RELEVANSI PIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA KEJAHATAN LUAR BIASA (EXTRAORDINARY CRIME) DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Oleh

Agung Ngurah Galang Widura Pandji Gde Made Swardhana

Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

This research is motivated regarding limitation of the death penalty in the Criminal Code and the Criminal Code limiit.t the death penalty outside setting offense sentenced to death in the Criminal Code of the present and the future Penal Code. Bui in reality there are still many legal experts and fay people for and against the imposition of capital punishment. Extraordinary crime in this paper discusses drugs, murder, and terrorism Issues raised is how the arrangement of the dentil penalty to the crime of misuse of drug cases, murder, and terrorism if) Indonesia? And how policy relevance and the death penalty in Indonesia in fin.' current Criminal Code and the Criminal Code in she future?

The method used in ill is paper is a normative juridical research method with the approach that refers to the law or the norms and legislation.

The conclusion in this research is a restriction on setting the sentence of death in Indonesia in the Criminal Code and the Criminal Code h human rights seen outside of the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 Section 28AJ &. Article 28j that death row inmates still have the right to live. Then the criminal provisions in the law should no the retroactive. While the concept of the Criminal Code in future updates must be done in all areas of the Criminal Code where she purpose of such reforms to Jackie crime Preferably in the draff Criminal Code government tries to predict new crime that may arise in the future to avoid the crime first appeared before regulated by law.

Keywords: relevant, renewal, death penalty

ABSTRAK

Tulisan ini dilatar belakangi mengenai batasan pidana mati dalam KUHP maupun batasan pidana mati diluar KUHP. pengaturan delik yang dijatuhi pidana mati pada KUHP masa sekarang maupun pada KUHP dimasa mendatang. Namun kenyataan para ahli hukum dan orang awam pro dan kontra terhadap penjatuhan pidana mati, Kejahatan luar biasa pada tulisan ini membahas narkoba, pembunuhan berencana, dan terorisme, Permasalahan yang diangkat bagaimana pengaturan pidana mati dalam tindak pidana kasus penyalahgunaan narkoba. pembunuhan berencana. dan terorisme di Indonesia ? serta bagaimana relevansi dan kebijakan pidana mati di Indonesia pada KUHP yang berlaku sekarang dan KUHP dimasa mendatang ?

Metode penelitian menggunakan metode yuridis normative dengan pendekatan pada hukum atau norma dan perundang-undangan.

Kesimpulan yang dapat ditarik dalam tulisan ini adalah batasan mengenai pengaturan pidana mati di Indonesia dalam KUHP dan diluar KUHP adalah HAM dilihat dari UUD Republik Indonesia 1945 Pasal 28A jo. Pasal 28J bahwa terpidana mati masih tetap mempunyai hak untuk hidup. pidana dalam undang-undang tak boleh berlaku surut Hal ini untuk menjamin warga Negara dari kesewenang-wenangan penguasa dalam menjatuhkan suatu pidana. Pidana mati masih dicantumkan di dalam KUHP maupun diluar KUHP dan ditegaskan kembali oleh mahkamah konstitusi melalui putusan NO 2I/PUU-V1/2008 mcnyatakan bahwa penjatuhan pidana mati tidak ada melanggar konstitusi dan masih relevan dilaksanakan di masa kini dan masa mendatang, Scdangkan dalam konsep KUHP di masa mendatang pembaharuan harus dilakukan disegala bidang KUHP dimana tujuan dari pcmbaharuan tersebut untuk menangulangi kejahatan.

Kata kunci : Relevan, Pembaharuan, Pidana Mati

I.


PENDAHULUAN


  • 1.1    Latar Belakang

Penyalahgunaan narkotik adalah kejahatan yang terus meningkat. Hampir semua elemen yang ada di masyarakat dapat terjangkit oleh narkotika, seperti, pelajar, mahasiswa, selebritis. Disebutkan di data BNN jumlah tindak pidana narkoba yang diungkap terus meningkat dari 17.354 kasus pada tahun 2005 menjadi 22.631 kasus pada tahun 2008 dan menurun menjadi 15.491 kasus pada tahun 2011. dan jumlah bukti juga meningkat seperti ganja naik 80 persen, heroin 22 persen, narkotik ekstasi tablet 158 persen. Sedangkan pelaku tindak pidana narkotik juga meningkat dari 31.638 orang pada tahun 2007 menjadi 36.160 orang pada tahun 2010.

Pembunuhan berencana tidak berbeda dengan pembunuhan biasa seperti dijelaskan oleh pasal 338 KUHP, akan tetapi didahului dan dengan direncanakan. Direncanakan maksudnya sama dengan antara timbul niat untuk membunuh dengan waktu eksekusi korban itu masih ada waktu bagi si pelaku dengan tenang berpikir dengan cara bagaimanakah pembunuhan berencana itu akan dilakukan.

Di Negarab Indonesia sudah kesekian kalinya ada kasus pengeboman dengan modus yang sama, bom Kuningan tahun 2004, Bom Bali I tahun 2002 bom Bali II tahun 2005, Dan peledakan bom di Sari Club dan Peddy’s Club Kuta Legian Bali 12 oktober 2002 dan bom J.W. Marriot pada 2003. Atas dasar itu lalu pemerintah telah terdorong menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, guna mengisi kekosongan hukum (Rechtsvacuum) tentang pemidanaan kasus kejahatan terorisme.

Melalui pemerintahan presiden Megawati telah langsung menerbitkan 2 Perpu, yakni Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan Perpu Nomor 2 Tahun 2002 tentang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus peledakan bom Bali. Setahun kemudian Perpu Nomor 1 Tahun 2002 telah disahkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.

  • 1.2    Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui dan memahami bagaimana cara pidana mati diatur dalam peraturan undang-undang di Indonesia dan memahami aturan penerapan pidana mati dalam peraturan pemberantasan tindak pidana kejahatan luar biasa di masa mendatang.

  • II.    ISI MAKALAH

  • 2.1    Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi yang berjudul relevansi pidana mati di Indonesia ini merupakan suatu bentuk penelitian hukum dilihat dari bentuk normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang menjelaskan asas hukum yang ada dalam ketentuan perundang-undangan seperti Undang-Undang Dasar 1945, KUHP dan UU Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.1

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Relevansi Pidana Mati dalam Tindak Pidana Extraordinary Crime Ditinjau dari Tujuan Pemidanaan

Pidana mati sejak dulu dikenal hampir semua suku bangsa di Indonesia, ada banyak macam delik yang diancam dengan pidana mati. Istilah pidana mati dalam sejarah hukum pidana, yaitu kejahatan dan pelanggaran yang berat. Dalam KUHP Indonesia pidana mati digunakan untuk mengancam kejahatan tertentu (kejahatan berat).

Pemidanaan dapat dimaksud sebagai tahap penetapan sanksi dan tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata pidana dalam arti umumnya dimaksud sebagai hukum, sedangkan pemidanaan dalam arti umum sebagai penghukuman. ajaran yang membedakan antara hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. J.M. Van Bemmelen menjelaskan 2 hal tersebut sebagaimana berikut :

Hukum pidana materil adalah tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat terapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang di ancamkan terhadap perbuatan tersebut. Hukum pidana formil mengatur bgaimana acara pidana seharusnya di lakukan dan mengatur tata tertib yang harus diperhatikan pada kesemptan itu.2

Hakikat hukum pidana ialah suatu kerugian berupa penderitaan yang sengaja diberikan oleh Negara terhadap seseorang yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap hukum.3 Dan dapat disebut suatu pendidikan mental dan moral

terhadap pelaku yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap hukum disebut dengan pemidanaan.4

Tujuan hukum pidana ialah untuk melindungi kepentingan anatar individu atau HAM dan juga masyarakat luas. Tujuan hukum pidana di Negara Indonesia harus sesuai dengan falsafah Pancasila yang mampu membawa kepentingan yang seadil-adilnya bagi seluruh warga Negara Indonesia.

Pada hakikat terdapat 3 pokok pemikiran tentang tujuan dan maksud yang ingin dicapai dengan adanya suatu pemidanaan, yaitu :

  • 1.    Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-kejahatan

  • 2.    Untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi5

  • 3.    Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri

Dilihat aspek kegunaan atau manfaat, pidana mati akan mengakibatkan efek jera bagi pelaku yang telah dan berniat melakukan kejahatan, dan juga bisa memelihara wibawa pemerintah serta para penegak hukum. Maka hukuman yang cocok bagi pelakunya adalah pidana mati. Berkaitan dengan HAM, bahwa dalam hak asasi juga terkandung kewajiban asasi. Dimana ada hak disitu ada kewajiban, adalah hak melaksanakan kewajiban dan kewajiban melaksanakan hak. Hak seseorang terbatas oleh kewajiban menghargai dan

menghormati hak orang lain. Apabila ada seseorang dengan sengaja telah menghilangkan hak hidup/nyawa orang lain, maka hak hidup/nyawa pelaku bukan sesuatu atau hal yang perlu dipertanyakan dan dibela.

Oleh sebab alasan dan argument diatas itu, hukuman/pidana mati masih sangat diperlukan untuk mengancam dan menakut-nakuti para pelaku kejahatan luar biasa. Kebutuhan akan masih adanya pidana/hukuman mati secara normatif, terasa masih sangat diperlukan lagi didalam situasi ketika belakangan ini penjatuhan pidana penjara tidak bisa secara efektif mampu menekan angka kejahatan. Kadangkala penjara tak lebih sama dianggap sebagai sekolah tinggi kejahatan. Tidak juga sepenuhnya dapat dijadikan alasan perspektif hak asasi manusia agar dijadikan sebagai alasan mengeliminir pidana/hukuman mati.

  • 2.2.2    Kebijakan Mengenai Pidana Mati dalam Extraordinary Crime ditinjau dari KUHP yang berlaku Sekarang

KUHP pemerintahan zaman belanda yang disebut Wet boek van straf recht voor Netherlandsindie (W.v.S.NI). W.v.S.NI ini merupakan KUHP yang berlaku di Indonesia saat ini, diberlakukannya sejak tanggal 1 januari 1918 berdasarkan asas concordantie (asas penyesuaian). Setelah masa kemerdekaan sejak proklamasi 17 agustus 1945 W.v.S.NI masih tetap bisa berlaku atas dasar pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, yang berbunyi :

Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.6

Para ahli seperti Bismar siregar, hamka, M Natsir, maupun Ali Said adalah berpendapat perlunya penerapan pidana mati dengan alasan, sebagai berikut :

  • a.    Pidana mati lebih efektif daripada pidana yang lain yang bagaimanapun, karena mempunyai efek menakuti dan mengancam mental pelaku;

  • b.    Lebih praktis daripada pidana lainya;

  • c.    Untuk mencegah tindakan public dalam mengadakan pengeroyokan terhadap masyarakat;

  • d.    Satu-satunya pidana yang dapat dipastikan dengan pasti karena delik pembunuhan yang dijatuhi pidana seumur hidup, sering mendapatkan grasi; dan

  • e.    Untuk melindungi perikemanusiaan.7

Karena hukuman/pidana mati merupakan jenis pidana yang paling dianggap berat, maka pelaksanaan atau eksekusinya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Di Indonesia, pidana mati bagi terpidana baru dilaksanakan setelah presiden menolak pemberian grasi walaupun terpidana sendiri tidak mengajukan kepada presiden permohonan grasi. Akan tetapi, eksekusi pidana mati dapat ditangguhkan apabila terpidana dalam kondisi hamil atau sakit jiwa8

Pembaharuan yang mencakup keseluruhan harus dilakukan dalam hukum pidana, meliputi pembaharuan hukum pidana material, hukum pidana formil dan hukum bagaimana pelaksanaan pidana. Bidang-bidang tersebut harus diperbaharuin

bersamaan, karena jika hanya salah satu bidang saja yang diperbaharui akan mempersulit pelaksanaannya dan tidak tercapainya sepenuhnya tujuan dari pembaharuan hukum pidana yang di inginkan. Dimana tujuan dari itu semua adalah untuk menanggulangi kejahatan. Maka dari itu hubungan antara bidang-bidang tersebut sangatlah erat.9

System hukum pidana material secara garis besar dilatarbelakangi oleh berbagai pokok pemikiran disebut ide keseimbangan, diantaranya :

  • 1.    antara kepentingan umum/masyarakat dan kepentingan individu/perorangan.

  • 2.    antara perlindungan/kepentingan pelaku tindak pidana ide individualisasi pidana dan korban tindak pidana, keseimbangan antara unsur/faktor       objektif

perbuatan/lahiriah dan subjektif (orang/batiniah/sikap batin); ide daad-dader strafrecht.

  • 3.    antara criteria formal dan material.

  • 4.    antara        ‘kepastian        hukum”,

“kelenturan/elastisitas/fleksibilitas”, dan “keadilan”.

  • 5.    nilai-nilai nasional dan nilai-nilai global/internasional/universal.10

Pidana mati dipertahankan didasari oleh ide untuk menahan reaksi/tuntutan masyarakat yang bersifat pada akhirnya ingin balas dendam, sewenang-wenang, emosional, tak bisa terkendali,

atau bersifat “extralegal execution”. Yang artinya, telah tersedianya pidana mati dalam UU yang dimaksud untuk sebagai jalan emosi/tuntutan masyarakat. Jika pidana mati tak diatur didalam UU, bukan berarti pidana mati tidak ada dilingkungan masyarakat secara nyata. Maka dari itu lebih bijaksana jika pidana mati diatur didalam UU untuk menghindari aksi main hakim sendiri secara pribadi/masyarakat yang tidak rasional. Tetapnya pidana mati diatur dalam UU, hendaknya hakim selebih selektif dan menjatuhkan pidana mati dengan pertimbangan yang rasional/terkendali. Diaturnya pidana mati dalam UU juga untuk memberikan kepastian hukum seseorang/masyarakat dari pembalasan yang tidak masuk akal dan emosi dari korban atau masyarakat.11

  • III.    PENUTUP

Kesimpulan :

  • 1.    Batasan mengenai pengaturan pidana mati dalam KUHP dan diluar KUHP adalah HAM diliat dari UUD Republik Indonesia 1945 Pasal 28A jo. Pasal 28J bisa ditarik kesimpulan bahwa terpidana mati masih tetap mempunyai hak untuk hidup dan asas tak berlaku surut. ketentuan pidana dalam UU tak boleh berlaku surut. Seandainya individu melaksanakan tindak pidana yang baru dikemudian hari diatur ada UU dengan tindakan yang serupa diancam dengan pidana, pelaku tak dapat dijatuhi pidana atas ketentuan yang terbaru tersebut. Hal ini agar menjamin warga Negara Indonesia dari tindakan

sewenang-wenang pemerintah dalam memutus suatu pidana.

  • 2.    Bahwa pidana mati masih tercantum di dalam KUHP maupun diluar KUHP dan ditegaskan kembali oleh mahkamah konstitusi melaui keputusannya Nomor 21/PUU-VI/2008 bahwa menyatakan penjatuhan pidana mati tak bertentangan terhadap konstitusi. Sedangkan didalam RKUHP di masa mendatang pembaharuan harus dilakukan disegala bidang KUHP dimana tujuan dari pembaharuan tersebut untuk menanggulangi kejahatan. apabila diterapkannya pidana mati ini sebagai maksud untuk melindungi masyarakat dan pelaksanaanya bersifat selektif yang berdasar pada perlindungan atau kepentingan pelaku tindak pidana untuk menghindari pengadilan jalanan dan reaksi masyarakat yang bersifat emosional, balas dendam, dan seenaknya sendiri.

Saran :

  • 1.    Dalam penjatuhan pidana mati hakim harus melihat asas-asas pidana yang berlaku dalam KUHP maupun diluar KUHP ini untuk menjamin penegakan keadilan yang seadil-adilnya bagi pihak pelaku tindak pidana dan korban pidana. Pemerintah dalam penyusunan konsep KUHP agar mampu menperkirakan jenis kejahatan baru yang kemungkinan muncul dimasa yang akan datang untuk menghindari asas hukum tidak boleh berlaku surut.

  • 2.    Bahwa hakim harus tegas memberlakukan pidana mati sesuai keputusan NO 21/PUU-VI/2008 oleh makhkamah konstitusi. Indonesia adalah Negara yang memberlakukan pidana mati bagi kejahatan luar biasa yang sangat mengancam Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta

Arief, Barda Nawawi, 2005, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif        Kajian Perbandingan, Citra Aditya Bakti,

Bandung

1992, Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung

Hamzah, Andi, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, rineka cipta, Jakarta

J.E. Sahetapy, 1994, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, alumni, Bandung

Koeswadi, 1995, Perkembangan macam-macam Pidana dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Citra Aditya Bhakti, Bandung

Siswanta Slamet, 2007, Pidana Pengawasan dalam sistem Pemidanaan di Indonesia, tesis Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang

Usman, 2001, Analisis Perkembangan teori Hukum Pidana, Jurnal Hukum Universitas Negeri Jambi.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika