PEMBUKTIAN SEDERHANA DALAM PERKARA KEPAILITAN OLEH AGEN SINDIKASI KREDIT SEBAGAI PEMOHON PAILIT

Oleh :

A.A. Sagung Wira Chantieka*

Prof. Dr. Ibrahim R., S.H.,M.H.**

Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Pengaturan pembuktian sederhana diatur dalam ketentuan pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pengaturan terhadap pembuktian sederhana dalam permohonan kepailitan hingga kini menimbulkan berbagai problematika dalam pelaksanaannya. Melihat adanya pegaturan yang tidak tegas serta tidak memberikan batasan yang jelas terhadap pembuktian sederhana dalam kepailitan sehingga menimbulkan berbagai problematika dalam pelaksanaannya maka hal ini menyebabkan penting diangkat permasalahan terkait bagaimanakah pengaturan pembuktian sederhana dalam permohonan kepailitan oleh agen sindikasi kredit sebagai Pemohon Pailit dan bagaimanakah implikasi dari pengaturan pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan oleh agen sindikasi kredit sebagai pemohon pailit. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan meneliti bahan kepustakaan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Pengaturan pembuktian sederhana didasarkan pada ketentuan pasal 8 ayat (4) yang merujuk pada pasal 2 ayat( 1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Pegaturan pembuktian sederhana yang hanya berdasarkan pada pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 seringkali menimbulkan disparitas putusan Hakim dan problematika lainnya yang seringkali menyebabkan penolakan terhadap permohonan kepailitan akibat pemohon tidak mampu membuktikan secara sederhana. Pengaturan pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak dapat ditafsirkan dapat melakukan penolakan terhadap permohonan yang tidak dibuktikan secara sederhana, hal ini dilihat dari frasa pasal 8 ayat (4) yang tidak menyebutkan

penolakan terhadap permohonan yang tidak dapat membuktikan secara sederhana, namun harus mengabulkan permohonan yang dapat dibuktikan secara sederhana.

Kata Kunci :  Pembuktian sederhana, Perkara Pailit, Agen

Sindikasi Kredit

Abstract

The simple proofing rules are regulated in the Article 8 paragraph (4) Law on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation. The regulation of simple verification in the bankruptcy application up to now raises various problems in its implementation Seeing the existence of unfeasible regulations and doesn’t provide clear limits on simple proof in bankruptcy, the important issues is how the arrangement of simple proof in the application bankruptcy by the syndicated agent Credit as the Applicant for Bankruptcy and how is the implications of setting up simple evidence in bankruptcy. The method used in this research is the normative legal research according to the literature of the Civil Code and Law on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation. The simple proofing rules are regulated in the Article 8 paragraph (4) which are based on simple vericable facts in relation to the requirement for the filing of a bankruptcy petition in article 2 paragraph (1) of Law on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation. Unspecificallyarrangements of simple proofs often result in disparity of the Consideration of the judge in simple proofs. The provision of Article 8 paragraph (4) Law on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation can not be interpreted to reject a request that is not proven simply, this is seen from the phrase of article 8 paragraph (4) which does not mention the rejection of a request that does not prove simple.

Keywords: Succinct Evidence, Bankruptcy Case, Credit Syndication Agent

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Kondisi ekonomi yang saat ini tengah mengalami resesi menyebabkan munculnya berbagai permasalahan pada perusahaan-perusahaan   yang seringkali berujung pada

ketidakmampuan    pembayaran    utang    yang    dimiliki.

Ketidakmampuan melakukan pembayaran utang ini menimbulkan permasalahan diantara para pemilik piutang (Kreditor) dengan yang berpiutang (Debitor). Salah satu permasalahan yang sering muncul terkait ketidakadilan penerimaan pembayaran utang antara Kreditor yang satu dengan Kreditor lainnya. Ketidakadilan terhadap penerimaan pembayaran utang melalui aset yang dimiliki oleh Debitor menjadi awal mula munculnya Lembaga Kepailitan.

Sita umum yang pengurusannya dilakukan oleh Kurator dan diawasi oleh Hakim Pengawas yang meliputi seluruh harta kekayaan Debitor dengan tujuan agar menghindari perebutan harta Debitor pada saat Kreditor secara bersamaan menagih utang disebut dengan kepailitan. Berkaitan terhadap sita umum dalam kepailitan disebabkan beberapa faktor yaitu adanya pengajuan suatu permohonan yang dilakukan oleh rechtpersoon dan naturlijkpersoon secara sukarela kepada Pengadilan yang berwenang. Selain itu permohonan juga dapat diajukan oleh Kreditornya langsung kepada Pengadilan yang berwenang untuk dinyatakan pailit. Hal terakhir yang menjadi penyebab diajukan kepailitan yaitu resolusi khusus yang pengajuannya dilakukan oleh perorangan ataupun badan hukum terhadap the Registrar of Companies agar terhadapnya dinyatakan pailit.1 Pengaturan terhadap Kepailitan diatur dalam Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang yang selanjutnya dalam tulisan ini disebut dengan UUK-PKPU.

Berkenaan dengan pengajuan permohonan Kepailitan terdapat syarat yang menjadi ukuran suatu permohonan pailit dapat diterima oleh Pengadilan Niaga. Syarat pengajuan permohonan kepailitan ini dibuat dengan ketat dengan alasan agar tidak terjadi keadaan yang tidak berdasar dalam pengajuan permohonan yang menyebabkan pemohon dengan mudah mengajukan Permohonan Pailit yang menyebabkan sistem perekonomian menjadi rentan terhadap ketidakseimbangan ekonomi.2 Pasal 2 ayat (1) mengatur mengenai syarat kepailitan yang harus dibuktikan oleh Pemohon Pailit yang ditarik unsur-unsur dari syarat pengajuan permohonan kepailitan yaitu: a. Debitor memiliki dua atau lebih Kreditor, yang diartikan bahwa Debitor harus memiliki lebih dari satu Kreditor; b. Debitor tidak lunas melakukan pembayaran utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih; c. Pelunasan utang tersebut tidak dibayarkan sedikitnya pada satu Kreditor; d. Permohonan tersebut secara sukarela diajukan oleh Debitor atau oleh seorang atau lebih Kreditor.3

Perihal pengajuan Permohonan Kepailitan dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Niaga dengan memperhatikan ketentuan pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU yang berkaitan dengan pembuktian secara sederhana dari adanya Permohonan Kepailitan. Pembuktian saat terjadinya suatu perkara merupakan bagian yang kompleks. Pembuktian merupakan bagian yang kompleks dikarenakan membuktikan suatu hal berkaitan dengan kemampuan mengkontruksikan kejadian yang telah terjadi

sebagai suatu kebenaran.4 Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU menegaskan bahwa terhadap permohonan pernyataan pailit yang diajukan secara sukarela oleh Debitor maupun pengajuan oleh Kreditor harus dikabulkan oleh Majelis Hakim apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana, yang berkaitan dengan syarat pengajuan permohonan kepailitan dalam pasal 2 ayat (1). Fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana yang dikaitkan dengan syarat pengajuan permohonan kepailitan mengartikan bahwa pihak pemohon pailit baik Debitor maupun Kreditor harus membuktikan secara sederhana berkaitan dengan Debitor yang memiliki dua atau lebih Kreditor serta tidak adanya pelunasan terhadap utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Pembuktian sederhana berdasarkan pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU hingga kini masih menimbulkan problematika, seperti halnya dalam hal permohonan pernyataan pailit yang berkaitan dengan adanya Kredit Sindikasi dengan utang piutang yang rumit yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana berkaitan dengan adanya utang piutang tersebut. Jika terhadap perkara utang piutang yang rumit ini tidak dikabulkan maka tentu menjadi tidak berarti ketentuan pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menjadi sumber dari Kepailitan. Hingga kini permasalahan terhadap pembuktian sederhana dalam pengajuan Permohonan Pailit ini masih menimbulkan penafsiran yang berbeda oleh Majelis Hakim dalam penerimaan Permohonan terhadap utang yang complicated.5 Berdasarkan hal tersebut disusunlah jurnal ilmiah ini dengan judul: "Pembuktian

Sederhana Dalam Perkara Kepailitan Oleh Agen Sindikasi Kredit Sebagai Pemohon Pailit."

  • 1.2    Rumusan Masalah

Karya tulis ini membahas dua pemasalahan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan pembuktian sederhana dalam Permohonan Pailit oleh agen sindikasi kredit sebagai Pemohon Pailit ?

  • 2.    Bagaimanakah implikasi dari pengaturan pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan oleh agen sindikasi kredit sebagai pemohon pailit ?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Penulisan penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan pembuktian sederhana dalam permohonan kepailitan oleh agen sindikasi Kredit sebagai Pemohon Pailit; dan bagaimana implikasi dari pengaturan pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan oleh agen sindikasi kredit sebagai pemohon pailit.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian normatif yang didasarkan pada data sekunder.6 Penelitian dalam pelaksanaan dikerjakan secara metodologis, konsisten, dan sistematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan untuk memperhatikan keberadaan struktur norma dalam hierarki peraturan perundang-undangan.7 Data yang

digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh melalui instansi-instansi seperti Pengadilan, Kementerian, buku-buku atau hasil-hasil laporan penelitian.8 Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam tulisan ini yaitu Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Herzein Inlandsch   Reglement,   UUK-PKPU.

Sementara buku, teks dan literatur serta jurnal hukum yang berkaitan dengan Kepailitan dikategorikan sebagai hukum sekunder. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif dan teknik komparatif.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Pengaturan pembuktian sederhana dalam permohonan kepailitan oleh agen sindikasi Kredit sebagai Pemohon Pailit A. Pengaturan pembuktian sederhana dalam permohonan

kepailitan oleh agen sindikasi Kredit sebagai Pemohon Pailit

Pembuktian dalam perkara perdata secara umum diatur dalam KUHPerdata yaitu dalam pasal 1865 sampai dengan pasal 1945. Pasal 1865 KUHPerdata menjelaskan bahwa setiap orang yang merasa memilki hak atau menunjuk suatu peristiwa untuk menguatkan haknya maupun membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu, dengan pasal pembuktian ini setiap orang dapat memperkuat hak yang dimilikinya berdasarkan fakta yang telah dikumpulkan. Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata tidak menganut sistem pembuktian stelsel negative menurut Undang-Undang, namun dalam proses peradilan perdata hanya mencari kebenaran formil.9

Berkaitan   dengan   Hukum Acara Kepailitan terdapat

kekhususan dalam hal pembuktian yang digunakan, yaitu

penggunaan pembuktian secara sederhana. Kata sederhana memang masih sangat relative, sebagaimana halnya dengan asas “Trilogi Peradilan”.10 Pembuktian   sederhana   merupakan

kemampuan baik pihak debitor maupun kreditor untuk membuktikan adanya :

  • a.    Debitor yang memiliki lebih dari satu kreditor

  • b.    Debitor tersebut tidak membayar lunas utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih

  • c.    Telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan baik permohonan secara sukarela (voluntair) ataupun permohonan dari kreditornya langsung.

Apabila mengacu pada peraturan hukum acara secara umum mengenai pembuktian sederhana diatur dalam Herzein Inlandsch Reglement (H.I.R) pasal 83 f dalam penjelasannya yang berkaitan dengan perkara-perkara ringan kepada pengadilan yaitu perkara-perkara yang masuk kekuasaan Landraad yang pemeriksaannya dalam Sidang Besar Pengadilan Negeri secara sumir, baik pelaksanaan hukumnya maupun tentang pembuktiannya. Namun dalam H.I.R tidak terdapat penjelasan secara tegas mengenai pembuktian secara sumir tersebut. Mengacu pada Peraturan Perundang - undangan yang mengkhusus yaitu UUK-PKPU pun tidak terdapat penjelasan yang tegas bagaimana pembuktian secara sederhana tersebut.

Mengenai pengaturan terhadap pembuktian sederhana dalam hal pemohon adalah agen sindikasi kredit berlaku pengaturan pembuktian sederhana yang terdapat dalam UUK-PKPU dalam pasal 8 ayat (4) yang merujuk pada pasal 2 ayat (1) mengenai syarat sahnya pengajuan permohonan pailit, dikarenakan belum

ditemukan pengaturan yang lebih rinci tentang pembuktian sederhana.

  • B.    Prosedur Pembuktian Sederhana dalam Permohonan Pailit Berdasarkan Hukum Acara Kepailitan.

Pembuktian sederhana dalam Permohonan Kepailitan dipahami melalui UUK-PKPU dalam pasal 8 ayat (4) berkaitan dengan fakta-fakta yang digunakan untuk membuktikan secara sederhana.

Prosedur pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan tidak diatur secara khusus dalam UUK-PKPU. Apabila ditafsirkan melalui pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU adapun prosedur dari pembuktian sederhana dalam perkara Kepailitan yaitu :

  • 1.    Pemohon membuktikan bahwa Debitor memiliki dua atau lebih Kreditor;

  • 2.    Pemohon membuktikan Debitor tidak melakukan pembayaran secara lunas minimal satu utang yang telah jatuh tempo serta dapat ditagih;

  • 3.    Pemohon membuktikan bahwa dirinya memiliki kapasitas untuk mengajukan Permohonan Pailit;

Prosedur pertama pemohon membuktikan bahwa Debitor memiliki dua atau lebih Kreditor, pasal 1 angka 2 UUK-PKPU menjelaskan bahwa setiap orang yang memiliki utang kepada Kreditor baik karena Perjanjian ataupun Undang-Undang, hal ini yang patut dibuktikan oleh pemohon. Prosedur kedua harus dibuktikan yaitu Debitor tidak melakukan pembayaran secara lunas minimal satu utang yang telah jatuh tempo serta dapat ditagih. Prosedur adaya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih berpihak pada kepentingan Debitor, walaupun berkaitan dengan utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih tentu diketahui oleh

Kreditor.11 Prosedur yang ketiga berkaitan dengan kapasitas pengajuan permohonan pailit yang didasarkan pada pasal 2 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan (5) UUK-PKPU.

Pembuktian terhadap 3 unsur diatas dibuktikan melalui alat bukti yang disesuaikan dengan KUHPerdata yang memperhatikan ketentuan lain-lain dalam UUK-PKPU pasal 299 yang menyatakan kecuali ditentukan hal lain dalam UUK-PKPU maka hukum acara yang berlaku adalah Hukum acara perdata, sehingga alat bukti dalam Kepailitan untuk membuktikan 3 unsur pembuktian sederhana tersebut mengacu pada pasal 1866 KUH Perdata yaitu alat bukti berupa bukti tertulis; bukti saksi; persangkaan; sumpah; pengakuan. Namun berdasarkan pendapat dari Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono, S.H. pernyataan pailit diperiksa secara sumir bila dalam pengambilan putusan tidak diperlukan alat-alat bukti seperti diatur dalam buku ke IV KUHPerdata dinyatakan cukup apabila peristiwa tersebut telah terbukti dengan alat-alat pembuktian yang sederhana. Terjadi kesulitan apabila 3 unsur dalam pembuktian sederhana tidak dibuktikan dengan adanya alat-alat bukti tersebut. Dalam praktik peradilan dalam perkara Kepailitan yang sering kali digunakan hanyalah alat bukti surat dan saksi.

Hingga kini beban pembuktian terhadap perkara Kepailitan dibebankan kepada Pemohon, terkadang dalam keadaan Pemohon adalah Kreditor berkaitan dengan pembuktian sederhana dalam Kepailitan sulit dipenuhi oleh Kreditor, seperti halnya pembuktian terhadap Debitor yang memiliki lebih dari dua Kreditor, dan Kreditor juga harus membuktikan terdapat sedikitnnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih namun belum dibayar

lunas oleh Debitor cukup sulit dibuktikan secara sederhana oleh Kreditor seperti halnya utang yang rumit dalam hal adanya Kredit Sindikasi.

  • 2.2.    2.Implikasi dari Pengaturan Pembuktian Sederhana dalam Perkara Kepailitan Oleh Agen Sindikasi Kredit Sebagai Pemohon Pailit.

  • A.    Implikasi dari Pengaturan Pembuktian Sederhana dalam Perkara Kepailitan

Kekhususan dalam acara Kepailitan khususnya berkaitan dengan pembuktian sederhana seringkali menimbulkan berbagai problematika. Secara umum problematika pertama yang mucul dari adanya pembuktian sederhana dalam perkara Kepailitan yaitu kemudahan dalam mengabulkan permohonan pailit dikarenakan pemohon hanya membuktikan debitor memiliki 2 (dua) atau lebih kreditor dan sedikitnya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, tanpa mempertimbangkan keadaan perusahaan solven atau tidak karena tidak ada pengaturan yang jelas dan pasti asalkan pemohon dapat membuktikan fakta atau keadaan yang terbukti sederhana.12 Problematika kedua yang ditemukan dari adanya pembuktian sederhana dalam perkara Kepailitan yaitu pembuktian sederhana cenderung melindungi kepentingan Kreditor dan bahkan terkadang dimanfaatkan oleh Kreditor yang memiliki itikad tidak baik.

Problematika ketiga yang  paling sering terjadi atas

pembuktian sederhana yang pengaturannya masih tumpang tindih yaitu penafsiran yang berbeda oleh Majelis  Hakim  dalam

memeriksa, memutus dan mengadili perkara Kepailitan. Misalkan pada kasus PT.Alcrindo Prima terhadap PT. Pulung Cooper Works (PT PCW) yang mengakibatkan pailitnya PT PCW padahal

pembuktiannya cukup rumit akan tetapi dianggap sederhana dan diputus di Pengadilan Niaga, tetapi dalam praktik juga terjadi adanya pembuktian yang cukup sederhana dengan alasan membutuhkan pembuktian yang mendalam seperti kasus permohonan pailit oleh Bernard Ibnu Hardjono terhadap Hashim Djojohadikusumo. Hal ini membuktikan bahwa dalam praktik belum terdapat kepastian hukum mengenai batasan sejauh mana pembuktian sederhana tersebut wajib dibuktikan oleh para pihak yang bersengketa.13

  • B.    Implikasi dari Pengaturan Pembuktian Sederhana dalam Perkara Kepailitan Oleh Agen Sindikasi Kredit Sebagai Pemohon Pailit.

Pengaturan pembuktian sederhana berdasarkan pada ketentuan pasal 8 ayat (4) yang merujuk pada pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU menimbulkan problematika dalam perkara kepailitan yang diajukan oleh agen sindikasi kredit sebagai pemohon pailit. Problematika pertama yang timbul terhadap pengaturan pembuktian sederhana dalam kredit sindikasi ialah penolakan permohonan yang diajukan oleh pemohon pailit oleh Pengadilan Niaga. Penolakan terhadap permohonan pailit tersebut dikarenakan kesalahan dalam hal pihak yang mengajukan permohonan pailit. Seringkali terjadi ketidaksepahaman mengenai pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit dalam kredit sindikasi, yang menyebabkan penolakan dalam pengajuan permohonan pailit seperti dalam Putusan Mahkamah Agung No 25/K/N/1999 yang menyatakan kesalahan pihak yang mengajukan permohonan pailit. Putusan Mahkamah Agung

tersebut menyatakan bukan kewenangan dari agen sindikasi kredit dalam mengajukan permohonan pailit. Mengenai kewenangan pihak yang mengajukan permohonan pailit dalam Kredit Sindikasi tidak menjadi masalah apabila dalam perjanjian sindikasi kredit telah ditentukan pihak yang mewakili sebagai pihak apabila terjadi suatu perkara, sehingga hal tersebut menyebabkan hakim lebih mempertimbangkan terkait dengan pihak yang memiliki kewenangan dalam mengajukan permohonan pailit dalam kredit sindikasi.

Problematika kedua yaitu kesulitan pemohon yang memiliki utang yang rumit dalam kredit sindikasi yang harus dibuktikan secara sederhana. Pembuktian sederhana dalam hal utang yang dimiliki sulit dilakukan bagi agen sindikasi kredit dikarenakan melibatkan banyak bank dan memberikan nominal utang yang terpisah. Pengaturan terhadap pembuktian sederhana ini tentunya akan menghilangkan makna keadilan yang diharapkan dari adanya lembaga kepailitan, hal ini dikarenakan Hakim mungkin saja akan tidak mengabulkan permohonan pailit yang diajukan oleh agen sindikasi kredit sebagai pemohon pailit dikarenakan pemohon tidak mampu membuktikan faktanya secara sederhana sebagaimana dalam pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU terutama berkaitan dengan utang. Utang dalam perkara kepailitan sebenarnya akan dibahas dalam tahap verifikasi utang, berkaitan dengan pasal 8 ayat (4) tersebut agen sindikasi kredit seharusnya hanya membuktikan utang dalam kredit sindikasi tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Apabila ditafsirkan mengenai pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU berkaitan dengan pembuktian sederhana dalam hal Hakim menolak permohonan pailit, seharusnya pasal tersebut tidak ditafsirkan hakim dapat menolak permohonan kepailitan yang

tidak dapat membuktikan secara sederhana. Hakim dalam membuat putusan seharusnya tidak hanya melihat pada hukum (system denken) tetapi juga harus bertanya pada hati nurani dengan cara memperhatikan keadilan dan kemanfaatan ketika putusan itu telah dijatuhkan (problem denken).14 Pembuktian sederhana mengartikan dalam hal memeriksa pembuktian dalam permohonan perkara kepailitan.15 Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU hanya bertujuan untuk mewajibkan hakim untuk tidak menolak atau mengabulkan permohonan pernyataan pailit yang dapat dibuktikan secara sederhana. Akan tetapi pasal tersebut tidak dapat ditafsirkan bahwa permohonan Kepailitan yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana maka Majelis Hakim pada Pengadilan Niaga maupun Kasasi wajib menolak untuk memeriksa perkara yang bersangkutan. Majelis hakim pada Pengadilan Niaga maupun Kasasi wajib tetap memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit yang fakta atau keadaannya tidak terbukti secara sederhana. Hal ini didasarkan pada frasa dalam pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU tidak menggunakan frasa "Permohonan pailit harus ditolak oleh Pengadilan Niaga apabila terdapat fakta atau keadaan yang tidak terbukti secara sederhana oleh pemohon pailit." tetapi pasal 8 ayat (4) berbunyi "Permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Terlihat jelas bahwa dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sederhana Majelis

Hakim wajib menerima permohonan tersebut yang didasarkan pada frasa dari pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU.

  • III. PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diurakan pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  • 1.    Pengaturan terhadap pembuktian sederhana dalam permohonan kepailitan oleh agen sindikasi Kredit sebagai Pemohon Pailit hingga kini hanya diatur dalam UUK-PKPU dalam pasal 8 ayat (4) yang merujuk pada pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU. Berkaitan dengan prosedur pemohon membuktikan bahwa Debitor memiliki dua atau lebih Kreditor; Pemohon membuktikan Debitor tidak melakukan pembayaran secara lunas minimal satu utang yang telah jatuh tempo serta dapat ditagih; Pemohon membuktikan bahwa dirinya memiliki kapasitas untuk mengajukan Permohonan Pailit yang dibuktikan melalui alat bukti berdasarkan pasal 1866 KUHPerdata

  • 2.    Implikasi dari pengaturan terhadap pembuktian sederhana menimbulkan banyak problematika yaitu kemudahan dalam mengabulkan permohonan pailit; pembuktian sederhana cenderung melindungi kepentingan kreditor dan bahkan terkadang dimanfaatkan oleh Kreditor yang memiliki itikad tidak baik; pembuktian sederhana tersebut sulit dipenuhi oleh pemohon yang memiliki utang yang rumit seperti dalam kredit sindikasi. Berkaitan dengan pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan penafsiran terhadap pasal 8 ayat (4) tidak dapat ditafsirkan hakim harus menolak permohonan yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana namun ditafsirkan bahwa

hakim harus menerima permohonan yang dibuktikan secara sederhana oleh pemohon.

  • 3.2    Saran

Saran yang penulis sampaikan terkait dengan Pembuktian Sederhana dalam perkara Kepailitan oleh Agen Sindikasi Kredit sebagai Pemohon Pailit diantaranya sebagai berikut :

  • 1.    Mengingat Kepailitan merupakan sengketa Perdata Khusus yang pengaturannya hingga kini sangatlah minim, maka diperlukan suatu pengaturan yang lebih spesifik yang selayaknya harus diperhatikan dan dikaji ulang oleh pembentuk undang-undang guna diamandemen agar tidak menimbulkan tumpang tindih pengaturan pembuktian sederhana dalam kepailitan.

  • 2.    Hakim seyogyanya arif dan bijaksana dalam memeriksa dan mengadili perkara kepailitan yang masih menimbulkan berbagai problematika akibat adanya persyaratan pembuktian secara sederhana, hal ini dikarenakan hakim sebagai penentu nasib seorang debitor layak untuk dipailitkan atau tidak, hakim seharusnya tidak terlalu kaku pada peraturan perundang-undangan khususnya berkaitan dengan pembuktian sederhana yang mana dalam hal ini hakim wajib melakukan penemuan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hartono, Sri Redjeki, 2012, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang.

Pasek Diantha, I Made, 2016, Metodologi Pennelitiann Hukum Normatif, Prenada Media Group, Denpasar.

Remy Sjahdeini, Sutan, 2016, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, Prenada Media Group, Jakarta.

Shubhan, M. Hadi, 2008, Hukum Kepailitan Prinsip,Norma,dan Praktik Peradilan,Kencana Prenada Media Group, Surabaya.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Tjukup, I Ketut, 2017, Dinamika Hukum Acara dan Peradilan di Indonesia, Swasta Nulus, Denpasar.

Wiradipradja, Saefullah, 2015, Penuntun Praktis Metode Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Hukum, CV Keni Media,

Bandung.

Yahya Harahap, M., 2004, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika Group, Jakarta.

Jurnal

Anisah, Siti, 2009,  ”Studi Komparasi terhadap Perlindungan

Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan”, Jurnal Hukum Universitas Islam Indonesia

Kadir, Yunita, 2014, "Pembuktian Sederhana Dalam Kepailitan",

Volume 3, Jurnal Hukum Universitas Surabaya.

Sunarmi, 2016, "Konsep Utang dalam Hukum Kepailitan dengan Pembuktian       Sederhana       (Studi       Putusan

No:04/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst", Volume 4, Jurnal Hukum Universitas Sumatera Utara.

Wijayanta, Tata, 2014, "Asas Kepastian Hukum, Keadilan dan

Kemanfaatan dalam Kaitannya dengan Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga", Volume 14, Jurnal Hukum Universitas Gadjah Mada

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPerdata).

Herzein Inlandsch Reglement (H.I.R)

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 443).

17