PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP

PELAKU PENJUALAN DAGING ANJING DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Oleh :

Tyas Yuniawati Suroto Ni Nengah Adiyaryani

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas udayana

Abstrak

Anjing adalah hewan peliharaan yang sangat digemari oleh manusia, namun belakangan ini beredar berita banyaknya anjing yang diculik dan dijual untuk digunakan sebagai olahan makanan yang biasanya dijadikan sate daging anjing atau sate RW. Meskipun warga masyarakat telah beberapa kali berhasil menangkap pelaku penculikan anjing tersebut, namun tetap saja tidak dapat mengurangi tingkat penculikan anjing di masyarakat karena pelaku langsung dibebaskan tanpa tindak lanjut dari aparat penegak hukum. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaturan di dalam perundang-undangan mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penjualan daging anjing. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dimana terdapat kekosongan norma hukum di dalam Undang- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengenai perdagangan daging anjing untuk dikonsumsi oleh manusia. Perdagangan daging anjing dapat menimbulkan resiko kesehatan yang serius bagi masyarakat, terutama dalam bentuk penyebaran rabies. Tanpa adanya regulasi yang jelas mengenai perdagangan daging anjing tentu saja akan memberikan ruang yang bebas kepada oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk terus menyiksa anjing dan bahkan mengkonsumsi daging anjing.

Kata kunci: Hukuman, Pembunuhan, Anjing, Hukum Pidana.

  • *    Pertanggungjawaban terhadap pelaku pembunuhan anjing ditinjau dari KUHP merupakan makalah ilmiah di luar ringkasan skripsi

  • * * Tyas Yuniawati Suroto adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi: [email protected]

  • * ** Ni Nengah Adiyaryani adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi: [email protected]

Abstract

Dogs are pets that are very popular with humans, but lately there are news about the number of dogs being kidnapped and sold for use as food preparations which are usually used as dog meat satay or RW satay. Based on this, this research was conducted to find out the regulations in the legislation concerning criminal liability against the perpetrators of selling dog meat. This study uses normative research methods where there is a vacuum of legal norms in Law Number 18 of 2009 concerning Animal Husbandry and Animal Health regarding the trade of dog meat for human consumption. Trading dog meat can pose serious health risks to the community, especially in the form of the spread of rabies. Without clear regulations regarding dog meat trade, of course, it will provide free space to irresponsible individuals to continue to torture dogs and even consume dog meat.

Keywords: Punishment, Murder, Dog, Criminal Law.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Bali merupakan pulau yang masyarakatnya dominan memiliki kepercayaan agama hindu selalu memanfaatkan anjing sebagai penjaga rumah mereka. Hampir setiap rumah di Bali selalu terdapat anjing sebagai hewan peliharaan. Anjing sudah terkenal menjadi sahabat terbaik bagi masyarakat di Pulau Dewata. Tidak hanya di pekarangan rumah saja, sering kali kita menemukan anjing-anjing tanpa pemilik di jalanan, di taman bahkan hingga di sekolah-sekolah. Meskipun anjing-anjing tersebut tidak memiliki tuan, namun mereka dapat tetap tumbuh dan berkembang karena masyarakat di Bali khususnya pedagang-pedagang makanan biasanya memberikan makanan sisa kepada anjing-anjing liar sebagai makanan mereka.

Akhir-akhir ini masyarakat dihebohkan dengan banyaknya video yang beredar di dunia maya atau di media sosial mengenai penganiayaan dan pembunuhan anjing yang dilakukan dengan keji. Berbagai hal yang menjadi tujuan dari penganiayaan dan

pembunuhan anjing tersebut mulai dari iseng-iseng saja hingga pada fase dimana anjing-anjing tersebut dijadikan sebagai bahan olahan untuk dikonsumsi oleh manusia. Sungguh ironis apa yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut yang tega menjadikan anjing sebagai bahan dasar makanan.

Selama ini kasus penjualan daging anjing belum ditanggapi serius oleh aparat penegak hukum. Seperti yang sering kita lihat di media sosial bahwa pelaku penjualan anjing biasanya mendapat pasokan anjing dari hasil menculik dan membunuh anjing-anjing liar yang ada dijalanan. Beberapa hal yang menyebabkan pelaku tidak dilaporkan ke aparat penegak hukum adalah karena tidak adanya bukti dari perbuatan yang dilakukan, atau hanya adanya percobaan yang bukan merupakan unsur tindak pidana, tetapi tindak pidana yang tidak sempurna sehingga pada dasarnya tidak dipidana.1

Hal ini tentu saja tidak menyebabkan efek jera terhadap pelaku yang kemungkinan besar akan mengulangi tindakan tersebut di daerah yang berbeda karena pada dasarnya pidana merupakan jalan terakhir yang ditempuh untuk menibulkan efek jera agar kedepannya pelaku tindak pidana penganiayaan dan pembunuhan anjing tidak mengulangi perbuatannya. Perbedaan tindakan dan pidana dimana tindakan dapat dikatakan sebagai nestapa namun bukan tujuan karena tujuan pidana adalah satu, yakni memperbaiki pembuat.2

KUHP merupakan alat yang digunakan untuk memberikan efek jera terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Pengaturan di dalam KUHP itu sendiri di dalam pasal 302

mengatur mengenai penganiayaan hewan yang merugikan hewan-hewan tersebut. Daging anjing merupakan perantara rabies yang sangat berbahaya bagi manusia, dengan mengkonsumsi daging anjing dapat meningkatkan potensi terinfeksi bakteri hingga dua puluh kali. Dalam hukum Indonesia perlunya pelarangan konsumsi daging anjing bukan tanpa alasan, karena daging anjing bukan merupakan daging yang diperuntukan untuk konsumsi manusia.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dibuatlah rumusan masalah yang akan dibahas pada bab pembahasan yaitu :

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan mengenai penjualan daging anjing ditinjau dari perundang-undangan di Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku penjualan daging anjing ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

  • -    Tujuan umum dari diadakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku penganiayaan dan pembunuhan anjing ditinjau dari KUHP.

  • -    Tujuan khusus dari diadakannya penelitian ini yaitu :

  • 1.    Untuk  mengetahui pengaturan mengenai penjualan

daging anjing ditinjau dari perundang-undangan di

Indonesia.

  • 2.    Bagaimanakah pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku penjualan daging anjing ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

  • II.   Isi Makalah

    2.1  Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian normatif dikarenakan adanya kekosongan norma di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesejahteraan Hewan mengenai penjualan daging anjing. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan fakta (The Fact Approach), pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & Konseptual Approach). Melalui metode kepustakaan yang di analisis dari bahan hukum pustaka terkait dengan permasalahan diatas.

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum (text book) dan jurnal-jurnal hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini ditelusuri dengan menggunakan metode bola salju (snow ball method) dan teknik system kartu (card system). Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik deskripsi yang berarti menguraikan apa adanya suatu kondisi atau posisi dari hukum atau non hukum.3

  • 2.2    Hasil dan Analisis.

    • 2.2.1    Pengaturan mengenai penjualan daging anjing ditinjau dari perundang-undangan di Indonesia.

Penganiayaan yang dilakukan kepada hewan pada umunya dilakukan dengan cara memanfaatkan atau memperoleh keuntungan dari hasil penganiayaan terhadap hewan tersebut. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri tidak memberikan ketentuan tentang maksud dari istilah penganiayaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penganiayaan berarti

dengan sewenang-wenang melakukan penganiayaan dan penindasan. Hewan yang diperlakuan secara tidak patut dilakukan dengan cara menyiksa dan bahkan membunuh untuk mendapatkan keuntungan maka aparat penegak hukum diharapkan mampu memberikan penjatuhan hukuman yang sesuai dengan ketentuan hukum saat ini.

Pertanggungjawaban pidana dirasa tidak akan pernah cukup jika hanya didasarkan kepada hukum materiil yang diatur dalam KUHP, karena KUHP tersebut hanya memuat ketentuan yang masih bersifat konvensional yang mengacu kepada kepentingan hukum kolonial Belanda, tetapi juga karena adanya perubahan prilaku dan peradaban manusia yang sedemikian kompleks, bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan tersebut jauh lebih cepat dari peraturan yang ada.

Perlindungan mengenai kesehatan konsumen sudah jelas tertuang di dalam Pasal 109 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan. Perdagangan anjing dapat menimbulkan risiko kesehatan yang serius bagi masyarakat terutama dalam penyebaran penyakit rabies, hal tersebut dikarenakan kondisi tempat pemotongan hewan yang tidak sehat dan status kesehatan anjing yang tidak jelas juga menjadi perhatian utama. Dampak yang sangat memperihatinkan tentu saja dirasakan orang-orang yang mengkonsumsi daging anjing tersebut.

Aturan yang saat ini digunakan yaitu di dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menyatakan bahwa tindakan yang berkaitan dengan penanganan dan penangkapan, pengandangan dan penangkapan, perawatan dan pemeliharaan, pengangkutan, pembunuhan dan pemotongan, serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan dilakukan untuk kesejahteraan hewan. Pasal 66 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menyatakan bahwa pengamanan, pemeliharaan, pengayoman dan perawatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga diharapkan hewan tersebut bebas dari rasa haus dan lapar, rasa sakit, penyalahgunaan dan penganiayaan, serta rasa tertekan dan takut.

Penjelasan Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan huruf yaitu yang dimaksud dengan penganiayaan adalah tindakan untuk mendapatkan keuntungan dan/atau kepuasan dari hewan dengan memperlakukan hewan di luar batas kemampuan fisiologis dan biologis hewan, misalnya pengglonggongan sapi. Adapun yang dimaksud dengan penyalagunaan yakni suatu tindakan dengan memperlakukan hewan secara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan kegunaan dan peruntukan hewan tersebut, dalam hal ini misalnya membunuh anjing untuk dijadikan bahan pangan atau sate RW.

  • 2.2.2    Pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku penjualan daging anjing ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pada masa ini penganiayaan dan pembunuhan terhadap anjing sudah semakin banyak dilakukan oleh sekelompok orang. Hingga saat ini masih banyak kasus penganiayaan dan 7

pembunuhan anjing yang tidak dilaporkan kepada aparat penegak hukum yang dalam hal ini seharusnya menindak tegas pelaku penganiayaan dan pembunuhan hewan tersebut.4 Salah satu faktor yang menyebabkan penganiayaan anjing semakin banyak dilakukan oleh sekelompok orang adalah karena masyarakat yang awam akan hukum tidak mengetahui bahwa hal tersebut merupakan tindak pidana yang dapat dijatuhi sanksi.

KUHP merupakan hukum yang berlaku sebagai dasar penegakan hukum di Indonesia. KUHP itu sendiri merupakan warisan dari kolonial Belanda yang pada kenyataanya masih banyak pengaturan di dalam KUHP yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tujuan pemidanaan khususnya bagi pelaku penganiayaan dan pembunuhan anjing diperlukan pengaturan lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

KUHP itu sendiri telah diatur mengenai tindak pidana penganiayaan terhadap hewan yang tertuang di dalam Pasal 302 KUHP yang menyatakan sebagai berikut:

  • (1)    Penganiayaan ringan yang dilakukan terhadap hewan diancam dengan hukuman penjara paling lama tiga bulan atau hukuman denda paling banyak senilai empat ribu lima ratus rupiah.

  • 1.    barang siapa dengan tanpa adanya suatu tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan penuh kesengajaan memberikan luka atau rasa sakit kepada hewan yang dapat merugikan kesehatannya;

  • 2.    barang siapa dengan tanpa adanya suatu tujuan yang patut atau secara melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut atau tanpa tujuan yang patut, dengan penuh kesengajaan tidak memberikan makanan untuk keperluan hidup hewan, yang atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya kepada hewan yang wajib dipeliharanya.

  • (2)    Apabila perbuatan tersebut menyebabkan hewan cacat, sakit lebih dari satu minggu, menderita luka berat yang dapat menyebabkan kematian pada hewan, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak senilai tiga ratus rupiah karena penganiayaan hewan.

  • (3)    Apabila hewan tersebut milik yang bersalah, maka hewan tersebut dapat dirampas.

  • (4)    Percobaan dalam hal melakukan kejahatan terhadap hewan tidak dapat dipidana.

Ketentuan seperti yang telah dijelaskan di atas dapat dengan mudah digunakan apabila terdapat oknum yang melakukan penganiayaan terhadap anjing yang bahkan menyebabkan kematian bagi anjing itu sendiri. Di dalam buku yang berjudul KUHP yang disertai dengan komentar lengkap pasal demi pasal yang dibuat oleh R. Soesilo menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat (1) tersebut adalah penganiayaan ringan pada hewan dalam hal ini anjing. Pasal tersebut dapat dibuktikan dengan :

  • a.    Orang itu dengan kesadaran penuh atau dapat dikatakan dengan sengaja melukai, menyakiti atau merusak kesehatan hewan.

  • b.    Perbuatan itu dilakukan dengan adanya suatu tujuan yang patut atau melewati batas yang diizinkan.

  • c.    Dengan kesadaran penuh atau dapat dikatakan dengan sengaja tidak memberi makan atau minum kepada hewan dengan maksud memberikan penderitaan.

  • d.    Hewan tersebut sama sekali atau sebagian menjadi kepunyaan orang itu atau di dalam penjagaannya atau harus dipeliharanya.

  • e.    Perbuatan tersebut dilakukan tidak dengan maksud dan tujuan yang patut atau melewati batas yang diizinkan.5

R. Soesilo juga menyatakan bahwa adanya perbuatan dengan maksud atau tujuan baik bagi hewan tersebut seperti memotong ekor dan kuping agar terlihat bagus, mengebiri binatang dengan maksud agar tidak dapat berkembang biak, melatih binatang dengan menggunakan daya upaya sedikit menyakiti pada binatang seperti untuk keperluan sirkus serta menggunakan binatang untuk bahan percobaan dalam ilmu kedokteran pada umumnya diizinkan dan tidak termasuk di dalam pasal ini. Namun jika perbuatan tersebut mengakibatkan hal-hal yang seperti disebutkan dalam ayat (2), maka kejahatan itu disebut dengan penganiayaan hewan yang diancam dengan hukuman yang lebih berat.

Berdasarkan penjelasan dari R. Soesilo tersebut dapat kita ketahui bahwa hewan yang dimaksud di dalam KUHP adalah hewan pada umumnya yang bukan merupakan hewan langka atau hewan yang dilindungi oleh Negara. Maka dari itu anjing termasuk di dalam pasal ini. Jadi dapat dikatakan oknum-oknum tertentu

yang melakukan penganiayaan maupun pembunuhan anjing dengan cara keji apalagi hingga menjadikan anjing tersebut sebagai olahan makanan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.

III PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan analisis yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

  • 1.    Perlindungan mengenai kesehatan konsumen sudah jelas tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Perdagangan anjing dapat menimbulkan risiko kesehatan yang serius bagi masyarakat terutama dalam penyebaran penyakit rabies, hal tersebut dikarenakan kondisi tempat pemotongan hewan yang tidak sehat dan status kesehatan anjing yang tidak jelas juga menjadi perhatian utama. Dampak yang sangat memperihatinkan tentu saja dirasakan orang-orang yang mengkonsumsi daging anjing tersebut.

  • 2.    Tindakan penganiayaan terhadap anjing merupakan suatu tindak pidana atau dapat dikatakan sebagai tindakan yang melawan hukum karena perbuatan tersebut telah melanggar dari ketentuan di dalam Pasal 302 KUHP Tentang Penganiayaan Hewan dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga bulan, dan apabila penganiayaan tersebut menyebabkan hewan tersebut mati maka pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Pengaturan yang jelas mengenai penganiayaan hewan tersebut diharapkan oknum-oknum yang biasa melakukan penganiayaan terhadap 11

anjing dapat ditindak dengan tegas oleh aparat penegak hukum.

  • 3.2    Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat diambil 2 saran yaitu :

  • 1.    Anjing merupakan sahabat setia manusia yang tidak sepantasnya untuk dikonsumsi, hal ini sesungguhnya sangat mengkhawatirkan mengingat bahaya terserang penyakit rabies dari mengkonsumsi daging anjing ini. Pentingnya peran

pemerintah untuk  segera  membuat  regulasi mengenai

penjualan daging anjing ini sangat diperlukan.

  • 2.    Peraturan di dalam KUHP sudah diatur dengan jelas mengenai penganiayaan dan pembunuhan terhadap hewan, peran dari aparat penegak hukum sangat dibutuhkan untuk merealisasikan aturan di dalam KUHP khususnya yang berkaitan dengan penganiayaan dan pembunuhan terhadap anjing yang diharapkan akan mewujudkan keadilan bagi pemilik anjing dan bahkan anjing itu sendiri.

  • IV. DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bassar, M. Sudrajat, 1986, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Remadja Karya CV Bandung, Bandung.

Dirdjosisworo, Soedjono, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hamzah, Andi, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Prodjodikoro, Wiryono, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung.

R.Soesilo, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.

Soekanto, Soerjono, 2015, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Jurnal :

Anak Agung Ngurah Bayu Kresna Wardana, 2016, “Penjatuhan Hukuman Untuk Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan Hewan”, Kertha Wicara, Vol. 05, No. 06, November 2016.

Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi, 2015, “Tindak Pidana Asusila Terhadap Hewan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana,” Kertha Wicara, Vol. 05, No. 02, Juni 2015.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

13