TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA DIBIDANG TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA

DI INDONESIA

Oleh

Sri Rahmi Syahruddin

Gde Made Swardhana

A A Ngurah Wirasila

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Penelitian ini berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Dibidang Transplantasi Organ Tubuh Manusia di Indonesia. Tindak pidana dibidang transplantasi organ merupakan salah satu permasalahan kriminalitas yang sangat meresahkan masyarakat. Kejahatan ini disertai penipuan dan bahkan terkadang paksaan dengan menggunakan kekerasan sehingga melanggar hukum yang berlaku. Penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan masalah yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penelitian ini adalah untuk melihat pengaturan mengenai perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada korban tindak pidana dibidang transplantasi organ di Indonesia dan pengaturan mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana dibidang transplantasi yang mana diharapkan dapat menjamin terpenuhinya keamanan dan hak-hak dari korban tindak pidana dibidang transplantasi organ serta dalam upaya mencapai keadilan dan kepastian hukum.

Kata Kunci: Tindak Pidana, Transplantasi, Organ Tubuh Manusia

Abstract

This research was titled juridical review against crime in the field of human organ transplantation in Indonesia. Criminal acts in the field of organ transplantation is one of the very troubling crime problems in society. These crimes accompanied by fraud and sometimes even accompanied by coercion with use of violence so as

to violate any applicable law. The type of research used in this legal research including into normative legal research and for the approach to a problem that is used in the writing of this thesis is to approach legislation and approach the case. The research is to look at the arrangements regarding legal protection can be given to victims of criminal acts in the field of organ transplantation in Indonesia and the arrangement regarding the criminal liability of the perpetrator in criminal acts transplantation which is expected to satisfy the security and guarantee the rights of victims of criminal acts in the field of organ transplantation as well as in an attempt to achieve justice and legal certainty.

Keywords: Criminal act, Transplantation, Organs of the human body.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini telah berdampak besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satunya dalam dunia medis yang kini telah mengenal teknik transplantasi organ tubuh manusia. Menurut data WHO transplantasi organ telah dilakukan di 91 negara di dunia. Pada tahun 2005 ada sekitar 66.000 transplantasi ginjal, 21.000 transplantasi hati dan 6000 transplantasi ginjal dilakukan di seluruh dunia.

Kebutuhan akan organ terus meningkat. WHO mencatat, sekitar 106.879 organ utuh ditransplantasi di 95 negara anggota PBB secara legal dan ilegal pada tahun 2010, sekitar 68,5 persenya adalah ginjal. Angka ini hanya memenuhi 10 persen dari kebutuhan operasi transplantasi global. Kebutuhan akan organ tubuh di Indonesia pun cukup tinggi, laporan Menteri kesehatan Dr. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih mengungkapkan lebih dari

600 orang membutuhkan cangkok hati di Indonesia. Ahli kesehatan mata dari fakultas kedokteran UGM, Prof.Dr. Suhardjo mengungkapkan setidaknya terdapat 25.000 orang yang tengah menunggu donor kornea dan baru sekitar 5-10 persen pasien kebutaan yang mampu tercover sebagai penerima transplantasi kornea.

Data diatas membuktikan bahwa kebutuhan akan organ tubuh di Indonesia tidak dapat dikatakan sedikit. Namun tingginya angka kebutuhan tidak diikuti dengan baik oleh angka ketersediaan organ. Hal inilah yang kemudian memunculkan berbagai permasalahan baru, seperti masalah Human Trafficking dan jual beli organ secara ilegal yang kemudian menjadikan tidak sedikit kasus transplantasi organ secara ilegal terjadi.

Transplantasi organ bukan hanya mengenai suatu tindak kemanusiaan, namun juga permasalahaan hukum apabila dilakukan tidak sesuai dengan standar atau aturan yang ditentukan pemerintah. Transplantasi organ merupakan suatu tindakan medis yang memiliki potensi untuk disalahgunakan dan menimbulkan sengketa baik pro dan kontra dalam masyarakat, sehingga untuk pelaksanaannya dirasa perlu adanya pengaturan yang bukan hanya mengatur dari segi etika, tetapi juga dari segi hukum yang mampu mengatur secara spesifik mengenai transplantasi organ.

  • 1.2    Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana dibidang transplantasi organ tubuh manusia di Indonesia serta mengetahui dan memahami pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana dibidang transplantasi organ tubuh manusia dalam hubungannya dengan hukum pidana.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis metode penelitian hukum normatif yang dalam penyusunannya dilakukan dengan menelisik berbagai sumber kepustakaan serta data sekunder terkait.

Penelitian hukum ini meneliti kaidah-kaidah atau aturan-aturan hukum sebagai suatu kesatuan yang berkaitan dengan peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat, dengan tujuan untuk memberikan argumentasi hukum sebagai dasar dari benar atau salahnya suatu peristiwa hukum serta bagaimana peristiwa tersebut seharusnya terjadi sesuai dengan hukum.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana dibidang Transplantasi Organ Tubuh Mnausia di Indonesia

Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana transplantasi organ tidaklah berbeda dengan perlindungan yang diberikan kepada korban tindak pidana lain. Pemberian perlindungan hukum kepada korban kejahatan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk perlindungan, seperti dengan pemberian restitusi dan kompensasi kepada para korban, memberikan layanan konseling dan pelayanan/bantuan medis, bantuan hukum, serta pemberian informasi terkait kasus yang sedang dijalaninya.

Dalam memberikan perlindungan hukum kepada korban kejahatan tentunya negara dan masyarakat secara bersama-sama harus mampu menentukan pengutamaan korban yang berhak menerima perlindungan hukum. Korban dengan ekonomi rendah dan korban dengan keterbatasan fisik atau kemampuan diri yang kurang dikarenakan tindakan pihak lain yang merugikan dirinya.

Perlindungan hukum terhadap korban transplantasi sebenarnya telah ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan dengan memfokuskan perlindungan pada tiap-tiap syarat dilakukannya transplantasi. Syarat-syarat untuk dapat dilakukannya transplantasi berfungsi untuk melindungi calon pendonor dari tindakan yang dapat merugikan pendonor seperti tindak penipuan.

Transplantasi menurut Pasal 1 Huruf e PP Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta

transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia adalah rangkaian kegiatan kedokteran yang dimaksudkan untuk memindahkan alat atau jaringan tubuh manusia baik dari tubuh individu itu sendiri (seperti pada transplantasi kulit) atau dari tubuh orang lain yang mana bertujuan untuk penggobatan dengan mengganti alat atau jaringan tubuh yang sudah tidak dapat berfungsi dengan baik.

Mengikuti pada Huruf f mengenai pengertian Donor adalah pihak yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya yang sehat untuk dapat ditransplantasikan kepada orang lain (penerima organ/resipien) dalam rangka kesehatan.

Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa dalam upaya penyembuhan suatu penyakit dapat dilakukan kegiatan transplantasi yang kemudian pada ayat (2) menerangkan lebih jauh bahwa kegiatan transplantasi yang dilakukan, tidak dilakukan untuk kepentingan komersial melainkan semata-mata untuk kepentingan kemanusiaan dan hanya dapat dilakukan dirumah sakit yang telah ditunjuk oleh Menteri kesehatan dan dikerjakan oleh dokter yang bekerja pada rumah sakit tersebut, hal ini sejalan dengan Pasal 11 PP Nomor 18 Tahun 1981 dan Pasal 65 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009.

Terkait dapat dilakukannya kegiatan transplantasi, bedah mayat klinis dapat dilakukan dengan persetujuan tertulis pasien atau keluarganya yang mana apabila setelah penderita meninggal dunia belum dapat diketahui penyeabab kematiannya, atau tanpa perlu persetujuan pasien dan keluarga apabila terindikasi bahwa

pasien menderita penyakit yang berbahaya bagi orang lain dan masyarakat sekitar, atau apabila dalam kurun waktu 2x24 jam tidak diketahui dan/atau tidak terdapat keluarga yang mengakui pasien yang meninggal dunia tersebut.

Persetujuan pasien menjadi syarat yang harus dipenuhi sebelum dapat dilakukannya kegiatan transplantasi kepada pihak pendonor. Persetujuan tersebut merupakan persetujuan tertulis bermaterai dengan 2 orang saksi, yang kemudian dijelaskan pula bahwa pendonor atau keluarga pendonor tidak tidak memiliki hak atas segala bentuk kompensasi dari kegiatan transplantasi tersebut (Pasal 13 dan Pasal 16 PP Nomor 18 Tahun 1981). Hal ini berarti tidak boleh dilakukan suatu pegambilan organ tubuh tanpa adanya izin yang jelas atau nyata yang diberikan oleh donor.

  • 2.2.2    Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana dibidang Transplantasi Organ Tubuh Manusia di Indonesia

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga torekenbaarheid (Belanda) atau criminal responbility atau criminal lialibility (Inggris).

Seorang pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya jika dalam perbuatannya tersebut terdapat unsur-unsur melawan hukum dan tidak adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf serta dalam perbuatan terdapat adanya unsur kesalahan.

Malpraktek yang terjadi dalam dunia medis, khususnya dalam hal transplantasi organ tubuh yang dapat dimintai pertanggungjawabannya adalah kesalahan yang dalam prakteknya dilakukan secara sengaja. Standar profesi medis dalam hal ini adalah sebagai alat pencegah dan/atau pengukur dari tindak malpraktek yang dilakukan oleh dokter.

Tindak pidana dibidang transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan apabila korban dalam hal ini tidak mengalami hilang nyawa atau meninggal dunia. Hal ini berdasar pada Pasal 351 ayat (4) KUHP yang menyebutkan bahwa sengaja merusak kesehatan orang lain masuk dalam kategori penganiayaan. Apabila penganiayaan dilakukan dengan didahului oleh perencanaan dan dimaksudkan untuk memberikan luka berat maka pelaku dikenakan pasal penganiayaan berat yakni Pasal 355 KUHP.

Kegiatan transplantasi organ tidak hanya dilakukan oleh satu pihak saja (misal hanya seorang dokter) melainkan dilakukan oleh beberapa oknum yang memiliki perannya masing-masing. Dokter misalnya, yang berperan sebagai pengeksekusi kegiatan transplantasi yang sebelumnya dibantu oleh pihak perekrut yang bertugas mencari korban yang akan diambil organnya, dapat dikategorikan sebagai peserta ini kemudian masuk sebagai penyertaan (Pasal 55-56 KUHP) yang kemudian dapat dikenakan sanksi pidana yang aturannya diatur pada Pasal 57 KUHP.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Kesimpulan

  • 1.    Perlindungan hukum bagi korban transplantasi organ dapat ditemukan pada rumusan Pasal 19 UU Nomor 36 Tahun 2009 dan Pasal 2 PP Nomor 18 Tahun 1981.

  • 2.    Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana dibidang transplantasi organ dapat dilihat pada, Pasal 193 UU Nomor 36 Tahun 2009, Pasal 351 dan 355 KUHP dan Pasal 20 PP Nomor 18 Tahun 1981.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Perlu adanya aturan terkait transplantasi organ yang keseluruhan aturannya diatur dalam satu undang-undang dan/atau peraturan yang secara khusus membahas mengenai transplantasi organ.

  • 2.    Perlu adanya peraturan baru terkait pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana dibidang transplantasi organ yang mana aturan baru tersebut haruslah sesuai dengan perkembangan kasus yang terjadi didalam masyarakat dewasa ini (bisa dari merevisi aturan yang telah ada sebelumnya).

  • IV.    DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2007, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, ed.1, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni surbakti, 2010, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi, Softmedia, Jakarta

Mukti Fajar MD dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Peneliitan Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Muladi dan Dwidja Priyatno, 2010, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana, Jakarta

Rio Christiawan, 2003, Aspek Hukum Kesehatan Dalam Upaya Medis Transplantasi Organ  Tubuh,  Universitas Atmajaya,

Yogyakarta

Roeslan Saleh, 1968, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana (Dua Pengertian Dasal dalam Hukum Pidana), Centra, Jakarta

R. Soesilo, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,

Politeia, Bogor

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1995

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia

Internet

Yusuke Shimazono, URL:

http://www.who.int/bulletin/volumes/85/12/06-039370 Ika, 2015, “Baru 5 Persen Penderita Kebutaan Terima Donor

Kornea”, https://ugm.ac.id/id/berita/9784-

baru.5.persen.penderita.kebutaan.terima.donor.kornea

Prima Restri, 2010, “Kasus Hilangnya Organ Anak yang Diculik tak Terpecahkan Sejak 2008”, URL: http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/08/25/breaking-

news/nasional/10/08/25/131584-kasus-hilangnya-organ-anak-yang-diculik-tak-terpecahkan-sejak-2008

11