PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN OBAT DUMOLID DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA*

Oleh :

Febyanca Sukarya** I Made Dedy Priyanto*** Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Meningkatnya penyalahgunaan psikotropika menjadi permasalahan serius yang harus ditangani. Berkaitan dengan penyalahgunaan psikotropika, salah satu jenis obat tergolong psikotropika yang dijual serta mudah didapatkan di beberapa apotik yaitu obat dumolid. Obat dumolid mengandung zat aktif Nitrazepam yang dapat mempengaruhi saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas aktifitas mental dan perilaku seseorang. Penyalahgunaan obat dumolid diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (selanjutnya disebut UU Psikotropika). Terkait dengan permasalahan penyalahgunaan obat dumolid di Indonesia perlu diketahui pengaturan terhadap pelaku penyalahgunaan obat dumolid yang ditinjau dari hukum pidana Indonesia serta bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penyalahgunaan obat dumolid tersebut.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu jenis penelitian hukum normatif, dengan melihat pada permasalahan yang ada kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sanksi pidana yang diberikan sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana bagi pelaku penyalahgunaan obat dumolid yaitu didasarkan pada Pasal 62 UU Psikotropika, yang menyatakan pelaku penyalahguna obat dumolid diberikan sanksi pidana berupa pidana penjara dan denda. Pasal 37 ayat (1) dan ayat (20) dan Pasal 41 UU Psikotropika menyatakan bahwa ketergantungan psikotropika dapat dijatuhkan sanksi rehabilitasi, sebagai alternatif menggantikan pidana penjara.

Kata kunci : Pertanggungjawaban pidana, penyalahgunaan, obat dumolid.

*


**


ABSRTACT

The increasing abuse of psychotropic become a serious problem that must be addressed. In connection with the abuse of psychotropic substances, one type of psychotropic drugs that are sold and classified as readily available in some pharmacies are drugs dumolid. Dumolid drug nitrazepam contain active substances that can affect the central nervous cause typical changes in mental activity and behavior. Drug abuse dumolid regulated in Law Number 5 of 1997 on Psychotropic Substances (hereinafter referred Psychotropic Substances Act). Problems associated with drug abuse in Indonesia needs to be known dumolid regulation of drug abusers dumolid the terms of the Indonesian criminal law and how the forms of criminal liability against the dumolid drug abusers.

This type of research used in writing this journal is kind of normative legal research, by looking at existing problems later associated with the legislation. The results showed that penal sanctions given as a form of punishment for drug abusers dumolid is based on Article 62 Psychotropic Substances Act, which states actors dumolid drug abusers given criminal sanctions such as imprisonment and fines. Article 37 paragraph (1) and paragraph (20) and Article 41 of Law Psychotropic Substances states that psychotropic dependency rehabilitation sanctions may be imposed, as an alternative to imprisonment.

Keywords : Criminal liability, abuse, drug dumolid.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Perbuatan penyalahgunaan obat-obat jenis psikotropika khususnya di Indonesia saat ini, tentunya menyalahi ketentuan yang diatur dalam UU Psikotropika. Adapun dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Psikotropika mengatur tentang penggolongan psikotropika antara lain golongan I, jenis psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak dapat digunakan untuk terapi serta berpotensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Golongan II, jenis psikotropika yang digunakan untuk pengobatan dam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi yang kuat yang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Golongan III, jenis psikotropika untuk pengobatan dan banyak digunakan untuk terapi atau ilmu pengetahuan, memiliki potensi sedang yang mengakibatkan sindroma ketergantungan dan golongan IV, jenis psikotropika untuk pengobatan dan sangat luas digunakan untuk

terapi serta untuk ilmu pengetahuan, memiliki potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.1 Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Psikotropika yaitu telah diatur mengenai beberapa macam penggolongan psikotropika, sehingga apabila terjadi penyalahgunaan obat-obatan jenis psikotropika maka hal tersebut telah melanggar ketentuan UU Psikotropika.

Berlakunya UU Psikotropika bertujuan untuk menjamin ketersediaan psikotropika sebagai kepentingan pelayanan kesehatan serta dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika serta untuk mencegah peredaran psikotropika secara illegal.2 Berkaitan dengan penyalahgunaan psikotropika, salah satu jenis obat tergolong psikotropika yang dijual serta mudah didapatkan di beberapa apotik yaitu obat dumolid. Obat dumolid mengandung zat aktif Nitrazepam yang dapat mempengaruhi saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas aktifitas mental dan perilaku seseorang, penggunaan Nitrazepam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping seperti gangguan saraf dan menimbulkan kebingungan penggunanya.3

Penggunaan obat dumolid jangka panjang hanya dapat diperbolehkan apabila menggunakan resep dokter yang menangani penyakit tertentu yang menyarankan menggunakan obat dumolid untuk kesehatan pasien, akan tetapi orang-orang dengan mudah mendapatkan dumolid tersebut tanpa resep dokter serta

mengkonsumsinya tidak sesuai dosis yang dianjurkan.4 Salah satu contoh kasus yang menimpa artis Indonesia yaitu Tora Sudiro dan Mieke Amalia yang dianggap menyalahgunakan psikotropika yaitu ditemukannya 30 (tiga puluh) butir obat dumolid dikediamannya di Ciputat Jakarta Selatan pada hari rabu tanggal 2 Agustus 2017. Mereka ditangkap karena tidak dapat menunjukan kepemilikan obat dumolid tersebut melalui resep dari dokter.5 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulisan jurnal ini berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Obat Dumolid Ditinjau dari Hukum Pidana Indonesia.”

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan tentang pelaku penyalahgunaan obat dumolid menurut hukum pidana Indonesia ?

  • 2.    Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pelaku penyalahgunaan obat dumolid menurut hukum pidana Indonesia ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan jurnal ini adalah sebagai berikut :

  • 1.3.1    Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku

penyalahgunaan obat dumolid ditinjau dari hukum pidana Indonesia.

  • 1.3.2    Tujuan Khusus

Mengenai tujuan  khusus dari penelitian ini sesuai

permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut :

  • a.    Pembahasan pertama untuk mengetahui dan menganalisis

mengenai pengaturan tentang pelaku penyalahgunaan obat dumolid menurut hukum pidana Indonesia.

  • b.    Pembahasan kedua untuk mengetahui dan menganalisis mengenai bentuk pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pelaku penyalahgunaan obat dumolid menurut hukum pidana Indonesia.

  • II.   Isi Makalah

    2.1  Metode Penulisan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu dengan meneliti hukum dari perspektif internal yang objek penelitiannya adalah norma hukum.6 Pendekatan yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach), pendekatan kasus (The Case Approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and Conseptual Approach).7  Penelitian normatif yaitu dengan

menguraikan permasalahan-permasalahan yang terjadi kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu sumber bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 5

Tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No. 3 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika, kemudian bahan hukum sekunder yaitu berdasarkan pada buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa, kamus dan ensiklopedi hukum dan internet. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik deskripsi analisis, dimana dengan menggambarkan suatu permasalahan beserta jawaban atas permasalahan yang ada melalui analisis bahan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Pengaturan Tentang Pelaku Penyalahgunaan Obat Dumolid menurut Hukum Pidana Indonesia

Hukum pidana bertujuan untuk menakut-nakuti setiap orang untuk tidak melakukan kejahatan serta untuk mendidik dan membina pelaku kejahatan menjadi baik agar dapat diterima kembali di masyarakat.8 Hukum pidana di Indonesia yang khusus mengatur mengatur mengenai tindak pidana penyalahgunaan obat-obatan yang termasuk dalam golongan psikotropika tercantum dalam beberapa peraturan perundang-undangan serta ditegaskan sanksi pidana yang berlaku bagi pelaku penyalahgunaan psikotropika. Sanksi pidana yang berlaku bagi penyalahgunaan psikotropika yaitu terdapat dalam UU Psikotropika.

Para pelaku penyalahguna psikotropika kerap kali menggunakan psikotropika sebagai cara untuk mengatasi gangguan tidur, stres, menambah tenaga dan lain-lain yang

didapatkan secara bebas di apotik tanpa harus menggunakan resep dokter serta sebagai alternatif pengganti narkotika. Mengenai peredaran psikotropika seharusnya sudah mendapatkan izin dari pemerintah yang berwenang untuk melakukan penyaluran dan penyerahan psikotropika kepada pihak-pihak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, selain itu penggunaan psikotropika untuk pengobatan yang dibeli di beberapa apotik harus menyertakan resep dari dokter sehingga menghindari penyalahgunaan obat-obatan golongan psikotropika secara ilegal.9

Obat dumolid yang mengandung zat Nitrazepam tersebut tergolong ke dalam psikotropika golongan IV. Penggolongan obat dumolid ke dalam jenis psikotropika golongan IV tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika yaitu dalam lampiran yang mencantumkan zat Nitrazepam. Seperti yang sudah dicantumkan dalam UU Psikotropika dan UU Kesehatan menyatakan bahwa penggunaan psikotropika haruslah melalui resep dokter serta pengembangan ilmu pengetahuan dengan seijin dan sesuai peraturan perundang-undangan, sehingga penggunaan obat dumolid didasarkan resep dokter diperbolehkan untuk dikonsumsi dalam hal pelayanan kesehatan serta sebagai bahan mengembangkan ilmu pengetahuan secara bertanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengaturan tentang pelaku penyalahgunaan obat dumolid yaitu tercantum dalam Pasal 62 UU Psikotropika yang menyatakan bahwa “Barangsiapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.

100.000.000 (seratus juta rupiah).” Berdasarkan Pasal 62 UU Psikotropika tersebut, bahwa pelaku penyalahguna dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda apabila sudah memenuhi unsur-unsur yang ada dalam Pasal 62 UU Psikotropika. Salah satu contoh kasus penyalahgunaan obat dumolid yang tergolong psikotropika yaitu kasus Tora Sudiro, Tora Sudiro tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan 30 butir obat dumolid dengan menyertakan resep dokter, sehingga bagi pelaku penyalahgunaan obat-obatan yang tidak sesuai dengan syarat peraturan perundang-undangan dianggap bersalah dan selanjutnya diberikan sanksi pidana sesuai dengan perbuatannya yang tercantum dalam Pasal 62 UU Psikotropika.

Berkaitan dengan penyalahgunaan obat dumolid yang dibeli secara bebas dan dikonsumsi secara berlebihan atau tidak sesuai dosis yang dianjurkan melalui resep dokter, maka hal tersebut akan berdampak pula bagi kesehatan diri pengguna. Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut dengan UU Kesehatan) menyebutkan bahwa “Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan.” Berdasarkan Pasal 102 UU Kesehatan tersebut, maka untuk mendapatkan obat dumolid yang tergolong psikotropika hanya bisa dikonsumsi dan digunakan melalui resep dokter untuk menjamin keamanan pasien itu sendiri, apabila tidak disertakan resep dokter maka obat dumolid dilarang untuk digunakan secacara bebas sehingga pelaku pengguna obat dumolid telah menyalahi peraturang perundang-undangan yang berlaku.

Setiap orang yang menggunakan obat dumolid secara tidak bertanggungjawab atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, telah dianggap memenuhi unsur dari Pasal 62 UU Psikotropika dan Pasal 102 UU Kesehatan, maka pelaku penyalahgunaan obat dumolid dapat diberikan sanksi pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pengaturan mengenai pelaku penyalahgunaan obat dumolid yang tercantum dalam UU Psikotropika dan UU Kesehatan dimaksudkan bahwa penggunaan obat-obatan jenis psikotropika salah satunya obat dumolid hanya dapat diperjualbelikan secara bertanggungjawab dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.10 Pembelian dan penggunaan obat dumolid haruslah digunakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan resep dari dokter.

  • 2.2.2    Bentuk Pertanggungjawaban Pidana yang Dilakukan oleh Pelaku Penyalahgunaan Obat Dumolid menurut Hukum Pidana Indonesia

Pertanggungjawaban pidana tergantung pada dilakukannya tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana hanya akan terjadi jika sebelumnya telah ada seseorang yang melakukan suatu tindak pidana, sehingga orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sebaliknya orang tidak mungkin dimintai pertanggungjawaban pidana apabila orang tersebut tidak melakukan tindak pidana.11 Hanya undang-undang yang dapat menentukan perbuatan mana saja yang dapat dipidana, kemudian jenis sanksi yang sesuai bagi para pelaku yang melakukan tindak pidana.12 Hal yang dimaksudkan adalah bahwa

suatu perbuatan dianggap merupakan suatu tindak pidana apabila sudah ada peraturan yang mengatur tentang tindak pidana tersebut, sehingga pelaku tindak pidana dapat diberi sanksi pidana untuk mempertanggungjawabakan perbuatan yang telah dilakukannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Penjatuhan pidana sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaku tindak pidana dilakukan untuk mencapai tujuan dari pemidanaan, tujuan pemidanaan dikenal dengan tiga teori yakni berupa pembalasan (teori absolut), sarana mencegah kejahatan di masa yang akan datang (teori relative) dan sebagai bentuk dari pembalasan sekaligus sebagai upaya mencegah kejahatan dan memperbaiki penjahat.13 Penjatuhan pidana bagi pelaku kejahatan tidak semata-mata hanya sebagai bentuk untuk membalas dendam, tetapi sebagai pembelajaran bagi pelaku kejahatan agar dapat memperbaiki perilakunya serta menjadikan masyarakat untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi pidana yang diatur oleh undang-undang sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penyalahgunaan obat dumolid yaitu berupa pidana penjara, denda dan rehabilitasi.

Pasal 62 UU Psikotropika menyebutkan bagi pelaku penyalahguna obat dumolid secara tidak bertanggungjawab memiliki dan menyimpan secara tanpa hak, diberikan sanksi pidana penjara dan denda. Pasal 37 ayat (1) UU Psikotropika menyatakan bahwa “Pengguna psikotropika yang mengalami sindroma ketergantungan berkewajiban untuk ikut serta dalam pengobatan dan/atau perawatan.” Kemudian Pasal 37 ayat (2) UU Psikotropika menyatakan “Pengobatan dan/atau perawatan

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada fasilitas rehabilitasi.”

Jenis rehabilitasi yaitu ada rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis diatur dalam Pasal 1 angka (16) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (selanjutnya disebut UU Narkotika) yang menyatakan bahwa “Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.” Rehabilitasi sosial diatur Pasal 1 angka (17) UU Narkotika menyatakan “Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun social, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi social dalam kehidupan masyarakat.” Berdasarkan Pasal 62 dan Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) UU Psikotropika menyebutkan bahwa pelaku yang mendapat sanksi rehabilitasi merupakan orang yang mengalami ketergantungan dan kecanduan terhadap obat-obatan, sehingga sanksi rehabilitasi diberikan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaku penyalahgunaan obat dumolid. UU Psikotropika mengatur bagi seseorang yang melakukan penyalahgunaan obat-obatan yang tergolong psikotropika salah satunya ada obat dumolid, maka dijatuhkan sanksi berupa penjara, denda dan rehabilitasi bagi pelaku yang mengalami ketergantungan obat-obatan.14

Pasal 41 UU Psikotropika menyatakan “Penggunaan psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang psikotropika dapat diperintahkan oleh hakim yang memutus perkara tersebut untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan.” Pelaku yang

mengalami ketergantungan terhadap obat dumolid dapat dijatuhkan sanksi rehabilitasi, selain untuk membantu menyembuhkan diri pelaku penyalahguna tersebut berguna juga untuk memberikan kesempatan pada pelaku untuk tidak kembali menyalahgunakan obat dumolid.15 Penjatuhan sanksi rehabilitasi bagi pelaku penyalahguna obat dumolid tersebut, dirasa cukup untuk memberikan kesempatan bagi pelaku agar dapat memperbaiki dirinya kearah yang lebih baik lagi.

Pelaku penyalahguna obat dumolid merupakan korban yang harus dibina serta direhabilitasi agar menjadi orang yang baik saat kembali ke lingkungan masyarakat.16 UU Psikotropika mengatur tentang pelaku penyalahguna psikotropika dikenakan sanksi pidana berupa penjara dan denda, selain pidana penjara dan denda, pelaku penyalahguna obat dumolid yang juga sebagai korban sehingga perlu di rehabilitasi. Penjatuhan sanksi rehabilitasi bagi pelaku penyalahguna obat dumolid sebagai alternatif pemidanaan ditinjau dari perlindungan masyarakat dan usaha dalam memperbaiki pelaku.

  • III.  Penutup

    3.1  Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan mengenai penyalahgunaan obat dumolid diatur dalam Pasal 62 Psikotropika dan Pasal 102 UU Kesehatan. Penyalahgunaan obat dumolid yang tergolong psikotropika golongan IV didasarkan pada Lampiran Peraturan Menteri

Kesehatan No. 3 Tahun 2017 yang tercantum zat Nitrazepam, sehingga penggunaan obat dumolid tanpa didasarkan pada resep dokter dianggap telah menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Psikotropika.

  • 2.    Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penyalahgunaan obat dumolid didasarkan pada Pasal 62 UU Psikotropika, yang menyatakan pelaku penyalahguna obat dumolid diberikan sanksi pidana berupa pidana penjara dan denda. Melalui Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 41 UU Psikotropika menyatakan   bahwa ketergantungan psikotropika dapat

dijatuhkan sanksi rehabilitasi, sehingga pelaku penyalahguna obat dumolid dapat diberikan sanksi rehabilitasi mengingat bahwa pelaku yang mengalami ketergantungan obat-obatan jenis psikotropika serta rehabilitasi sebagai sarana untuk membina dan mendidik pelaku dari yang jahat menjadi baik.

  • 3.2    Saran

  • 1.    UU Psikotropika tidak mengatur secara tegas mengenai dumolid yang tergolong psikotropika serta bagaimana sanksi pidana untuk penyalahgunaan obat dumolid. UU Psikotropika perlu dilakukan perubahan atau pembaharuan kembali untuk mempertegas terkait dengan penggolongan jenis psikotropika serta sanksi pidana yang diatur bagi penyalahguna obat dumolid yang tergolong psikotropika.

  • 2.    Sanksi rehabilitasi layak untuk diberikan bagi penyalahguna psikotropika sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penyalahguna penyalahgunaan obat dumolid, dengan tetap mempertimbangkan apakah pelaku mau merubah dirinya kearah yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dahlan, 2017, Problematika Keadilan Dalam Penerapan Pidana Terhadap Penayalahguna Narkotika, CV Budi Utama, Yogyakarta.

Diantha, I Made Pasek, 2016, Metodelogi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, Predana Media Grup, Jakarta.

Huda, Chairul, 2015, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta.

Krisnawati, Dani et. al., 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2013, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Prasetyo, Teguh, 2014, Hukum Pidana Edisi Revisi, PT RajaGrafindo, Jakarta.

Sunarso, Siswanto, 2011, Penegakkan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Jurnal

Adi Surya, 2017, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penyalahgunaan Psikotropika Golongan IV Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Vol. 06  No.05, URL :  https://ojs.unud.ac.id/index.php/

kerthawicara/article/view/34983, diakses pada tanggal 5 September 2018.

Dewi, I. A. K. A, 2015, “Penyalahgunaan Zat Terlarang (Doping dan NAPZA) Sebagai Upaya Peningkatan Stamina Dalam Olahraga”, Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi. Vol. 1 No. 01, URL :  https//ojs.ikippgrinali.ac.id/index.php/jpkr/

article/view/3, diakses pada tanggal 5 September 2018.

Wicaksono, A. W., Syahrin, A. S., Ginting, B. G., & Marlina, M, 2015, “Sanksi Tindakan sebagai Sarana Alternatif Penanggulangan Kejahatan Psikotropika Bagi Pecandu dan Pelaku Anak dalam Perspektif Hukum Pidana”, Jurnal Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Sumatera, Vol. 3 No. 01, URL : https://jurnal.usu.ac.id/index.php/law/article/view/1038 3, diakses pada tanggal 5 September 2018.

Karya Tulis Ilmiah

Moammar Zuldiawansyah, 2018, “Tinjauan Hukum Terhadap Penggunaan Obat Dumolid Menurut UU No. 5 Tahun 1997”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5063

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 53

Internet

Gabriel Abdi Susanto, 2017, “4 Fakta Tentang Dumolid”, Liputan6, URL : https//www.liputan6.com/health/read/3083174/4-fakta-tentang-obat-dumolid, diakses tanggal 25 Juli 2018.

Noval Dhwinuari Antony, 2017, “Alur Kasus Tora Sudiro Dari Ditangkap Polisi Hingga Masuk RSKO”, detikNews, URL : https//news.detik.com/berita/3590162/alur-kasus-tora-sudiro-dari-ditangkap-polisi-hingga-masuk-rsko, diakses tanggal 25 juli 2018.

15