PENGATURAN ARBITRASE ONLINE SEBAGAI UPAYA ALTERNATIF DALAM PENYELESAIAN SENGKETA E-COMMERCE
on
PENGATURAN ARBITRASE ONLINE SEBAGAI UPAYA ALTERNATIF DALAM PENYELESAIAN SENGKETA E-COMMERCE *
Oleh
Putu Kharisa Pramudya**
Dr. Dewa Nyoman Rai Asmara Putra SH., MH*** Nyoman A. Martana SH., MH****
Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Penyelesaian sengketa dewasa ini tidak hanya melalui jalur litigasi namun juga dikenal melalui jalur non litigasi (alternatif penyelsaian sengketa). Dalam menyelesaikan sengketa bisnis ecommerce diperlukan alternatif penyelesaian sengketa yang efektif untuk menangani aktivitas online. Dalam Undang–Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak diatur secara tegas mengenai arbitrase online, kelebihan, kekurangan dan hambatan prosedur acara arbitrase online apabila diterapkan di Indonesia, sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan bagaimanakah pengaturan arbitrase online sebagai alternatif penyelesaian sengketa di dalam sistem hukum Indonesia. Serta mengkaji akibat hukum yang akan ditimbulkan dari penyelesaian sengketa E-Commerce melalui arbitrase online. Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif dengan jenis pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Arbitrase Online sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak diatur secara tegas di dalam Sistem Hukum Indonesia. Pengaturan arbitrase online secara eksplisit sebagai alternatif penyelesaian sengketa dapat
diterapkan di Indonesia karena telah sesuai dan tidak
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan
Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Arbitrase online mempunyai beberapa kelebihan antara lain : waktu dan mekanisme arbitrase online cepat, murah dan sederhana. Kekurangan prosedur acara arbitrase online apabila diterapkan di Indonesia adalah tidak adanya seperangkat kelengkapan dan prosedural serta akses internet yang memadai.
Kata Kunci : Arbitrase, E-Commerce, Penyelesaian Arbitrase
Abstract
Dispute settlement today is not only through litigation but also through non litigation channels (alternative dispute settlement). In resolving e-commerce business disputes an effective alternative dispute resolution solution is needed to handle online activities. In Law No. 30 of 1999 is not expressly stipulated concerning online arbitration, the advantages, disadvantages and obstacles of the procedure of online arbitration event when applied in Indonesia, as an alternative dispute settlement. This study is to examine the problem of how the arrangement of online arbitration as an alternative to dispute resolution within the Indonesian legal system. As well as examine the legal consequences that will arise from the settlement of E-Commerce disputes through online arbitration. This research is a kind of normative research with kind of approach of legislation, and conceptual approach. From the results of this study note that Online Arbitration As Alternative Dispute Settlement is not expressly regulated in the legal system of Indonesia. Arbitration arrangement online explicitly as an alternative dispute resolution can be applied in Indonesia because it is appropriate and not contradictory to Law Number 30 Year 1999 about Arbitration and Alternative Dispute Resolution and Law Number 11 Year 2008 about Arbitration and Alternative Dispute Resolution. Online arbitrage has several advantages such as: time and fast online arbitration mechanism , cheap and simple, Lack of procedure arbitrage event online if applied in Indonesia is the absence of a set of completeness and procedural and internet access adequate.
Keywords: Arbitration, E-Commerce, Arbitration Resolution
Bisnis melalui media elektronik atau e-commerce adalah transaksi perdagangan dengan menggunakan media internet. Perkembangan e-commerce di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan internet di Indonesia yang begitu pesat. Pada bisnis e-commerce tidak mewajibkan kehadiran para pihak sebagaimana bisnis konvensional dan tidak memerlukan berbagai kelengkapan dokumen untuk melakukan transasksi. Bisnis e-commerce tidak selamanya baik. Selayaknya bisnis yang lain transaksi e-commerce tidak terhindar dari permasalahan. Pada e-commerce semua bisa melakukan transaksi asalkan didukung oleh internet. Penyelesaian sengketa yang lambat dan berbelit-belit akan menyebabkan dunia bisnis tidak kondusif. Penyelesaian yang lama akan mengakibatkan biaya yang tinggi dan dapat menguras potensi sumer daya perusahaan. Maka dengan hadirnya ecommerce diharapkan adanya penyelesaian secara informal prosedur yang cepat dan biaya murah. Penyelesaian sengketa melalui metode konvensional akan membuang waktu dan menguras biaya yang besar.1 Ketika usaha alternatif penyelesaian sengketa tidak dapat dicapai maka para pihak bisa mengajukan usaha penyelesaian melalui lembaga arbitrase. Sehingga dapat dikatakan bahwa arbitrase merupakan suatu perantara alternatif penyelesaian sengketa dan bersifat final bagi para pihak.
Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase sering dipilih karena memiliki berbagai
macam faktor keunggulan yang mana dipandang lebih baik dari penyelesaian lainnya. Perkembangan teknologi membuat perkembangan arbitrase yang dapat dilaksanakan secara online melalui internet untuk membantu para pihak yang bersengketa.2 Arbitrase online memungkinkan para pihak-pihak yang bersengketa dapat menemukan win-win solution (sama-sama menguntungkan). Selain itu bagi pihak yang berada di luar Negeri tidak memerlukan paspor atau visa untuk hadir pada arbitrase online. Model arbitrase online sudah mulai dikenal dan diberlakukan di negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Kanada dan beberapa Negara Eropa.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase online cukup menarik karena diselesaikan secara online untuk memudahkan para pihak tanpa terhalang waktu dan tempat. Arbitrase online hampir sama dengan arbitrase konvensional. Perbedaannya arbitrase online adalah pada proses pendaftaran perkara, pemilihan arbiter, pembuatan putusan, penyerahan dokumen, permusyawaratan arbiter, serta pemberitahuan akan adanya putusan dilakukan secara online. Selain itu pembahasan dalam arbitrase online difokuskan pada pengaturan keabsahan perjanjian arbitrase yang dibuat secara online, prosedur arbitrase online dan putusan arbitrase online. Berkaitan dengan hal ini tentu tidak serta merta membebaskan semua pihak bisa menjadi arbiter, berhak melakukan penyelesaian sengketa dan berhak menjadi pengadil pada sistem arbitrase online.
Mekanisme arbitrase online membebaskan penentuan dan penggunaan pilihan hukum, karena memang sebagian besar perjanjian arbitrase dibuat dalam klausula baku. Penyelesaian
sengketa arbitrase memerlukan akses internet yang memadai agar proses arbitrase online dapat berjalan dengan baik serta didukung dengan sarana prasarana lain seperti website, aplikasi database untuk menempatkan permohonan yang masuk, daftar arbiter dan peraturan yang diperlukan untuk beracara.3 Berdasarkan ketentuan diatas bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase online dapat dilakukan. Tetapi permasalahannya adalah bahwa selama ini Indonesia belum memiliki yurisdiksi internasional yang diberlakukan khusus untuk internet. Hingga saat ini belum ada konvensi Internasional yang mengatur masalah serupa.
Arbitrase online tidak cukup diatur mengenai penyelesaian sengketa arbitrase online terkait penyelenggaraan secara online, tempat kedudukan arbitrator dan putusan. Indonesia hanya mengatur tentang keamanan dari pengguna melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disingkat UU Informasi dan Transaksi Elektronik).
Perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan perkembangan peraturan perundang-undangan mengharuskan dibentuknya peraturan untuk mengakomodir perkembangan teknologi tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlunya suatu gagasan untuk dikembangkannya penyelesaian sengketa melalui arbitrase online untuk perkara elektronik khususnya dan sengketa lain pada umumnya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
-
1. Bagaimanakah pengaturan penyelesaian sengketa ECommerce melalui arbitrase online?
-
2. Bagaimanakah akibat hukum yang akan ditimbulkan dari penyelesaian sengketa E-Commerce melalui arbitrase online?
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaturan penyelesaian sengketa E-Commerce melalui arbitrase online dan akibat hukum yang akan ditimbulkan dari penyelesaian sengketa E-Commerce melalui arbitrase online.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode ini digunakan karena dalam penelitian ini menguraikan masalah-masalah yang terjadi untuk selanjutnya dikaji menggunakan teori-teori hukum yang kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.4
Di Indonesia, dasar hukum untuk pengaturan arbitrase online yaitu Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disingkat UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa) dan menggunakan Konvensi New York 1958, Indonesia meratifikasi Konvensi New York pada tanggal 5 Agustus 1981 dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 dan diumumkan dalam Berita Negara Nomor 40 Tahun 1981 serta terdaftar secara resmi pada tanggal 7 Oktober 1981. Prosedur untuk berarbitrase online dapat dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (3) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menentukan dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail, atau dalam bentuk sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa penyelenggaraan arbitrase online dimungkinkan apabila ada kesepakatan terlebih dahulu dari para pihak untuk menyelenggarakan arbitrase secara online. Klausula tertulis perjanjian arbitrase terdapat dalam Pasal 1 angka 3 yang menentukan bahwa perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Penyelenggaraan arbitrase online dimungkinkan apabila ada kesepakatan terlebih dahulu dari para pihak untuk menyelenggarakan arbitrase secara online. Dalam perjanjian para pihak ditambahkan klausul untuk penyelesaian secara arbitrase online. Pemberitahuan mengenai berlakunya syarat berarbitrase diatur pada Pasal 8 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu merupakan bagian dari proses
arbitrase (tradisional) yang sudah dapat dilakukan secara online yaitu dalam hal sebagai berikut: :
-
(1) Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail, atau dengan buku ekspedisi kepada
termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
-
(2) Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat dengan jelas :
-
a. nama dan alamat para pihak ;
-
b. penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku ;
-
c. perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa ;
-
d. dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada ;
-
e. cara penyelesaian yang dikehendaki ; dan
-
f. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
Lembaga arbitrase menentukan apakah akan melaksanakan proses online atau tidak karena hanya menerima kasus yang berkaitan dengan aktivitas secara online, seperti wanprestasi ecommerce, pelanggaran hak cipta, paten di dunia maya, pencemaran nama baik. Dalam hal ini lembaga arbitrase menyusun peraturan prosedur mengenai arbitrase online. Jika para pihak menunjuk penyelesaian sengketa melalui suatu lembaga arbitrase tertentu maka para pihak dengan sendirinya
juga menyetujui berlakunya prosedur online yang disediakan penyedia jasa yang bersangkutan.5 Menurut Pasal 34 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa :
-
(1) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak.
-
(2) Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan lain oleh para pihak.
Berdasarkan Pasal di atas, arbitrase melalui lembaga arbitrase akan ditentukan oleh lembaga arbitrase yang bersangkutan kecuali ditentukan lain oleh para pihak. Hal ini memungkinkan lembaga arbitrase untuk menerapkan arbitrase secara online dengan menentukan prosedur berarbitrase secara online atas persetujuan para pihak. Ketentuan yang mendukung pelaksanaan arbitrase online adalah pengaturan Pasal 36 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis. Dan pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase.
-
2.2.2 Akibat Hukum Yang Akan Ditimbulkan dari Penyelesaian Sengketa E-Commerce Melalui Arbitrase Online
Proses beracara arbitrase yang diatur UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, para pihak tidak diwajibkan untuk hadir selama proses arbitrase sehingga tidak dapat bertatap
muka secara langsung dalam proses arbitrase online bukan suatu masalah. Selain itu, dengan adanya Pasal 4 ayat (3) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, tetap terbuka kemungkinan para pihak dapat menyelesaikan sengketanya secara online. Pelaksanaan arbitrase online apabila diterapkan di Indonesia telah sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Meskipun, dasar hukum pelaksanaan arbitrase online telah ada, permasalahannya adalah tidak ada aturan pelaksanaan yang mengatur bagaimana arbitrase online itu dijalankan. Apabila pengaturan pelaksanaan arbitrase online diserahkan kepada para pihak untuk mengaturnya sendiri, dikhawatirkan tidak ada standar yang baku tentang pelaksanaan arbitrase online yang efektif dan efisien.6 Selain tidak adanya aturan pelaksanaan mengenai arbitrase online, hambatan terbesar pelaksanaan arbitrase online di Indonesia menyangkut sarana dan prasarana arbitrase online.
Mengenai akibat hukum dari penyelesaian sengketa alternatif e-commerce melalui arbitrase online, maka perlu dilihat apakah prosedur operasional arbitrase online telah terpenuhi atau tidak. Permasalahan tersebut menyangkut syarat sah dari perjanjian arbitrase yaitu tertulis dalam suatu dokumen dan ditandatangani. Permasalahannya adalah bagaimana cara pemenuhan syarat tersebut dalam arbitrase online. Untuk itu perlu ditegaskan bahwa perjanjian arbitrase dapat tertulis tidak selalu harus tercetak dan perjanjian arbitrase harus ditandatangani.
-
1. Arbitrase online sebagai alternatif penyelesaian sengketa tidak diatur secara tegas di dalam Sistem Hukum Indonesia. Pengaturan arbitrase online secara eksplisit sebagai alternatif penyelesaian sengketa dapat diterapkan di Indonesia jika telah sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
-
2. Mengenai akibat hukum dari penyelesaian sengketa ecommerce melalui arbitrase online, perlu dilihat apakah
prosedur operasional arbitrase online telah terpenuhi atau tidak. Permasalahan tersebut menyangkut syarat sah dari perjanjian arbitrase yaitu tertulis dalam suatu dokumen dan ditandatangani. Permasalahannya adalah bagaimana cara pemenuhan syarat tersebut dalam arbitrase online. Untuk itu perlu ditegaskan bahwa perjanjian arbitrase dapat tertulis tidak selalu harus tercetak dan perjanjian arbitrase harus ditandatangani. Arbitrase online mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya antara lain : waktu dan mekanisme arbitrase online cepat, murah dan sederhana. Kekurangan prosedur acara arbitrase online apabila diterapkan di Indonesia adalah tidak adanya seperangkat kelengkapan dan prosedural serta akses
internet yang memadai.
-
1. Kepada Pemerintah untuk menyediakan infrastruktur
telekomunikasi dan membentuk lembaga baru untuk
menangani perkara arbitrase online karena tidak menutup kemungkinan nantinya akan timbul sengketa online. Kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa perlu diganti dengan undang-undang yang baru untuk mengisi kekosongan hukum mengenai arbitrase online demi kepastian hukum.
-
2. Kepada Badan Arbitrase Nasional Indonesia untuk meningkatkan kualitas para arbiter yang sebagian besar belum menguasai komputer dengan mengadakan pelatihan dan pendidikan tambahan sehingga dapat melakukan suatu perubahan yang sesuai dengan perkembangan jaman seperti arbitrase online.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Abdurrasyid, Priyatna, 2002, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa, Fikahati Aneska, Jakarta.
Basarah, Moch, 2011, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Internasional, Genta Publishing. Bandung.
Fuady, Munir, 2003, Arbitrase Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Purwanto, 2015, Efektivitas Penerapan Alternative Dispute Resolution (Adr) Pada Penyelesaian Sengketa Bisnis Asuransi Di Indonesia, Risalah Hukum, Samarinda.
Siburian, Paustinus, 2004, Arbitrase Online APS Perdagangan Secara Elektronik, Djambatan, Jakarta.
Soekanto, Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke-11, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Solikhah, 2009, Prospek Arbitrase Online Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan Ditinjau Dari Hukum Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang.
Jurnal
Rochani Urip dan Rahadi Wasi Bintoro, 2013, Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Transaksi Elektronik (ECommerce), Vol.13, No. 1 Januari 2013, Jurnal Fakultas Hukum Unsoed, Purwokerto.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, Burgelijk Wetboek, 2009, Di Terjemahkan oleh Subekti R. dan R. Tijitrosudibio, Pradnya Paramitha, Jakarta.
Undang - Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3872.
Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4843.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan atau Alternative Dispute Resolution (ADR).
13
Discussion and feedback