PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DI KEPOLISIAN RESOR GIANYAR
on
PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DI KEPOLISIAN RESOR GIANYAR*
Oleh :
I Gusti Ngurah Yudha Adi Pradana** I Gede Artha***
I Ketut Sudjana****
Program Kekhususan Hukum Acara, Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Latar belakang dari karya ilmiah ini ialah upaya untuk mencari solusi dalam penanganan perkara tindak pidana anak melalui pendekatan restorative justice, yang dilaksanakan dengan cara diversi. Restorative justice dianggap sebagai cara berfikir (paradigm) baru dalam memandang sebuah tindak kejahatan yang dilakukan oleh seorang anak. Adapun masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini pertama terkait bagaimana pelaksanaan diversi oleh penyidik terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana di Kepolisian Resor Gianyar dan kedua terkait apa hambatan yang terjadi dalam proses penyelesaian diversi di Kepolisian Resor Gianyar. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian yuridis empiris. Dari hasil penelitian di peroleh kesimpulan bahwa pelaksanaan diversi oleh penyidik dalam menangani perkara anak, dilaksanakan dengan menghadirkan pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban, pembimbing pemasyarakatan, tokoh-tokoh masyarakat, dan pihak-pihak terkait. Sebelum melakukan diversi, penyidik terlebih dahulu melakukan wawancara dengan pelaku untuk memahami motif pelaku melakukan tindak pidana. Adapun hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan diversi di Kepolisian Resor Gianyar ialah belum adanya fasilitas yang memadai dalam pelaksanaan diversi, dikarenakan belum adanya bantuan dari pemerintah untuk menyediakan segala fasilitas tersebut. Selain itu, faktor
penghambat lainnya ialah belum terjadinya kerjasama antara Kepolisian Resor Gianyar dengan instansi yang terkait, seperti Dinas Sosial Kabupaten Gianyar, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Gianyar, Badan Pemerdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Gianyar.
Kata Kunci : Diversi, Tindak Pidana, Anak
Abstract
Background of this thesis is a solution in handling of child crime case that is approach of restorative justice, which executed by way of diversion. Restorative justice is considered a new way of thinking /paradigm in looking at a crime committed by a child. The problem formulated in this study is firstly how the implementation of diversi by investigators against children as perpretators of criminal acts in Gianyar Police Resort and second what obstacles that occur in the process diversioned settlement Gianyar Resort Police. Method used by writer is juridical empirical research. From the research results obtained conclusion that the implementation of diversion by the invertigator in handling the case of children, carried out by presenting perpetrators and victims, correctional guides, communities, and related parties. Before committing a diversion, the investigator first conducts an interview with the perpretator to understand the principal’s motive for committing the offense. The obstacles that occurred in the implementation of the digression in Gianyar Resort Police is the lact of adequate facilities in the implementation of diversion, because there is no assistance from the government to provide all these facilities. And the lact of cooperation between Gianyar Resort Police and related institutions, such as Social Departement of Gianyar Regency, Gianyar Regency Labor Office, Women and Children Empowerment Agency of Gianyar Regency.
Keywords: Diversion, Criminal Act, Child
Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang di dalam dirinya sudah melekat harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi sebagai manusia seutuhnya karena anak merupakan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang dan mempunyai peran yang sangat penting untuk memimpin dan memajukan bangsa. Peran penting yang diemban oleh anak itulah
yang membuat orang tua, masyarakat dan bahkan pemerintah harus menjamin kehidupan anak. Dalam hal ini Negara mempunyai kewajiban untuk menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Tujuan sistem peradilan pidana anak yaitu memajukan kesejahteraan anak dan memperhatikan prinsip proporsional. Tujuan memajukan kesejahteraan anak merupakan fokus utama, berarti mengindari penggunaan sanksi pidana yang bersifat menghukum. Tujuan pada prinsip proporsional, karena mengekang penggunaan sanksi-sanksi, yang kebanyakan dinyatakan dalam batasan-batasan ganjaran yang setimpal dengan beratnya pelangaran hukum. Tetapi juga memperhatikan pada pertimbangan keadaan-keadaan pribadinya.1
Anak sebagai pelaku tindak pidana maka pengenaan pelaksanaan pemidanaannya tentu tidak dapat disamakan dengan orang dewasa sebagai pelaku kejahatan. Pemidanaan anak pada masa kini diarahkan bertujuan dilaksanakannya peradilan anak untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak sebagai integral dari kesejahteraan sosial. Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) memberikan perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia dengan menghadirkan konsep diversi dan Keadilan Restoratif (restorative justice).2 Solusi dalam penanganan perkara tindak pidana anak yaitu sebagai pendekatan restorative justice, yang dilaksanakan
dengan cara diversi. Langkah pengalihan ini dibuat untuk menghindarkan anak dari tindak selanjutnya dan untuk dukungan komunitas, disamping itu pengalihan bertujuan untuk mencegah pengaruh negatif dari tindakan hukum berikutnya yang dapat menimbulkan stigmatisasi.3
Pelaksanaan diversi harus melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku, masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu tindak pidana yang terjadi untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian. Restorative justice dianggap cara berfikir (paradigm) baru dalam memandang sebuah tindak kejahatan yang dilakukan oleh seorang anak. Polisi sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum memiliki tanggung-jawab yang cukup besar untuk mensinergikan tugas dan wewenang Polisi Republik Indonesia sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas pokok seperti memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Penyidik, khususnya Penyidik di Kepolisian Resor Gianyar, wajib mengupayakan diversi dalam menangani kasus perkata tindak pidana anak. Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 5 UU SPPA menyebutkan bahwa sistem peradilan pidana wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif, Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud diatas meliputi penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan
peradilan umum dan pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan dan di dalam sistem peradilan pidana anak sebagaimana dimaksud diatas wajib diupayakan diversi. Pengalihan proses peradilan anak atau yang disebut dengan diversi berguna untuk menghindari efek negatif dari proses-proses peradilan selanjutnya dalam administrasi peradilan anak, misalnya labelisasi akibat pernyataan bersalah maupun vonis hukuman.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik ingin melakukan penelitian tentang Pelaksanaan Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana di Kepolisian Resor Gianyar.
Tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan diversi oleh penyidik terhadap anak yang melakukan tindak pidana dan hambatan yang terjadi dalam melaksanakan diversi oleh penyidik di Kepolisian Resor Gianyar.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris yaitu, mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat (Kepolisian Resor Gianyar).4 Atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat, dengan maksud untuk mengetahui dan menentukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju kepada penyelesaian
masalah.5 Data yang digunakan dalam penulisan ini dikumpulkan melalui dua sumber yaitu, Penelitin Kepustakaan (library research) dan Penelitian Lapangan (Field Research). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pihak kantor Kepolisian Resor Gianyar yaitu pihak yang bertanggung jawab dan terkait langsung dalam penyidikan perkara tindak pidana anak, agar diperoleh gambaran mengenai proses penyidikan. Studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian dan literatut-literatur yang juga berkaitan dengan penelitian ini. Untuk mengolah data dilakukan dengan mengolah data-data yang telah terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data sistemtis, diklasisifikasikan dan dihubungkan antara satu data dengan data lainnya. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.
-
2.2 Hasil dan Pembahasan
-
2.2.1 Diversi Oleh Penyidik Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana
-
Penyidikan merupakan tahap pemeriksaan permulaan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang diberikan wewenang dan diatur dalam undang-undang untuk itu, segera setelah mereka mendengar kabar bahwa telah terjadi pelanggaran hukum.6 Penyidikan memiliki arti yang agak berbeda pada proses penyidikan perkara anak. Menurut Nasir Djamil dalam bukunya, berpendapat penyidikan dalam perkara anak yaitu kegiatan penyidik anak untuk mencari dan menemukan peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh anak.7 Pelaksanaan diversi yang dilakukan ditahap penyidikan diperoleh dengan merujuk kepada praktik yang sudah pernah terjadi di dalam masyarakat. Praktik atau pelaksanaan diversi ini merupakan diversi yang digunakan di tahap penyidikan untuk perkara pidana. Anak terpidana dalam diversi di tahap penyidikan, yaitu anak yang masih berusian 16 tahun. Diversi bermula dari suatu Surat Permintaan Penetpan diversi ke ketua Pengadilan Negeri dan memberitahukan bahwa sesuai dengan pasal 7 ayat (1) dan (2) UU SPPA telah dilakukan diversi terhadap anak terdakwa di Resor Gianyar. Surat berisi sejumlah rujukan yuridis berupa ketentuan pasal-pasal dalam perundang-undangan, laporan polisi dan SPDP. Adapun ketentuan Pasal dan Peraturan Perundang-Undangan yang dimaksud, yaitu : Pasal 38 ayat (1) dan Pasal 39 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana; Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Terkait dengan hal tersebut Bapak Ida Bagus Jembariawan mengatakan bahwa :8
“Surat juga berisi keterangan bahwa anak/terdakwa telah melakukan tindak pidana. Dalam surat tersebut dinyatakan permintaan agar kepada Ketua Pengadilan Negeri, sekiranya dapat menerbitkan Surat Penetapan diversi atas nama Anak/Terdakwa. Surat juga berisi lampiran dengan berisi rincian sesuai dengan yang dinyakan dalam Daftar Isi Hasil Pelaksanaan diversi ditingkat penyidik serta hasil kesepakatan diversi.”
Hasil kesepakatan diversi adalah suatu dokumen. Dokumen adalah surat ber-Kop; Kepolisian Negara Republik Indonesia. Setelah Kop Surat, diikuti dengan keterangan bertuliskan Pro Justitia. Surat diberi judul Hasil Kesepakatan diversi. Dokumen mengandung informasi mengenai waktu dan tempat pelaksanaan diversi. Dikemukakan pula dalam dokumen tersebut pihak-pihak yang hadir dalam diversi dimaksud.9
Diversi ditingkat penyidikan diketahui melalui dokumen laporan penyidik khusus anak. Terungkap melalui laporan penyidik khusus anak tersebut bahwa diversi ditingkat penyidikan itu telah dilaksanakan dalam kurun waktu lima hari. Diversi tersebut memenuhi persyaratan formal. Antara lain penetapan diversi dibubuhi stempel pengadilan. Salinan resmi dari penetapan diversi juga ditanda tangani dan dibubuhi stempel oleh Wakil Panitera Pengadilan Negeri.
“Hadir dalam proses diversi tersebut, yaitu pihak penyidik, anak tersangka, orang tua tersangka, penasihat hukum, pekerja sosial/LPA, Kepala Subseksi Bimbingan Klen Anak (BPAS), Babin Kamtibmas, dan Kepala Desa. Adapun isi hasil kesepakatan diversi dalam penetapan diversi, yaitu : pernyataan bahwa anak tersangka adalah anak yang disangka melakukan pidana. Terdapat juga pertimbangan bagi anak tersangka dikembalikan kepada orang tuanya. Tujuan pengembalian, yaitu menciptakan pembinan lebih lanjut. Pihak yang melakukan pembinaan, yaitu : orang tua dari anak tersangka, Bapas, LPA, Ligkungan dan Babin kamtibmas setempat. Dengan pengembalian demikian maka diharapkan Anak Tersangka mendapatkan haknya untuk melanjutkan pendidikan. Pelaksanan untuk hal itu diawasi instansi terkait. 10”
Penetapan diversi oleh penyidik khusus anak itu dikabulkan karena memenuhi syarat dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan juga berisi pertimbangan bahwa pembinaan terhadap anak tersangka dilakukan di rumah tempat tinggal orang tuanya sesuai permintaan orang tuanya. Dan dijamin Kepala Desa setempat. Dalam pertimbangan diversi tersebut juga dikemukakan bahwa diversi itu dilakukan karen terdakwa anak hanya baru sekali itu melakukan tindak pidana, pertimbangan ini adalah kaidah bahwa diversi tidak berlaku appabila anak tersangka mengulangi perbuatannya tersebut oleh Ketua Pengadilan Negeri yang mengabulkan permohonan pemohon penyidik khusus anak dalam diversi tersebut. Adapun hasil kepekatan diversi yang dituangkan dalam Surat tersebut. Suatu keterangan bahwa, seorang anak, disangkakan melakukan tindak pidana. Dinyatakan di sana Pasal-Pasal yang dilanggar oleh Terpidana Anak tersebut. Dokumen juga berisi keterangan terkait bahwa anak dikembalikan kepada orang tuanya dengan suatu pengawasan yang dilakukan oleh instansi terkait. Pembinaan terhadap tersangka dilakukan di rumah tempat tinggal orang tuanya atas permintaan orang tuanya. Permohonan orang tua dimaksud dijamin oleh Kepala Desa setempat, penjamin itu diketahui oleh instansi terkait. Dalam dokumen juga diperoleh informasi bahwa diversi itu dilakukan keran tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana tersebut. Dinyatakan juga di dalam dokumen itu bahwa diversi tidak berlaku apabila yang bersangkutan mengulangi perbuatannya tersebut. Disamping dokumen dimaksud diatas, sebelum suatu penetapan diversi ditingkat penyidikan, ada pula pembuatan berita Acara diversi. Sama dengan surat diatas, berita acara diversi juga dimuat dalam surat dengan Kop Surat Kepolisian Negara Republik Indonesia, diikuti dengan keterangan bertuliskan Pro Justitia. Surat diberi judul : Berita Acara Diversi.
Penyidikan mengandung arti serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.11 Penyidikan dalam perkara pidana anak adalah kegiatan penyidik anak untuk mencari dan menemukan suatu perisitiwa yang diduga sebagai tindak pidana yang dilakukan anak. Di dalam Pasal 26 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan penyidikan terhadap perkara anak dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, pemeriksaan terhadap anak korban atau anak saksi dilakukan oleh penyidik, syarat untuk dapat ditetapkan sebagai penyidik adalah sebagai berikut, Telah berpengalaman sebagai penyidik, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak dan telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak.
Untuk melakukan penyidikan terhadap perkara anak, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Dalam hal dianggap perlu, penyidik dapat:12
“Meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, pekerja sosial professional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya, bahkan dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap anak korban dan anak saksi, penyidik wajib meminta laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga
Kesejahteraan Sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Sehingga, hasil Penelitian Kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada Penyidik dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah permintaan penyidik diterima.”
Sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ditentukan bahwa penyidik wajib mengupayakan diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai, proses Diversi sebagaimana dimaksud diatas dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya diversi, dalam hal proses diversi berhasil mencapai kesepakatan, penyidik menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan, apabila diversi gagal, penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke penuntut umum dengan melampirkan berita acara diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan.
Adapun hambatan-hambatan dalam proses penyelesaian diversi oleh penyidik antara lain :13
“Terbatasnya fasilitas dalam pelaksanaan diversi dikarenakan belum adanya bantuan dari pemerintah untuk menyediakan segala fasilitas tersebut, selum terselenggaranya kerjasama antara Kepolisian Resor Gianyar dengan instansi yang terkait, sulitnya menggali informasi baik kepada tersangka maupun korban, kesadaran orang tua masih rendah sehingga sulit untuk pengumpulan bukti-bukti, tidak adanya kemauan kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah secara diversi, sifat anak yang masih tertutup.”
Dari pembahasan dan analisis yang telah penulis paparkan diatas, dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :
-
1. Pelaksanaan diversi oleh penyidik dalam menangani perkara anak, dilaksanakan dengan menghadirkan pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban, pembimbing pemasyarakatan, tokoh-tokoh masyarakat, dan pihak-pihak terkait. Sebelum melakukan diversi, penyidik terlebih dahulu melakukan wawancara dengan pelaku untuk memahami motif pelaku melakukan tindak pidana tersebut, sehingga penyidik lebih mudah untuk mengupayakan diversi berhasil mencapai kesepakatan. Tahap wawancara dan penyidikan polisi penting untuk kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Wawancara terhadap anak tersangka pelaku tindak pidana dilakukan secara berkesinambungan antara orang tua, saksi, dan orang-orang lain yang diperlukan atau berkaitan dengan kasus tersebut. Anak yang sedang diperiksa saat wawancara dilakukan harus didampingi orang tua/wali, orang terdekat dengan anak, dan atau orang yang paling dipercaya oleh anak seperti orang tua angkat, saudara, pengasuh, pekerja sosial, dan sebagainya.
-
2. Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan diversi di Kepolisian Resor Gianyar ialah belum adanya fasilitas yang memadai dalam pelaksanaan diversi, dikarenakan belum adanya bantuan dari pemerintah untuk menyediakan segala fasilitas tersebut. Selain itu hambatan lainnya ialah belum terjadinya kerjasama antara Kepolisian Resor Gianyar dengan instansi yang terkait, seperti Dinas Sosial Kabupaten Gianyar, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Gianyar, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Gianyar.
Adapun saran yang dapat dikemukakan penulis terkait dengan beberapa kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, yaitu :
-
1. Kepada orang tua dan keluarga diharapkan akan membina, membimbing anak dalam keluarga sehingga anak dapat tumbuh sesuai kodrat anak tersebut, dan kasus anak yang berhadapan dengan hukum tidak terjadi.
-
2. Kepolisian agar mengadakan kerjasama dengan instansi terkait dalam melaksanakan diversi. Dan pemerintah dapat memberikan fasilitas sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, 2016, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.
Dahlan Sinaga, 2017, Penegakkan Hukum Dengan Pendekatan Diversi Perspektif Teori Keadilan Bermartabat, Nusa Media Yogyakarta.
Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta.
Wagiati Soetedjo, 2011, Hukum Pidana Anak, Reflika Aditama, Bandung.
Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan Dan Penuntutan,Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
Ni Made Kusuma Wardhani, 2018, Perlindungan Hukum Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Dengan Ancaman Pidana Penjara Tujuh Tahun Atau Lebih, Jurnal, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Volume 7, Nomor 3.
Ida Ayu Tri Astuti Purwasari, 2018, Perlindungan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Melalui Upaya Diversi, Jurnal, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Volume 7, Nomor 3.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168).
14
Discussion and feedback