EFEKTIFITAS PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 5 TAHUN 2014 DALAM MENCEGAH PENCEMARAN LIMBAH RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DI KOTA DENPASAR
on
EFEKTIFITAS PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 5 TAHUN 2014 DALAM MENCEGAH PENCEMARAN LIMBAH RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DI KOTA DENPASAR
Oleh:
I Putu Oka Pramana
I Made Arya Utama
Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
This article entitled, "The Effectiveness of the State Minister of Environment Regulation No. 5 Year 2014 In Preventing Pollution Waste Houses Slaughter House In Denpasar". The problem discussed in this article is how the arrangement of waste disposal for the activities of slaughterhouse (RPH) based on the Regulation of the Minister of Environment No. 5 of 2014 in Denpasar City and how the application of the Regulation of the Minister of Environment No. 5 of 2014 in preventing the occurrence of environmental pollution related to waste disposal at the Slaughter House in Denpasar City.
The research method used in this article is empirical juridical research. Sources of data in this article are sourced from data extracting at Serangan Village of Denpasar City as the primary data source, while secondary data sources are obtained from literatures and legislation such as the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, Number 32 of 2009 on environmental protection and management, Law No. 18/2009 on animal husbandry and health, Law No. 23 of 2014 on Regional Government, Minister of Environment Regulation No. 02 of 2006 concerning the Standard of Quality of Waste Water House Slaughtering Activities.
Sewage disposal arrangements for Slaughter House activities namely RPH Arrangement is regulated in Decree of the Minister of Agriculture No. 555 / Kpts / TN.240 / 9/1986 on Terms of Slaughter House and Cutting Business. In this case, which has been used as guidance by RPH and good cutting procedures in Denpasar until now is referring to Indonesian National Standard SNI Number 01-6159-1999 on Animal Slaughtering House contains some requirements related to RPH including location requirements, facilities , buildings and layout so that the existence of RPH does not cause disturbance in the form of air pollution and waste disposal produced does not disturb the community. The application of Regulation of the Minister of Environment Number 5 of
2014 on Water Quality Standard is ineffective because of the seven obligations listed in Article 9 paragraph (1) of the Ministerial Regulation, only three obligations are fulfilled by RPH Denpasar which is obligation in letter e, f and g . The conclusion of this study is that the regulation is set forth in the Regulation of the Minister of Environment No. 5 of 2014 and Decree of the Minister of Agriculture No. 555 / Kpts / TN.240 / 9/1986 on Terms of Slaughter House and Cutting Business. Implementation of Regulation of Minister of Environment Number 5 Year 2014 concerning Water Quality Standard is not effective.
Keywords : Regulation, Home, Cutting, Animal.
ABSTRAK
Artikel ini berjudul, “Efektifitas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Dalam Mencegah Pencemaran Limbah Rumah Pemotongan Hewan Di Kota Denpasar”. Permasalahan yang dibahas dalam artikel ini adalah bagaimana pengaturan pembuangan limbah bagi kegiatan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2014 di Kota Denpasar dan bagaimanakah penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2014 dalam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan terkait pembuangan limbah pada Rumah Pemotongan Hewan di Kota Denpasar.
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian yuridis empiris. Sumber data dalam artikel ini bersumber dari penggalian data di Rumah Pemotongan Hewan Desa Serangan Kota Denpasar sebagai sumber data primer, sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan. Pengaturan pembuangan limbah bagi kegiatan Rumah Pemotongan Hewan yakni Pengaturan RPH diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan. Dalam hal ini, yang dijadikan sebagai pedoman oleh RPH dan tata cara pemotongan yang baik di Denpasar sampai saat ini adalah mengacu pada Standar Nasional Indonesia SNI Nomor 01-61591999 tentang Rumah Pemotongan Hewan berisi beberapa persyaratan yang berkaitan dengan RPH termasuk persyaratan lokasi, sarana, bangunan dan tata letak sehingga keberadaan RPH tidak menimbulkan ganguan berupa polusi udara dan limbah buangan yang dihasilkan tidak mengganggu masyarakat. Penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air tidak efektif karena dari tujuh kewajiban yang tercantum dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan menteri tersebut hanya tiga kewajiban saja yang dipenuhi
oleh RPH Kota Denpasar yaitu kewajiban pada huruf e, f dan g. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaturannya tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2014 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan. Penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air tidak efektif.
Kata Kunci : Pengaturan, Rumah, Pemotongan, Hewan.
Pembangunan Nasional juga memiliki tujuan yakni “untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata dan berkesinambungan antara materiil dan sepiritual berdasarkan Pancasila didalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat dalam suasana bangsa yang aman, tenteram dan damai”.1 Sebagaimana tujuan pembangunan tersebut tentunya dilaksanakan dengan baik dan tanpa mengenyampingkan lingkungan hidup karena pembangunan tidak bisa terlepas dari lingkungan hidup, baik pembangunan di pusat maupun pembangunan di daerah.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan pengertian lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Norma hukum ini, merupakan norma hukum yang dijadikan pedoman dalam mengkaji persoalan di bidang lingkungan dan merupakan
substansi dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.2 Fenomena pencemaran lingkungan hidup akibat pembuangan limbah industri secara sembarangan, masih tetap mengancam eksistensi kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam jangka panjang. Seiring dengan dinamika dan intensitas kegiatan sektor industri memperkokoh kehidupan ekonominya memasuki perdagangan bebas yang kompetitif. Oleh karena itu perlu diupayakan penerapan hukum untuk pelestarian fungsi lingkungan hidup dengan tanpa memberikan perlakuan istimewa terhadap kalangan industri tertentu dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban hukumnya.
Dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 23 tahun 2006, Rumah Pemotongan Hewan yang selanjutnya disingkat dengan RPH adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persayaratan teknis dan higenis tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, RPH yang terletak di Desa Pesanggaran Kota Denpasar sangat mengoptimalkan kualitas daging sapi serta ekspor daging sapi ke luar negeri. Pada kenyataannya, RPH tersebut telah diduga mencemarkan lingkungan yakni dengan membuang limbah ke selokan. Dimana aliran air yang mengalir di selokan itu sangat berhubungan dengan selokan didepan rumah warga sekitarnya. Disamping itu pula, penyebaran aroma yang tidak sedap kepada warga yang bertempat tinggal di sekitar RPH tersebut.
Saluran air yang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah sering menimbulkan bau. Seringkali terjadi protes dari warga yang bertempat tinggal di sekitar RPH agar segera membuat pengolahan limbah yang benar. Pengelolaan air limbah dari rumah potong hewan
juga salah satu cara untuk menekan pertumbuhan dan penyebaran virus flu babi. Saluran air yang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah potong hewan sering menimbulkan bau yang tidak sedap dan membawa limbah. Beberapa warga mengatakan bau yang tidak sedap itu sangat mengganggu aktivitas warga dan sekaligus membuat warga merasa tidak nyaman berada di lingkungan itu, apalagi pada saat musim hujan tiba, maka bau yang dicemarkan dari RPH tersebut sangat mengganggu warga karena kotoran hewan yang mengendap saat hujan. Selain itu, warga yang bertempat tinggal disekitar RPH itu merasa terganggu dengan adanya banyak lalat yang berterbangan sampai masuk kedalam rumah warga. Hal ini dapat menimbulkan penyakit baik pada warga maupun pada anak-anak.
Fenomena hukum tersebut menggambarkan bahwa adanya dugaan pencemaran terhadap lingkungan di Pesanggaran yang disebabkan oleh RPH. Walaupun demikian, setiap masyarakat dengan “karakteristiknya masing-masing, mungkin memberikan corak tersendiri didalam kerangka penegakan hukumnya. Namun setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama, agar di dalam masyarakat tercapai kedamaian sebagai akibat dari penegakan hukum formil”.3 Sementara itu menteri lingkungan hidup menetapkan agar memenuhi baku mutu air limbah dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah. Dengan demikian RPH wajib menyediakan tempat dan sarana yang layak didalam melakukan aktivitasnya.
Tujuan penulisan artikel ini bertujuan untuk menganalisis tentang efektifitas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
5 Tahun 2014 dalam Mencegah Pencemaran Limbah Rumah Pemotongan Hewan Di Kota Denpasar.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian hukum empiris. Pada penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variabel-variabel sosial yang lain. Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab (independent variable) yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai aspek kehidupan sosial, kajian itu merupakan kajian hukum yang sosiologis (sosio-legal research).4
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, dimulai dari tinjauan peraturan perundang-undangan yakni untuk mengetahui pengaturan RPH di Kota Denpasar. Kemudian dilakukan pengkajian terhadap penerapan dari pengaturan RPH tersebut di Kota Denpasar.
-
2.2 Hasil dan Analisa
-
2.2.1 Pengaturan Pengaturan Pembuangan Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2014 di Kota Denpasar
-
Pengaturan RPH diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan. Usaha pemotongan di Denpasar sampai saat ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia SNI Nomor 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan berisi beberapa persyaratan yang berkaitan dengan RPH termasuk persyaratan lokasi, sarana, bangunan dan tata letak sehingga
keberadaan RPH tidak menimbulkan gangguan berupa polusi udara dan limbah buangan yang dihasilkan tidak mengganggu masyarakat.
Menurut Riawan Tjandra, setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.5 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peranan
Pemerintah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan serta melalui birokrasi pemerintahan baik, maka menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat.6
Sehubungan dengan peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tersebut, Pemerintah Provinsi Bali membentuk peraturan pelaksanaannya yakni dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 104 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Dalam peraturan daerah ini, mengatur tentang tata kerja Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasal 6 peraturan daerah ini menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan mempunyai fungsi :
-
a. perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, perbibitan dan produksi ternak serta sarana dan prasarana penyuluhan yang menjadi kewenangan Provinsi;
-
b. pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan dan
kesehatan masyarakat veteriner;
-
c. pengawasan mutu dan peredaran benih/bibit ternak dan
hijauan pakan ternak;
-
d. penataan pengawasan prasarana dan sarana peternakan;
-
e. menyusun program penyuluhan peternakan dan kesehatan hewan;
-
f. pengawasan pembibitan dan produksi ternak;
-
g. pembinaan, pengolahan dan pemasaran hasil peternakan;
-
h. penyelanggaraan penyuluhan peternakan dan kesehatan hewan;
-
i. pemberian rekomendasi teknis peternakan dan kesehatan hewan;
-
j. pelaksanakan administrasi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan;
-
k. penyelenggaraan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang peternakan dan kesehatan hewan; dan
-
l. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Berdasarkan Pasal 6 tersebut diatas, Pemerintah Provinsi Bali memberikan mandat kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam menjaga kesehatan hewan yang dipotong, mengadakan pengawasan dan pengendalian baku mutu air limbah yang dihasilkan oleh RPH di Provinsi Bali. Dengan tujuan melindungi masyarakat sebagai konsumen dan menjaga lingkungan hidup tetap sehat.
Pengaturan tentang baku mutu air limbah juga diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 10 Tahun 2002 tentang Usaha Pemotongan Hewan dan Penyediaan Daging. Dalam menimbang huruf a peraturan daerah ini, menyatakan bahwa dalam rangka menjaga kesehatan daging yang dipotong di rumah serta dalam upaya memberikan perlindungan kepada masyarakat konsumen maka perlu ada pengawasan dan pengendalian. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa setiap usaha daging harus menjaga kesehatan daging yang dipotong di RPH dengan tujuan memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat. Tujuan tersebut merupakan tujuan utama dari Pemerintah Kota Denpasar untuk memberikan kesehatan kepada masyarakat.
Sehubungan dengan pemberian kesehatan kepada masyarakat, untuk dapat mewujudkan tujuannya itu, Pemerintah Kota Denpasar harus mengadakan pengawasan dan pengendalian kepada setiap usaha rumah pemotongan hewan di Kota Denpasar, baik usaha pemotongan hewan milik Pemerintah Kota Denpasar maupun usaha pemotongan hewan milik swasta atau pribadi. Apabila tidak dilakukan pengawasan dan pengendalian maka usaha pemotongan hewan tersebut tidak menutup kemungkinan akan dapat merugikan masyarakat selaku konsumen yakni dengan cara memberikan daging yang tidak sehat dan bersih. Sehingga tidak menjamin adanya kesehatan bagi masyarakat. Disamping itu juga dapat merusak lingkungan dengan cara membuang air limbah yang berbau tidak sedap. Sehingga lingkungan disekitarnya akan terganggu.
Adanya RPH yang membuang air limbah hasil produksi usahanya secara sembarangan dapat dikenakan sanksi, karena limbah usaha pemotongan hewan tersebut membuat air sungai tercemar oleh bangkai-bangkai yang busuk dan menyebabkan air sungai menjadi berwarna dan menyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainya. Keberadaan RPH itu sudah sejak lama diprotes warga karena sangat menggangu kesucian dan kesehatan.
RPH di Kota Denpasar diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Retribusi Rumah Potong Hewan. Dalam Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa Rumah Pemotongan Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat luas. Pengertian RPH ini berbeda dengan pengertian yang tercantum dalam ketentuan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986.
-
2.2.2 . Penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Dalam Mencegah Terjadinya Pencemaran Lingkungan Terkait Pembuangan Limbah Pada Rumah Pemotongan Hewan di Kota Denpasar.
Sehubungan dengan pencemaran limbah tersebut Pemerintah Kota Denpasar telah mengeluarkan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 27 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perizinan Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Pembuangan Air Limbah Ke Sumber Air Dan Perizinan Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Pemanfaatan Air Limbah Ke Tanah Untuk Aplikasi Pada Tanah. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) peraturan ini menyatakan bahwa pengaturan pembuangan air limbah ke sumber air dan pengaturan pemanfaatan air limbah ke tanah. Dengan demikian, pembuangan air limbah di RPH Kota Denpasar tidak boleh membuang limbah ke sumber air.
Dalam penerapan suatu peraturan harus sesuai dengan konsep negara hukum. Konsep Negara Hukum menurut Aristoteles adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik.7 Sesuai dengan konsep tersebut, upaya mengatasi limbah RPH misalnya dengan menggunakan nurani yang disebut juga budi, batin, pikiran bawah sadar, di wilayah inilah persoalan hukum dapat selesai tuntas.8
Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan pemotongan hewan di Kota Denpasar mutlak memperhatikan kualitas lingkungan sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat disekitarnya. Lingkungan di sekitar RPH juga wajib dijaga keharmonisannya. Keharmonisan tersebut tentunya berasal dari manusia itu sendiri, bagaimana manusia menjaga keseimbangan dan keselarasan hubungan dengan alam yang dipandang sebagai sumber segala keharmonisan. Dengan demikian, dapat tercapainya suatu hakekat hukum itu sendiri. Menurut Jeremy Bentham, hakekat hukum dalam kaitannya dengan tujuan hukum yaitu kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi individu sebanyak-banyaknya.9
Mengacu pada pandangan tersebut, bahwa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah harus diterapkan dengan tujuan untuk kebahagiaan sebesar-besarnya bagi masyarakat. Penerapan Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan terkait pembuangan limbah pada Rumah Pemotongan Hewan di Kota Denpasar. Sebaliknya, apabila aspek tersebut belum dijalankan dengan baik maka perlu adanya perbaikan dan stategi pengelolaan, baik dari segi sarana, prasarana ataupun manajemen yang harus diperbaiki sehingga RPH yang ada telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh kementerian pertanian. Disamping itu, hubungan antara RPH dengan warga masyarakat Pesanggaran dapat mencerminkan kerukunan serta wajib mengikuti aturan adat yang berlaku.10
Pada kenyataannya, baku mutu air limbah yang dihasilkan oleh RPH Pesanggaran di Kota Denpasar sangat tinggi sampai limbah yang dihasilkan tersebut mengalami pembusukan. Sehingga menimbulkan bau yang menyengat dan sangat mengganggu aktifitas warga yang bertempat tinggal di sekitar RPH tersebut. Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Wayan Winasa selaku warga berpendapat bahwa banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan RPH karena tempat RPH disini mengabaikan penanganan limbah dari usahanya bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai atau got. Sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah pemotongan hewan yang dihasilkan oleh RPH serta air dari kandang menimbulkan pencemaran baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah RPH yang selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Misalnya dengan menggunakan nurani yang disebut juga budi, batin, pikiran bawah sadar, di wilayah inilah persoalan hukum dapat selesai tuntas. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan pemotongan hewan di Denpasar mutlak memperhatikan kualitas lingkungan sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian dapat tercapainya suatu hakekat hukum itu sendiri.
-
1. Pengaturan limbah bagi kegiatan Rumah Pemotongan Hewan di Kota Denpasar, merujuk pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup dan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 27 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Pembuangan Air Limbah Ke Sumber Air Dan Perizinan Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Pemanfaatan Air Limbah Ke Tanah Untuk Aplikasi Pada Tanah. Sedangkan kesimpulan terhadap permasalahan yang kedua yaitu penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah kurang efektif karena RPH di Kota Denpasar tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 16 huruf d Peraturan Menteri ini. Dimana RPH Kota Denpasar diwajibkan untuk melakukan pemantauan kualitas air limbah paling sedikit 1 (satu) kali setiap bulannya sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan dalam izin pembuangan air limbah.
-
2. RPH Kota Denpasar diwajibkan memeriksakan kadar parameter baku mutu air limbah secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan di laboratorium yang terakreditasi dan pada huruf g mewajibkan RPH Kota Denpasar untuk menyampaikan laporan tentang catatan debit air limbah harian. Sedangkan kewajiban pada Pasal 16 huruf a, b, c dan d, Peraturan Menteri ini, penerapannya tidak efektif karena kewajiban tersebut belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh RPH Kota Denpasar. Hal tersebut disebabkan karena terkendala oleh dana yang dimiliki sangat terbatas.
-
IV. SARAN
-
1. Sebaiknya pengaturan limbah diatur lebih khusus melalui peraturan walikota Denpasar agar secara khusus peraturan tersebut ditujukan kepada pengelola RPH Kota Denpasar.
-
2. Syarat-syarat dalam peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor Tahun 2014 wajib dipenuhi, agar peraturan tersebut dapat diterapkan secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Atmadja, I Dewa Gede Filsafat Hukum Dimensi Tematis & Historis, Setara Press, Malang, 2013.
Dwiyanto,Agus, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, 2006.
Kalo, Syarifudin, Penegakan Hukum Yang Menjamin Kepastian Hukum Dan Rasa Keadilan Masyarakat, disampaikan pada “Pengukuhan Pengurus Tapak Indonesia Kordinator Daerah Sumatra Utara”, 2007.
Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, PSHTN FH UI dan Sinar Bakti, 1988.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Oetomo, Seri Kepegawaian Kepangkatan dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil, Usaha Nasional, Surabaya,1985.
Tjandra, W. Riawan, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2008.
Wiryawan, I Wayan dan I Ketut Artadi, Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan Keterampilan Non Litigasi Aparat Hukum, Udayana University Press, Denpasar, 2010.
Jurnal
Jimmy Pello, Asas Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, Kertha Patrika, Majalah
Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 33 No. 2 Juli, 2009.
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.
Peraturan Walikota Denpasar Nomor 27 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perizinan Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Pembuangan Air Limbah Ke Sumber Air Dan Perizinan Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Pemanfaatan Air Limbah Ke Tanah Untuk Aplikasi Pada Tanah.
15
Discussion and feedback