KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN DI DALAM RUMAH TANGGA

Oleh

I Made Aditya Dwi Arista∗∗

I Wayan Parsa∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Artikel ini berjudul “Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum Terhadap Tindak Pidana Kekerasan di Dalam Rumah Tangga”. Latar belakang mengapa artikel ini dibuat karena, kekerasan di dalam rumah tangga merupakan suatu perbuatan kepada seseorang terutama perempuan, yang dapat mengakibatkan penderitaan baik secara fisik maupun batin seperti melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan hak seseorang yang melawan hukum di dalam ruang lingkup rumah tangga. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan serta kekuatan pembuktian Visum et Repertum terhadap tindak pidana kekerasan di dalam rumah tangga.

Dalam artikel ini digunakan metode penelitian hukum Normatif.Visum et Repertum dalam hal ini memiliki peran sebagai alat bukti surat dimana hasil Visum merupakan suatu alat bukti otentik sedangkan Kekuatan hukum Visum et Repertum adalah mutlak atau sempurna dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, Namun Visum et Repertum tidak dapat berdiri sendiri dalam hal pembuktian karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Oleh karena itu Visum et Repertum dianggap cukup dalam membuktikan adanya suatu tindak pidana dimana harus disertai dengan alat bukti lain dan harus berkaitan dengan keterangan saksi.

Penulisan karya ilmiah dengan judul Perlindungan Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum Dalam Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, jurnal ini merupakan ringkasan diluar skripsi

∗∗ I Made Aditya Dwi Arista adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: [email protected]

∗∗∗Penulis kedua dalam penulisan karya ilmiah ini ditulis oleh Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH., M.Hum

Kata kunci: Kekerasan, Rumah Tangga, Alat bukti, Visum et Repertum

ABSTRACT

This article entitle “The Forces Proof of Visum et Repertum Against Criminal Acts of Domestic Violence”. The background to why this article was made because, domestic Violence is an act for someone, especially women, which can result in suffering both physically and mentally such as committing coercion, or seizing the rights of someone who is unlawful within the household. This article aims to analyze the position and the forces proof of Visum et Repertum against criminal acts of domestic violence.

In this article, normative legal research methods are used. Visum et Repertum in this case has a role as a letter of evidence where Visum et Repertum results are an authentic evidence while the legal force of Visum et Repertum is absolute or perfect in cases of domestic violence. However, Visum et Repertum cannot stand alone in terms of proof because it has been regulated in Article 183 of the Criminal Procedure Code. Therefore Visum et Repertum is considered sufficient in proving the existence of a criminal act which must be accompanied by other evidence and must be related to witness testimony.

Keywords: Violence, Household, Evidence, Visum et Repertum

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Di dalam sebuah keluarga biasanya terdapat penyelesaian masalah keluarga yang dilakukan dengan cara tidak sehat seperti marah-marah, teriakan, makian. Dari hal tersebut dapat memunculkan tindakan kasar yang berupa mengancam, memaksa ataupun melakukan kekerasan fisik. Dimana korban menderita kerugian, tidak saja bersifat material tetapi juga bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan psikologis yang dapat mempengaruhi kehiupannya.1 Tindakan yang seperti ini dapat

dikatakan sebagai kekerasan di dalam rumah tangga (KDRT). KDRT yaitu suatu pelanggaran HAM dan kejahatan yang mengancam martabat manusia sehingga harus dihapus. Korban dari KDRT ini kebanyakan merupakan kaum perempuan yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari negara serta masyarakat agar dapat terhindar dari perlakuan kasar yang merendahkan martabat dan derajat manusia. Biasanya kekerasan yang terjadi berupa penganiayaan, pemukulan, penyiksaan, penelantaran, penyekapan dan tidak jarang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.2 Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kurang mendapat tanggapan serius dari pihak korban, disebabkan karena beberapa alasan:

  • 1.    KDRT mempunyai ruang lingkup relatif tertutup serta privasi yang terjaga dengan ketat, dikarenakan hal ini terjadi dalam area keluarga.

  • 2.    KDRT tidak jarang dianggap wajar dikarenakan suami memiliki hak sebagai kepala atau pemimpin rumah tangga.

  • 3.    Terdapat harapan tindak kekerasan tersebut bisa berhenti, dikarenakan memilki “siklus kekerasan” yang menipu.

  • 4.    Karena terjadinya ketergantungan ekonomi yang menyebabkan perempuan akan menerima saja jika kekerasan itu terjadi padanya.

  • 5.    Demi anak-anak, Persoalan yang demikian akan membuat seorang perempuan atau Ibu akan menjadi sosok yang mengalah dan berkorban dalam rumah tangganya.

  • 6.    KDRT dapat terjadi  di dalam suatu perkawinan  yang

merupakan lembaga yang legal. Sehingga korban kekerasan tersebut menyimpan  persoalannya sendiri karena  tidak

mengetahui cara menyelesaikannya dan meyakini adanya anggapan yang salah, bahwa suami memang mengontrol istri.

Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam suatu tahap pelaksanaan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan tidak lepas kaitannya dari ilmu pengetahuan lain seperti ilmu kedokteran kehakiman atau bisa disebut ilmu kedokteran forensik yang merupakan ilmu kedokteran untuk kepentingan pengadilan dalam membantu pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman dimana persoalannya hanya dapat dipecahkan menggunakan ilmu pengetahuan ini.3

Ahli kedokteran kehakiman membuat hasil dari pemeriksaan yang dilakukan kepada korban maupun barang bukti yang dikirim oleh penyidik, kemudian akan dibuatkan laporan dari hasil pemeriksaan tersebut. Laporan dinamakan dengan istilah Visum et Repertum yang memiliki peran penting di dalam suatu perkara pidana mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Karena umumnya barang bukti untuk peristiwa tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sangat sulit untuk dilihat dan juga umumnya luka yang dialami oleh korban KDRT ini dapat hilang dalam arti sembuh. Adanya hasil dari Visum et Repertum tersebut bisa menjadi bukti yang kuat untuk mencapai kepastian hukum bagi korban KDRT di dalam persidangan.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka terdapat dua rumusan masalah yang akan di bahas yaitu :

  • 1.    Bagaimana peran Visum et Repertum sebagai alat bukti tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga ?

  • 2.    Bagaimana kekuatan pembuktian Visum et Repertum sebagai alat pembuktian terhadap Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga ?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengkaji secara mendalam bagaimana kekuatan dan kedudukan pembuktian Visum et Repertum terhadap tindak pidana kekerasan di dalam rumah tangga.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilaksanakan dengan meneliti bahan-bahan pustaka yang telah ada.4 Hal ini disebabkan karena metode penelitian secara normatif mengkaji hukum yang memiliki konsep sebagai kaidah atau norma yang digunakan pada masyarakat, dan menjadi tolak ukur perilaku setiap orang.

  • 2.2    Pembahasan

    2.2.1    Peran Visum et Repertum sebagai alat bukti tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga

Keluarga yang bahagia adalah hal utama yang di inginkan setiap orang dalam membangun bahtera rumah tangga. Pentingnya kesetiaan, kesabaran, saling menghormati dan saling perhatian antar anggota keluarga merupakan kunci agar keluarga dapat selalu harmonis. Sebaliknya, sebagian orang berpendapat bahwa meskipun keluarga merupakan tempat yang paling memberikan rasa nyaman dan aman, namun tidak jarang keluarga menjadi tempat terjadinya kekerasan yang dalam hal ini dilakukan oleh anggota keluarga.

Saat ini kasus kekerasan dalam rumah tangga terus-menerus meningkat. Beberapa hal yang seakan menjadi pendorong banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yakni faktor ekonomi, faktor emosional, faktor lingkungan dan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan kekerasan terhadap anggota keluarga lainnya.5 Ayah yang seharusnya menjadi pelindung bagi keluarga dapat dengan seenaknya membunuh anak dan istrinya, ibu yang seharusnya memberikan kasih sayang dengan tidak berperasaan menyakiti anaknya dan anak yang seharusnya berbakti kepada orang tua, justru melakukan penganiayaan terhadap orang tuanya sendiri. Hal-hal seperti itu seakan tidak dapat luput dari penglihatan karena banyaknya kasus yang terjadi.

Kekerasan dalam rumah tangga sangat sulit untuk di ungkapkan karena hal tersebut biasanya terjadi di lingkungan rumah dimana tidak ada orang lain selain anggota keluarga yang

mengetahuinya. Satu-satunya cara untuk membuktikan adanya kekerasan di dalam rumah tangga adalah dengan adanya luka, lebam, memar pada bagian tubuh. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan melakukan Visum di rumah sakit dimana hasil Visum tersebut dapat dijadikan senjata untuk menjerat pelaku-pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga.

Bukti Visum bagi sebagian orang masih dianggap sebagai hal yang tabu dan sulit dimengerti, namun sesungguhnya bukti Visum merupakan alat bukti yang memiliki kedudukan yang penting untuk membuktikan adanya suatu tindak pidana, terutama di dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Di dalam ilmu kedokteran forensik sendiri hasil Visum biasanya disebut sebagai Visum et Repertum. Ilmu Kedokteran Forensik/Kehakiman, yaitu ilmu kedokteran yang diaplikasikan untuk kepentingan peradilan.6

Terkait dengan adanya Visum et Repertum tersebut memang tidak tertuang secara khusus di dalam KUHAP, dimana KUHAP mengatur di dalam Pasal 184 yang memuat mengenai alat bukti apa saja yang dapat di ajukan di persidangan. Yang dimana Pasal 184 KUHAP hanya mencantumkan surat, petunjuk, keterangan ahli, keterangan saksi dan yang utama adalah keterangan dari terdakwa.7 Visum dalam hal ini dapat dimasukan ke dalam alat bukti surat

dimana hasil Visum merupakan suatu alat bukti otentik adanya suatu kekerasan fisik yang terjadi, penyebab terjadinya kekerasan, disebabkan oleh benda apa luka atau lebam tersebut dan seberapa besar luka yang ada tersebut.

Adanya tindak kekerasan yang dilakukan dengan alat bukti Visum memang sangat diperlukan di dalam persidangan, alangkah baiknya jika Visum dilakukan sesegera mungkin setelah kekerasan tersebut terjadi. Hal ini dikarenakan tanda-tanda kekerasan cepat atau lambat pasti akan sembuh dengan kemungkinan terburuknya luka tersebut akan hilang. Dengan hilangnya luka atau lebam tersebut akan menyulitkan pihak aparat penegak hukum dalam membuktikan adanya tindak pidana.

Sebagai alat bukti tambahan untuk memperkuat penyidikan aparat penegak hukum memiliki kewenangan untuk meminta bantuan kepada ahli dalam hal ini psikiater atau psikolog untuk melakukan pemeriksaan terhadap korban untuk memperjelas kekerasan yang terjadi pada korban, yang dimana dalam beberapa kasus kekerasan dapat menyerang psikis seseorang. Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap korban, aparat penegak hukum tidak memiliki kewenangan atau keilmuan yang cukup untuk dapat menentukan bentuk dan penyebab kekerasan fisik tersebut. Hanya dokter yang dengan kewenangannya memiliki legitimasi yuridis dan keilmuan dikeluarkan untuk hasil Visum.8

Adapun fungsi dari adanya Visum et Repertum yakni berguna untuk:

  • 1.    Di dalam kepentingan pemeriksaan, Visum et Repertum dapat digunakan untuk membuktikan adanya suatu perkara pidana.

  • 2.    Agar penyelidikan dapat terarah.

  • 3.    Agar dapat menentukan tugas yang selanjutnya harus dilakukan oleh Penuntut Umum dan Hakim di pengadilan.

  • 4.    Barang bukti yang terdapat pada tubuh manusia seperti luka maupun adanya jenazah dapat digunakan sepenuhnya sebagai Corpus Delicti atau pengganti barang bukti.

Ada 3 tujuan pembuatan Visum et Repertum, yaitu :9

  • 1.    Membuktikan kebenaran yang terjadi kepada hakim.

  • 2.    Adanya hubungan sebab akibat yang nantinya dapat ditarik suatu kesimpulan.

  • 3.    Sebagai pertimbangan hakim dalam mengambil suatu kesimpulan yang dapat dibantu oleh dokter ahli.

  • 2.2.2 Kekuatan pembuktian Visum et Repertum dalam Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kasus kekerasan dalam rumah tangga memang sangat sulit untuk di buktikan tanpa adanya barang bukti, keterangan terdakwa dan saksi saja belum tentu dapat meyakinkan hakim bahwa tindak pidana tersebut memang benar telah terjadi pada korban. Maka dari itu adanya Visum et Repertum di dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sangat dibutuhkan untuk dapat menjerat pelaku yang merupakan orang terdekat korban tersebut. Biasanya korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga akan terlihat

lebam atau pun luka di tubuhnya. Luka tersebut kemudian akan diperiksa oleh pihak rumah sakit yang akan mengeluarkan Visum nantinya.

Setiap luka yang terdapat pada tubuh korban yang mengalami kekerasan fisik akan diperiksa oleh dokter yang kemudian akan menentukan jenis luka tersebut, setelah jenis luka yang terdapat pada korban tersebut diketahui maka dokter dapat dengan mudah mengetahui mengenai jenis kekerasan yang menyebabkan luka pada korban serta dapat mengetahui jenis kekerasan apa yang dilakukan oleh pelaku kekerasan dalam rumah tangga.10 Setelah melakukan pemeriksaan terhadap korban yang mengalami kekerasan fisik maka dalam rangka membuat kesimpulan mengenai hasil Visum tersebut dokter harus memperhatikan terlebih dahulu kualifikasi luka yang ada.

Visum et Repertum memilki kekuatan yang mutlak dalam pembuktian terhadap kasus–kasus tertentu seperti dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga. Mengenai kekuatan Visum et Repertum tersebut telah diatur di dalam Pasal 184 KUHAP termasuk jenis bukti Surat dan atau Keterangan Ahli. Visum et Repertum dapat memiliki kekuatan yang mutlak namun harus diimbangi dengan alat bukti yang lain agar cukup dalam membuktikan bahwa tersangka telah melakukan suatu perbuatan tindak pidana atau tidak. Kekuatan Visum et Repertum yang diatur di dalam Pasal 184 KUHAP termasuk jenis bukti Surat dan atau Keterangan Ahli. Visum et Repertum dapat memiliki kekuatan yang mutlak namun harus diimbangi dengan alat bukti yang lain agar cukup dalam

membuktikan bahwa tersangka telah melakukan suatu perbuatan tindak pidana atau tidak, hal tersebut sesuai dengan isi KUHAP Pasal 183.11

Adapun yang dimaksud dengan kekuatan Visum et Repertum sebagai alat bukti Surat dalam mengungkap suatu tindak pidana diuraikan sebagai berikut:

  • 1)    Visum et Repertum merupakan alat bukti yang memiliki kekuatan yang mutlak dan sangat penting digunakan dalam membuktikan adanya suatu tindak pidana. Visum et Repertum tersebut dapat dikategorikan sebagai alat bukti berupa surat yang dimana di dalam Pasal 187 KUHAP huruf a, b, dan c yang menyatakan bahwa surat merupakan alat bukti yang sempurna. Hal tersebut dikarenakan surat merupakan akta otentik yang dibuat secara resmi berdasarkan prosedur yang ditetapkan telah oleh Undang-Undang. Sebagai alat bukti di dalam persidangan, surat tidak memiliki kekuatan pembuktian mengikat.

  • 2)    Visum et Repertum merupakan alat bukti yang tidak dapat digunakan tanpa di dukung oleh alat bukti lainnya, sehingga Visum et Repertum tidak dapat alat bukti dikatakan yang berdiri sendiri. Sehingga adanya Visum et Repertum saja tidak dapat membuktikan bahwa seseorang telah melakukan suatu tindak pidana. Hal ini sesuai dengan prinsip minimum pembuktian yang tertuang di dalam Pasal 183 KUHAP. Ketentuan di dalam Pasal 183 KUHAP memiliki kaitan yang erat dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP dimana menyatakan bahwa adanya saksi tunggal dalam

persidangan tidak cukup untuk membuktikan adanya kesalahan pada terdakwa.12

Adanya Visum et Repertum sangat dibutuhkan penyidik untuk mengungkapkan adanya tindak pidana pada seseorang, kesimpulan dari dokter yang merupakan ahlinya dalam mengetahui jenis luka atau memar serta benda apa yang digunakan saat melakukan tindak pidana tersebut wajib untuk dipercaya selama tidak adanya bukti lain yang dapat melemahkan pendapat dokter tersebut. Dalam hal ini dokter merupakan pejabat yang berwenang sehingga Visum et Repertum merupakan alat bukti yang terpercaya. Untuk menentukan kekuatan Visum et Repertum dalam mengungkap suatu tindak pidana yaitu dengan cara mencocokan Visum et Repertum dengan keterangan saksi sehingga mendapatkan kesimpulan yang dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menentukan telah terjadi tindak pidana atau tidak dan menentukan kesalahan terdakwa di persidangan. Namun dalam pertimbangan hakim dalam menilai kekuatan hukum Visum et Repertum harus juga melihat alat bukti yang lain tidak hanya semata–mata Visum et Repertum saja, sehingga keterangan saksi di hubungkan dengan keterangan yang terdapat di dalam isi Visum et Repertum tersebut harus ada keterkaitan.

  • III. PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat ditentukan kesimpulan yaitu:

  • 1.    Visum et Repertum dalam hal ini memiliki peran yaitu dapat dimasukan ke dalam alat bukti surat dimana hasil Visum merupakan suatu alat bukti otentik adanya suatu kekerasan fisik yang terjadi, penyebab terjadinya kekerasan, disebabkan oleh benda apa luka atau lebam tersebut dan seberapa besar luka yang ada tersebut. Dimana memiliki tujuan untuk Menunjukan bukti kebenaran yang terjadi kepada hakim, adanya hubungan sebab akibat yang nantinya dapat ditarik suatu kesimpulan, sebagai pertimbangan hakim dalam mengambil suatu kesimpulan yang dapat dibantu oleh dokter ahli. Alat bukti Visum et Repertum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak secara khusus diatur, tetapi termasuk sebagai alat bukti surat dan alat bukti keterangan ahli menurut Pasal 184 KUHP.

  • 2.    Kekuatan hukum Visum et Repertum adalah sangat mutlak atau sempurna dalam kasus tertentu seperti kasus KDRT. Meskipun Visum et Repertum mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak, namun alat bukti Visum et Repertum tidak bisa berdiri sendiri sebagai alat bukti dalam hal pembuktian karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Oleh karena itu Visum dianggap cukup dalam membuktikan suatu tindak pidana diamana harus disertai dengan alat bukti lain dan harus berkaitan dengan keterangan saksi.

  • 3.2    Saran

Berdasarkan hasil dari penulisan diatas, maka penulis ingin mengemukakan mengenai saran-saran:

  • 1.    Pembuktian dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga mengenai peran alat bukti Visum et Repertum memerlukan ketelitian dan kecermatan dari majelis hakim, untuk memeriksa

alat bukti yang sah di pengadilan. Oleh karena itu, hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai serta mempertimbangkan nilai pembuktian alat bukti Visum yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP dalam hubungannya dengan kekerasan fisik yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana.

  • 2.    Pengaturan mengenai alat bukti yang sah dalam pemeriksaan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga memerlukan peran aparat hukum untuk berusaha melengkapi salah satu alat bukti yang sah, yaitu alat bukti surat Visum et Repertum dengan suatu alat bukti yang sah lainnya, seperti keterangan ahli, keterangan saksi, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Karena Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Abdul Mun’im Idriest dan Agung Legowon Tjiptomartono, 2015, Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan Edisi Revisi, Sagung Seto, Jakarta.

Eddy O.S Hiariej, 2012, Teori & Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta.

Firganefi dan Ahmad Irzal Fardiansyah, 2014, Hukum Dan Kriminalistik, Justice Publisher, Bandar Lampung.

Maidin Gultom, 2014, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, Refika Aditama, Bandung.

R. Soeparmono, 2016, Keterangan Ahli & Visum Et Repertum Dalam Aspek Hukum Acara Pidana, CV Mandara Maju, Bandung.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2015, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet. XI, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Jurnal Ilmiah

Setyo Trisnandi, 2013, Ruang Lingkup Visum et Repertum sebagai Alat Bukti pada Peristiwa Pidana yang Mengenai Tubuh Manusia di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang, Vol. 5, No. 2, Sains Medika Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sultan Agung, Semarang.

Arsyadi, 2014, Fungsi dan Kedudukan Visum et Repertum dalam Perkara Pidana, Vol. 2, Edisi 2, Jurnal Ilmiah Universitas Tadulako, Fakultas Hukum, Universitas Tadulako, Palu.

T.I.P Astiti, N. N Sukeni, K. Sudantra, 2014, “Sinkronisasi dan Diferensiasi Putusan Hakim Dalam Penyelesaian Kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, Vol. 6, No. 2, Jurnal Magister Hukum Udayana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali.

Internet

http://m.antaranews.com/berita/318719/setiap-hari-ada-311-kasus-kdrt

http://kompasiana.polhukam.com/hukum/2013/07/26/3/473386/ pengaduann-dan-Visum kdrt.html.

Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-UndangNomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

15