ANALISIS TERHADAP PROFESI ARTIS DI BAWAH UMUR SEBAGAI BENTUK EKSPLOITASI ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
on
ANALISIS TERHADAP PROFESI ARTIS DI BAWAH UMUR SEBAGAI BENTUK EKSPLOITASI ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
Oleh :
Ni Luh Putu Devi Wirasasmita∗ Made Nurmawati∗∗
Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Profesi artis di bawah umur sekira-kiranya dapat meringankan beban perekonomian keluarga dan memperkenalkan anak pada dunia kerja, namun jika anak bekerja sejak dini dapat mengurangi hak-hak dasar anak. Hal tersebut dapat mengindikasikan tindakan eksploitasi pada anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa bentuk eksploitasi anak berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pengaturan mengenai eksploitasi pada profesi artis di bawah umur sampai saat ini belum diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga terdapat kekosongan norma hukum. Penulisan ini menggunakan jenis penelitian normatif. Sumber bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian, korban anak dari tindakan ekploitasi pada profesi artis haruslah mendapat perlindungan dari negara, pemerintah, masyarakat dan orang tua, yang bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Perlindungan hukum terhadap korban anak dari tindakan ekploitasi pada profesi artis diatur dalam ketentuan Pasal 66, Pasal 78, dan Pasal 88 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kata Kunci : Eksploitasi, Perlindungan Hukum, Tenaga Kerja Anak.
∗Ni Luh Putu Devi Wirasasmita, adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, devi.wirasasmita9f@gmail.com
∗∗Nurmawati, SH., MH, adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
ABSTRACT
Underage Artist profession may at least lighten the burden of the family economy and introduce children to the world of work, but if the child works early it can reduce the basic rights of the children. It can indicate the act of exploitation in children. The purpose of this study is to analyze the form of child exploitation based on the Law of the Republic of Indonesia No. 35 of 2014 on the amendment of Law No. 23 of 2002 about Child Protection. The research method used is normative legal research based on the approach of the law. Normative legal research is used because there is a void of norms in the case of this study. Sources of legal material used in the form of primary law materials, secondary law materials, and tertiary law materials. Based on the results of the research, it can be said that child victims of exploitation actions on the profession of artists must be protected from the state, government, society and parents, who is responsible to preseve and maintain these human rights in accordance with the obligations imposed by law. The legal protection of child victims from acts of exploitation on the artist profession is provided in the provisions of Articles 66, 78 and 88 of the Law of the Republic of Indonesia No. 35 of 2014 on Amendment to Law No. 23 of 2002 about Child Protection.
Keywords : Exploitation, Legal Protection, Child Labor
Dewasa ini, sosial media sangatlah penting bagi seluruh kalangan di Indonesia. Globalisasi adalah proses perkembangan dunia yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. 1 Mulai anak-anak, remaja, hingga orang dewasa pun menggunakan sosial media. Manfaat sosial sangat dirasakan oleh masyarakat, seperti sekarang sosial media selain sebagai media komunikasi dapat dijadikan sebagai alat penghasil pundi-pundi uang. Kegunaan sosial media yang dapat meningkatkan sektor ekonomi masyarakat bermula bermula dari minat masyarakat terhadap suatu konten yang diunggah. Berbagai konten tersebut diperankan oleh orang dewasa maupun anak-anak.
Pengertian mengenai anak terdapat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Anak), menyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk yang masih dalam kandungan”. 2 Undang-Undang Perlindungan Anak telah mengatur mengenai tindakan eksploitasi terhadap anak, selain itu diatur pula mengenai hak-hak anak. Lembaga Perlindungan Anak seperti KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) diatur pula pada Pasal 74 undang-undang tersebut.
Anak sebagai pemeran di sosial media berpengaruh terhadap popularitasnya yang semakin hari semakin meningkat karena
minat masyarakat. Tidak jarang ditemui anak public figure yang baru lahir hingga berumur belasan tahun telah terjun ke dalam dunia entertainment, dari yang menjadi model iklan, model majalah anak, sinetron, film, dan lain sebagainya. Perubahan minat masyarakat terhadap dunia hiburan membawa anak langsung menjadi pemeran di dalamnya.
Peran anak di dunia hiburan tidak lepas dari campur tangan orang tua yang memberikan akses dan izin kepada anak. Pandangan orang tua yang menyatakan bahwa masuknya anak di dunia hiburan dapat mengajari dan mengembangkan bakat anak, serta pemahaman anak terhadap dunia pekerjaan yang mana dianggap melatih persiapan bila mereka sudah dewasa dan ingin bekerja, seperti masa percobaan sebelum mereka bekerja nantinya. Selain itu, anggapan bahwa meringankan ekonomi keluarga, mempunyai penghasilan sendiri, belajar mempunyai tanggung jawab dan menjadi dewasa merupakan beberapa faktor pertimbangan diberikannya anak ruang gerak dalam dunia kerja, namun tidak jarang pemikiran yang memberikan ruang gerak anak untuk menjadi publik figur berpengaruh buruk terhadap tumbuh kembang anak. Bertambah luasnya ruang gerak anak yang bersentuhan langsung dengan dunia pekerjaan berpengaruh terhadap sikap, fisik, dan mental anak. Secara sikap mungkin anak akan terpengaruh dengan perkembangan interaksi yang ada dilingkungan kerjanya, namun ditinjau dari segi fisik anak yang seharusnya berada pada fase bermain menjadi lebih sibuk sehingga berpengaruh terhadap kesehatan yang membuat mereka akan mudah sakit. Secara mental, fokus anak akan terganggu, yang pada masa anak-anak seharusnya fokus terhadap pendidikan namun jika anak sudah bekerja mereka akan melupakan pendidikannya karena berfikir sudah mempunyai
penghasilan.3 Selain itu, anak juga mudah stress karena mental anak belum siap menghadapi kerasnya tuntutan didunia pekerjaan. Pergaulan anak pun terganggu, anak tidak bisa menghabiskan waktu dengan teman sebayanya.
Dampak negatif dari profesi artis cilik , yaitu dapat mengubah tumbuh kembang anak membuat diperlukannya perlindungan hukum anak.4 Perlindungan ini dimaksudkan untuk memberikan batasan dan keamanan agar tidak mengalami diskriminasi bagi anak yang bekerja di dunia hiburan. Pengaturan mengenai pengertian eksploitasi anak tidak diatur di dalam undang-undang, sehingga terdapat kekosongan norma hukum dalam kasus tersebut. Diperlukannya perlindungan secara hukum bagi anak membuat pemerintah merubah Undang-Undang Perlindungan Anak agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekarang. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dikaji secara analisa yang berjudul “ANALISIS TERHADAP PROFESI ARTIS DI BAWAH UMUR SEBAGAI BENTUK EKSPLOITASI ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK”.
-
1. Bagaimana pengaturan mengenai profesi artis di bawah umur di Indonesia?
-
2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap korban anak dari tindakan eksploitasi pada profesi artis ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan mengenai profesi artis di bawah umur di Indonesia dan bentuk perlindungan hukum terhadap korban anak dari tindakan eksploitasi pada profesi artis ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak.
-
II. Isi Makalah
-
2.1. Metode Penelitian
-
2.1.1. Jenis Penelitian
-
-
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 5 Penelitian hukum normatif digunakan karena terjadi kekosongan norma dalam kasus pada penelitian ini. Jenis penelitian hukum normatif, pada dasarnya merupakan penelitian perbandingan antara ideal hukum, das sollen. dengan realitas hukum,. das sein.6
Jenis pendekatan yang digunakan dalam jurnal ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan isu. hukum yang sedang ditangani. Sedangkan pendekatan konseptual yaitu melihat dari doktrin atau pandangan yang berkembang di dalam ilmu hukum.
Berikut bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :
-
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat atau bersifat otoritaif seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
-
2. Bahan hukum sekunder, yaitu menjelaskan mengenai
bahan. hukum primer, seperti undang-undang,
penelitian, ataupun beberapa literatur.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum
menjelaskan. terhadap bahan hukum primer.
sekunder,. misalnya adalah kamus hukum dan kabar.7
hasil
yang
dan
surat
Penelitian yang menggunakan penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan menggunakan studi kepustakaan. Mencari bahan-bahan dalam buku-buku terkait permasalahan untuk kemudian dikutip bagian penting, yang selanjutnya di susun secara sistematis sesuai dengan pembahasan penelitian ini.
Penelitian hukum normatif tahapan pengolahan bahan-bahan hukum meliputi, merumuskan dasar-dasar hukum, merusmuskan pengertian hukum, merumuskan kaidah-kaidah hukum, dan membentuk standar-standar hukum.
-
2.2. Hasil Analisa
-
2.2.1 .Pengaturan Mengenai Profesi Artis di Bawah Umur di
-
Indonesia
Profesi artis di bawah umur dapat membuat pendidikan dan masa depan anak terbelengkalai. Hak-hak anakpun tidak akan berjalan dengan lancar. Sebagian besar anak yang bekerja sebagai artis merupakan korban tindakan eksploitasi. Pengertian eksploitasi anak menurut pendapat Martaja adalah tindakan memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau keuntungan pribadi. 8 Setiap anak berhak untuk kelangsungan hidup, tumbuh. dan berkembang, serta memiliki hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, sesuai dengan Pasal 28B. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutanya disebut UUD NRI Tahun 1945) yang mengatur tentang hak anak, namun pasal ini kurang lengkap karena hanya memandang anak yang perlu mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi saja. Karena, posisi anak yang sangat rentan sebagai hubungan yang tidak setara antaran anak dan orang tua tidak saja membuat anak berpotensi menjadi korban kekersan dan diskriminasi saja, tetapi juga eksploitasi bahkan penelantaran.
Perlindungan hukum terhadap anak dapat disebut juga sebagai perlindungan hukum bagi kebebasan dan hak asasi terhadap anak atau dapat disebut juga sebagai fundamental rights and freedoms of children.9 Mereka mengorbankan waktunya untuk bekerja yang seharusnya itu merupakan kewajiban orang tua.
Selain dalam UUD NRI Tahun 1945, hak anak diatur pula pada Pasal 4 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang.Perlindungan Anak. Pasal-pasal tersebut menjelaskan bahwa, setiap anak.berhak untuk mendapatkan hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.10
Keterlibatan anak di bawah umur pada profesi artis di Indonesia marak terjadi, dari paksaan orang tua ataupun keinginan mereka sendiri. Anak sebagai korban dari profesi artis yang waktunya selalu terbuang untuk kegiatan syuting, sehingga terbengkalai hak dan kewajiban mereka. Adapun beberapa kriteria menurut UNICEF mengenai pekerja anak yang eksploitatif, yaitu : Mereka bekerja penuh waktu (full time) pada umur terlalu dini; Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bekerja; Pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik, sosial, dan psikologis yang tidak patut terjadi; Pekerjaan yang menghambat akses pendidikan. Kriteria pekerja anak yang eksploitatif menurut UNICEF tersebut, menunjukkan bahwa keterlibatan anak di bawah umur pada profesi artis termasuk ke dalam kriteria eksploitasi pada anak. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas pelindungan dari kekeraasan dan diskriminasi, sesuai dengan Pasal 28B UUD NRI Tahun 1945. Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (selanjutanya disebut Undang-Undang Kesejahteraan Anak) menjelaskan bahwa, anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa di dalam kandungan maupun sudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.
Indonesia telah memiliki seperangkat peraturan perundang-undangan untuk mengurangi dampak dari bekerjanya anak di bawah umur, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 138 Concerning Minimum Age For Admission To Employment (Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja) yang dalam alenia keempat pembukaannya, menetapkan suatu naskah umum mengenai batasan umur yang secara berangsur-angsur akan menggantikan naskah-naskah yang ada yang berlaku pada sektor ekonomi yang terbatas. Alenia keempat pembukaan ini juga menyebutkan bahwa tujuan dari konvensi ini sendiri adalah untuk menghapus anak sebagai pekerja pada kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kesejahteraan Anak yang menyebutkan bahwa anak memiliki hak atas perlindungan dari lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, mengurangi dampak dari bekerjanya anak di bawah umur.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 182 Concerning The Prohibition And Immediate Action For The Elimination Of The Worst Form Of Child Labour (Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak) memuat asas yang berkaitan dengan perlindungan anak terhadap eksploitasi anak sebagai pekerja dalam konvensi ini adalah asas perlindungan, asas pencegahan, asas penerapan secara efektif, dan asas kerjasama nasional. Konvensi ini juga memuat norma-norma yang berkaitan langsung dengan konsep perlindungan anak sebagai pekerja. Pasal 74 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagakerjaan) yang mengatur mengenai jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak yang menkategorikan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk dari pekerja anak juga mengurangi dampak dari bekerjanya anak di bawah umur.
Pasal 64 dan Pasal 65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut Undang-Undang HAM) menyebutkan bahwa, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral kehidupan sosial, dan mental spiritualnya. Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan Anak diatur pula mengenai perlindungan anak sebagai korban eksploitasi, yaitu adanya perlindungan khusus bagi anak yang di eksploitasi secara ekonomi atau seksual merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan juga masyarakat.
-
2.2.2 .Bentuk Perlindungan Hukum Korban Anak Dibawah Umur dari Tindakan Eksploitasi Pada Profesi Artis.
Pasal 1 butir .2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor .23 Tahun. 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa, perlindungan anak merupakan segala kegitan untuk menjamin.dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, serta.berpartisipasi secara.optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan.dan diskriminasi.
Terlaksananya perlindungan serta kesejahteraan anak, diperlukan dukungan dari kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin terlaksananya perlindungan dan kesejahteraan anak. Setiap orang dilarang menempatkan,. membiarkan,. melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi ataupun seksual terhadap anak, sesuai dengan Pasal 76I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Bentuk perlindungan hukum terhadap korban anak dibawah umur dari tindakan eksploitasi pada profesi artis diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 66 undang-undang tersebut menjelaskan, perlindungan. khusus bagi anak yang di eksploitasi secara ekonomi maupun seksual dilakukan melalui : Penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, yang dieks.ploitasi secara ekonomi maupun seksual; Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; Pelibatan instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat sendiri, serta setiap orang dilarang menyuruh ataupun melakukan eksploitasi terhadap anak.
Pelaku industri televisi dan orang tua sering tidak menyadari kalau mereka telah melakukan eksploitasi terhadap anak. pelaku industri televisi dan orang tua dapat saja dihukum dengan menggunakan Pasal 88 Undang-Undang Perlindungan
Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pidana penjara paling lama 10 (sepuluh tahun) dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Ketentuan hukum yang dibuat oleh pemerintah tetap masih ada kelemahan baik dari isi pasal yang mengatur maupun dari penerapan undang-undang tersebut sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Alasan orang tua untuk mengembangkan bakat anaknya, seharusnya tidak mengurangi hak asasi terhadap anak seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
-
III. Penutup
-
3.1. Kesimpulan
-
-
1. Pengaturan mengenai profesi artis di bawah umur di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 138 Concerning Minimum Age For Admission To Employment (Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja), Pasal 64 dan Pasal 65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 182 Concerning The Prohibition And Immediate Action For The Elimination Of The Worst Form Of Child Labour (Konvensi ILO Mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
-
2. Perlindungan hukum mengenai tindakan eksploitasi anak ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu terdapat pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahuun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 66,. Pasal 78,. dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35. Tahun 2014 tentang Perubahan. Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan. Anak.
Tulisan ini nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi masyarakat khususnya para orang tua dalam hal tindakan eksploitasi pada profesi artis dibawah umur yang bagi pelaku tindakan eksploitasi dapat dipidana denda maupun penjara. Pekerjaan anak khususnya profesi artis pada anak dapat merusak mental, fisik, maupun sikap benih-benih penerus bangsa Indonesia. Orang tua yang seharusnya memberi hak pada anak untuk menikmati waktu masa kecil untuk belajar dan bermain, serta mengontrol kehiatan anak yang positif.
Ali, H. Zainuddin, 2014, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Gosita, Arif, 2009, Masalah Korban Kejahatan, Universitas Trisakti, Jakarta.
Subekti, 1993, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam KUHAP, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1985, Penulisan Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, CV Rajawali, Jakarta.
Usman, Hardius dan Nachrowi Djalal Nachrowi, 2014, Pekerja Anak di Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Edi Setiadi, 2002, “Pengaruh Globalisasi Bagi Terhadap Substansi dan Penegakan Hukum”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, Bandung.
Dwi Ari Ningsih, 2012, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perkosaan Dalam Rumah Tangga Pada Tahap Penyidikan”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.
Lalu Muhamad Wahyu Ramdhany, 2013, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seks Komersial”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Bekerja (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 182 Mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Reoublik Indonesia Nomor 3941)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5606)
15
Discussion and feedback