PERAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM TERHADAP GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN BULELENG

Oleh

Ida Bagus Gede Eka Permana Putra∗∗ Made Subhakarma Resen∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Tulisan ini berjudul Peran Polisi Pamong Praja dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Ketertiban Umum Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kabupaten Buleleng. Adapun yang melatar belakangi tulisan ini untuk mengetahui dan menganalisis peran serta faktor yang mempengaruhi Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Ketertiban Umum Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kabupaten Buleleng. Metode penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian Yuridis-Empiris yakni dengan membandingkan aturan yang ada dengan pelaksanaannya atau kenyataannya dalam masyarakat. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu melakukan upaya sidak secara rutin untuk menertibkan gelandangan dan pengemis, pendataan nama-nama gelandangan dan pengemis yang terjaring di Kabupaten Buleleng, menyerahkan gelandangan dan pengemis ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Artikel ini merupakan tulisan intisari dari skripsi

∗∗ Ida Bagus Gede Eka Permana Putra (1316051084), adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, ekkapermanaputra@yahoo.co.id

∗∗∗ Dr. Made Gde Subha Karma Resen,SH.,M.Kn, adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

Kabupaten Buleleng serta kendala yang terjadi dalam menegakkan Peraturan Daerah, ini disebabkan dari beberapa faktor.

Kata Kunci: Gelandangan dan Pengemis, Ketertiban Umum, Polisi Pamong Praja,

ABSTRACT

This paper entitled The Role of Police Officers In Enforcement of Regional Regulation Number 6 Year 2009 About Public Order Against Homeless And Beggar In Buleleng Regency. As for the background of this paper to know and analyze the role of factors affecting the Civil Service Police In Enforcement of Regional Regulation Number 6 Year 2009 About Public Order Against Homeless And Beggar In Buleleng District. The research method used is the type of Juridical-Empirical research that is by comparing the existing rules with the implementation or reality in society. The conclusion of this research is in the implementation of the role of Satuan Pamong Praja Police Unit in enforcing the Regional Regulation Number 6 Year 2009 about Public Order to homeless and beggars in Buleleng Regency is to make regular efforts to discipline dumping homeless and beggars, data collection of names of homeless and beggars netted in Buleleng Regency, handing over homeless and beggars to the Buleleng Social and Labor Agency and the obstacles that occurred in enforcing Regional Regulation Number 6 Year 2009 on Public Order to Beggar and Beggar in Buleleng Regency is caused by several factors.

Keywords: Civil Service Police, public order, homeless and beggar

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti negara termasuk pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh peraturan hukum atau

harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Van Apeldoorn menyatakan hukum merupakan suatu gelaja sosial yang mana tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum, hukum itu menjadi suatu aspek dari kebudayaan seperti agama, kesusilaan, adat istiadat dan kebiasaan.1 Perilaku menyimpang merupakan suatu ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, serta menimbulkan ketegangan individu maupun ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan ancaman yang berpotensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial.2 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, yang dimaksud dengan gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Sedangkan yang dimaksud pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasih dari orang lain. Kosa kata lain yang juga sering digunakan untuk menyebutkan keberadaan gelandangan dan pengemis tersebut dimasyarakat Indonesia adalah Tunawisma.3 Indonesia tergolong negara berkembang dan belum mampu menyelesaikan masalah kemiskinan. Dari beberapa banyak masalah sosial yang terjadi sampai saat ini, gepeng adalah

masalah yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah.4 Karena saat ini masalah tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan di kota-kota besar, seperti di Pulau Bali tepatnya di Kabupaten Buleleng.

Penyebab dari banyaknya gepeng yang ada di kota-kota besar adalah jumlah pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang memadai dan kesempatan kerja yang tidak selalu sama. Di samping itu menyempitnya lahan pertanian di desa karena banyak digunakan untuk pembangunan pemukiman dan perusahaan atau pabrik. Keadaan ini mendorong penduduk desa untuk berurbanisasi dengan maksud untuk merubah nasib, tapi sayangnya, mereka tidak membekali diri dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai, sehingga keadaan ini akan menambah tenaga yang tidak produktif di kota. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka bekerja apa saja asal mendapatkan uang termasuk meminta-minta.5

Dalam rangka penegakkan Peraturan Daerah, peranan Satuan Polisi Pamong Praja diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, untuk melakukan penertiban bagi gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng. Berdasarkan pada Pasal 408 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah

masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.

Salah satu permasalahan yang ditangani oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng adalah penertiban gelandangan dan pengemis (gepeng) yang tersebar di tempat-tempat umum yang sebagian besar adalah anak-anak usia sekolah, ibu-ibu dengan anak bayi dan orang tua. Pelaksanaan penertiban dilaksanakan untuk menciptakan situasi yang kondusif di Kabupaten Buleleng, khususnya daerah pariwisata. Penertiban ini juga dilakukan karena sebagian besar masyarakat merasa terganggu dengan adanya gepeng.

Melihat keadaan tersebut, maka pemerintah sering melakukan razia khususnya untuk gelandangan dan pengemis yang dalam hal ini dilakukan oleh aparat pemerintah yakni Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng atau lebih dikenal dengan nama Anggota Ketertiban Umum (yang disingkat TIBUM), oleh karena itu menghadapi perkembangan umum yang terjadi saat ini, tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam kiprahnya di lapangan harus selalu menjaga keamanan dan ketertiban terutama masalah gepeng saat ini. Di samping itu perlu juga dukungan penuh dari masyarakat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis mengangkat judul “Peran Polisi Pamong Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Ketertiban Umum Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kabupaten Buleleng”

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka permasalahan yang dapat di rumuskan yaitu :

  • 1.    Bagaimanakah pelaksanaan peran Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng dalam penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 6 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum terhadap gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng?

  • 2.    Apakah kendala yang dihadapi oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 6 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum terhadap gelandangan dan pengemis?

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metoda penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan prilaku masyarakat (kesenjangan antara das sollen dan das sein atau antara the ought dan the is atau antara yang seharusnya dengan senyatanya dilapangan). Obyek penelitian hukum empiris berupa pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam penerapan hukum.

Berdasarkan atas pandangan di atas orientasi pengkajinya menitik beratkan mengenai upaya penegakan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Ketertiban Umum Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kabupaten Buleleng.

  • 2.2    Hasil Dan Analisis

    2.2.1    Pelaksanaan Peran Satuan Polisi Pamong Praja

Terdapat 3 usaha yang dapat dilakukan dalam menanggulangi permasalah gelandangan dan pengemis, yaitu usaha preventif, represif, dan rehabilitatif.

Menurut bapak I Wayan Duala selaku Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng, gelandangan dan pengemis yang terjaring razia diberikan sanksi berupa teguran agar jera untuk melakukan kegiatan menggepeng tersebut. Setelah itu langkah yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng yaitu memberikan gepeng tersebut ke Dinas Sosial untuk di data dan setelah di data gepeng tersebut akan dikembalikan ke tempat mereka berasal.

Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis tidak mengatur tentang sanksi yang diberikan kepada gelandangan dan pengemis karena faktor kemanusiaan, maka Dinas Sosial melakukan pengembalian gelandangan dan pengemis ke daerah asalnya sesuai dengan asas diskresi dimana asas tersebut menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Berdasarkan penelitian ditemukan masih adanya gelandangan dan pengemis yang berkeliaran di Kabupaten Buleleng dari tahun 2015-2017, bahwa banyaknya gelandangan dan pengemis yang di tangkap di Kabupaten Buleleng pada tahun 2015 dikarenakan razia gelandangan dan pengemis pada tahun itu lebih banyak dilakukan dibanding dengan tahun 2016 dan 2017. Di tahun 2015 razia gelandangan dan pengemis dilakukan 3 kali dalam setahun diantaranya pada bulan Februari, Juni Dan Oktober. Sedangkan pada tahun 2016 dilakukannya razia gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng hanya sekali di bulan juni dan di tahun 2017 razia gelandangan dan pengemis dilakukan hanya 2 kali yaitu di bulan Mei Dan Juni.

Hal ini menyebabkan gelandangan dan pengemis yang terjaring razia di tahun 2015 cukup banyak jumlahnya yaitu 55 orang, sedangkan di tahun 2016 jumlah pengemis yang tertangkap razia yaitu hanya 15 orang dan di tahun 2017 yang tertangkap razia berjumlah 18 orang. Gelandangan dan pengemis menurun dari tahun ke tahun dikarenakan penindakan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja masih belum efektif. Satuan Polisi Pamong Praja dalam hal ini tidak terlepas dari perkembangan Kabupaten Buleleng, disamping itu Kecamatan Seririt merupakan daerah pariwisata internasional maupun domistik, sehingga hal ini memicu meningkatnya migrasi penduduk yang menyebabkan tingkat pelanggaran Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati semakin meningkat terutama masalah gelandangan dan pengemis yang tersebar di Kabupaten Buleleng.

Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja pasca penertiban gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng yaitu :

  • 1.    Mengadakan patroli secara rutin di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng.

  • 2.    Mengadakan razia di daerah rawan gelandangan dan pengemis.

  • 3.    Mendata nama-nama gelandangan dan pengemis yang terjaring razia di Kabupaten Buleleng dan menyerahkan gelandangan dan pengemis ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja.

Peran Satuan Polisi Pamong Praja untuk meminimalisir gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng yaitu dengan mengadakan razia secara rutin di daerah yang rawan gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng agar gelandangan dan pengemis yang berada di Kabupaten Buleleng bisa tertangkap dan

dibina untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik sebagai warga negara Republik Indonesia.

  • 2.2.2    Kendala Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban Gelandangan dan Pengemis

  • 1.    Faktor Hukum

Faktor hukum adalah faktor yang berkaitan dengan peraturan yang menjadi dasar hukum dalam penegakan hukum.6 Dengan dasar hukum yang jelas akan mempermudah pemerintah dalam menangani permasalahan gelandangan dan pengemis di wilayah Buleleng. Kabupaten Buleleng sendiri belum memiliki peraturan yang mengatur secara khusus terkait gelandangan dan pengemis sehingga mengalami kesulitan dalam menindak gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng. Dengan tidak adanya Peraturan Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng dalam menindak gelandangan pengemis masih berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.

Peraturan perundang-undangan tersebut sudah terlalu lama melihat perkembangan yang telah terjadi saat ini sehingga kurang relevan dalam menindak gelandangan dan pengemis yang merajalela di Kabupaten Buleleng saat ini. Kurangnya perhatian pemerintah Kabupaten Buleleng dalam menanggulanngi permasalahan gelandangan dan pengemis membuat tidak adanya Peraturan Daerah yang secara khusus mengatur sehingga dasar hukum yang digunakan masih Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Belum seluruh peraturan yang terkait dengan masalah ketertiban

dan ketentraman masyarakat yang direvisi/diperbaharui sehingga dalam pelaksanaan penegakannya dilapangan tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Untuk pengaturan gelandangan dan pengemis dalam Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng agar berjalan dengan baik maka perlu disusun Peraturan Daerah khusus tentang gelandangan dan pengemis dan merevisi Peraturan Daerah yang telah ditetapkan. juga terhadap sanksi apa yang akan diterapkan.

  • 2. Faktor Penegak Hukum

Menurut informan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Buleleng yang bernama Ida Bagus Suadnyana, adapun hambatan yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Peraturan Daerah terhadap gelandangan dan pengemis masih kurangnya kemampuan dan keterampilan taktis dan teknis Pamong Praja (Praja Wibawa) yang memadai.

Masih lemahnya pelaksanaan petugas patroli wilayah dalam mengantisipasi keberadaan gelandangan dan pengemis (gepeng). Pelaksanaan patroli di wilayah dalam mengantisipasi keberadaan gelandangan dan pengemis (gepeng) saat ini masih cukup lemah, ini disebabkan karena keberadaan gelandangan dan pengemis (gepeng) tiap tahun mengalami peningkatan. Jumlah gelandangan dan pengemis (gepeng) yang berada di Kawasan Kabupaten Buleleng ini cukup banyak dan terletak di kawasan yang cukup krodit sehingga mempersulit petugas patroli untuk mengamankannya.

  • 3.    Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung

Perlu adanya tempat untuk penampungan gelandangan dan pengemis setelah terkena rahazia oleh Satuan Polisi Pamong Praja

agar Satuan Polisi Pamong Praja bisa melakukan razia setiap minggunya tanpa berkoordinasi dengan Dinas Sosial. Pada dasarnya satuan polisi pamong praja kesulitan untuk melakukan razia terhadap gelandangan dan pengemis, itu dikarenakan belum adanya tempat penampungan untuk gelandangan dan pengemis jadi Polisi Pamong Praja harus berkoordinasi lebih dahulu dengan dinas sosial untuk menyiapkan tempat bagi para gelandangan dan pengemis yang tertangkap razia. Maka dari itu Satuan Polisi Pamong Praja sulit untuk melakukan razia rutin untuk menertibkan gelandangan dan pengemis tanpa berkoordinasi dengan Dinas Sosial.

  • 4.    Faktor Masyarakat

Menurut Kepala Bidang Bidang Pelayanan dan Rehabilitas Sosial pada Dinas Sosial Kabupaten Buleleng Ibu Putu Dewi Puspita Wati, mengatakan : Permasalahan gelandangan dan pengemis (gepeng) dimanapun pada dasarnya adalah masalah kita bersama. Keberadaan gelandangan dan pengemis (gepeng) sangat susah dipantau karena mereka terus-menerus berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain dimana mereka merasa aman dan banyak menghasilkan dari menggepeng tersebut. Keberadaan mereka ditempat – tempat menggepeng akhirnya menjadi fenomena khas dimana sebagian orang tidak peduli dan sebagian besar orang merasa terganggu dengan ulah mereka yang memang terasa sedikit agak leluasa beroperasi, dan bahkan cenderung ada yang tidak memperhatikan aturan, norma dan sangat arogan.

Adapun hambatan Satuan Polisi Pamong Praja yang berasal dari faktor masyarakat menurut informan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Buleleng yang bernama Ida Bagus Suadnyana, menambahkan :

  • 1.    Masih lemahnya kesadaran masyarakat dalam mentaati Peraturan Daerah khususnya dalam masalah ketertiban.

  • 2.    Belum banyak dilakukan jalinan kerja sama dengan

seluruh aparat keamanan dan ketertiban serta aparat penegak hukum lainnya, agar tercipta hubungan yang sinergis, mengingat beberapa kewenangan yang melekat pada Satuan Polisi Pamong Praja melekat pula pada institusi lain.

  • 5.    Faktor Budaya

Menurut bapak Ida Bagus Suadnyana selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng kegiatan meminta – minta dan menggepeng sudah mendarah daging di kalangan gelandangan dan pengemis. Gelandangan dan pengemis yang ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng setelah di data dan di wawancara mengatakan kegiatan mengemis dilakukan karena diajarkan oleh orang tua secara tidak langsung. Orang tua yang melakuan kegiatan mengemis secara tidak langsung di anggap merupakan kegiatan yang benar oleh anak sehingga anak – anak para gelandangan dan pengemis saat sudah dewasa menjadikan kegiatan mengemis sebagai pekerjaan mereka karena mengganggap hal tersebut perbuatan yang benar dan bisa menghasilkan sehingga budaya menjadi gelandangan dan pengemis di anggap benar dan tetap dilanjutkan sampai sekarang walaupun kegiatan tersebut melanggar aturan yang ada.

  • III.    PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian dan pembahasan analisis yang telah dipaparkan di atas dapatlah di tarik kesimpulan sebagai berikut :

  • 1.    Pelaksanaan peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum terhadap gelandangan dan

pengemis di Kabupaten Buleleng adalah melakukan upaya sidak secara rutin untuk menertibkan gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng, melakukan pendataan nama-nama gelandangan dan pengemis yang terjaring di Kabupaten Buleleng,  menyerahkan gelandangan dan

pengemis ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Buleleng. Upaya ini  bertujuan untuk meminimalisir

keberadaan gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng.

  • 2.    Kendala yang terjadi dalam menegakkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kabupaten Buleleng ini disebabkan dari beberapa faktor. Tidak adanya peraturan secara khusus yang mengatur secara spesifik tentang gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng, faktor berikutnya kurangnya kemampuan dan keterampilan anggota Satuan Polisi Pamong Praja dalam mendeteksi adanya gelandangan dan pengemis, di Kabupaten Buleleng sehingga gelandangan dan pengemis masih tetap bisa berkeliaran secara bebas di tempat-tempat umum, faktor sarana dan prasarana kurangnya tempat untuk menampung gelandangan dan pengemis yang ditertibkan, berikutnya faktor masyarakat dimana masyarakat kurang perduli dengan gelandangan dan pengemis sehingga tidak

ada laporan kepada Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng, dan yang terakhir faktor kebudayaan dimana menjadi gelandangan dan pengemis merupakan budaya turun temurun dari orang tua ke anak.

  • 3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disarankan sebagai berikut :

  • 1.    Perlunya revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum atau perlu diatur secara jelas dan mengkhusus mengenai masalah gelandangan dan pengemis di Kabupaten Buleleng, sehingga Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng mempunyai kewenangan lebih dalam menangani masalah gelandangan dan pengemis tersebut.

  • 2.    Perlu peningkatan kualitas sumber daya manusia di instansi Satuan Polisi Pamong Praja melalui pendidikan dan pelatihan, pembekalan teknis untuk anggota Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum, peraturan bupati dan produk hukum lainnya. Koordinasi yang lebih erat antara instansi teknis, kelurahan, kecamatan dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng terkait pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah terhadap gelandangan dan pengémis, sehingga hasil yang dicapai lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Bagong Suyatno, 2010, Anak Terlantar, Cahaya Atma Pusaka, Yogyakarta.

Heru Permana, 2007, Politik Kriminal, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta,

Ishaq, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Mahfud Ahmad, 2010, Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan dan Pengemis (Gepeng),Pustaka Sumayyah, Pekalongan.

Soerjono Soekanto, 2010, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soetomo, 2008, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya,

Pustaka Pelajar, Jakarta.

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679)

Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan Dan Pengemis (Lembaran Negara Dan Tambahan Lembaran Negara Tahun 1980)

Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 6 Tahun 2009 tentang Ketertiban     Umum     (Lembaran     Daerah

Kabupaten Buleleng Tahun 2009 Nomor 6)

15