PENERAPAN PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT) DI PENGADILAN NEGERI (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR
on
PENERAPAN PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT) DI PENGADILAN NEGERI
(STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)*
Oleh : Sakina** Dewa Nyoman Rai Asmara Putra*** I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati****
Program Kekhususan Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Tulisan yang berjudul “Penerapan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana (Small Claim Court) di Pengadilan Negeri (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Denpasar)” ini mengulas mengenai langkah-langkah yang diambil dalam penerapan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana dan Efektifitas Gugatan Sederhana dalam menyelesaikan kasus keperdataan yang ada di Pengadilan Negeri Denpasar. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yuridis empiris, yaitu penelitian hukum yang berpedoman mengenai literatur, teori, maupun Undang-Undang dan bagaimana implementasinya di masyarakat. Setelah melakukan penelitian di lapangan maka terdapat kendala dalam penerapannya, salah satunya adalah adanya putusan yang diputus lebih dari 25 hari sejak sidang pertama dilaksanakan yang sesuai dengan Pasal 5 ayat 3 PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.
Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa, Gugatan Sederhana,
Pengadilan Negeri
Abstract
The article entitled "The Application of Small Claim Court in the District Court (Case Study in the Denpasar District Court)” discusses about the steps taken in the application and effectiveness of Small Claim Court in settling the civil case in the Denpasar District Court. The research is juridical empirical research, which is guide by legal theories, literature, theory, legislation and how their implementation in society. After conducting research in the field, there are obstacles in its application, which is a verdict that has been terminated more than 25 days since the first trial is held in accordance with Article 5 paragraph 3 of Supreme Court Regulations no 2 of 2015 on the Small Claim Court Procedures.
Keyword : Dispute Resolution, Small Claim Court, District Court
Banyaknya masyakat yang memilih jalur litigasi untuk penyelesaian sengketa, baik sengketa yang ringan maupun yang berat, menjadi sebab utama penumpukan perkara di peradilan tingkat pertama, peradilan tingkat banding, apalagi di peradilan tingkat kasasi.
Pada tahun 2015, perkara yang masuk ke Mahkamah Agung adalah sebanyak 17.569 perkara dan berhasil diputus sebesar 13.172 perkara atau sekitar 74.9% dari keseluruhan perkara yang masuk dan menyisakan sekitar 4.397 perkara untuk diputus pada tahun 20161
Akibat dari penumpukan perkara yang telah diuraikan diatas merupakan salah satu masalah terbesar di lingkungan peradilan yang juga menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan peradilan sesuai dengan asas trilogi peradilan yang meliputi peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Pada akhirnya, Mahkamah Agung mengeluarkan kebijakan strategis untuk mengantisipasi masalah tersebut, yaitu dengan cara menerapkan Gugatan Sederhana yang diadopsi dari penerapan Small Claim Court di beberapa Negara, salah satunya Amerika Serikat. Mahkamah Agung meregulasinya dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.2
Secara teoritis, Small Claim Court merupakan langkah yang tepat untuk membenahi permasalahan penumpukan perkara di peradilan karena Small Claim Court merupakan jenis penyelesaian sengketa secara litigasi yang dikhususkan untuk menyelesaikan perkara-perkara ringan sehingga penerapan asas trilogi peradilan bisa diterapkan dengan lebih baik dan terutama biaya untuk penyelesaian perkara bisa ditekan.
Namun, pada kenyataannya, Penerapan Small Claim Court belumlah menjadi pilihan yang populer bagi pihak yang mengajukan perkara di Pengadilan Negeri, karena masih banyak masyarakat yang tetap memilih menggunakan jalur litigasi konvensional, sehingga diperlukan langkah-langkah pengenalan untuk mengarahkan pihak-pihak yang sebenarnya bisa menempuh penyelesaian sengketa dengan
Gugatan Sederhana (Small Claim Court). Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian dengan judul : “Penerapan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana (Small Claim Court) di Pengadilan Negeri (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Denpasar)” yang mengangkat dua rumusan masalah sebagai berikut :
-
a. Bagaimana Langkah-Langkah Pengadilan dalam Menangani Penerapan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana (Small Claim Court) di Pengadilan Negeri Denpasar Agar Tercermin Asas Trilogi Peradilan dan Tidak Terjadi Penumpukan Perkara?
-
b. Bagaimana Efektifitas Gugatan Sederhana (Small Claim Court) di Pengadilan Negeri Denpasar?
Dari pembahasan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengulas tentang langkah-langkah yang diambil oleh Pengadilan Negeri, khususnya Pengadilan Negeri Denpasar, dalam menerapkan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana dan bagaimana efektifitas penerapan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana tersebut di Pengadilan Negeri Denpasar.
Adapun jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode penulisan Hukum Empiris. Metode penulisan Hukum Empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang melihat
hukum secara riil dan bagaimana penerapan serta respon masyarakat terhadapnya3
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menganalisa mengenai bagaimana langkah-langkah yang diambil oleh Pengadilan Negeri Denpasar dalam menerapkan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana, termasuk bagaimana cara mengenalkannya dengan masyarakat, dan juga mengenai efektifitas penerapan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana di Pengadilan Negeri Denpasar.
-
2.2. Hasil Dan Pembahasan
-
2.2.1. Pentingnya Penerapan Sengketa dengan Gugatan Sederhana (Small Claim Court) di Pengadilan Negeri Denpasar
-
Asas Trilogi Peradilan merupakan salah satu asas dalam Hukum Acara Perdata yang terdiri dari Asas Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan4.
Asas Cepat memiliki arti bahwa pemeriksaan yang dilakukan di pengadilan dapat langsung diputus oleh Hakim setelah ada bukti dan keterangan saksi yang kuat. Hakim diharapkan tidak berbelit-belit dalam menyelesaikan suatu perkara.
Asas Sederhana memiliki arti bahwa penyelesaian perkara di Pengadilan tidak menggunakan bahasa yang mudah dimengerti sehingga para pihak dapat mengerti sepenuhnya, dan Hakim selalu mengupayakan perdamaian di setiap awal persidangan
Jika Asas Cepat dan Asas Sederhana dapat dilaksanakan secara efisien, maka Asas Biaya Ringan juga akan dapat diterapkan secara baik. Asas Biaya Ringan memiliki arti bahwa para pihak hanya mengeluarkan biaya-biaya yang secara riil diperlukan dalam menyelesaikan suatu perkara dan menekan pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu.5
Namun, Asas Trilogi Peradilan masih belum diterapkan secara efisien oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Hal ini disebabkan oleh salah satu faktor utama, yakni banyaknya pihak yang berasal dari luar kota maupun mancanegara yang berperkara sehingga banyak waktu yang terbuang untuk pemanggilan para pihak dan penerjemahan berkas perkara yang memperlambat jalannya suatu persidangan. Faktor-faktor lainnya meliputi kurangnya itikad baik para pihak yang berperkara. Salah satu contohnya adalah pihak yang tidak datang ke persidangan sehingga persidangan ditunda dan memperlambat penyelesaian suatu perkara
Salah satu solusi yang diterapkan di Pengadilan Negeri Denpasar untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menerapkan salah satu penyelesaian sengketa yang diregulasi oleh Mahkamah Agung dalam PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, yaitu Gugatan Sederhana.
Walaupun bukan merupakan solusi yang cocok diterapkan di Pengadilan Negeri Denpasar, namun Gugatan Sederhana cukup membantu mengurangi masalah penumpukan perkara.
Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana merupakan salah satu terobosan yang diperkenalkan oleh Mahkamah
Agung dalam PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Tujuan utama dari diperkenalkannya metode penyelesaian sengketa ini adalah untuk mengurangi penumpukan perkara yang telah menjadi masalah yang cukup mengganggu di ranah pengadilan, khusunya di Mahkamah Agung.6 Oleh karena itu, Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana ini memiliki beberapa keistimewaan, antara lain : nilai materiil gugatan tidak boleh lebih dari Rp 200.000.00,-, termasuk dalam wanprestasi/cidera janji dan perbuatan melawan hukum, hakim bersifat aktif, dan putusan diputus dalam waktu 25 hari sejak sidang pertama7.
Hakim bersifat aktif disini memiliki perbedaan dengan Keaktifan Hakim dalam Perkara Pidana, yang mana Hakim diharapkan untuk melakukan penemuan hukum (rechtsviding) karena Pengadilan tidak boleh menolak perkara yang masuk (Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)8
Namun, Asas Hakim Aktif di Gugatan Sederhana memiliki sedikit persamaan dengan Asas Hakim Aktif (domini litis principle) dalam Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)9, yang mana di PTUN, hakim administrasi diberikan kekuasaan untuk menemukan kebenaran materiil dalam perkara yang diperiksanya.
Asas Hakim Aktif dalam Gugatan Sederhana diatur dalam PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana, khususnya dalam pasal 3 dan 4 yang dirangkum sebagai berikut :
-
a. klaim diajukan terhadap perkara cidera janji (wanprestasi) dan/atau perbuatan mealwan hukum dengan tuntutan tidak boleh lebih besar dari Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
-
b. kasus yang bersangkutan tidak berada di bawah yurisdiksi pengadilan khusus, seperti pengadilan niaga, pengadilan industrial, dll;
-
c. bukan termasuk sengketa hak atas tanah;
-
d. masing-masing pihak yang bersengketa, baik tergugat maupun penggugat tidak boleh lebih dari satu, kecuali mereka memiliki kepentingan hukum yang sama
-
e. Tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana;
-
f. Kedua belah pihak baik penggugat dan tergugat harus berada dalam yurisdiksi pengadilan yang sama; dan
-
g. Kedua belah pihak baik penggugat dan tergugat wajib menghadiri semua proses persidangan dengan dan atau tanpa kehadiran kuasa hukumnya
Langkah-langkah Pengadilan Negeri Denpasar dalam menangani Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana (Small Claim Court) agar tercermin asas trilogi peradilan. Hakim berperan aktif dalam memberikan edukasi mengenai jalannya peradilan dan menawarkan opsi perdamaian setiap kali persidangan akan dimulai, serta membantu para pihak dalam proses pembuktian. Bila perlu, hakim mengabulkan lebih dari petitum asal sesuai dengan posita, yang lebih dikenal dengan ultra petita.
Hal ini merupakan pergeseran makna Asas Hakim Bersifat Pasif menjadi Asas Hakim Bersifat Aktif, yang merupakan salah satu kunci agar perkara dengan Gugatan Sederhana bisa diputus dalam waktu 25 (dua puluh lima) hari sejak sidang pertama, sesuai dengan PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana. Namun di Pengadilan Negeri Denpasar, masih ada kasus Gugatan Sederhana yang diputus lebih dari 25 hari sejak sidang pertama walaupun dengan rasio yang sangat kecil, yaitu 2 dari 12 perkara yang diputus sejak tahun 2016-2017. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain permintaan dari pihak yang berperkara yang melebihi apa yang diperkarakan, pembuktian yang cukup berbelit untuk kasus yang sederhana, Hakim masih bersifat pasif.
-
2.2.2. Efektifitas Penerapan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana (Small Claim Court) di Pengadilan Negeri Denpasar
Pengadilan Negeri Denpasar sudah menerapkan dan menjalankan Gugatan Sederhana sesuai dengan ketentuan dalam PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana.
Namun, penerapan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana di Pengadilan Negeri Denpasar masih belum banyak
dilakukan dikarenakan jumlah perkara yang masuk untuk
diselesaikan dengan Gugatan Sederhana juga masih sedikit.
Berikut ini adalah tabel perkara yang diselesaikan dengan Gugatan Sederhana di Pengadilan Negeri Denpasar :
Perkara Perdata yang diputus dengan Gugatan Sederhana di
Pengadilan Negeri Denpasar
(Periode Tahun 2016 dan 2017)
Tahun 201610
Periode |
Perkara Masuk |
Perkara Diputus |
Putusan |
Januari |
- |
- |
- |
Februari |
1 |
- |
- |
Maret |
- |
- |
- |
Apri |
1 |
1 |
1 |
Mei |
- |
- |
- |
Juni |
- |
1 |
1 |
Juli |
- |
- |
- |
Agustus |
- |
- |
- |
September |
- |
- |
- |
Oktober |
- |
- |
- |
November |
- |
- |
- |
Desember |
- |
- |
- |
TOTAL |
2 |
2 |
2 |
Tahun 2017 11
Periode |
Perkara Masuk |
Perkara Diputus |
Putusan |
Januari |
- |
- |
- |
Februari |
- |
- |
- |
Maret |
- |
- |
- |
Apri |
- |
- |
- |
Mei |
- |
- |
- |
Juni |
- |
- |
- |
Juli |
- |
- |
- |
Agustus |
1 |
- |
- |
September |
- |
1 |
1 |
Oktober |
4 |
2 |
2 |
November |
5 |
1 |
1 |
Desember |
- |
6 |
6 |
10 http://sipp.pn-denpasar.go.id/ diakses pada tanggal 8 Maret 2018 pukul 12:45 WITA
11 Ibid.
TOTAL |
10 |
10 |
10 |
Penerapan penyelesaian sengketa dengan Gugatan Sederhana di Pengadilan Negeri Denpasar dapat dikatakan berhasil. Hal ini dapat dilihat dari berhasil diputusnya 10 perkara dari 12 perkara yang masuk sepanjang tahun 2016-2017. Faktor utama yang menghambat penerapan penyelesaian sengketa dengan gugatan sederhana di Pengadilan Negeri Denpasar adalah kurangnya itidak baik dari para pihak yang akan berperkara dan juga masih belum adanya kejelasan dalam PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana yang menyebabkan misinterpretasi dalam praktiknya12. Sedangkan faktor pendukung dari penerapan Gugatan Sederhana adalah lebih berminatnya masyarakat dalam menyelesaikan perkara secara litigasi dibanding dengan penyelesaian sengketa alternatif.
Teori efektivitas menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa suatu hukum dinyatakan efektif jika memenuhi 5 faktor sebagai berikut13 :
-
• Faktor Hukumnya Sendiri (Undang-Undang)
-
• Faktor Penegak Hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum
-
• Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
-
• Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan
-
• Faktor Kebudayaan, yakni sebagai suatu hasil karya yang didasarkan pada karsa manusia dalam lingkungan hidupnya
Jika dikaji berdasarkan teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto, maka penerapan Gugatan Sederhana di Pengadilan Negeri Denpasar belum efektif. Hal ini dikarenakan Salah satunya adalah dikarenakan tidak adanya lembar penjelasan dalam PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana sehingga penafsirannya menjadi melebar dalam praktiknya, dan juga Peraturan tersebut masih belum mengikat masyarakat secara keseluruhan karena PERMA bersifat mengikat internal peradilan saja, sehingga masyarakat tidak diwajibkan untuk menggunakan Gugatan Sederhana untuk menyelesaikan perkara perdata yang mereka hadapi sehingga efektifitas penerapannya menjadi menurun.
III. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengadilan Negeri Denpasar sudah menerapkan Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana dengan baik. Langkah-langkah yang telah diambil meliputi pengedukasian masyarakat, hakim memberi bantuan kepada para pihak dalam pembuktian, serta kerap menawarkan opsi perdamaian di awal setiap persidangan dalam upaya menegakkan asas trilogi peradilan. Penyelesaian Sengketa dengan Gugatan Sederhana juga sudah berhasil diterapkan di Pengadilan Negeri Denpasar, walaupun belum efektif. Hal ini dikarenakan masih adanya ketidakjelasan dalam PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana yang menyebabkan misinterpretasi dalam praktiknya. Faktor penghambat dalam penerapan Gugatan Sederhana adalah kurangnya itikad baik dari para pihak yang akan berperkara dan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui opsi penyelesaian sengketa ini. Faktor pendukung dari perkembangan Gugatan Sederhana adalah rasa percaya masyarakat dalam menyelesaikan sengketa mereka di Peradilan Formil.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Hamzah, Andi, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta
Marbun, SF., 2003, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif, UII Press, Yogyakarta, h.7
Marzuki Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Mertokusumo, Soedikno, 1999, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta
Soekanto, Soerjono, 2008, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Tim Peneliti Pusat Studi Hukum Ekonomi dan Kebijakan Publik Fakultas Hukum Unpad, 2013, Small Claim Court, Hasil Penelitian Pusat Studi Hukum Ekonomi dan Kebijakan Publik Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung
JURNAL ILMIAH
Fakhriah, Efa Laila, 2015, “Eksistensi Small Claim Court dalam
Mewujudkan Tercapainya Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan”, Jurnal Mimbar Hukum Universitas Gadjah Mada, Volume 25, No. 02, Yogyakarta, url: https://journal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16096/10642 diakses pada tanggal 02 Agustus 2018, pukul 09.15 WITA
Diana, Ni Kadek Ari Astiti, 2018, “Pengaturan Gugatan Sederhana dalam Perma No 2 Tahun 2015 sebagai perwujudan Asas Trilogi Peradilan pada Sistem Peradilan Perdata di Indonesia”, Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana,Volume 7, No. 03, Denpasar, h. 8, url: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view /40661, diakses tanggal 20 Agustus 2018 pukul 16.00 WITA
INTERNET
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5683bdbc95b57/ini-capaian-mahkamah-agung-sepanjang-2015
http://sipp.pn-denpasar.go.id/
UNDANG-UNDANG
PERMA Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana
14
Discussion and feedback