TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HUKUMAN KEBIRI TERHADAP PELAKU KEKERASAN SEKSUAL KEPADA ANAK
on
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HUKUMAN KEBIRI
TERHADAP PELAKU KEKERASAN SEKSUAL KEPADA
ANAK
Oleh:
I Gusti Ngurah Yulio Mahendra Putra∗ Dewa Nyoman Rai Asmara Putra Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
The tittle of this journal is that the juridical Review of the Punishment Concering Sexual Violence Against Children. The enactment of Law No. 17 of 2016 on Stipulation of Government Regulation in Lieu of Law No. 1 of 2016 on the Second Amendment Law No. 23 of 2002 on Child Protection, which contains new chemical sanctions against child sex offenders. This chemical penalty is a reaction to the number of sexual cases against children, as imprisonment of sexual offenders is considered ineffective in reducing sexual assault cases against children. The formulation of the issues discusses in this journal is how is the policy of Indonesia law in terms of criminology and how the punishment against the perpetrators of sexual crimes in children in terms of Law No. 17 of 2016. The method of writing used is normative juridical investigation. The result of the analysis show that the punishment of the Indonesian coffers can be imposed simultaneously with the principal punishment in accordance with the applicable rules.
Keyword : Of Castration Chemical Penalty, Secual abuses, Criminology, punishment.
ABSTRAK
Judul dari jurnal ini adalah Tinjaun Yuridis Terhadap Hukuman Kebiri Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual Kepada Anak. Disahkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan
∗ I Gusti Ngurah Yulio Mahendra Putra adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang memuat sanksi baru berupa kebiri kimia terhadap pelakukejahatan seksual kepada anak-anak. Hukuman kebiri kimia ini merupakan reaksi dari banyaknya kasus seksual terhadap anak, dikarenakan penjatuhan pindana penjara terhadap pelaku kenjahatan seksual dianggap tidak efektif dalam mengurangi kasus kekerasan sesksual terhadap anak. Rumusan masalah yang dibahas dalam jurnal ini, yaitu bagaimanakah kebijakan hukum kebiri d Indonesia ditinjau dari ilmu kriminologi dan bagaimanakah sanksi pidana kebiri terhadap pelaku kegiatan kejahatan seksual pada anak ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. Metode penulisan yang digunakan ialah metode penelitian yuridis normative. Hasil analisis menunjukan bahwa hukuman kebiri di Indonesia dapat dijatuhkan bersamaan dengan pokok sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kata Kunci : Kebiri, Kekerasan Seksual, Kriminologi, Pemindaian.
Keterkaitannya dengan hukum pidana, dapat mengidentifikasi berbagai masalah-masalah dasar hukum pidana, yaitu pengaruh terhadap rumusan tindak pidana, konsep sifat melawan hukum, dan maslah pertanggungjawaban pidana yang termasuk kedalam corporate liability yang sekarang sangat menonjol dan menyangkut masalah sanksi.1 Seperti beberapa waktu lalu disahkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-Undang 9selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016), yang memuat
sanksi baru berupa kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak. Pelaku kejahatan seskual terhadap anak-anak pedophilie.
Pemerintah menjelaskan di dalam poin menimbang Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 alasan diberlakukannya sanksi kebiri adalah mengingat kekerasan seksual terhadap anak tiap tahunnya semakin bertambah serta dapat mengancam peran strategis anak sebagai generasi penerus masa depan bangsa dan negara, sehingga perlu memperberat sanksi pidana dan memberikan suatu tindakan terhadap pelaku kekerasan seksual. Ditinjau dari ilmu kriminologi bahwa kejahatan tersebut dilihat sebagai konsep sosiologis, oleh karnanya dalam kriminologi di telaah juga perbuatan-perbuatan yang bukan kejahatan menurut undang-undang pidana.
Namun Van Hamel menyebutkan bahwa tujuan hukum pidana adalah sebagai berikut :
-
1. Pidana harus memuat suatu unsur menatukan supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak melaksanakan niat buruknya.
-
2. Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana.
-
3. Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin di perbaiki.
-
4. Tujuan satu-satunya suatu pidana ialah mempertahankan tata tertib hukum.2
Hal ini tentunya menjadi sebuah perdebatan dimana dalam menetapkan suatu jenis sanksi tidak terlepas dari tujuan yang ingin dicapai dari pemindanaan itu. Sesuai dengan pendapat P.A.F. Laminating yang pada dasarnya bahwa tujuan pemindaian tidak hanya semata-mata untuk membuat pelaku jera atas tindakan yang dilakukan namun tujuan kedepannya yaitu untuk memperbaiki pribadi pelaku itu sendiri.3 Berdasarkan hal tersebut penulis menulis jurnal ilmiah yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HUKUMAN KEBIRI TERHADAP PELAKU KEKERASAN SEKSUAL KEPADA ANAK.
Adapun rumusan masalah yang diambil dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
-
1. Bagaimanakah kebijakan hukuman kebiri di Indonesia ditinjau dari Ilmu Kriminologi?
-
2. Bagaimanakah sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016?
Adapun tujuan dari penulisan jurnal ilmiah ini adalah untuk mengetahui kebijakan hukuman kebiri di Indonesia berdasarkan ilmu Kriminologi dan mengetahui sanksi pidana hukuman kebiri ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016.
-
II. Isi Makalah
-
2.1 Metode Penelitian
-
2.1.1 Jenis Penelitian
-
Jenis Penelitian yang digunakan dalam jurnal ini menggunakan jenis penelitian normatif. Penelitian normaif yang sering disebut juga penelitian hukum doktrinal pada penelitian hukum ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang ditulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau mengkonsepkan hukum sebagai norma yang merupakan patokan berprilaku manusia.4 Tujuan dari penelitian hukum normatif ini untuk meluruskan dan menjaga konsistensi dari sistem norma terhadap dasar, asas-asas, doktrin, kontrak serta aturan perundang-undangan yang berlaku atau yang akan diberlakukan.5
Penulisan jurnal ilmiah ini, penulis menggunakan pendekatan Perundang-undangan (Comperative Approach). Pendekatan
perundang-undangan dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang menyangkut dengan berbagai iso hukum yang sering ditangani.6 Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) dilakukan dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum.
Adapun bahan hukum yang digunakan dalam jurnal ilmiah ini adalah sebagai berikut :
-
1. Bahan hukum primer, nahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, risalah resmi, putusan pengadilan dan dokumen resmi negara. Penils menggunakan bahan hukum primer yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak.
-
2. Bahan hukum sekunder, bahan yang terdiri atas buku atau jurnal hukum yang berisi dari prinsip-prinsip dasar (asas hukum), pandangan para ahli hukum (doktrin) dan hasil penelitian hukum.7
-
3. Bahan hukum tersier, bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.8
Jurnal yang menggunakan penelitian hukum normative, teknik pengumpulan data diakukan dengan studi kepustakaan terhadap bahan hukum yang didapat, baik itu bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier yang berhubungan dengan jurnal ini.
Teknik Pengolahan bahan hukum pada analisis normative fipergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber penelitiannya. Terdiri dari berbagai tahapannya meliputi, merumuskan dasar-dasar hukum, merumuskan pengertian hukum, pembentukan standar-standar hukum, perumusan kaida-kaidah hukum. 9
-
2.2 Hasil Analisa
-
2.2.1 Kebijakan Hukuma Kebiri di Indonesia ditinjau dari Ilmu Kriminologis
-
Peraturan mengenai perlindungan anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 mencantumkan sanksi baru, yaitu berupa pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pengenaan hukuman kebiri tersebut merupakan hukuman tambahan bagi pelaku yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak yang diakukan oleh orang tu, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan lebih dari satu orang secara bersama-sama, serta setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman untuk memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dan juga menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan meninggal dunia, serta pelaku yang pernah melakukan tindak pidana kekerasan anak.Pelaku yang pernah
melakukan tindakan pidana sebelumnya dapat dikatan dapat dikatan recidive di hubungkan dengan persyaratan :
-
1. Si Pelaku pernah melakukan tindak pidana
-
2. Terhadap tindak pidana terdahulu itu, si pelaku telah dipidana dengan keputusan hakim yang tetap
-
3. Setelah di pidana si pelaku melakukan tindak pidana lagi dalam tenggan waktu tertentu.10
Menurut ilmu kriminologi ilmu yang mempelajari sebab-akibat terjadinya suatu kejahatan, atau mengapa seseorang melakukan suatu kejahatan tersebut.11 menganalisa pelaku yang di kenakan hukuman kebiri, ilmu kriminologi mempunyai banyak sekali mengenai teori-teori, akan tetapi dalam penulisan ini akan mefokuskan teori yang dapay dibagi dalam tiga perspektif, yaitu :
-
1. Micritheories, teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif biologis dan psikologis yang menitikberatkan terhadap perbedaan kondisi fisik dan mental yang terdapat pada suatu individu, seperti cacat kesadaran, kurang kematangan emosi, moral yang lemah, pengaruh hormone, ketidak normalan kromosom yang dapat mempengaruhi suatu individu melakukan suatu kejahatan criminal.
-
2. Macrotheories, teori tang menjelaskan kejahatan dari prespektif sosiologis, yang menitikberatkan terhadap alasan perbedaan dalam rangka kejahatan di dalam suatu lingkungan sosial, teori ini dapat dikelompokan dalam tiga kategori umum, yaitu :
strain, cultural deviance (penyimpangan budaya), dan social kontrol.
-
3. Bridgingtheories, dalam teori ini menjelaskan dengan berusaha menunjukan bahwa orang yang melakukan tindakan criminal bukan karena cacat atau kekurangan internal tetapi lebih karena yang dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam kekuasaan, khususnya mereka yang berada dalam sistem peradilan pidana.12
Salah satu pelanggaran seksual terhadap anak yang termasuk serius adalah pedophilia. Pedophilia adalah pelampiasan hawa nafsu seksual dengan mengambil anak-anak dibawah umur sebagai korbannya. Hasil penelitian Guttmacher da Abrahamsen dalam buku Hendrojono13 mernyimpulan bahwa pedophilia kebanyakan dilakukan oleh pria yang lebih dari empat puluh tahun, selanjutnya golongan pedhophilics melakukan kejahatan tersebut diantaranya karena mereka sedang memasuki masa “second childhood” dan karenanya ada suatu kepuasan jika ia kontak seksual dengan anak-anak. Terdapat pula kaum pedhophilics ini menyalurkan tindakannya dengan kekerasan bertindak sadis dan brutal.
Pedophilia termasuk ke dalam penyimpangan individual yaitu bagian dari penyimpangan seksualitas seseorang yang tertarik kepada anak kecil. Pelecehan seksual ini menimbulkan trauma psikis yang tidak dapat disembuhkan dalam waktu singkat. Penyebab yang mendasari pedophilia tidak jelas, meskipun kelainan biologis seperti hormone ketidakseimbangan dapat menyebabkan gangguan di
beberapa individu, faktor biologis belum terbukti sebagai penyebabnya. Ilmu kriminologi yang mempelajari sebag akibat terjadinya suatu kejahatan, terdapat dua faktor yang menyebabkan mengapa seseorang pedophilia melakukan kejahatan seksual terhadap anak, yaitu :
-
1. Faktor internal seperti faktor genetic atau bawaan
-
2. Faktor eksternal seperti pengaruh dari lingkungan.
Aksi kejahatan tersebut tidak semata-mata dilatarbelakangi motif seksual, tetapi pelaku kejahatan pedophilia memiliki alur dan substansi berpikir yang disortif, fantasi, dan rangsangan yang menyimpang serta manipulatif.
-
2.2.2 Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Pada
Anak DItinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
Pengebiran atau kastrasi ialah tindakan bedah menggunakan bahan kimia yang bertujuan guna menghilangkan fungsi testis pada jantan atau ovarium pada betina. Pengibiran kimia dengan memberikan suntan obat khusus, dengan berbagai metode yang memiliki efek samping fisik maupun psikilogis yang berbeda, beberapa metode yang digunakan dalam proses pengebirian, yaitu :14
-
1. Surigical castraction (Pengebiran Bedah)
Pengebiran bedah ialah proses mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa gairah seksual baik pria maupun wanita. Pengebirian bedah sangat efektif dalam mencapai tujuan kepada tindak pelaku pidana kekerasan seksual dan untuk
mencegah timbul residivisme. Pengebirian bedah memiliki efek samping kemandulan, hilangnya kemampan untuk mencapai ereksi atau hasrat, sulit untuk menjalani kontak seksual terhadap lawan jenis, ketidakmampuan untuk memproduksi hormone testosterone dan mengalami infeksi jangka panjang.
-
2. Chemical Castraction (Pengebirian Kimia)
Pengebirian Kimia ialah penyuntikan zat anti testosterone ke dalam tubuh pria untuk mengurangi kadar hormone testosterone, yang diproduksi sel lydig di dalam buah zakar. Pengebirian kimia memiliki efek samping menurunkan gairah seksual untuk sementara waktu, sehingga ketika pemberian anti testosterone di hentikan maka pelaku akan memiliki hasrat atau gairah seksual yang sama seperti sebelumnya.
Menurut Mr. W.F.C van Hattum mengartikan hukum pidana merupakan “suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh Negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melanggar di lakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusu berupa hukuman.15
Sanksi kebiri kimia ditunjukan kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak demi memberi efek jera kepada pelaku dan melakkan terhadap anak. Hal itu sesuai dengan prevensi khusus suatu pidana yang dikemukakan oleh Van Hamel :
-
1. Pidana harus memuat suatu unsur menatukan supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak melaksanakan niat buruknya.
-
2. Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana.
-
3. Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin di perbaiki.
-
4. Tujuan satu-satunya suatu pidana ialah mempertahankan tata tertib hukuk.16
Dasar hukum dapat diberlakukannya hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dapat dilihat pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 dimuat pada pasal 81 ayat (7) menyatakan : terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Pemberlakuan hukuman kebiri diputuskan dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia berada di bawah pengawasan secara berkala oleh kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bdang sosial, hukum dan kesehatan disertai rehabilitasi.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 menyatakan dalam pasal 81 ayat (7), terdapat ketentuan pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang dapat dikenai tindakan kebiri kimia ada dua jenis yakni yang tercantum di dalam pasa 81 ayat (4) dan (5) :
-
a. Pelaku yang telah menjalani pidana dan melakukan tindak pidana yang sama (recidive). Sebagaimana disebutkan pasal 81
ayat (4) Perppu No. 1 tahun 2016 yakni “selain pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah di pidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D”
-
b. Pelaku yang telah dijatuhi hukuman mati, penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 81 ayat (5) Perppu No. 1 Tahun 2016 yakni “Dalam hal tindak pidana sebagaimana di maksud dalam pasal 76 D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya reproduksi, dan/ atau korban meninggal dunia, pelaku di pidana mati, seumur hidup atau pidana paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun”.
-
III. PENUTUP
Adapun kesimpulan dari jurnal ini mengenai kebiri kimia di Indonesia adalah :
-
1. Kebijakan hukum di Indonesia ditinjau dari ilmu kriminologi berdasarkan peraturan mengenai perlindungan anak sebagaimana telah di ubah menjadi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 mencantumkan sanksi baru berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Ditinjau dari segi ilmu kriminologi yang mempelajari sebab akibat dari terjadinya suatu kejahatan, ada beberapa teori-teori untuk menganalisis
tindakan pelaku tersebut seperti teori yang menjelaskan kejahatan dalam prefektif biologis, prefektif sosiologis dan prefektif lainnya.
-
2. Sanksi Pidana terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak ditinjau dari Undang-undang Nomor Tahun 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas undang-Undang Noor 23 Tahun 2002. Tentang Perlindungan Anak, yang terdapat di dalam Pasal 81 serta pasal 81 A, merupakan dasar hukum kebiri dapat diberlakukan bersama-sama dengan pidana pokok, adapun hukuman kebiri yang dilakukan dapat berupa kebiri fisik dan kebiri kimia. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tindakan kebiri dapat diterapkan bagi dan pelaku yang hukuman nya di pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Penulis memberikan saran demi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi pelaku, pemerintah dalam membuat peraturan perundang-undangan haruslah berlandaskan terhadap asas hukum pidana dan tujuan pemindanaan agar kejahatan seksual dapat diberantas dengan adanya pidana kebiri, mengingat pemerintah harus melindungi kepentingan anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amirudin dan Zainal asikin, 2016, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Arief, Barda Nawari, 2011, Perbandingan Hukum Pidana, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Atmasasmita, Romli, 2001, Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia Dan Penegakan Hukuman , Mandar Maju, Jakarta.
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2015, Dualisme Penelitian Hukum Normatif fan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hamzah, Andi, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi 2008, Rineka Cipta, Jakarta.
Hendrojono, 2005, Kriminologi Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum, PT. Dieta Persada.
Lamintang & Franciscus Theojunior Lamintang, 2014, Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Muladi, 2003, Pengkajian Hukum Tentang Asas-Asas Pidana
Indonesia Dalam Perkembangan Masyarakat Masa Kini dan Mendatang, badan Pembinaan Hukum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta.
Sentoso, Topo dan Eva Axhajani Zulfa, 2002, Kriminologi, PT.
Grafindo, Jakarta.
Jurnal Ilmiah
Bhismaning, Putu Oka, 2016, “Analisis Hukuman Kebiri Untuk Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak Ditinjau dari Pemindaian di Indonesia:, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Udayana Vol. 05 No. 03, Bali.
Internet
Spalding, Larry He Im 1997, Chemical Castration Law : A Return to the Dark Ages, URL : http://criminal.findlaw.com/criminal-
charges/chemical-and-surgical-castration.html, diakses 11
Februari 2018
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5882).
Discussion and feedback