KEKUATAN PEMBUKTIAN SUMPAH POCONG DALAM PRAKTEK PERADILAN PERDATA

Oleh

Pande Putu Ekayana Dharma Putra

Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi

Program Kekuhsusan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

This journal discuss about sumpah pocong proof in civil justice. That has purpose to find out the strength of vow using sumpah pocong in practice civil justice. The method used is normative legal research by approaching legislation. This journal concluded that sumpah pocong in civil justice can be done and has binding power.

Keyword: Proof, Vow, Civil Justice.

ABSTRAK

Jurnal ini membahas tentang kekuatan pembuktian sumpah pocong dalam praktek peradilan perdata. Yang memiliki tujuan untuk mengetahui kekuatan pembuktian sumpah dengan menggunakan sumpah pocong di dalam Peradilan Perdata. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu pendekatan Peraturan Perundang-undangan. Jurnal ini menyimpulkan bahwa Sumpah pocong dalam peradilan perdata dapat dilakukan dan menjadi sumpah pemutus, kekuatan bukti sumpah ini adalah sebagai bukti yang mengikat.

Kata Kunci: Pembuktian, Sumpah, Peradilan Perdata.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Hukum pembuktian dalam hukum acara perdata memiliki peran yang sangat penting dalam proses peradilan untuk menerangkan suatu keadaan guna memperoleh suatu keadilan yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang berperkara. Dalam acara perdata dikenal beberapa macam alat bukti yang tercantum dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut BW, macam-macam alat bukti itu antara lain adalah surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan terakhir adalah sumpah. Pengertian sumpah dijabarkan dalam pasal 1929 BW yang berarti suatu pernyataan hikmat yang dikemukakan secara sungguh-sungguh dengan menyebut nama Tuhan Yang

Maha Esa sesuai dengan keyakinan yang memberikan sumpah. Pembuktian dengan menggunakan sumpah hanya ada dalam Peradilan Perdata, sumpah ini ditentukkan oleh Majelis Hakim apabila dipandang perlu untuk melengkapi alat bukti lain. Dalam suatu perkara tidak terdapat alat bukti maka salah satu pihak dapat memohon kepada majelis hakim untuk dilakukan sumpah kepada pihak lawannya.

Berkenaan dengan sumpah pocong1, merupakan ritual adat yang masih sering digunakan untuk membuktikan dan mendapatkan suatu kebenaran atas suatu konflik yang terjadi. Sumpah pocong ini dipercaya menjadi sumpah yang paling ditakuti oleh masyarakat yang beragama Islam. Didalam Acara Perdata, pihak yang merasa dilanggar hak nya maka diwajibkan untuk melakukan pembuktian atas hak-haknya yang telah dilanggar oleh pihak lain.

  • 1.2    Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian sumpah dengan menggunakan sumpah pocong di dalam Acara Perdata

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Penulisan ini mempergunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan, kaidah, atau norma sebagai patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.2

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Jenis-Jenis Sumpah Yang Dikenal Dalam Peradilan Perdata

Menurut Zainal Asikin dalam bukunya, memberikan pengertian Pembuktian adalah suatu kegiatan atau suatu proses untuk meyakinkan hakim atas apa yang dituntut, atau apa yang disengketakan agar dalil-dalil yang dikemukakan menjadi jelas dan terang

benderang.3 Jenis pembuktian dengan menggunakan sumpah di dalam Peradilan Perdata dibagi menjadi 3 (tiga) yang pertama adalah sumpah suppletoir atau sumpah tambahan yang perintahkan oleh hakim untuk memberikan tambahan pembuktian. Sumpah Suppletoir atau sumpah tambahan ini terdapat pada Pasal 155 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yang berbunyi “Jika kebenaran gugatan atau kebenaran pembelaan atas itu tidak cukup terang, akan tetapi ada juga kebenarannya, dan sekali-kali tidak ada jalan lagi akan menguatkannya dengan upaya keterangan-keterangan yang lain, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat karena jabatannya menyuruh salah satu pihak bersumpah, baik oleh karena itu untuk memutuskan perkara itu atau untuk menentukan jumlah uang yang akan diperkenankan.” Yang kedua adalah Sumpah Testimatoir atau sumpah penafsiran yaitu sumpah yang khusus untuk menentukkan jumlah ganti rugi yang digugat oleh penggugat. Dan yang terakhir adalah Sumpah Decisoir atau sumpah pemutus, menurut Roihan A. Rasyid dalam bukunya yang dikutip dari Pasal 156 HIR, Pasal 183 RBg, dan Pasal 1930-1939 yaitu sumpah yang dilakukan oleh salah-satu pihak atas permintaan pihak lainnya di sini telah tidak ada bukti sama sekali yang mendukung tuntutannya.4

  • 2.2.2    Kekuatan Pembuktian Sumpah Pocong

Dalam hierarki alat bukti yang tertuang dalam Pasal 1866 BW, sumpah merupakan alat bukti terakhir yang dapat diajukkan oleh para pihak. Sehingga apabila suatu proses peradilan sampai menempuh proses pembuktian dengan alat bukti sumpah maka dapat di pastikan bahwa alat bukti lain tidak cukup untuk menerangkan suatu perkara di dalam pengadilan. Berkenaan dengan sumpah pocong, walaupun dalam Peraturan Perundang-Undangan tidak dikenal dengan adanya sumpah pocong, hal ini disebabkan karena sumpah pocong berasal dari hukum adat. Dalam suatu Peradilan Perdata terdapat 3 (tiga) jenis sumpah yang telah diuraikan diatas, salah satunya adalah Sumpah Decissoir atau Sumpah Pemutus. Berdasarkan Pasal 1945 BW jika ada alasanalasan penting, hakim boleh mengijinkan pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpahnya dengan perantara seseorang yang diberikan kuasa khusus untuk itu dengan suatu akta otentik. Dan pasal 157 HIR dapat ditafsirkan bahwa memberikan peluang diberlakukannya berbagai bentuk sumpah salah satunya adalah sumpah pocong. Sumpah

yang dibebankan oleh salah satu pihak, ia pula yang menentukkan bentuk sumpah yang dilakukan. Sehingga apabila salah satu pihak ini mengajukan permohonan untuk dilakukannya sumpah pocong dan mendapat persetujuan oleh Majelis Hakim, maka sumpah pocong ini dapat dilakukan.

Kekuatan alat bukti menurut Zainal Asikin dalam bukunya yang dikutip dari buku Hari Sasangka, menyebutkan ada 5 kategori kekuatan alat bukti, yaitu bukti lemah, bukti sempurna, bukti pasti/menentukkan, bukti yang mengikat (Verplicht Bewijs), dan bukti sangkalan.5

Berkaitan dengan alat bukti sumpah maka kekuatan alat bukti sumpah pocong ini masuk kedalam kategori bukti yang mengikat. Artinya dalam suatu perkara acap kali hakim memiliki keraguan atas alat-alat bukti yang diajukkan oleh penggugat maupun tergugat. Maka kemudian hakim memerintahkan salah satu pihak untuk mengucapkan sumpah pemutus. Sumpah pemutus (decissoir) mempunyai daya bukti yang mengikat, oleh karenanya hakim wajib untuk menyesuaikan keputusan-keputusannya dengan pembuktian tersebut.6 Rasio sumpah pemutus ialah, kalau memang seseorang itu benar, tentulah ia tidak berkeberatan untuk mengucapkan sumpah.7

  • III.    KESIMPULAN

    • 3.1    Simpulan

Dalam Peradilan Perdata dikenal 3 (tiga) jenis alat bukti sumpah, yaitu Sumpah Suppletoir atau Sumpah Tambahan, Sumpah Testimatoir atau Sumpah Penafsiran, dan Sumpah Decisoir atau Sumpah Pemutus. Penggunaan sumpah pocong dalam Peradilan Perdata dapat dilakukan apabila alat bukti lain tidak mampu menerangkan suatu perkara maka hakim akan mengijinkan para pihak untuk mengangkat sumpah. Sumpah yang dibebankan oleh salah satu pihak, ia pula yang menentukkan bentuk sumpah yang dilakukkan. Sehingga apabila salah satu pihak ini mengajukkan dilakukkannya sumpah pocong dan disetujui oleh hakim, maka sumpah pocong ini dapat dilakukan. Sumpah pocong ini akan masuk pada jenis Sumpah Decisoir atau Sumpah pemutus, dan kekuatan alat bukti sumpah dengan menggunakan sumpah pocong adalah sebagai bukti yang

mengikat dan dalam putusannya hakim wajib menggunakan alat bukti sumpah (sumpah pocong) yang telah dilakukan dalam proses pembuktian sebagai salah satu dasar atau alasan dalam pembuatan putusan yang nantinya dibacakan oleh Hakim pada sidang terbuka untuk umum.

  • IV.    DAFTAR PUSTAKA

    BUKU

Amirudin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.

Roihan A. Rasyid, 2015, Hukum Acara Peradilan Agama, Rajawali Pers, Depok.

Zainal Asikin, 2015, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Kencana, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Herzien Inlandsch Reglement

Rechtreglement voor de Buitengewesten

5