KRIMINALISASI HUBUNGAN SEKSUAL SESAMA JENIS YANG DILAKUKAN OLEH LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRANSGENDER (LGBT) DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM

PIDANA*

Oleh:

I Nengah Maliarta**

Ida Bagus Surya Dharma Jaya***

Sagung Putri M.E Purwani****

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Lesbian, Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) adalah kelompok yang memiliki orientasi seksual sesama jenis kelamin (homoseksual), berbeda dengan orang pada umumnya yang berorientasi seksual terhadap orang dengan jenis kelamin yang berbeda (heteroseksual), sehingga mengakibatkan aktivitas seksual LGBT menyimpang dari yang seharusnya. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu apakah LGBT merupakan bagian dari tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia dan apakah perlu dilakukan kriminalisasi yang lebih luas terhadap LGBT dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif, dikarenakan terdapat kekosongan norma. Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dengan mempelajari dan mengkaji asas-asas hukum dan kaedah-kaedah hukum positif yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan dan peraturan perundang-undangan. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan perbandingan.

LGBT merupakan bagian dari tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia, akan tetapi pengaturannya masih sangat terbatas karena hanya mengatur hubungan seks sesama jenis yang dilakukan oleh orang dewasa dengan anak dibawah umur saja. Sehingga perlu dilakukan kriminalisasi atau melakukan perluasan terhadap pengaturan pidana perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh komunitas LGBT tersebut di dalam pembaharuan hukum pidana.

Kata Kunci: LGBT, Kriminalisasi, Pembaharuan Hukum Pidana.

ABSTRACT

Lesbians, Gay Bisexual and Transgender (LGBT) are sexual orientation, different from people who are sexually oriented towards people of the opposite sex (heterosexual), it is resulting the sexual activity of LGBT deviates from the supposed . The problems that will be discussed in this thesis is whether LGBT is part of the criminal act according to Indonesian criminal law and whether it is necessary to do wider criminalization against LGBT in renewal of Indonesian criminal law.

The research method that used in this thesis is the method of normative legal research, because there is an emptiness of norms. Normative legal research is done by examining the literature by studying and reviewing the principles of law and positive law principles derived from literature materials and legislation. The approach used is the statue approach, conceptual approach and comparative approach.

LGBT is part of a criminal act under Indonesian criminal law, but the regulation is still very limited because it only regulates same sex relations conducted by adults with minors. Therefore it is necessary to criminalize or extend the criminal acts of deviant deeds committed by the LGBT community in the renewal of the criminal law.

Keywords: LGBT, Criminalization, Renewal of Criminal Law.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana, kata pidana berarti hal yang dipidanakan, yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari

dilimpahkan.1 Sementara itu, D. Hazewinkel Suringa membagi hukum pidana dalam arti:

  • a.    Objektif (ius poenale) yang meliputi:

  • 1)    Perintah dan larangan yang pelanggarannya diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang berhak.

  • 2)    Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat digunakan apabila norma itu dilanggar,yang dinamakan Hukum Penitensier.

  • b.    Subjektif (ius puniendi), yaitu hak negara menurut hukum untuk menuntut pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan pidana.2

Perumusan suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana dalam disilpin ilmu hukum pidana biasa juga di sebut dengan kriminalisasi. Kriminalisasi adalah proses menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan merupakan tindak pidana menjadi suatu rumusan tindak pidana dalam suatu rumusan peraturan perundang-undangan3, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan hukum pidana.4 Tujuan dilakukannya kriminalisasi adalah untuk menciptakan ketertiban di dalam suatu masyarakat, karena perbuatan yang dikriminalisasi tersebut dirasa sudah bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup, tumbuh dan berkembang di dalam suatu masyarakat, sehingga berpotensi untuk menciptakan kegaduhan di dalam masyarakat tersebut.

Belakangan ini, berkembang sebuah kasus yang menjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia, yaitu lesbian, gay, biseksual dan transgender atau yang biasa disebut dengan LGBT. Lesbian adalah sebutan

untuk perempuan yang menyukai dan memiliki orientasi seks terhadap sesama jenis perempuan, sementara Gay adalah sebutan khusus untuk laki-laki yang juga memiliki orientasi seks terhadap sesama jenis, yaitu sesama laki-laki. Biseksual adalah sebutan untuk orang yang bisa tertarik kepada laki-laki dan/atau perempuan, dan Transgender sendiri adalah istilah yang digunakan untuk orang yang cara berperilaku atau berpenampilan berbeda atau tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.5 Komunitas LGBT ini tumbuh subur dan berkembang di dataran Eropa, Amerika dan negara barat lainnya, sementara di daerah timur termasuk di Indonesia LGBT merupakan suatu hal yang dianggap masih tabu atau terlarang, karena bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup, tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat serta tidak sesuai dengan adat-istiadat ketimuran.

Kendati sudah berbagai macam penolakan bermunculan terhadap komunitas LGBT beserta segala aktifitas seksual yang dilakukannya, sampai saat ini belum terdapat pengaturan hukum yang secara konkret mengatur dan melarang aktifitas seksual yang dilakukan oleh seluruh komunitas LGBT di dalam hukum positif Indonesia. Dasar rujukan LGBT sampai saat ini adalah Pasal 292 KUHP, akan tetapi Pasal 292 KUHP yang menyatakan “orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun” masih terbatas mengatur mengenai seorang yang telah cukup umur melakukan perbuatan cabul atau berhubungan seks dengan seorang yang berjenis kelamin sama yang diketahui belum cukup umur saja. Tidak ada pengaturan terhadap orang yang

telah cukup umur melakukan perbuatan cabul dan/atau berhubungan seks dengan orang yang berjenis kelamin sama dan diketahui juga telah cukup umur. Padahal perbuatan cabul atau perbuatan seks menyimpang yang dilakukan oleh komunitas LGBT yang berkembang saat ini tidak terbatas hanya dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak saja, tetapi juga dilakukan oleh orang dewasa dengan orang dewasa.

Sehingga dipandang perlu untuk melakukan kriminalisasi terhadap perbuatan cabul atau hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh komunitas LGBT di Indonesia, baik yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak dibawah umur maupun yang dilakukan oleh orang dewasa dengan sesama orang dewasa.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Apakah hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) merupakan bagian dari tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia?

  • 2.    Apakah perlu dilakukan kriminalisasi yang lebih luas terhadap hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dalam pembaharuan hukum Pidana Indonesia?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini memiliki tujuan agar para pembaca dapat mengetahui mengenai kriminalisasi hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) khususnya yang dilakukan oleh sesama orang dewasa dalam perspektif pembaharuan hukum pidana.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penulisan makalah tentang tindak pidana zina ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.6 Penelitian ini dilakukan dengan meniliti bahan pustaka yang ada seperti peraturan perundang-undangan kemudian mengadakan penelitian terhadap masalah hukum.7 Penulisan ini menganalisis lebih lanjut mengenai kriminalisasi terhadap lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dalam perspektif pembaharuan hukum pidana.

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1.    Pengaturan Hubungan Seksual Sesama Jenis yang Dilakukan oleh Lesbian, Gay, Biseksual Dan Transgender (LGBT) Dalam Hukum Pidana Indonesia

Pengaturan terhadap perbuatan yang digolongkan sebagai perbuatan pidana dalam hukum Indonesia diatur di dalam KUHP dan di beberapa undang-undang pidana khusus untuk perbuatan yang digolongkan sebagai perbuatan pidana setelah penetapan atau pengesahan KUHP di Indonesia pada tahun 1946. KUHP merupakan kitab yang dijadikan rujukan pertama ketika akan mencari hukuman yang akan dikenakan terhadap suatu perbuatan pidana, karena di dalam KUHP terdapat ketentuan-ketentuan umum dalam penegakan hukum pidana. Termasuk juga ketika

membahas mengenai tindak pidana hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh LGBT, sampai saat ini perilaku seks menyimpang LGBT masih belum diatur secara jelas dan menyeluruh di dalam KUHP. Pasal yang dijadikan dasar rujukan terhadap perbuatan seks menyimpang khususnya perbuatan cabul sesama jenis atau hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh komunitas LGBT selama ini hanyalah Pasal 292 KUHP yang menyatakan “orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

Pasal tersebut belum cukup mengakomodir seluruh perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh komunitas LGBT yang kian meluas akhir-akhir ini. Pasal 292 KUHP masih terbatas mengatur mengenai seorang yang telah cukup umur yang melakukan perbuatan cabul atau hubungan seksual sesama jenis dengan sorang yang belum cukup umur saja, atau dengan kata lain KUHP yang berlaku saat ini hanya mengatur hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh komunitas LGBT yang telah dewasa terhadap anak-anak saja. Terhadap seorang yang telah dewasa melakukan perbuatan cabul atau melakukan hubungan seksual sesama jenis dengan seorang yang juga telah dewasa serta seorang yang masih belum cukup umur melakukan melakukan hubungan seksual sesama jenis dengan seseorang yang juga diketahui belum cukup umur belum terdapat pengaturan di dalam KUHP.

Perbuatan cabul atau hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh komunitas LGBT saat ini tidak terbatas hanya dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak saja, tetapi juga dilakukan oleh orang dewasa dengan sesama orang dewasa, bahkan tidak menutup kemungkinan juga akan dilakukan oleh seorang

anak yang belum cukup umur dengan sesama anak yang juga belum cukup umur. Sehingga dipandang perlu untuk dilakukan langkah-langkah nyata dalam hal perumusan aturan hukum yang mengakomodir seluruh pengaturan terhadap perbuatan cabul atau hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh komunitas LGBT yang telah sama-sama dewasa dan juga yang sama-sama masih berada dibawah umur.

Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya LGBT merupakan bagian dari tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia, yaitu diatur di dalam ketentuan Pasal 292 KUHP, akan tetapi ketentuan tersebut masih sangat terbatas hanya mengatur orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul atau hubungan seksual sesama jenis dengan seorang anak di bawah umur saja.

  • 2.2.2.    Pengaturan Hubungan Seksual Sesama Jenis yang Dilakukan oleh Lesbian, Gay, Biseksual Dan Transgender (LGBT) Dalam Hukum Pidana Indonesia Dimasa Yang Akan Datang (Ius Constituendum)

Sejak puluhan tahun silam, upaya rekodefikasi KUHP nasional sudah mulai digagas, tepatnya saat digelarnya Seminar Hukum Nasional I di Semarang pada tahun 1963, salah satunya yaitu membahas Rancangan KUHP (RKUHP) selain Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (RKUHPerdata), dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum dagang (RKUHD). Seminar ini menjadi titik awal sejarah pembaharuan KUHP di Indonesia yang setahun kemudian mulai dirumuskan oleh tim pemerintah.8 Dihitung dari awal dirumuskannya yaitu tahun 1964 hingga

sekarang sudah terhitung 54 tahun lamanya pembaharuan KUHP diupayakan, namun nyatanya sampai sekarang belum menemukan titik terang, yaitu disahkannya RKUHP menjadi KUHP nasional pertama sejak negara Indonesia berdiri.

Berbagai konsep RKUHP dari awal perumusan hingga sekarang telah dibuat oleh tim perumus, terhitung dari konsep pertama yang dikeluarkan pada tahun 1964, kemudian konsep RKUHP 1968, dan seterusnya hingga konsep terakhir yang dibahas oleh DPR sampai sekarang adalah konsep RKUHP tahun 2015. Begitu juga perkembangan mengenai pasal yang mengatur mengenai delik yang dilakukan oleh LGBT. Walaupun perkembangan konsep RKUHP sudah mengalami dinamika yang sangat panjang dengan banyak sekali konsep yang sudah dikeluarkan, sangat disayangkan tidak sejalan dengan perkembangan pembaharuan delik yang mengatur mengenai LGBT. Bila dilihat dari KUHP yang masih berlaku saat ini, kemudian rancangan pertama tahun 1964 hingga rancangan terakhir tahun 2015 tidak begitu terdapat perkembangan atau perubahan yang begitu signifikan terhadap pasal LGBT ini.

Hingga RKUHP tahun 2015 tidak terdapat perubahan yang begitu berarti terhadap pengaturan perbuatan cabul atau perbuatan seks menyimpang yang dilakukan oleh komunitas LGBT, di dalam RKUHP 2015 yang membagi KUHP menjadi dua buku yakni buku satu yang mengatur mengenai ketentuan umum dan buku dua yang mengatur mengenai tindak pidana, LGBT diatur di dalam buku dua, Bab XVI yang mengatur Tindak Pidana Kesusilaan di bagian Kelima tentang Perkosaan dan Perbuatan Cabul, paragraf 2 tentang Percabulan Pasal 496 ayat (1) dan ayat (2), yang menyatakan:

  • (1)    Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama jenis kelaminnya yang diketahui atau patut

diduga belum berumur 18 (delapan belas) tahun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

  • (2)    Dipidana dengan pidana yang sama ditambah dengan sepertiga jika perbuatan cabul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara seks oral atau seks anal atau semua bentuk pertemuan organ non-kelamin dengan alat kelamin yang dilakukan secara homoseksual.

Antara KUHP yang masih berlaku sampai saat ini dengan RKUHP 2015 belum terdapat perbuahan yang substansial, karena RKUHP 2015 masih sama mengatur seorang yang melakukan perbuatan cabul atau perbuatan seks menyimpang dengan orang lain yang berjenis kelamin sama yang diketahui atau patut diduga belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum cukup umur. Belum terdapat perkembangan substansi yang begitu berarti, dimana belum terdapat perluasan mengenai pengaturan perbuatan cabul atau hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh seseorang yang telah dewasa dengan sesama orang dewasa dan seorang anak yang masih dibawah umur dengan sesama anak yang juga masih di bawah umur. Perubahan yang terdapat di dalam RKUHP 2015 hanya penambahan hukuman dari ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun menjadi pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, dan penambahan satu ayat yang berisikan penambahan pidana sebanyak sepertiga dari pidana sebagaimana diatur pada pasal sebelumnya jika perbuatan cabul dilakukan dengan cara seks oral atau seks anal atau semua bentuk pertemuan organ non kelamin dengan alat kelamin yang dilakukan secara homoseksual.

Sementara disisi yang lain berbagai upaya terus digencarkan oleh komunitas LGBT dan bahkan dengan dukungan organisasi-organisasi lain yang berada di dalam maupun di luar negeri untuk

mengkampanyekan dan melegalkan keberadaan LGBT di Indonesia. Dikutip dari Detik.com, untuk mendukung komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks (LGBTI), sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations Development Programme (UNDP) menjalin kemitraan regional dengan Kedutaan Swedia di Bangkok, Thailand dan USAID. Dana sebesar US$ 8 juta (sekitar Rp 108 miliar) dikucurkan dengan fokus ke empat negara yaitu Indonesia, China, Filipina dan Thailand.9 Inisiatif ini dimaksudkan untuk memajukan kesejahteraan komunitas LGBTI, dan mengurangi ketimpangan dan marginalisasi atas dasar orientasi seksual dan identitas gender.

Menjadi suatu ironi, ketika belum adanya suatu aturan hukum yang secara tegas mengatur dan melarang hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh komunitas LGBT, sementara disisi lain sedang ramai-ramainya turut campur pihak-pihak dari dalam maupun luar untuk mengkampanyekan legalisasi hubungan seksual sesama jenis LGBT di Indonesia, oleh karena itu, dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia dimasa yang akan datang dipandang sangat perlu untuk dilakukan kriminalisasi atau perluasan pengaturan tindak pidana hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh komunitas LGBT di dalam konsep RKUHP yang saat ini sedang dibahas oleh DPR, agar pasal yang mengatur mengenai hubungan seksualsesama jenis yang dilakukan oleh LGBT tidak lagi terbatas hanya mengatur perbuatan cabul atau hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh seseorang yang sudah dewasa terhadap seseorang yang belum cukup umur

saja. Akan tetapi, terhadap seseorang yang sudah dewasa yang melakukan hubungan seksual sesama jenis dengan orang yang juga sudah dewasa dan/atau seorang anak yang belum cukup umur melakukan hubungan seksual sesama jenis dengan sesama anak yang belum cukup umur juga harus segera diatur ke dalam suatu rumusan pasal di dalam RKUHP agar segala bentuk penyimpangan seksual yang ada dapat segera ditanggulangi dan segala resiko yang ditimbulkan dapat segera diatasi.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh LGBT merupakan bagian dari tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia, yaitu diatur di dalam ketentuan Pasal 292 KUHP, akan tetapi ketentuan tersebut masih sangat terbatas hanya mengatur orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul atau berhubungan seks sesama jenis dengan seorang anak di bawah umur saja.

  • 2.    Pengaturan mengenai hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh LGBT di dalam hukum pidana Indonesia saat ini masih sangat terbatas mengatur orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul atau hubungan seks sesama jenis dengan seorang anak di bawah umur saja, oleh karena itu perlu dilakukan kriminalisasi yang lebih luas terhadap hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh komunitas LGBT khususnya yang dilakukan oleh sesama orang dewasa di dalam RKUHP yang saat ini sedang di bahas di DPR, yakni dengan melakukan perluasan terhadap pengaturan yang melarang hubungan seksual sesama jenis dari sekedar yang dilakukan oleh orang dewasa dengan anak dibawah umur diperluas juga terhadap hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh sesama orang dewasa dan/atau sesama anak yang masih berada di bawah umur.

  • 3.2.    Saran

  • 1.    Pemerintah Indonesia sebaiknya lebih responsif dalam menangkap isu-isu yang beredar dan masyarakat lebih aktif dalam memberikan masukan-masukan kepada Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah tergolong tua khususnya yang

merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda untuk segera di perbaharui dengan memperhatikan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat Indonesia.

  • 2.    DPR bersama Pemerintah sebaiknya merumuskan pengaturan yang melarang hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh LGBT dari semua kelompok usia di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dibahas saat ini dan segera mengesahkannya, agar segala bentuk penyimpangan seksual yang ada dapat segera ditanggulangi dan segala resiko yang ditimbulkan dapat segera diatasi.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2017, Dualisme Penelitian

Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Prasetyo, Teguh, 2013, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Penerbit Nusa Media, Bandung.

_______, 2014, Hukum Pidana, PT RajaGrafido Persada, Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

INTERNET

Agus Sahbani, 2017, Sekilas Sejarah dan Problematika Pembahasan              RKUHP,              URL:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a42131b82c60 /sekilas-sejarah-dan-problematika-pembahasan-rkuhp.

Rita Uli Hutapea, 2016, UNDP Kucurkan Rp 108 M Untuk Dukung LGBT di Indonesia dan 3 Negara Asia, URL: https://news.detik.com/internasional/3140618/undp-kucurkan-rp-108-m-untuk-dukung-lgbt-di-indonesia-dan-3-negara-asia.

Yuliati Iswandiari, 2017, Apa itu LGBT? Apa Penyebab Seseorang Menjadi Gay?, URL: https://hellosehat.com/hidup-sehat/seks-asmara/apa-itu-lgbt-adalah-penyebab/.

JURNAL ILMIAH

I Wayan Agus Harry Saputra, 2018, Kriminalisasi Terhadap Perilaku Cabul Antar Orang Dewasa Sesama Jenis (Lesbian Dan Gay), Jurnal Ilmiah, Vol. 07, No. 02, Maret 2018.

15