PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM TRANSAKSI PERBANKAN DILIHAT DARI KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN *

Oleh:

Ida Bagus Made Tilem** Ida Bagus Surya Dharma Jaya***

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Tindak Pidana Pencucian Uang juga dikenal dalam istilah money laundry,. merupakan proses dimana aset-aset pelaku, terutama aset tunai yang diperoleh dari suatu tindak pidana, dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga asset tersebut seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Peran strategis bank ini menjadi incaran atau peluang untuk melakukan tindak kejahatan termasuk Tindak Pidana Pencucian Uang. Otoritas Jasa Keuangan hadir sebagai lembaga yang berperan untuk menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang di sektor perbankan. Permasalahan yang diangkat mengenai kewenangan.Otoritas Jasa Keuangan dalam pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan kewenangan pemeriksaan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam pencegahan terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian normatif dengan analisis norma kabur dimana dalam Pasal 7 angka 4 UU OJK tidak ada penjelasan yang jelas terhadap pemeriksaan bank dalam melaksanakan pengaturan dan pengawasan. Pelaksanaan kewenangan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pencegahan tindak pidana pencucian uang sudah dilaksanakan. Otoritas Jasa Keuangan telah melakukan pencegahan dengan melakukan reaserch dan pemeriksaan yang mendetail tentang laporan adanya dugaan kejahatan tindak. pidana pencucian uang disektor perbankan. Masalah yang dihadapi oleh Otoritas Jasa Keuangan yaitu kurang adanya sumber daya manusia yang berkompeten, pemahaman masyarakat yang masih rendah terkait dengan peraturan. yang ada tentang pasar modal dan masih menggunakan peraturan lama dalam pelaksanaan tugas nya.

Kata Kunci: pencucian uang, Otoritas Jasa Keuangan, kewenangan.

ABSTRACT

Money Laundering Crime is also known in money laundry terms. is a process whereby the assets of the perpetrator, especially cash assets obtained from a criminal act, are manipulated in such a way that the assets appear to come

from legitimate sources. The strategic role of this bank is the target or opportunity to commit a crime including Money Laundering. The Financial Services Authority is present as an institution whose role is to combat Money Laundering in the banking sector. The issues raised regarding the authority. The Financial Services Authority in the prevention of Money Laundering and the authority of bank audit by the Financial Services Authority in preventing the occurrence of Money Laundering Crimes. This research was carried out by conducting normative research with an analysis of blurred norms where in Article 7 point 4 of the OJK Law there was no clear explanation of bank checks in implementing regulation and supervision. The implementation of the authority of the Financial Services Authority in the prevention of money laundering has been carried out. The Financial Services Authority has carried out prevention by conducting detailed reviews and checks on reports of alleged acts of crime. Money laundering criminal in the banking sector. The problem faced by the Financial Services Authority is the lack of competent human resources, low understanding of the community related to regulations. Existing about the capital market and still using old regulations in carrying out its duties.

Keywords: money laundering, Financial Services Authority, authority

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juga dikenal dalam istilah money laundry,. merupakan proses dimana aset-aset pelaku, terutama aset tunai yang diperoleh dari suatu tindak pidana, dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga asset tersebut seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Istilah money laundry sudah lazim digunakan untuk menggambarkan usaha – usaha yang dilakukan oleh seorang atau badan hukum untuk melegalisasi uang “kotor”.1 Tindak Pidana Pencucian Uang tidak berdiri sendiri karena harta kekayaan yang ditempatkan, ditransfer, atau dialihkan dengan cara integrasi itu diperoleh dari tindak pidana, berarti sudah ada tindak pidana lain yang mendahuluinya (Predicate Crime).2

Hal demikian membuat TPPU menjadi salah satu suatu tindak pidana yang penangananya memerlukan cara khusus. Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan dampak yang besar pada sektor keuangan Negara dalam bentuk kerugian Negara dan juga berakibat fatal pada perekonomian Indonesia. Hasil money laundry dapat dimungkinkan dipergunakan untuk pembiayaan aktivitas illegal dan juga untuk pembiayaan tindak kejahatan yang lainya. Penjabaran demikian berada. dalam tahap pengumpulan (Integration Stage) yang memiliki maksud agar menghilangkan atau menyamarkan agar tidak terlacak darimana asal-usul.

Uang/dana tersebut yang pada akhirnya uang /dana tersbeut dapat dinikmati dan dipergunakan secara aman.3

Capaian pemerataan dalam bidang pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi dan untuk memelihara stabilitas nasional menuju peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, industri perbankan memegang peran yang penting didalam kaitannya dengan usaha untuk menyukseskan program pembangunan nasional tersebut.4 Meningkatnya perkembangan dalam suatu sektor dunia perbankan menjadikan industri tersebut menjadi sektor yang potensial bagi praktek TPPU. Selain itu perbankan juga merupakan tempat yang paling efektif untuk melakukan kegiatan TPPU. Pelaku kejahatan menggunakan dan memanfaatkan bank untuk melakukan tindakan pencucian uang, dikarenakan bank merupakan tempat dimana jasa dan produk nya selalu melakukan lalu lintas atau perpindahan keuangan dari bank ke bank lain dan/atau dari lembaga keuangan lainnya, dengan harapan asal usul uang/dana tersebut sulit untuk dilacak oleh penegak hukum.

Keterlibatan perbankan dalam kegiatan pencucian uang. antara lain (a) Penyimpanan sejumlah uang/dana hasil perbuatan melanggar hukum dengan nama palsu;.(b) Penyimpanan sejumlah uang/dana dalam bentuk deposito dan/atau tabungan atau giro;. (c) Penukaran sejumlah pecahan uang kecil menjadi pecahan uang

besar hasil perbuatan illegal atau sebaliknya;. (d) Pengajuan permohonan kredit atau pinjaman dengan jaminan uang yang disimpan pada bank yang bersangkutan yang dimana hasil dari perbuatan ilegal;. (e) Penggunaan fasilitas transfer yang ada pada bank;. Dan (f) Pemalsuan dokumen dan surat surat penting yang berkaitan dengan kepemilikan uang tersebut yang bekerjasama dengan oknum pejabat bank terkait; dan (g) dapat berupa pendirian atau pemanfaatan bank gelap.5.

Seperti yang dijabarkan diatas terjadi karena mudahnya prosedur dan pengamanan serta pengawasan dalam proses pengelolaan uang hasil kejahatan yang ada pada berbagai kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Kejahatan yang terorganisirpun perlu tempat untuk melakukan pengelolaan keuangan, dan salah satu tempatnya yaitu dengan menempatkan dana atau sejumlah uang di bank. Maka dari itu peranan. bank merupakan sektor yang amat sangat diperlukan oleh pelaku TPPU dalam usaha dan upayanya agar uang ini tidak mampu lagi dilacak asal-usul sumber dana itu berasal..

Ketentuan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pasal 7 menentukan bahwa melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, UU OJK Ketentuan Pasal 7 angka 4 UU OJK menentukan mengenai wewenang yang yang harus dilaksanakan oleh OJK dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan disektor Perbankan, wewang yang diatur dalam pasal 7 angka 4 adalah pemeriksaan bank. Namun didalam UU OJK tidak ada penjelasan yang jelas terhadap wewenang OJK untuk pemeriksaan bank dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan guna memberikan kepastian atas penanggulangan

5Yunus Husein, 2003, PPATK: Tugas, Wewenang, dan Peranannya Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22 No.

tindak pidana pencucian uang sebagaimana yang dilakukan sehingga terdapat. kekaburan norma pada Pasal 7 angka 4 UU OJK, dimana kewenangan pemeriksaan bank. yang dilakukan oleh OJK untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya tindak pidana pencucian uang agar memberikan kepastian atas penanggulangan tindak pidana pencucian uang, dengan demikian terjadi kekaburan norma pada Pasal Pasal 7 angka 4 UU OJK.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,. maka permasalahan yang hendak diangkat dalam penelitian ini yaitu:

  • 1.    Apa saja tindakan pencegahan dan kewenangan OJK dalam tindak pidana pencucian uang ?

  • 2.    Bagaimanakah tindakan pencegahan serta pemeriksaan tindak pidana pencucian uang dalam sektor perbankan yang dilakukan oleh OJK ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah pengembangan ilmu. hukum yang berhubungan dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai suatu proses). Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:..

  • 1.    Untuk memahami lebih lanjut mengenai pencegahan dan kewenangan OJK dalam tindak pidana pencucian uang.

  • 2.    Untuk mengetahui dan. menganalisa lebih lanjut mengenai tindakan pencegahan serta pemeriksaan tindak pidana pencucian uang dalam sektor perbankan yang dilakukan oleh OJK.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif dengan analisis norma kabur dimana dalam Pasal 7 angka 4 UU OJK tidak ada penjelasan yang jelas terhadap pemeriksaan bank dalam melaksanakan pengaturan dan pengawasan. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum,. penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum.6 Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut sesuai hukum yang di tangani.7

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    2.2.1    Kewenangan OJK Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang

Kepercayaan masyarakat sangat perlu dijaga, mengingat bank sebagai lembaga penyedia jasa yang bergerak disektor keuangan yang berfungsi untuk menghimpun sejumlah uang dan dana untuk selanjutnya disalurkan dalam bentuk kredit yang

pada akhirnya diharapkan dengan penyaluran kredit tersbeut mampu menaikan taraf hidup masyarakat.. Perbankan harus tetap diatur sedemikian rupa dan diawasi secara kertat oleh Bank Indonesia, ini tentu saja dalam usaha pemerintah untuk memberikan rasa aman dan untuk menjaga kepercayaan masyarakat, mengingat bank memiliki peran penting dalam memajukan taraf hidup masyarakat.

Sektor perbankan memiliki peran yang berpengaruh terhadap maju dan mundurnya perekonomian dalam suatu Negara.8 Peran strategis bank ini menjadi incaran atau peluang untuk melakukan tindak kejahatan. Beberapa kecurangan atau kejahatan yang terjadi dibidang perbankan dianggap sebagai ketidakmapuan BI untuk melakukan pengawasan terhadap kecurangan dan kejahatan di industri perbankan. Sehingga pemerintah dengan pertimbangan yang sangat matang membangun suatu lemabaga bantu Negara yang bersifat independen yang memiliki tupoksi untuk mengawasi sektor lembaga keuangan dalam hal ini sektor perbankan, sektor keuangan non bank, serta pasar modal. Hingga akhirnya dengan semangat untuk memerangi kejahatan didunia bank atau yang mempergunakan bank pemerintah membentuk OJK dengan dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK).

Kewenangan sebagai hak untuk menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, pengaturan, pengurusan, dan pengawasan.9 UU OJK sebagai dasar hukum terbentuknya OJK, diharapkan untuk dapat memberantas penyalahgunaan

wewenang atau sering disebut abuse of power yang dirasa selama ini sudah memprihatinkan. Karena melalui UU OJK, kewenangan dalam melakukan pengawasan dan kewenangan melakukan pengaturan itu dibuat terpisah. Namun, meskipun OJK memiliki kewenangan pengawasan serta kewenangan pengaturan didalam satu badan OJK, hal tersebut tidakan menjadikanya suatu kewenangan yang nantinya akan tumpang tindih, dikarenakan OJK memiliki susunan yang terdiri dari 7 (tujuh) dewan komisioner. Ketua dewan komisioner akan membawakan tiga anggota komisioner yang masing-masing mewakili perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non bank (LKNB).. Pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia akan berkurang.Terkait pembagian pengawasan Bank Indonesia masih mendampingi pengawasan macro prudential dan micro prudential dilakukan oleh OJK.10

  • 2.2.2    Kewenangan Ojk Dalam Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang di Sektor Perbankan

Penjelasan umum UU OJK diterangkan pembentukan OJK bertujuan agar tercapainya mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani masalah keuangan yang timbul di dalam sistem keuangan. Diharapkan terjamin dan tercapainya stabilitas pada sistem keuangan dan pengawasan kegiatan keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi,. yang dimaksudkan adalah sdegala tindak tanduk perbuatan oleh seluruh jasa keuangan yang dilakukan oleh lembaga yang bergerak disektor jasa keuangan harus tunduk dan manut kepada

pengaturan dan pengawasan yang ditetapkan oleh OJK.11 Fungsi tujuan dan wewenang OJK telah diatur pada Pasal 1 angka 1 UU OJK.

Satu tujuan lagi yaitu agar mampu melindungi kepentingan konsumen atau nasabah dalam hal ini masyarakat dari seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh lembaga yang bergerak di bidang jasa keuangan. Untuk menjamin dan melindungi kepentingan nasabah OJK juga berwenang untuk menetapkan dan mengenakan suatu sangki yang berupa sanksi administratif kepada siapa saja yang berbuat pelanggaran terhadap segala aturan-aturan yang dibuat OJK di sektor jasa keuangan.12.

Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan tugas kewenangan pengaturan dan kewenangan pengawasan terhadap sektor perbankan di Indonesia, dan membandingkannya dengan dua lembaga pengawas sector keuangan terintegrasi di negara lain yang sudah lebih dulu berdiri, secara khusus dalam hal tugas pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang dijalankan oleh kedua lembaga tersebut berdasarkan undang-undang terkait yang berlaku di Negaranya masing-masing. Objek pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembaga Federal Financial Supervisory Authority (selanjutnya disebut BaFin), otoritas jasa keuangan di Negara Jerman yang dianggap sukses hingga saat ini; dan Financial Services Authority (selanjutnya disebut FSA), otoritas jasa keuangan di Negara Inggris yang

dianggap gagal dan telah dibubarkan pada tahun 2013 yang lalu, serta menganalisis hal-hal yang menjadi alasan keberhasilan BaFin dan kegagalan FSA yang dapat menjadi contoh bagi OJK sebagai lembaga pengawas jasa keuangan terintegrasi baru yang akan menjalankan tugas pengaturan dan pengawasannya, terutama pengaturan dan pengawasan terhadap sector perbankan di Indonesia.13

Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan), BaFin (Bundesanstalt fiir Finanzdienstleistungsaufsicht), dan FSA (Financial Service Agency) sama-sama merupakan lembaga yang menjadi otoritas pengatur dan pengawas bagi sektor jasa keuangan, terutama otoritas yang menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di negaranya masing-masing. Meskipun ketiganya disebut sebagai otoritas yang bertanggung jawab terhadap kestabilan sektor perbankan, namun masing-masing dari ketiga lembaga tersebut memiliki lingkup kewenangan yang berbeda dalam menjalankan pengaturan dan pengawasan terhadap sistem perbankan. Uraian mengenai pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan yang dijalankan oleh otoritas pengatur dan pengawas ditinjau melalui 5 (lima) kewenangan, yaitu right to regulate (hak untuk mengatur), right to license (hak untuk lisensi), right to control (hak untuk mengendalikan), right to impose sanction (hak untuk memberi sanksi), dan right to investigate (hak untuk menyelidiki).

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Kesimpulan

  • 1    Pelaksanaan kewenangan yang dimiliki OJK dalam melakukan pencegahan tindak pidana pencucian uang sudah dilaksanakan. OJK telah melakukan pencegahan dengan melakukan research dan pemeriksaan yang mendetail tentang laporan adanya dugaan kejahatan tindak. pidana pencucian uang disektor perbankan. Dalam penanganannya OJK sudah memeriksaan dan menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang terbukti melakukan kejahatan dan pelanggaran pada bidang pasar modal..

  • 2    Masalah yang dihadapi oleh OJK yaitu kurang adanya SDM yang berkompeten, pemahaman masyarakat yang masih

rendah terkait dengan peraturan. yang ada tentang pasar modal dan masih menggunakan peraturan lama dalam

pelaksanaan tugas nya. Mengingat OJK merupakan lembaga yang baru terbentuk, sehingga memerlukan waktu dalam melakukan penyesuaian atas aturan yang baru dan mengatasi segala hambatan. yang ada.

  • 3 .2 Saran

  • 1.    Pelaksanaan kewenangan pencegahan kejahatan tindak pidana pencucian uang di sektor perbankan diharapkan OJK melakukan sistem jemput bola, yang artinya OJK harus inisiatif untuk menemukan permasalahan yang ada dugaan terjadinya pelanggaran TPPU, bukanya hanya pasif untuk menunggu adanya laporan dari konsumen. Karena kesigapan OJK akan memberi rasa aman bagi seluruh pihak terkait.

  • 2.    Selain itu, penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang disektor perbankan diharapkan OJK dapat dilakukan dengan mengkaji kerugian yang telah dialami konsumen..

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adrian Sutedi, 2008, Tindak Pidana Pencucian Uang, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Aziz Syamsuddin, 2001, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta.

Ganjong, 2007, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor.

Neni Sri Imaniyati, 2010, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta.

Zulkarnain. Sitompul, 2002, Perlindungan. Dana Nasabah. Bank :Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di  Indonesia,   Fakultas Hukum.Universitas

Indonesia, Jakarta.

JURNAL

Shanti Kartikasari, Ibrahim. R, Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati, 2016, “Proses Dan Tahapan Penjatuhan Hukuman Disiplin

Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010”, Kertha Negara, Vol. 04, No. 02 Februari 2016, h.    3, ojs.unud.ac.id, URL :

http://ojs.unud.ac.id/indek.php/kerthanegara/article/view/ 19024/12487 diakses tanggal 9 Mei 2018, Pukul 12:50

Ni Nyoman Muryatini, 2016, “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Pengguna Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Dalam Sistem Perbankan di Indonesia”, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 5, No. 1, Mei 2016, h. 1, ojs.unud.ac.id              ,              URL              :

https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/19194/ 14460 , diakses tanggal 12 Mei 2018, Pukul 12:53

Hesty D. Lestari, 2012, ”Otoritas Jasa Keuangan: Sistem baru

dalam Pengaturan dan Pengawasan Sektor Jasa Keuangan ”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12, No. 3.

Yunus. Husein, 2003, PPATK: Tugas, Wewenang, dan Peranannya Dalam Memberantas Tindak Pidana. Pencucian. Uang, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22 No. 3.

SKRIPSI

Risha Emyta Dan Dr. Yunus Husein, 2014, Analisis Tugas Pengaturan dan Pengawasan Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (Perbandingan antara Indonesia, Jerman, dan Inggris),  skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

Depok.

WEBSITE

Agnes Harvelian, 2013, Pelaksanaan Beban Pembuktian Terbalik

Dalam     Tindak     Pidana     Pencucian     Uang,

http://www.hukumpedia.com/agnesharvelian/pelaksanaan-beban-pembuktian-terbalik-dalam-tindak-pidana-pencucian-uang, diakses pada 01 Mei 2014

14