IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI DINAS TENAGA KERJA PROVINSI BALI*

Oleh

Dewa Gede Sai Pandu Rangga Vitala1** Dewa Nyoman Rai Asmara Putra*** I Ketut Tjukup****

Program Kekhususan Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Manusia merupakan (zoon politicon) atau disebut mahluk sosial, yang tidak bisa lepas dari interaksi sosial. Dalam bidang ketenagakerjaan dikenal istilah hubungan industrial yang berkaitan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Terjadinya perselisihan antara pengusaha dan buruh merupakan hal yang biasa, yang penting bagaimana cara menyelesaikannya. Dalam hal ini dikenal dengan alternatif penyelesaian sengketa yang mengesampingkan penyelesaian melalui litigasi. Dalam UU PPHI terdapat dua proses penyelesaian sengketa litigaasi dan nonlitigasi. Untuk menyelesaikan secara nonlitigasi empat cara yang bisa di tempuh yaitu bipartit, mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Langkah pertama dilakukan bipartit, apabila proses bipartit gagal, maka di lanjutkan dengan cara mediasi untuk

mencari win-win solution. Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin membahas bagaimana penerapan mediasi dan faktor apa yang mempengaruhi penerapan mediasi di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali.

Metode yang digunakan ialah yuridis empiris terdiri dari penelitian terhadap indentifikasi hukum dan efektivitas hukum. Hasil dari penelitian menunjukan, bahwa penerapan mediasi cukup berhasil dan terdapat beberapa faktor penghambat penerapan mediasi di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali.

Kata Kunci : Implementasi, Mediasi, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali.

Abstract

Humans are (zoon politicon) or called social beings, which cannot be separated from social interaction. In the field of employment, the term industrial relations is know to be related to employers and workers. The occurrence of disputes between employers and workers is normal, the important thing is how to solve them. In this case, it is known as an alternative dispute resolution that overrides settlement through litigation. In the regulation of industrial relation dispute there are two processes for resolving litigation and non-litigation disputes. To complete non-litigation, four ways that can be taken are bipartite, mediation, conciliation and arbitration. The first step is bipartite, because the failure of the bipartite process is continued by mediation to find a win-win solution. Based on the description

the writer wants to discuss how the application of mediation and what factors influence the application of mediation at The Bali Provincial Manpower Office.

The method used is empirical juridical consisting of research on legal identification and legal effectiveness. The results of the study showed that the application of mediation was quite successful and there were several inhibiting factors in the application of mediation at The Bali Provincial Manpower Office.

Keyword : Implementation, Mediation, Industrial Relation Dispute Settlement, The Bali Provincial Manpower Office.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Manusia adalah (zoon politicon) atau disebut mahluk sosial, yang tidak bisa lepas dari interaksi sosial atau hubungan satu sama lain untuk pemenuhan kebutuhan seperti jasmani maupun rohani.2

Terjadinya konflik antara manusia merupakan permasalahan yang biasa karena hal itu merupakan kodrat manusia itu sendiri. Hal yang paling penting adalah bagaimana atau memperkecil konflik tersebut atau mendamaiakan kembali para pihak yang berkonflik.3

Dalam bidang ketenagakerjaan dikenal istilah hubungan industrial yang berkaitan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Dalam hubungan tersebut telah terjadi

komunikasi jalinan buruh dengan pengusaha yang akan menjadikan suatu perusahaan aktif dalam kegiatannya.

Industrial Relation atau hubungan industrial tidak hanya memanajemen perusahaan, yang menempatkan buruh sebagai pihak yang dapat di pekerjakan saja. Namun, hubungan industrial meliputi fenomena dalam perusahaan antara buruh dengan pengusaha.4

Realita yang terjadi, menggambarkan bahwa hubungan industrial tidak selalu berjalan dengan baik dan lancar. Setiap hubungan industrial akan terjadi perselisihan atau ketidak serasian anatara buruh dengan pengusaha yang menyebabkan perselishan atau konflik. Perselisihan/konflik seperti ini disebut dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.5

Dalam hal ini pemerintah tidak boleh menganggap sepele, karena jika masalah tersebut tidak segera diatasi maka dikhawatirkan dapat menggangu kondisi pembangunan di Indonesia terutama dalam bidang ketenagakerjaan dan stabilitas sosial. Perselisihan tersebut juga akan mengakibatkan kesenjangan antara kaum buruh dengan pengusaha.6

Untuk menyelesaikan perselisihan tersebut digunakan solusi yang terbaik agar tidak ke ranah litigasi, karena akan membutuhkan waktu yang lama dan biayaya tidak sedikit bagi kaum buruh. Untuk penyelesaian perselisihan diluar pengadilan dikenal dengan alternatif penyelesaian sengketa, yang

tercantum dalam Pasal 6 ayat 1 UU No. 30 Tahun 1999. Namun dalam hal ini ada peraturan yang mengatur secara khusus yaitu UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (selanjutnya disebut dengan PPHI). Dalam UU PPHI ada 4 cara untuk menyelesaikan konflik tersebut, seperti : bipartit, mediasi, konsiliasi dan arbitrase.

Pada tahap awal diwajibkan untuk menempuh mekanisme bipartit perundingan antara buruh dengan pengusaha. Namun dalam fakta buruh dengan pengusaha tidak ada yang bersedia untuk mengalah dengan hal tersebut tidak mampu menyelesaikan perselisihan ini. Karena gagalnya upaya tersebut, maka digunakan mekanisme tripartit atau mediasi. Mediasi merupakan bentuk atau cara penyelesaian sengketa alternatif diluar pengadilan, dalam pengertiannya Bahasa inggris yaitu mediation atau menengahi, yang dalam artiannya penyelesaian suatu sengketa dibutuhkan seorang penengah atau pihak ketiga.7

Dalam UU PPHI pihak ketiga tersebut disebut dengan mediator dalam hal ini mediator hubungan industrial merupakan pegawai pemerintah dibidang ketenagakerjaan yang sudah terpenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan untuk melakukan mediasi dibidang ketenagakerjaan.

Berdasarkan UU PPHI pasal 4 angka 4 mewajibkan pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan perselisihan melalui mediasi, oleh karena itu penulis tertarik melihat bagaimana implementasi mediasi dalam penyelesaian perselisihan

hubungan industrial di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali (selanjutnya disebut Disnaker) dan apa kendala dari implementasi mediasi dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Disnaker.

  • 1.2    Tujuan

Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui secara luas (komprehensif) tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dan bagaimana implementasi mediasi serta kendala dari mediasi dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Disnaker.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini yaitu menggunakan metode yuridis empiris adalah terdiri dari penelitian terhadap indentifikasi hukum dan efektivitas hukum atau (hukum dilihat sebagai norma atau das sollen sedangkan empiris, hukum dilihat sebagai kenyataan sosial, kultur das sein.8 Dalam penulisan ini menggunakan data sekunder dan primer, data sekunder tersebut yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, buku-buku, peraturan yang terkait, sedangkan data primer diperoleh dari informan dengan cara wawancara. Dalam penulisan ini terdapat beberapa pendekatan seperti undang-undang, pendekatan kasus, pendekatan konseptual.

  • 2.2    Pembahasan.

    • 2.2.1    Imeplementasi Mediasi Dalam Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial Di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali.

Berdasarkan hasil wawancara dari informan Dra. I Gusti Ayu Merthaningsih dan I Gusti Nyoman Winangsa sebagai mediator. Untuk mengetahui jumlah perkara dalam tahap mediasi digunakan buku rekapitulasi register perkara. Dalam buku tersebut data yang tersedia yaitu dari 3 tahun terakhir 2015, 2016, 2017. Berikut penulis uraikan dalam bentuk tabel :

Tabel 1

REKAPITULASI DATA MEDIASI DI DINAS TENAGA KERJA PROVINSI

BALI DARI BULAN JANUARI S/D BULAN DESEMBER TAHUN 2015

No.

BULAN

JUMLAH

PERKARA

KETERANGAN

BERHASIL

GAGAL

1.

Januari

4

1

3

2.

Februari

0

0

0

3.

Maret

4

3

1

4.

April

6

3

3

5.

Mei

3

1

2

6.

Juni

6

4

2

7.

Juli

3

0

3

8.

Agustus

2

0

2

9.

September

11

8

3

10.

Oktober

9

9

0

11.

November

7

5

2

12.

Desember

2

1

1

Total

57

35

22

*Sumber data dari Dra. I Gusti Ayu Merthaningsih, Mediator di Disnaker Prov. Bali

Untuk Presentase seluruh perkara yang terdaftar untuk yang berhasil dapat menggunakan rumusan sebagai berikut :9

Jumlah perkara yang berhasil Jumlah perkara yang masuk

x 100%


35 × 100% = 61,4%

Maka dapat diketahui bahwa seluruh perkara yang terdaftar yang berhasil di mediasi di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali pada tahun 2015 adalah sebesar 61,4%

Tabel 2

REKAPITULASI DATA MEDIASI DINAS TENAGA KERJA PROVINSI

BALI DARI BULAN JANUARI S/D BULAN DESEMBER TAHUN 2016

No.

BULAN

JUMLAH

PERKARA

KETERANGAN

BERHASIL

GAGAL

1.

Januari

8

7

1

2.

Februari

3

0

3

3.

Maret

7

4

3

4.

April

10

10

0

5.

Mei

8

8

0

6.

Juni

7

6

1

7.

Juli

1

1

0

8.

Agustus

0

0

0

9.

September

1

1

0

10.

Oktober

0

0

0

11.

November

6

5

1

12.

Desember

2

1

1

Total

53

43

10

*Sumber data dari Dra. I Gusti Ayu Merthaningsih, Mediator di Disnaker Prov. Bali

Untuk Presentase seluruh perkara yang terdaftar dapat menggunakan

rumusan sebagai berikut :

Jumlah perkara yang berhasil Jumlah perkara yang masuk

x 100%


  • 43    × 100% = 81,2%

53

Maka dapat diketahui bahwa seluruh perkara yang terdaftar yang berhasil di mediasi di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali pada tahun 2016 adalah sebesar 81,2%

Tabel 3

REKAPITULASI DATA MEDIASI DINAS TENAGA KERJA PROVINSI

BALI DARI BULAN JANUARI S/D BULAN DESEMBER TAHUN 2017

No.

BULAN

JUMLAH

PERKARA

KETERANGAN

BERHASIL

GAGAL

1.

Januari

5

3

2

2.

Februari

4

4

0

3.

Maret

7

5

2

4.

April

3

3

0

5.

Mei

0

0

0

6.

Juni

5

2

3

7.

Juli

4

1

3

8.

Agustus

5

1

4

9.

September

2

2

0

10.

Oktober

5

4

1

11.

November

0

0

0

12.

Desember

3

2

1

Total

43

27

16

*Sumber data dari Dra. I Gusti Ayu Merthaningsih, Mediator di Disnaker Prov. Bali

Untuk Presentase seluruh perkara yang terdaftar dapat menggunakan rumusan sebagai berikut :

Jumlah perkara yang berhasil Jumlah perkara yang masuk

x 100%


  • 27    × 100% = 62,7%

Maka dapat diketahui bahwa seluruh perkara yang terdaftar yang berhasil di mediasi di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali pada tahun 2017 adalah sebesar 62,7%

  • 2.2.2    Analisis Implementasi Mediasi Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrail Di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali.

Untuk menganalisa implementasi mediasi, dilihat dari tabel diatas. Jumlah perkara keseluruhan dalam tahap mediasi

sejumlah 153 (serratus lima puluh tiga) perkara, yang berhasil dalam mediasi sejumlah 105 perkara atau 105 ×100% = 68,6% sedangkan yang gagal dalam mediasi sejumlah 48 perkara atau 28,1% 48

48 ×100% = 28,1%.

Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, untuk melihat efektif atau tidaknya maka menggunakan data kuantitatif ini dapat dikualitatifkan dengan pengolahan dan analisis dengan skala penilaian yang menunjukan data secara sederhana menggunakan angka keberhasilan dan kurang berhasil dengan skala penilaian sebagai berikut :

a.


b.


c.


0%-50% = kurang berhasil

51%-79% = cukup berhasil 80%-100% = cenderung berhasil10


Dari penjelasan huruf b diatas maka dapat diketahui implementasi mediasi dalam PPHI di Disnaker cukup berhasil.

  • 2.2.3    Faktor-Faktor Penghambat Mediasi

Untuk melihat penghambat mediasi, dilihat dari pendapat Soejono Soekanto mengenai teori efektivitas hukum dan dikaitkan dengan data lapangan yang menyebabkan penghambat mediasi sebagai berikut :11

  • 1.    Faktor Hukumnya yaitu kemampuan pemahaman hukumnya kurang pahami oleh para pihak

  • 2.    Faktor penegak hukum atau mediator yaitu jumlah mediator di Disnaker sangat minim berjumlah 4 orang, karena jumlah perkara yang masuk cukup banyak sehingga dengan jumlah perkara dan mediator tidak sepadan dengan jumlah yang ada.

  • 3.    Faktor sarana atau fasilitas yaitu jumlah ruangan yang tersedia hanya 1 ruangan, karena ruangan merupakan hal paling penting untuk menjalankan persidangan mediasi. Sehingga terjadi penumpukan perkara karena jumlah ruangan terbatas.

  • 4.    Faktor masyarakat yaitu ketidak hadiran salah satu atau para pihak, kemampuan para pihak untuk memahami perkaranya kurang, dalam proses mediasi salah satu pihak merasa paling benar, tidak ada itikad baik, para pihak sering di intervensi oleh pengacaranya sehingga pertimbangan yang di berikan oleh mediator di tolak.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Kesimpulan.

Hasil penelitian dan analisis penerapan mediasi di Disnaker sebagai berikut :

  • 1.    Penerapan mediasi di Disnaker cukup berhasil dilihat dari persentase pertahun dari tahun 2015 jumlah perkara yang berhasil 61,4% tahun 2016 sejumlah 81,2% tahun 2017 sejumlah 62,7% untuk keseluruhan yang berhasil yaitu 68,6% jadi dari persentase tersebut menunjukan cukup berhasil.

  • 2.    Dari hasil penelitian ada beberapa penghambat jalannya mediasi di Disnaker seperti :

  • a.    Faktor hukum yaitu kemampuan pemahaman hukumnya kurang dipahami oleh para pihak.

  • b.    Faktor penegak hukum atau mediator,

  • c.    Faktor sarana fasilitas, jumlah ruangan untuk mediasi sangat terbatas.

  • d.    Faktor masyarakat yaitu sikap masyarakat yang berkara tidak memiliki itikad baik untuk berdamai mengikuti proses mediasi.

  • 3.2    Saran.

Di bagian akhir ini, penulis memberikan saran-saran yang diajukan kepada pihak-pihak yang terkait sebagai berikut :

  • 1.    Untuk meningkatkan persentase keberhasilan mediasi, perlu memberikan penjelasan kepada para pihak yang berperkara tentang manfaat, keunggulan serta keutamaan dari mediasi, mengoptimalkan kinerja mediator, melakukan evaluasi kinerja mediator secara rutin serta membuat laporan hasil mediasi setiap bulannya sebagai bahan evaluasi untuk selanjutnya.

  • 2.    Jumlah mediator agar ditambah, dimana akhir dari bipartit akan dialihkan kesana untuk menjalankan proses tripartit atau mediasi, oleh karena itu sangatlah perlu untuk penambahan jumlah mediator.

  • 3.    Perlunya penambahan ruang mediasi agar tidak terjadi penumpukan perkara karena keterbatasan ruang sidang mediasi.

  • IV.    DAFTAR PUSTA

Buku

Asikin Zainal, 1993, Pengertian Sifat Dan Hikikat Perburuhan Dalam Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT RajaGrafindo, Jakarta, h, 12.Asyhadie, Zaeni, 2007, Hukum Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Husni Lalu, 2004, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, h.1.

I Ketut Tjukup et. al., 2017., Dinamika Hukum Acara Dan Peradilan Di Indonesia, Jilid I, Swasta Nulus, Denpasar, h. 309.

Soekanto Soerjono, 2008, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegekan Hokum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 8

Soemitro Ronny Hanitijo, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalilea Indonesia, Jakarta, h. 68.

Sunggono Bambang, 2009, Metodologi Penelitian Hokum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, H. 41.

Internet

Ali Muhtarom, 2010, Mencari Tolak Ukur Efektifitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian, artikel diakses pada tanggal 11 Mei 2018 di http://badilag.net/data/ARTIKEL/tolakukur/efektifitas/mediasi.pdf

Jurnal

Winky Hita, 2018, “Kekuatan Hokum Mediasi Sebagai Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan” Jurnal Hukum Dan Peradilan, Vol. 7, No. 3, Mei 2018, h. 2.

Peraturan Perundang-Undangan

  • 1.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 138 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3872

  • 2.    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 6 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4356

15