KETIDAK WENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
on
KETIDAK WENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) MENGELUARKAN SURAT PERINTAH
PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI*1
Oleh
Komang Tamar Pebru Wijana** I Gede Artha***
I Wayan Bela Siki Layang***
Program Kekhususan Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Mekanisme tindak pidana korupsi dalam penetapan status tersangka sampai dengan saat ini masih mengacu menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Permasalahan yang akan dibahas Mengapa KPK tidak Mempunyai Kewenangan Menghentikan Penyidikan Dalam Tindak Pidana Korupsi,dan Apa Implikasi Hukum terhadap Pengaturan Pasal 40 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Ketidak Wenangan KPK Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Metode yang digunakan penulisan karya tulis ini adalah metode penelitian hukum normatif, sumber bahan dalam penulisan tugas akhir ini dapat melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah ketentuan pasal 40 undang undang No. 30 tahun 2002 tidak memperbolehkan KPK mengeluarkan surat penghentian penyidikan agar upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif dan efisien. Implikasi hukum atas hak-hak dari orang-orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka selama 2-3 tahun yang tak kunjung diperiksa oleh KPK itu sendiri belum diatur. Saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya dilakukan pembaharuan peraturan perundang undangan No. 30 tahun 2002 khususnya ketentuan Pasal 40,
karena tidak dapat memberikan kepastian hukum terkait hak-hak tersangka yang meninggal dunia.
Kata kunci: KPK, Penggerak/Stimulan, Perintah Penghentian Penyidikan
Abstract
The mechanism of corruption in determining the status of suspects is still referring to using Law Number 8 of 1981. Problems to be discussed Why the KPK Has No Authority to Stop Investigation in Corruption Crimes, and What are the Legal Implications of Regulations Article 40 of the Law No.30 of 2002 concerning the Disability of the Corruption Eradication Commission (KPK) to Issue an Order for Termination of Investigation (SP3). The method used in writing this paper is a normative legal research method, the source of material in this final assignment can be through primary legal material, secondary legal material. The results obtained from this study are the provisions of Article 40 of Law No. 30 of 2002 did not allow the KPK to issue a letter of termination of investigation so that efforts to eradicate corruption became more effective and efficient. The legal implications of the rights of people who have been named suspects for 2-3 years that have not been examined by the KPK itself have not been regulated. Suggestions that can be given, namely, should be renewed. 30 of 2002 specifically the provisions of Article 40, because it cannot provide legal certainty regarding the rights of suspects who have died.
Keywords: KPK, Trigger Mechanism, Termination of
Investigation Command
Surat Penghentian Penyidikan atau yang biasa disebut SP3 adalah surat ketetapan yang dikeluarkan oleh penyidik Polri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menetapkan dihentikannya suatu penyidikan.2 Hal lain mengenai SP3 di Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal ini KPK harus sangat jeli dan sangat berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai Tersangka Tindak Pidana Korupsi dikarenakan ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Korupsi, yang kita kenal dengan sebutan SP3. Menurut Badjeber pula, kala itu lembaga yang berhak mengeluarkan SP3 juga tidak menggunakannya dengan baik. Karenanya, pemerintah dan DPR kala itu menyatakan KPK juga tidak diberi kewenangan mengeluarkan SP3 agar tidak seperti lembaga penegak hukum lain.“Jadi, waktu itu jangan sampai dengan SP3 itu KPK tidak main-main,” kata mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.3
Pengacara senior Luhut MP Pangaribuan mengatakan secara pribadi setuju KPK diberi kewenangan SP3 pasalnya KPK masuk sistem peradilan pidana umum jika dia nanti secara khusus diatur di dalam Undang-Undang, masuk sistem peradilan pidana khusus, baru usulan itu tidak relevan jelasnya di Jakarta, akhir pekan lalu. Pandangan berbeda juga dilontarkan pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Ia menilai wewenang SP3 di KPK potensial disalahgunakan. “Kenapa KPK tidak diberikan wewenang SP3, karena pengalaman buruk aparat penegak hukum lain. Kalau diberikan, KPK bisa jadi sarang koruptor atau maling baru,” ujar Fickar.
Sejumlah pihak mengajukan untuk uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), terkait kewenangan KPK agar bisa menghentikan penyidikan dipandang berbahaya. Febridiansyah menjelaskan, jangan sampai KPK seperti Mabes Polri atau Kejagung, yang bisa
mengeluarkan SP3. Banyak kasus dugaan korupsi yang lama diusut, kemudian malah di hentikan, hal itu dinilai akan berbahaya bagi KPK untuk potensi tawar menawar untuk
mendapatkan SP3.4 Berdasarkan uraian diatas adanya
permasalah mengenai SP3 menurut undang-undang KPK yang membuat penulis tertarik mengangkat judul “KETIDAK WENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN
PENYIDIKAN (SP3) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI” 1.2 Rumusan Masalah
-
1. Mengapa KPK Tidak Mempunyai Kewenangan Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Dalam Tindak Pidana Korupsi.
-
2. Apa Implikasi Hukum Pengaturan Pasal 40 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Ketidak Wenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Tujuan umum penulisan ini untuk mengetahui Mengapa KPK Tidak Mempunyai Kewenangan Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Dalam Tindak Pidana Korupsi dan, Apa Implikasi hukum terhadap pengaturan Pasal 40 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Ketidak Wenangan KPK Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Metode yang digunakan penulisan karya tulis ini adalah metode penelitian hukum normatif, sumber bahan dalam penulisan tugas akhir ini dapat melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder.
-
2.2 Hasil Penelitian
-
2.2.1 KPK Tidak Mempunyai Kewenangan Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Dalam Tindak Pidana Korupsi.
-
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 dalam pasal 40 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) tetap tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi, sesuai dengan yang tercantum. Ternyata banyak pihak yang merasakan hak-haknya dilanggar dengan pengaturan salah satu pasal dalam undang-undang Nomor 30 tahun 2002, Salah
satunya adalah Mulyana Wira Kusuma yang merupakan terpidana kasus penyuapan terhadap Khairiansyah Salman auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sedang mengaudit Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal tersebut diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak menerima permohonan uji materi pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 yang diajukan mantan anggota dpr, hengky baramuli.
Hakim konstitusi, Hamdan Zoelva menuturkan permohonan pemohon ditolak karena ketentuan di pasal 40 justru untuk mencegah KPK melakukan penyalahgunaan wewenangnya yang sangat besar demi untuk meningkatkan keseriusan kerja para anggota KPK, dan juga untuk meminimalisir ruang gerak para
koruptor. Sebagaimana termuat dalam Bab II Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002. Pengaturan ini merupakan prosedur khusus yang dimiliki oleh KPK untuk memaksimalkan pemberantasan dan penegakan hukum terhadap kasus kasus korupsi. Apabila Undang-Undang No. 30 tahun 2002 khususnya Pasal 40 memberikan wewenang pada KPK untuk mengeluarkan surat penghentian penyidikan tersebut, maka tentu kejahatan korupsi ini akan semakin sulit ditanggulangi.
Badjeber dalam penjelasannya di hadapan Pansus Angket KPK memberikan alasan yang membuat lembaga antirasuah itu tak memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) agar KPK tidak main-main dan sewenang-wenang dengan perkara. Menurut Badjeber pula, saat itu lembaga yang berhak mengeluarkan SP3 tidak menggunakannya dengan baik Pemerintah dan DPR saat itu menyatakan KPK juga tidak diberi kewenangan mengeluarkan SP3 agar tidak seperti lembaga penegak hukum lain.5
Dengan adanya Peraturan KPK tidak diberi wewenang mengeluarkan SP3 maka setiap perkara yang telah masuk dalam meja penyidikan KPK pasti akan sampai pada pengadilan tindak pidana korupsi (TIPIKOR) sehingga akan meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh KPK dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam hal melakukan tindak pidana korupsi.6 Sampai saat ini KPK tetap tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sesuai dengan ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi. Ketentuan dalam pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002, Ketidak wenangan mengeluarkan SP3 oleh KPK bertujuan untuk tercapainya cita-cita negara menjadikan negara Indonesia aman dan bebas koruptor, keadaan inilah yang akan membawa masyarakat pada ketentraman, ketertiban, keamanan,dan kedamaian yang pada akhirnya akan menghantarkan masyarakat pada kesejahteraan dan
kebahagiaan.7
-
2.2.2 Implikasi Hukum Pengaturan Pasal 40 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Ketidak Wenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Kewenangan KPK yang tidak dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) ini menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat maupun kalangan yang lainnya. Nasir Jamil mengusulkan revisi Undang-undang KPK itu diberikan kewenangan bagi KPK untuk mengeluarkan (SP3) dengan tidak diberikannya KPK kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan SP3 mereka menganggap bahwa tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) sebagaimana hukum dasar tertinggi di Indonesia, hal tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjujung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.8
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir mengatakan, mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan SP3 perlu dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, akan ada diskriminasi ketika mereka yang diproses di KPK tidak cukup bukti, tetapi karena tidak ada mekanisme SP3, sehingga buktinya dipaksakan agar bisa dilanjutkan ke pengadilan hasil penyidikan bisa terbukti, bisa juga tidak jika tidak terbukti maka, konsekuensinya harus dipaksa untuk sampai di pengadilan dengan bukti apapun dan cara apapun ini menjadi tidak adil," kata Mudzakir.9 Risiko lain yang mungkin terjadi, karena ketiadaan SP3 di KPK adalah lamanya proses hukum terhadap seorang tersangka. Sebab, ketika mekanisme tersebut tidak ada, KPK harus tetap menyidik kasus, dan mencari sampai buktinya lengkap hal ini yang membuat seseorang bisa menyandang status tersangka sampai tiga tahun tanpa diperiksa KPK. 2-3 tahun tidak diperiksa ada kemungkinan, tidak cukup bukti. Akhirnya, dipaksa diajukan," kata Mudzakir10.
Pemberian kewenangan penghentian penyidikan (SP3) seperti diketahui, revisi Undang-Undang KPK saat ini masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2016. Salah satu poin yang ingin dimasukkan adalah terkait penambahan mekanisme SP3 pada KPK saat ini, Nasdem melihat KPK menghadapi beberapa kendala dalam mengumpulkan bukti, hal ini berakibat ketidakpastian hukum sebab KPK tidak bisa menghentikan kasus karena itu perlu dipertimbangkan agar KPK
diberikan kewenangan menghentikan perkara dengan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) agar demi kepastian hukum, KPK juga dapat mengevaluasi perkara-perkara yang telah disidik namun tidak cukup bukti secara hukum," kata Jhonny di Kantor DPP Nasdem menilai KPK perlu mengkaji perkara-perkara yang selama ini terbengkalai ketika tidak cukup bukti, segera dicarikan solusi agar tidak terkatung-katung.11
Tanpa adanya mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), KPK akan memaksakan setiap kasus yang ditanganinya untuk diteruskan ke tahapan yang lebih tinggi yaitu tahap penuntutan dan persidangan. Tidak berwenangnya KPK mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yang pertama ditinjau dari sudut pandang hak-hak yang dimiliki oleh seorang tersangka pada tindak pidana korupsi. Sekilas, ketentuan dalam Pasal tersebut dinilai melanggar hak asasi tersangka yang juga merupakan warga negara, sebab tanpa adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), maka seseorang yang sudah dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK seolah-olah tidak lagi memiliki kesempatan untuk dipulihkan kehormatan dan martabatnya. Padahal filosofi adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan SP3 adalah sebagai bahan koreksi bagi instrumen penegak hukum untuk memulihkan kehormatan dan martabat tersangka, bila penyidik ternyata tidak memiliki cukup bukti untuk meneruskan kasus ke tingkat penuntutan.
Berbeda halnya jika kita melihat dari sudut pandang lain, yaitu dari sudut pandang yang kedua bahwa latar belakang dibentuknya KPK adalah sebagai salah satu lembaga untuk
menegakan hukum di Indonesia dalam usaha pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bisa saja melakukan pelimpahan perkara kepada penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan ataupun Kepolisian dengan melakukan Koordinasi, pelimpahan perkara tindak pidana korupsi oleh KPK kepada penegak hukum lainnya karena tidak diberikannya wewenang pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2002 Pasal 40. Tetapi terganjal dengan nominal yang disidik oleh KPK sesuai Undang-Undang No. 30 tahun 2002 yang berbunyi: Komisi Pemberantasan Korupsi hanya berwenang menetapkan status Tersangka tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara minimal Rp. 1.000.000.000,-(satu milyar rupiah).12
Adapun dampak yang ditimbulkan akibat peraturan Pasal 40 Undang-Undang No. 30 tahun 2002 adalah sebagai berikut :
-
1. Tanpa adanya SP3 berarti semua kasus yang sudah diusut oleh KPK harus berujung ke pengadilan tindak pidana korupsi yang memang dibentuk khusus.
-
2. Penyelidik harus memiliki bukti-bukti yang cukup serta terdapat keyakinan yang kuat bagi penyidik. Dalam menaikkan suatu perkara ke tingkat penyidikan.
-
3. Asas kehati-hatian yang diterapkan oleh KPK membuat pengusutan di KPK berjalan lambat dan hal itu kerap diprotes oleh masyarakat karena mengira KPK tidak serius dalam melakukan pengusutan.
-
4. Masyarakat menginginkan KPK bertindak lebih cepat terhadap para koruptor, sebuah keinginan yang wajar
mengingat ketidakadilan selalu terlihat setiap hari, KPK dituntut untuk bekerja lebih cermat, menerapkan due process of law yang benar dan tidak hanya dari sisi kepentingan negara atau publik saja tetapi juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan HAM dari orangorang yang jadi tersangka dan yang diimplikasikan dalam suatu kasus dugaan korupsi13.
III PENUTUP
Ketetapan Undang-Undang No. 30 tahun 2002 pasal 40 tidak memperbolehkan KPK mengeluarkan surat penghentian penyidikan agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.
Implikasi hukum atas hak-hak dari orang-orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka selama 2-3 tahun yang tak kunjung diperiksa oleh KPK itu sendiri belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sebaiknya dilakukan pembaharuan peraturan perundang undangan No. 30 tahun 2002 khususnya, ketentuan pasal 40 agar nantinya bisa mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atas hak asasi manusia dari orang-orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka selama 2-3 tahun yang tidak diperiksa KPK.
KPK seharusnya memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dikarenakan tidak dapat memberikan kepastian hukum terkait hak-hak tersangka yang meninggal dunia, dan hak-hak bila perkara yang tidak cukup bukti.
-
A. Buku
Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana Konsep,Komponen Dan Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia, Bandung.
Elwi Danil, , 2012, Korupsi: Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Husein Harun M, 1991, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Leden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana, Buku 1. Jakarta.
Romli Atmasasmita, 2001, Perang Melawan Korupsi, dalam
Kompas 4 Januari.
Syaiful bakhri, 2014, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaruan,Teori,Dan Praktik Peradilan,Pustaka Pelajar, Jakarta.
Taufiqurrohman, 2015, “Pro-Kontra Ide KPK Bisa Menerbitkan SP3 “, Kompas Rabu, 17 Juni.
-
B. jurnal
I Dewa Gede Dana Sugama, 2014, Surat perintah penghentian penyidikan (Sp3) Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Vol. 3 No.01, URL : https://doi.org/10.24843/JMHU.2014.v03.i01.p06,
diakses pada 25 Oktober 2018.
-
C. Internet
https://www.viva.co.id/berita/nasional/733440-tanpa-sp3-kpk-berpotensi-diskriminasi-hak-tersangka diakses pada 31 juli 2018.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20151216025709-32-98505/basaria-anggap-sp3-tidak-diperlukan-kpk diakses pada 3 juni 2018.
http://www.beritasatu.com/hukum/407943-kpk-belum-terima-rancangan-perppu-uu-kpk.html diakses pada 5juli 2018.
https://news.detik.com/berita/1464959/bahaya-bagi-pemberantasan-korupsi-kalau-kpk-bisa-stop-penyidikan diakses 2 oktober 2018.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl62 4, diakses Kamis 12 maret 2018.
-
D. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981Tentang Kitab Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258.
13
Discussion and feedback