpasar yang ditentukan oleh Kejaksaan Negeri Denpasar dan dirahasiakan. Apabila tempat pelaksanaan pidana mati tersebut dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negeri Denpasar, maka Kejaksaan Negeri Denpasar bersama dengan Kepala kepolisian daerah Bali harus
berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kepala kepolisian daerah tempat pelaksaan pidana mati. Tempat pelaksanaan pidana mati kedua terpidana dilaksanakan di luar wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar tepatnya di NusaKambangan, adapun alasan eksekusi tidak dilaksanakan di Bali dengan pertimbangan efek psikologis di sektor pariwisata.11
Pelaksanaan pidana mati disaksikan oleh kepolisian, Jaksa eksekutor, rohaniawan, perwakilan kedutaan negara terpidana (Bagi WNA). 12 Adapun Tata cara pelaksanan pidana mati adalah dengan mengikuti ketentuan yang mengatur tentang hal pelaksanaan pidana mati dalam PNPS Nomor 2 Tahun 1964 dan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010.
Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, menyebutkan bahwa: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun", apabila dilihat dari Pasal tersebut sudah jelas bahwa terpidana tetap memiliki hak didepan hukum.13
Biasanya sebelum terpidana dieksekusi, hak-hak mereka harus terpenuhi sebab jenis pemidanaan ini merupakan yang terberat karena langsung berhubungan dengan nyawa.14 Maka dari itu terhadap putusan hukum yang memiliki kekuatan hukum tetap maka terpidana berhak untuk mengajukan upaya hukum biasa dan Peninjauan Kembali (PK) dan Grasi dimana ini merupakan upaya hukum terakhir yang dapat diajukan kepada Presiden. Grasi ialah hak prerogatif seorang presiden namun apabila upaya hukum terakhir tersebut ditolak maka pidana mati dapat dilaksanakan kecuali dalam kondisi terpidana hamil maka pidana mati baru bisa dilakukan setelah empat puluh hari terpidana yang bersangkutan melahirkan anaknya, hal tersebut diatur dalam PNPS No. 2 Tahun 1964 pada Pasal 7.
Beberapa faktor diatas menjadi faktor pendukung terlaksananya eksekusi pidana mati selain upaya hukum faktor pendukung lainnya seperti sarana dan fasilitas yang ada juga diperlukan untuk mendukung pelaksanaan hukuman pidana mati. Kebijakan pemerintah juga bisa menjadi faktor yang mendukung dalam pelaksanaan pidana mati, pelaksanaan ini merupakan sikap yang tegas oleh pemerintah terhadap kejahatan narkotika yang dikatagorikan sebagai kejahatan serius, maka dari itu kebijakan pemerintah Indonesia dalam memerangi peredaran Narkoba di wilayah Indonesia sangat diperlukan.15
Walaupun hukuman mati merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam memerangi kejahatan narkotika, hukuman mati sering menjadi hal yang diperdebatkan di berbagai kalangan dan
juga adanya hambatan dalam melaksanakan hukuman pidana mati. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada jaksa I Made Lovi, menjelaskan bahwa ada beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan pidana mati, diantaranya:
-
a. Ketentuan Pasal 264 Ayat (3) KUHAP yang tidak mengatur jangka waktu permintaan Peninjauan Kembali Terpidana cenderung mengulur-ngulur waktu dengan tidak segera mengajukan Peninjauan Kembali.
-
b. Terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-IX/2013 yang memungkinkan pengajuan peninjauan kembali dapat diajukan lebih dari sekali, hal ini akan memperlambat pelaksanaan pidana mati.
-
c. Terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi No. 107/PUU-XIII/2015 yang dimana dalam putusan tersebut menghapus ketentuan jangka waktu pengajuan permohonan grasi yakni satu (1) tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Putusan ini berpotensi kerap disalahgunakan untuk menghambat eksekusi dengan cara terpidana mengajukan grasi sesaat sebelum pelaksanaan eksekusi pidana mati.
Tertundanya pelaksanaan pidana mati sampai memakan waktu bertahun-tahun di wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar menimbulkan asumsi tidak adanya kepastian hukum. Hukuman mati bagi terpidana Andrew Chan dan Myuran Sukumuran tidak berubah setelah pengadilan menolak banding kedua terpidana tersebut. Pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) oleh keduanya menyebabkan eksekusi ditunda selama satu tahun. Grasi mereka juga ditolak oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan Keputusan Presiden No. 32/G Tahun 2014 dan Keputusan Presiden No. 9/G Tahun 2015.
Setelah Grasi mereka ditolak, lewat Pengadilan Tata Usaha Negara mereka membuat gugatan terkait penolakan grasi. Dalam keputusan presiden tidak menyebutkan alasan penolakan grasi, namun gugatan tersebut kalah. Upaya hukum yang terakhir yang ditempuh Andrew Chan dan Myuran Sukmuran dengan permohonan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya namun oleh ditolak Pengadilan Negeri Denpasar dengan alasan tidak memenuhi syarat formal dengan tidak menyertakan novum, sehingga kedua terpidana tetap akan melaksanakn pidana mati
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
-
1. Pelaksanaan pidana mati di wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar telah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dengan mengikuti kedua ketentuan yang mengatur tentang hal pelaksanaan pidana mati tersebut yaitu PNPS Nomor 2 Tahun 1964 dan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010.
-
2. Hal-hal yang menjadi pendukung terlaksananya eksekusi mati yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap, yaitu terpidana masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum biasa dan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), selain upaya hukum PK ada juga upaya hukum yang dapat ditempuh yaitu Grasi, dan apabila semua hak-hak hukum terpidana mati dipenuhi yang mana upaya hukum ditolak maka pidana mati dapat segera dilaksanakan. Faktor penghambat pelaksanaan pidana mati yaitu yang pertama,
tidak ada batas waktu untuk mengajukan permintaan PK. Kedua, terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-IX/2013 yang memungkinkan pengajuan PK dapat diajukan lebih dari satu kali. Ketiga, terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 yang inti dari putusan tersebut menghapus jangka waktu pengajuan permohonan grasi yakni satu (1) tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
-
1. Dalam proses pelaksanaan putusan pidana mati sudah baik karena sudah sesuai dengan peraturan yang ada, namun masih perlu ditingkatkan lagi perihal sarana dan prasarana dalam proses pelaksanaan putusan pidana mati di lapangan.
-
2. Sebaiknya pemerintah membuat pengaturan yang jelas tentang batas waktu permintaan peninjaun kembali. Harus ada pengaturan yang jelas memuat jangka waktu pengajuan grasi oleh terpidana. Putusan MK Nomor 107/PUU-XXII/2015 menghapus ketentuan jangka waktu pengajuan permohanan grasi adalah satu (1) tahun sejak adanya putusan berkekuatan hukum tetap sebab hal ini turut menjadi faktor yang memperlambat pelaksanaan eksekusi.
DAFTAR PUSTAKA
Dellyana, Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Liberty,
Yogyakarta.
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.
Hamzah, Andi, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta.
Hariyono, Bambang, 2009, Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkoba di Indonesia, Diponegoro, Semarang.
Prodjodikoro, Wirjono, 1989, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, PT. Eresco, Bandung.
Prakoso, Djoko dan Nurwachid, 1985, Studi Tentang Pendapat Pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Prasetyo, Teguh, 2011, Hukum Pidana, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Anngga Nurhadi, et.all, 2018, Legalitas Penjatuhan Eksekusi Mati Menurut Hukum Internasional (Studi Kasus Gurdip Singh), Jurnal Universitas Udayana, vol. 1 No. 10, Denpasar.
Amnesty International, 2013, “Not making us safer: crime, public safety and the death penalty [Tidakmembuat kami merasa aman: kejahatan, keselamatan publik dan hukuman mati]”, URL:www.amnesty.org/en/documents/act51/002/2013/en/ diakses pada 8 Mei 2017.
Rappler, 2016, Sketsatorial: Proses hukuman mati di Indonesia, URL :http://www. am.rappler.com/Indonesia/14972-
sketsatorial-hukuman–mati. Diakes tanggal 4 Oktober 2108, Pukul 19.00 Wita.
Sri Lestari, 30 Januari 2015, “Kejati Bali Menunggu Kejagung Soal EksekusiMatiBaliNine”,URlhttp://regional.kompas.com/real/ 2015/01/30/12334952/KejatiBaliMenungguKejagungSoalEk sekusiMatiBaliNine, diakses tanggal 16 April 2018, Pukul 21.00 Wita.
Tribun news, 2016, Hukuman Mati URL:
:http://www.tribunnews.com/nasional/2016/07/22/nama-nama-terpidana-mati-yang-sudah-dieksekusi-pada gelombang-1-dan-2, diakses pada tanggal, 15 Maret 2018, Pukul 12.30 Wita.
KontraS, 2016, Peringatan 14 Tahun Hari Anti Hukuman Mati Sedunia : Tren Vonis Mati Meningkat, Banyak Cacat Hukum Yang Terus Melanggengkan Praktik Hukuman Mati, dalam Laporan Hukuman Mati 2016, Jakarta.
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang No.2/PNPS Tahun 1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Militer
Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Pidana Mati.
15
Discussion and feedback