HAK IMUNITAS ADVOKAT DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI*

Oleh :

Ida Wayan Dharma Punia Atmaja** I Wayan Suardana*** A.A. Ngurah wirasila**** Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Hak imunitas advokat dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat menjelaskan bahwa advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien. Fenomena dalam penegakan korupsi yang ada, belum menunjukan adanya sistem penegakan hukum yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terpadu diantara institusi penagak hukum seiring terjadi perbedaan persepsi dan tumpang tindih wewenang diantara penegak hukum terhadap perkara pemberantasan tindak pidana korupsi. Hak imunitas advokat belakangan ini seringkali di salah artikan dalam hal mana diartikan seolah-olah semua tindakan dilakukan advokat untuk kepentingan klien dilindungi undang-undang dan tidak dapat dituntut pertanggung jawabannya secara hukum. Permasalahanya adalah bagaimanakah hak imunitas advokat ditinjau dari pengaturan hukum positif di Indonesia. Di samping itu bagaimanakah hak imunitas advokat dalam persidangan tindak pidana korupsi.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah jenis penelitian normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian, hak imunitas atau kekebalan hukum diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat mengenai hak imunitas terhadap

seorang advokat, hak imunitas atau kekebalan hukum dan diatur dalam Pasal 50 KUHP, sedangkan mengenai pembatasan hak imunitas atau kekebalan hukum terdapat dalam Pasal 74 KUHAP. Hak imunitas advokat dalam persidangan tindak pidana korupsi dengan sendirinya hilang dan tidak berlaku dimana seorang advokat tersebut telah diajukan di persidangan dan divonis atau diputuskan hukuman kepada seorang terdakwa.

Kata kunci: Hak Imunitas Advokat, Pengadilan, Tindak Pidana Korupsi

ABSTRACT

The right of advocate immunity in Article 16 of the Law of Advocates explains that advocates cannot be prosecuted, both civil and criminal in carrying out their professional duties in good faith for the benefit of client defense. The phenomenon in the enforcement of existing corruption, has not shown the existence of a law enforcement system that is carried out continuously and integratedly between law enforcement institutions as there are differences in perceptions and overlapping authority among law enforcers against cases of eradicating criminal acts of corruption. The advocate's immunity right lately is often mistaken in terms of what is interpreted as if all actions taken by an advocate for the client's interests are protected by law and cannot be liable legally. The problem is how is the right of immunity of advocates in terms of positive legal arrangements in Indonesia. Besides that, what is the right of immunity of advocates in the trial of corruption.

The research method used in writing this journal is a type of normative research. Normative legal research is legal research conceptualized as what is written in legislation.

Based on the results of the study Based on the results of the study, the rights of immunity or immunity are regulated in Article 16 of the Advocate Law concerning the right of immunity to an advocate, the right to immunity or immunity and regulated in Article 50 of the Criminal Code, while limiting the right to immunity is provided in Article 74 KUHAP. The right of immunity of an advocate in the trial of a criminal act of corruption by itself is lost and invalid where an advocate has been put on trial and convicted or sentenced to a defendant.

Keywords: Advocates' Right to Immunity, Trial, Corruption Crime

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini. Organisasi advokat yang diakui oleh Undang-Undang Advokat adalah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Sebelum ada perubahan yang mendasar di bidang hukum, hukum dimarjinalkan, namun belakang ini hukum dijadikan harapan untuk menuntaskan berbagai problem sosial, hal ini dapat dilihat dari salah satu kenyataan bahwa hampir setisp urusan dari kehidupan warga negaranya menyentuh sisi hukum yang memerlukan jasa advokat.1

Fenomena dalam penegakan korupsi yang ada dewasa ini belum menunjukan adanya satu sistem besar penegakan hukum (Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terpadu diantara institusi penegak hukum seiring terjadi perbedaan persepsi dan tumpang tindih wewenang diantara penegak hukum terhadap perkara tindak pidana korupsi. Advokat sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada dalam Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Advokat.2

Peran advokat sebagai aparat penegak hukum juga memiliki hak imunitas dalam Pasal 16 Undang Undang Advokat dijelaskan bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun

pidana dalam menjankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. Belakangan ini terjadi perbincangan di masyarakat khususnya hak imunitas seorang advokat yang menjadi tolak ukur bagi seorang advokat dalam melaksanakan tugasnya sesuai kuasa yang diberikan klien dalam pembelaan hukum dalam kasus yang ditangani.

Hak imunitas advokat dalam Pasal 16 Undang Undang Advokat yang pada pokoknya menjelaskan bahwa advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien.

Hak imunitas advokat belakangan ini sering kali disalah artikan dalam hal mana diartikan seolah-olah semua tindakan yang dilakukan oleh advokat untuk kepentingan klien dilindungi undang-undang dan juga tidak dapat dituntut pertaanggungjawabannya secara hukum. Pemahaman mengenai hak imunitas advokat, pada dasarnya terkait dengan latar belakang dari pertanyaan mendasar mengenai alasan advokat harus dilindungi dengan suatu imunitas. Alasan mendasar advokat diberikan perlindungan hak imunitas adalah karena dalam membela kliennya mereka tidak boleh dikenai hukuman pidana, perdata, dan administratif selama pembelaan yang mereka lakukan tanpa melanggar hukum.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah hak imunitas advokat ditinjau dari pengaturan hukum positif di Indonesia.

  • 2.    Bagaimanakah hak imunitas advokat dalam persidangan tindak pidana korupsi.

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Untuk dapat mengetahui hak imunitas advokat ditinjau dari pengaturan hukum positif di Indonesia. Dan untuk dapat mengetahui hak imunitas advokat dalam persidangan tindak pidana korupsi.

  • II.   Isi Makalah

    2.1  Metode Penelitian

Jenis penelitian ini digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah jenis penelitian hukum normatif.  Penelitian  hukum

normatif adalah penelitian hukum atau  penelitian  hukum

doktrinal yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan kaidah-kaidah atau norma-norma sebagai patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.3 2.2 Hasil dan Pembahasan

  • 2.2.1    Hak Imunitas Advokat Ditinjau dari Pengaturan Hukum Positif di Indonesia

Advokat dalam menjalankan profesinya memiliki hak imunitas atau kekebalan hukum dengan berpegang pada kode etik profesi namun yang menjadi sorotan disini ialah tolak ukur itikad baik yang dimaksud dalam pasal tersebut seperti apa, karena itikad baik yang dimaksud dalam pasal tersebut mempunyai arti yang sangat luas atau umum dimana hak kekebalan advokat bergantung dari itikad baik advokat tersebut.4

Hak Imunitas (kekebalan hukum) pada advokat tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, tetapi juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga mengatur

tentang hal tersebut, terdapat dalam Pasal 50 KUHP dimana Pasal itu memuat tentang pengecualian hukum. Pasal ini menentukan pada prinsifnya orang yang melakukan suatu perbuatan meskipun itu melakukan tindak pidana akan tetapi karena dilakukan berdasarkan perintah undang-undang maka si pelaku tidak boleh di hukum. Asalkan perbuatan yang dilakukan tidak untuk kepentingan pribadi melainkan kepentingan umum.5

Jika karakter advokat memang advokat memang orang yang selalu menjankan tugasnya dengan baik, maka alasan pengahpusan pidana dapat berlaku baginya. Berdasarkan Pasal ini dapat dihat hubungannya dalam Undang Undang Advokat bahwa advokat mempunyai kekebalan hukum karena menjalankan tugas profesinya sesuai yang diatur dalam undang-undang.

Menurut Pasal 54 KUHAP yang berbunyi guna kepentingan pembelaan tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau penasehat hukum selama dalam waktu tingkat pemeriksaan, berdasarkan yang ditentukan oleh undang-undang ini.

Hak imunitas (kekebalan hukum) dibatasi menurut Pasal 74 KUHAP. Sebagaimana dalam Pasal 70 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan Pasal 71 yang dimana pengurangan kebebasan hubungan antara penasehat hukum dan tersangka, setelah perkara dilimpahkan oleh penuntut umum kepada pengadilan negeri untuk disidangkan, yang tembusan suratnya disampaikan kepada tersangka atau penasehat hukumnya serta pihak lain dalam proses.

Hak advokat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dapat dikatakan paling sentral dengan diaturnya

hak kekebalan hukum untuk tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik dalam sidang pengadilan, hak kekebalan ini terkait dengan pengakuan bahwa advokat tidak diidentikan dengan kliennya oleh pihak yang berwenang atau masyarakat.6

Pengaturan tentang hak imunitas advokat dapat disimak dan pihami dengan lebih mendalam dalam Pasal 14 hingga Pasal 19 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, tepatnya pada Bab IV tentang hak dan kewajiban. Namun dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 pada Pasal 16 tidak terdapat batasan-batasan itikad baik itu seperti apa, ketika sidang sudah selesai maupun saat sidang belum dimulai merupakan itikad baik untuk membela kepentingan klien. Pada Pasal 16 masih dapat dikaatakan rancu dan memiliki banyak perspektif dan siapapun memiliki cara menginterprestasikannya juga bisa menafsirkan apa saja.

Pro-kontra rancangan Undang-Undang Advokat mendapat begitu banyak dari beberapa pakar hukum di Indonesia. Peristiwa terbaru Munas Perhimpunan Indonesia (PERADI) di Makasar Maret lalu PERADI terbagi menjadi 3 kepemimpinan hal tersbut dikarenakan banyaknya terjadi masalah di dalam organisasi advokat dalam mengatur berlangsungnya organisasi tersebut, terlihat bahwa Undang-Undang Advokat sudah dapat dikatakan tidak sesuai dan perlu diadakannya revisi.

Usulan RUU tentang Advokat yang diajukan oleh Asosiasi Organisasi Advokat ke DPR RI terlihat jelas bahwa Pasal-Pasal tentang hak imunitas tersebut yang tercantum dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak menjadi usulan organisasi advokat untuk

menguatkan posisi advokat didalam menjalankan profesinya. Oleh karena itu profesi advokat dengan gampang dan mudah ditafsirkan berbeda oleh aparat penegak hukum dalam hak ini Jaksa, hakim, dan Polisi yang dapat mengakibatkan lemahnya hak imunitas tersebut yang secara langsung akan mengganggu seorang advokat didalam menjalankan profesinya untuk kepentingan klien.

Dalam Rancangan Undang-Undang Advokat ada 8 poin yang akan diusulkan yaitu fungsi, hak dan kewajiban, organisasi advokat, kedudukan dan wilayah kerja advokat, kode etik, pengangkatan sumpah atau janji dan pemberhentian, partisipasi masyarakat, Dewan Advokat Nasional, serta larangan dan ketentuan pidana. Dari kedepalan usulan tersebut hanya satu poin mengenai Dewan Advokat Nasional yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, sehingga dapat dikatakan usulan lainnya tidak termasuk dalam kategori urgensi.7

Mengenai Dewan Advokat Nasional tidak urgensi karena dalam pembahasannya di pending. Di sisi lain, penjelasan dari Dewan Advokat Nasional yang diusulkan dapat ditafsirkan bahwa tugas-tugas yang diberikan dengan yang dilakukan oleh Organisasi Advokat saar ini. Oleh karena itu urgensi RUU Advokat yang sudah masuk dalam Pogram Legislasi Nasional tahun 2014 sampai saat ini sebaiknya menyusulkan poin-poin yang justru belum diatur dalam Undang-Undang Advokat saat ini.

  • 2.2.2    Hak Imunitas Advokat dalam Persidangan Tindak Pidana Korupsi

Hak imunitas kembali menjadi sorotan setelah Fredrich Yunadi mantan pengacara Setya Novanto yang ditetapkan menjadi

seorang tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi ini menilai bahwa Fredrich telah menghalang-halangi dan merintangi penyidikan kasus e-ktp dengan Setya Novanto. Namun demikian hak imunitas advokat yang diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang diperkuat kembali berdasrkan putusan Mahkamah Kosntitusi yang menyatakan bahwa hak imunitas ini berlaku baik didalam maupun diluar persidangan. Namun hak imunitas advokat ini hanya berlaku bagi mereka yang menjalankan tugas profesinya saat pembelaan klien dengan itikad baik. Oleh karena itu, itikad baik ini harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku dengan tidak melanggar hukum.

Berdasarkan kode etik advokat, seorang advokat dalam menjalankan tugas profesinya harus bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun, serta wajib memperjuangkan Hak Asasi Manusia. Dalam kasus diatas terjadi multitafsir tentang penetapan seorang advokat yang menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Di sisi lain advokat tidak dapat ditetapkan menjadi seorang tersangka dalam menjalankan tugas profesinya saat pembelaan klien di persidangan karena advokat memiliki hak imunitas.

Masalah korupsi merupakan permasalahan yang kompleks dan turun-temurun berjalan seiring, bahkan lebih cepat pertumbuhannya ketimbang urusan pemberantasan.8 Komisi Pemberantasan Korupsi juga meyakinkan bahwa seorang advokat yang ditetapkan sebagai seorang tersangka berdasarkan tuduhan Undang-Undang Tipikor karena sebagai pihak yang paham hukum

karena perbuatan menghalang-halangi dalam penanganan kasus korupsi jelas sekali ada ancaman pidananya. Penegakan terhadap tindak pidana ini sangat penting dilakukan, agar proses hukum dihormati oleh masyarakat.9 Komisi Pemberaantasan Korupsi telah mengklaim bahwa penangkapan terhadap Fredrich Yunadi tersebut dalam kasus e-ktp bukan bentuk kliminalisasi terhadap profesi advokat.

Melihat kasus Fredrich Yunadi kuasa hukumnya Sapriyanto Refa menyebut bahwa apa yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi ini merupakan bentuk kriminalisasi karena Fredrich sedang menjalankan tugas profesinya sebagai seorang advokat yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Hak ini disebut sebagai preseden buruk bagi penegakan hukum, terutama profesi para advokat.10

Dari kasus tersebut Fredrich Yunadi yang ditetapkan menjadi seorang tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dimana terlihat jelas bahwa hak imunitas seorang advokat tersebut gugur, dimana seorang advokat tersebut yang melakukan perbuatan saat pembelaan kliennya dengan itikad yang tidak baik. Itikad baik ini ialah didalam menjalankan tugas profesinya saat pembelaan kliennya harus sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dalam arti profesi yang dilakukan dalam pembelaan kliennya tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Selain itu juga hak imunitas advokat otomatis tidak lagi melekat

dalam diri seorang advokat pada saat membela kliennya. Yang dimana seorang advokat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan telah dituntut di persidangan tindak pidana korupsi dan dijatuhkan vonis.

  • III.  Penutup

    • 3.1  KESIMPULAN

  • 1.    Hak imunitas atau kekebalan hukum tidak hanya diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat mengenai hak imunitas seorang advokat, hak imunitas atau kekebalan hukum juga diatur dalam Pasal 50 KUHP, sedangkan mengenai pembatasan hak imunitas atau kekebalan hukum terdapat dalam Pasal 74 KUHAP.

  • 2.    Hak imunitas dalam persidangan tindak pidana korupsi dengan sendirinya hilang dan tidak berlaku dimana seorang advokat tersebut telah diajukan dipersidangan dan divonis atau telah diputuskan hukuman pada

seorang terdakwa.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Agar seluruh aparat penegak hukum di Indonesia (Polisi, Jaksa, dan Hakim) benar-benar memperhatikan dan mengakui keberadaan hak imunitas seorang advokat. Kemudian dimasa yang akan datang advokat hendaknya membentuk suatu wadah tunggal, oleh karenanya pengaturan advokat secara limitatif hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003.

  • 2.    Agar hak imunitas ini diperjelas kembali tentang batasan-batasan apa yang dimaksud dengan itikad baik tersebut, karena setiap aparat penegak hukum mempunyai satu persepsi atau pandangan yang berbeda tentang arti dari itikad baik tersebut.

Daftar Pustaka

Buku

Amirudin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.

Binoto Nadapdap, 2010, Panduan Umum Bagi Konsumen Menakar Besaran Honorarium Advokat, Jala Permata Aksara, Jakarta.

H.M. Hamdan, 2010, Hukum dan Pengecualian Hukum Menurut KUHP dan KUHAP, Usu Press, Medan.

Jandi Mukianto, 2017, Prinsip dan Praktik Bantuan Hukum di Indonesia, Kencana, Depok.

Jonaedi Efendi, 2016, Kamus Istilah Hukum Populer, Prenadamedia Group, Jakarta.

Zulkifli, 2006, Eksistensi Pasal 19 UU Advokat dan Kaitannya dengan Upaya Paksa Penyitaan yang Dimiliki oleh Penyidik, Kantor Hukum Nasution & Rekan, Medan.

Jurnal Ilmiah

I Nyoman Darma Yoga, 2018, “Kewenangan Komisi Pemeberantasan Korupsi Menangani Obstruction Of Justice Dalam Perkara Korupsi”, Jurnal Ilmiah, Fakultas Hukum Universitas                                       Udayana,

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/ 41678, diakses tanggal 8 Agustus 2018.

Ni Wayan Indah Purwita Sari, 2015, “Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Yang Berperan Serta Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak  Pidana Korupsi,  Jurnal Ilmiah,

Fakultas       Hukum       Universitas       Udayana,

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/ 14334, diakses tanggal 02 Juni 2015.

Angga Arya Saputra, 2017, ” Pertanggungjawaban Pidana Advokat Dalam Menjalankan Profesi Berkaitan Dengan Itikad Baik Dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat”, Jurnal Hukum, Fakultas       Hukum       Universitas       Udayana,

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/ 33657, diakses tanggal 04 Oktober 2017.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288).

Internet

https://news.detik.com/opini/-3685552/urgensi-tidak-ruu-advokat, diakses tanggal 7 September 2018.

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a5712f33677a/fre drich-yunadi-advokat pertama, diakses tanggal 23 Oktober 2018.

13