KEKUATAN HUKUM MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN

Oleh :

I Made Winky Hita Paramartha

Pembimbing :

Cok Istri Anom Pemayun S.H., M.H.

Program Kekhususan : Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract

This paper is entitled “The Power of Legal Mediation as One Alternative of Land Disoute Resolution”. Mediation as one of Alternative ways of Alternative Dispute arranged in Law no. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution. Mediation is the dispute resolution processof the parties assited by an unbiased impartial third party as the facilitator in which the decision is taken based on the agreement of the parties to the dispute. This mediation can be used for land dispute where the third party is BPN and the legal force of the deed of agreement through this mediation is as strong as the court decision as agreed by both parties.

Keyword : Legal force, Mediation, Land Dispute.

Abstrak

Tulisan ini berjudul “Kekuatan Hukum Mediasi Sebagai Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan”. Mediasi sebagai salah satu cara Penyelesaian Sengketa Alternatif yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa para pihak yang dibantu oleh pihak ke tiga yang netral yang tidak memihak sebagai fasilitator dimana keputusan tersbut diambil berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa. Mediasi ini dapat dipergunakan untuk sengketa pertanahan yang pihak ketiganya adalah BPN dan kekuatan hukum dari pada akta kesepakatan melalui mediasi ini sama kuatnya dengan keputusan pengadilan karena disepakati oleh kedua belah pihak.

Kata Kunci : Kekuatan Hukum, Mediasi, Sengketa Pertanahan.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Dalam perkembangan masyarakat Indonesia terdapat dasar hukum yang mengizinkan suatu permasalahan sengketa dapat dituntaskan melalui cara penyelesaian sengketa alternatif, yang telah tertera di dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Bentuk dari pada penyelesaian sengketa diluar pengadilan adalah mediasi. Mediasi merupakan bentuk atau cara penyelesaian sengketa alternatif diluar pengadilan yang telah lama digunakan dalam berbagai kasus. Dalam perwujudan yang digunakan atas tuntutan masyarakat dengan tujuan menyelesaiakan suatu sengketa yang cepat, tidak berlarut-larut, dan tidak merugikan salah satu pihak. Mediasi dalam Bahasa Inggris yaitu “Mediation” atau menengahi, yang artinya dalam penyelesaian suatu sengketa yang melibatkan orang / pihak ketiga sebagai penengah atau orang yang menengahi penyelesaian sengketa. Sedangkan menurut sejarah, istilah mediasi berawal dari Bahasa Latin yaitu “Mediare” yang artinya berada ditengah.1 Sehingga dari uraian diatas menjelaskan bahwa mediasi adalah suatu cara dalam penyelesaian sengketa atau penyelesaian sengketa diluar peradilan (nonlitigasi) yang di bantu orang / pihak ketiga yang bersifat netral, tidak berpihak kepada siapapun, serta tidak sebagai pengambil keputusan yang disebut dengan mediator.2 Makna mediator menunjukan bahwa peran yang ditampilkan pihak ketiga (Mediator) harus pada posisi

netral dan tidak berpihak kepada siapapun dalam menyelesaikan sengketa. Tujuanya adalah mencapai suatu kesepakatan dalam penyelesaian sengketa yang sedang mereka hadapi tanpa ada para pihak yang merasa dikalahkan dan juga dirugikan.3 Pihak ketiga atau netral tersebut adalah mediator yang bertujuan memberikan bantuan secara adil dan benar kepada pihak-pihak yang melakukan mediasi tersebut. Berikut adalah unsur-unsur penting mengenai mediasi, yaitu :

  • 1.    Mediasi adalah suatu penyelesaian sengketa melalui cara perundingan yang berlandaskan pendekatan terhadap pihak bersengketa.

  • 2.    Pihak yang bersengketa dapat meminta bantuan kepada pihak mediator selaku orang ketiga. Dalam hal ini mediator wajib menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil, sehingga menumbuhakan rasa kepercayaan dari para pihak yang bersengketa.

  • 3.    Mediator dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk mencarikan solusi dalam penyelesaian  sengketa, namun mediator  tidak

mempunyai kewenangan memutus.

Apabila terjadi suatu sengketa pertanahan yang diselesaikan dengan cara mediasi, maka keberhasilan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pertanahan ditentukan oleh kemampuan mediator dalam menengahi sengketa pertanahan yang dilakukan para pihak, maka para

pihak selain paham mengenai sengketa yang mereka permasalahkan, juga diharapkan pula paham mengenai mediasi yaitu bagian dari pada alternatif penyelesaian sengketa kasus pertanahan, apabila para pihak yang bersengketa telah memahami dan mengetahui arti dari mediasi maka hal itu dapat mendorong suatu keberhasilan dalam menyelesaikan sengketa pertanahan tersebut. Dalam perkembanganya, mediasi memilik berbagai jenis berdasarkan peraturan perundang-undangan, namun hanya sebagian jenis mediasi yang dapat menyelesaikan kasus pertanahan. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemahaman secara penuh dalam memahami jenis mediasi yang benar dalam menyelesaikan suatu sengketa pertanahan yang bersifat efektif dan memiliki kepastian hukum.

  • 1.2    Tujuan

Tujuan dari pada penulisan ini yaitu untuk memahami Tahapan Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan dan Untuk mengetahui Kekuatan Hukum Mediasi yang dibuat dihadapan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan adalah metode penelitian normative. Penelitian hukum normative menjelaskan tentang doktrin-doktrin dan asas-asas dalam ilmu hukum yang datanya didapat dari proses mengkaji bahan-bahan pustaka dan juga peraturan perundang-undangan yang lazimnya disebut sebagai data sekunder. Dalam penulisan ini terdapat beberapa pendekatan antara lain pendekatan terhadap undang-

undang dan literature hukum lainya. Dengan menganalisa bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dengan cara Teknik deskripsi, Teknik argumentasi, dan Teknik evluasi.4 2.2 Pembahasan

  • 2.2.1    Tahapan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan.

Mediasi adalah bentuk dari pada proses perdamaian antara para pihak yang bersengketa dengan menyerahkan permasalahanya kepada mediator untuk diberikan solusi dan hasil akhir yang adil, biaya yang murah, dan dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela. Mediasi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Mediasi Hukum.

Mediasi secara hukum merupakan bagian dari litigasi, yakni hakim meminta kedua belah pihak untuk mengusahakan menyelesaikan sengketa pertanahan mereka diselesaikan melaui proses mediasi sebelum litigasi dilanjutkan.

  • 2.    Mediasi Pribadi.

Mediasi pribadi adalah penyelesaian sengketa yang ditentukan oleh pihak yang bersengketa dengan menunjuk seorang mediator sebagai pihak penengah / pihak netral. Tujuan dari pada mediator tersebut adalah menengahi para pihak yang bersengketa untuk mencapai suatu kesepakatan bersama secara damai dan tidak merugikan salah satu pihak yang bersengketa.

Tahapan atau proses mediasi diluar pengadilan atau nonlitigasi diatur dalam peraturan perundang-undangan pengaturanya hanya terbatas pada penggunaan mediasi. Aturan hukum yang menjadi dasar adalah Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.5 Dalam undang-undang ini mengatur bagaimana penggunaan arbitrase maupun alternatif penyelesaian sengketa yang sifatnya sukarela, maka mediasi yang digunakan dalam sengketa pertanahanpun bersifat sukarela. Dalam ketentuan pada pasal 23c PP No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional yang menjelaskan tentang “Penanganan masalah, sengketa, dan konflik pertanahan secara hukum dan non-hukum” yang artinya kebijakan pemerintah dalam mengupayakan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa pertanahan. Dengan pendekatan mediasi yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional maka akan memberikan solusi penyelesaian sengketa pertanahan yang musyawarah dan mufakat. Sehingga kedua belah pihak dapat melakukan kesepakatan dalam penyelesaian sengketa pertanahan.

Penggunaan mediasi baru secara sah diterapkan dalam PP No. 10 Tahun 2006. Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan pasal 37 sampai dengan pasal 47 menjelaskan tentang Tahapan Penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi oleh BPN (Mediator) adalah sebagai berikut :

  • 1.    Tahapan Persiapan / Pra Mediasi :

  • a.    Berinteraksi Kepada Para Pihak Yang Bersengketa :

  • 1.    Menjelaskan peran mediator.

  • 2.    Memberikan pemahaman kapada para pihak tentang bagaimana prosedur dan tata acara mediasi.

  • b.    Memilih strategi untuk proses mediasi :

  • 1.    Mediator menjelaskan kekuatan dan kelemahan masing-masing pihak.

  • 2.    Mediator membantu para pihak dalam menganalisa saran dalam pengelolaan sengketa.

  • c.    Pengumpulan dan penukaran informasi dan latar belakang masalah :

  • 1.    Menganalisis permasalahan para pihak guna mendapatkan data yang digunakan untuk mengidentifikasi para pihak yang terlibat sengketa.

  • 2.    Menjelaskan pokok masalah dari kedua belah pihak.

  • d.    Menyusun pertanyaan mediasi :

  • 1.    Siapa yang terlibat dalam perundingan?

  • 2.    Dimana tempat diadakanya perundingan?

  • 3.    Bagaimana aturan perundingan?

  • 4.    Apa yang akan direncakan dalam perundingan?

  • e.    Membangun kepercayaan dan kerja sama diantara para pihak dengan tujuan membangkitkan rasa percaya diri para pihak dalam mempersiapkan proses mediasi

  • 2.    Tahapan Pertemuan-pertemuan Mediasi

  • a.    Pernyataan Pembukaan Awal

Mediator memperkenalkan diri kepada para pihak dan menjelaskan sedikit pengertian mengenai mediasi dan peran mediator.

  • b.    Penyampaian masalah oleh para pihak Memberikan kesempatan bertanya kepada kedua belah pihak.

  • c.    Identifikasi     hal-hal     yang     disepakati

menguraikan jadwal dan waktu proses mediasi.

  • d.    Perumusan   dan   penyusunan   agenda

perundingan :

  • 1.    Mengidentifikasi      dan      mensepakati

permasalahan-permasalahan yang akan dibahas.

  • 2.    Menyusun agenda yang akan dibahas.

  • e.    Akhir dan pernyataan penutup

  • 1.    Mengajukan pertanyaan secara langsung kepada para pihak.

  • 2.    Menyimpulkan pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para pihak.

  • 3.    Tahapan Pasca Mediasi (post-mediation activities)

  • a.    Pengesahan kesepakatan

Setelah mediasi selesai maka kedua belah pihak menyusun kesepakatan yang telah direncanakan dalam proses mediasi. Sehingga, apabila proses mediasi yang mencapai kesepakatan tersebut berjalan

damai maka akan dibuatkan berita acara perdamaian.

  • b.    Sanksi

  • c.    Kewajiban-kewajiban melaporkan

  • d.    Arahan mediator

  • e.    Kegiatan lain-lain

Tahapan mediasi yang telah dijelaskan pada Keputusan Menteri Agraria / Kepala BPN No. 11 tahun 2016 pada pasal 37 sampai dengan pasal 47 menjelaskan tentang proses mediasi, dalam hal ini mediatornya adalah pejabat atau pegawai Badan Pertanahan Nasional yang bertugas dalam menyelesaikan sengketa pertanahan yang dilakukan oleh para pihak guna mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Oleh sebab itu, hasil dari pada proses mediasi adalah kesepakatan kedua belah pihak yang bersengketa dengan dibuatkan sebuah berita acara. Sehingga, hasil kesepakatan kedua belah pihak tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang bersifat eksekutor dan dasar dari kesepakatan tersebut adalah itikad baik.

  • 2.2.2 Kekuatan Hukum Mediasi yang Dibuat Dihadapan Badan Pertanahan Nasional.

Penerapan mediasi dalam penyelesaian sengketa pertanahan telah digunakan dalam praktek-praktek oleh Badan Pertanahan Nasional, berdasarkan pada Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Dalam Penggunaan cara mediasi yang telah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional telah berhasil menyelesaikan suatu sengketa pertanahan yang diajukan oleh kedua belah pihak

yang bersengketa. Sehingga, kesepakatan mediasi tersebut diartikan sebagai kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak dengan bantuan mediator.

Dengan dicapainya suatu kesepakatan tersebut maka pihak BPN selaku mediator dapat membuatkan akta perdamaian kepada kedua belah pihak yang bersengketa agar dapat mengetahui kedudukan dari pada akta perdamaian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. Akta perdamaian telah diatur didalam pasal 130 ayat 2 HIR yang berbunyi “ Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan biasa ” artinya kekuatan hukum suatu akta perdamaian dapat sangat kuat apabila berbentuk putusan, dimana putusan tersebut didalamnya memuat sebuah akta perdamaian, dan akta perdamaian yang telah dibentuk oleh kedua belah pihak melalui suatu kesepakatan yang berisikan perjanjian dibuat dihadapan mediator. Sehingga kekuatan hukum akta perdamaian ini dapat disamakan dengan kekuatan hukum putusan pengadilan yang tercantum di dalam pasal 1858 ayat (1) KUHPerdata dan juga pasal 130 ayat (2) HIR dimana kedua pasal tersebut memberikan kepastian hukum bahwa akta perdamaian serupa dengan putusan hakim (Pengadilan) yang mengikat dan memiliki kekuatan hukum tetap (res judicata).6

Pada pasal 6 ayat 7 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa, menjelaskan tentang kesepakatan dalam penyelesaian sengketa secara tertulis bersifat sangat final dan mengikat kedua belah pihak yang telah melaksanakan dengan itikad baik. Apabila Kedua belah pihak yang bersengketa talah menyetujui akta perdamaian tersebut maka wajib di daftarkan di Pengadilan Negeri dalam kurun waktu 30 hari sejak penandatanganan kesepakatan mediasi tersebut dilakukan.7 Apabila kedua belah pihak yang bersengketa telah menandatangani kesepakatan akta perdamaian tersebut maka pihak BPN selaku mediator akan mengarahkan pihaknya yang bersengketa untuk mengesahkan akta perdamaianya ke Pengadilan Negeri di hadapan hakim untuk memberikan kekuatan hukum dari pada akta perdamaian tersebut. Sehingga, jika suatu hari nanti terjadi sengketa pertanahan antara kedua belah pihak tersebut, maka hal ini tidak dapat kembali diselesaikan secara litigasi maupun nonlitigasi sebab kedua belah pihak telah memiliki akta perdamaian yang telah disepakati kedua belah pihak di hadapan Mediator (BPN) dan telah disahkan dihadapan hakim di Pengadilan Negeri.

  • III.    PENUTUP

    3.1    KESIMPULAN

Mediasi yang tertera didalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan penyelesaian sengketa Alternatif dapat dipergunakan untuk menyelesaikan sengketa pertanahan, dengan 3 tahapan mediasi yaitu

tahapan persiapan, tahapan pertemuan-pertemuan mediasi, dan tahapan pasca mediasi. Sehingga hasil dari mediasi tersebut adalah kesepakatan yang dilakukan antara kedua belah pihak yang bersengketa dengan dibuatkan berita acara pelaksanaan. Setelah kedua belah pihak menandatangani kesepakatan mediasi tersebut dihadapan pejabat BPN selaku mediator. Maka, tindakan selanjutnya adalah membuat akta perdamaian untuk mengetahui kedudukan dan ekuatan dari pada akta perdamaian tersebut. Apabila akta perdamaian tersebut sudah bersifat mengikat maka tidak dapat lagi diajukan sebagai suatu perkara apabila telah dinyatakan dalam bentuk perdamaian.

  • 3.2 . SARAN

Suatu perdamaian dapat dijadikan alternatif utama untuk para pihak yang bersengketa, sehingga dengan adanya penyelesaian melalui jalur nonlitigasi maka pihak bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya tanpa berlarut-larut. Kejujuran mediator dalam mengatasi pihak bersengketa sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa dengan adil dan berkepastian hukum tanpa adanya perselisihan dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ali, Prof. Dr. H. Zainuddin, M.A., 2016, Metodologi Penelitian

Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Artadi, I Ketut S.H., S.U., Dan Dr. I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, S.H., M.H., 2017., Anatomi Kontrak Berdasarkan

Hukum Perjanjian, Udayana University Press, Denpasar.

Harahap, M. Yahya, S.H., 2005, Hukum Acara Perdata, Sinar

Grafika, Jakarta.

Solahudin, Dr. S.H., M.H., 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, Dan Perdata, Visimedia, Jakarta.

Sutiyoso, Bambang S.H., M.Hum., 2008, Hukum Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media, Yogyakarta.

Wiryawan, Dr. I Wayan S.H., M.H., Dan Dr. I Ketut Artadi S.H., S.U.,  2010, Penyelesaian Sengketa Diluar  Pengadilan,

Udayana University Press, Denpasar.

Undang-Undang :

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional.

Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan.

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.

Skripsi :

Musyarofah, 2011, Mediasi Dalam Sengketa Pertanahan Di Kantor Pertanahan Kabupaten Pati, Fakultas Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang, Semarang

13