KUALIFIKASI PIHAK KETIGA DALAM PENGAJUAN GUGATAN PENGHAPUSAN MEREK DI INDONESIA
on
KUALIFIKASI PIHAK KETIGA DALAM PENGAJUAN GUGATAN PENGHAPUSAN MEREK DI INDONESIA
Oleh:
I Gusti Ngurah Bagus Girindra GM*
I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati**
Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan diatur pada Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU tentang Merek dan Indikasi Geografis) dengan alasan bahwa merek yang terdaftar tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan, tetapi secara khusus mengenai kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek tidak ditentukan dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan sehingga menimbulkan norma kabur yang membingungkan pada tataran pelaksanaannya.
Tujuan dari penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui kualifikasi pihak ketiga dalam pengajuan gugatan penghapusan merek dalam perpektif UU tentang Merek dan Indikasi Geografis. Penelitian hukum ini dilaksanakan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini disajikan dalam suatu laporan yang bersifat diskriptif analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya disparitas penafsiran oleh hakim mengenai kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek. Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 82/Merek/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst menyatakan bahwa siapa saja boleh menjadi pihak ketiga dalam penghapusan merek asalkan mampu membuktikan merek tersebut memenuhi syarat untuk dihapuskan, sedangkan dalam Putusan Nomor 60/Pdt.Sus/Merek/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst hakim tidak menerima gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga karena
diajukan oleh salah satu pemegang sahamnya, yang seharusnya diwakili oleh organ dari Badan Hukum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU tentang Pers). Dengan adanya disparitas penafsiran tersebut sudah seharusnya dilakukan pengaturan khusus dan/atau penambahan penjelasan mengenai kualifikasi pihak ketiga dalam pengajuan penghapusan merek di Indonesia.
Kata Kunci : Kualifikasi, Pihak Ketiga, Gugatan Penghapusan Merek.
Abstract
The removal of a registered trademark may be exercised by an interested third party under Article 74 paragraph (1) of Act Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications (Act on Trademarks and Geographical Indications) on the grounds that the registered trademark is not used for 3 (three) consecutive years in trading, but in particular the qualifications of third parties who may file a claim for trademark removal are not clearly specified in the laws and regulations resulting in confusing norms at the level of their implementation.
The purpose of this legal research is to know the qualifications of third parties in the filing of the trademark removal law in the perspective of the Act on Trademark and Geographical Indications. This legal research is conducted by using normative juridical method. The data used in this research is secondary data. All data collected were analyzed using qualitative method. The results of this study are presented in a descriptive analysis.
The results show that there is a judicial interpretation disparity regarding the qualifications of third parties who can file a trademark removal lawsuit. Judge Consideration in Decision Number 82/Trademark/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst states that anyone may become a third party in the elimination of a trademark provided that it is able to prove the trademark is eligible to be abolished, whereas in Decision Number 60/Pdt.Sus/Trademark /2014/PN.Niaga.Jkt.Pst the judge does not accept the claim filed by a third party because filed by one of its shareholders, which should be represented by organs of the Legal Entity pursuant to the provisions of Act Number 40 Year 1999 regarding Press (Act on Press). With the existence of such interpretation disparity, special arrangements and / or additional explanations should be made regarding third party qualifications in the filing of trademark removal in Indonesia.
Keywords : Qualification, Third Party, Trademark Removal Lawsuit.
Pada jaman globalisasi saat ini, perkembangan perdagangan diseluruh dunia mengalami peningkatan yang pesat. Setiap perusahaan memiliki nama dan simbol yang digunakan dalam memperdagangkan dan memasarkan barang dan/atau jasa. Nama-nama dan simbol-simbol tersebut merupakan ciri khas dari perusahaan sebagai pembeda dari perusahaan lainnya yang lebih dikenal sebagai merek (trademark).
Merek merupakan salah satu bagian dari hak atas kekayaan intelektual terutama dibidang perindustrian, sebagai tanda pengenal dari asal barang dan/atau jasa yang dimiliki oleh pemilik merek yang berguna untuk menjaga dan menjamin kualitas barang dan/atau jasa tersebut serta dapat mencegah persaingan yang tidak sehat dari perusahaan lain.1 Selain itu merek juga digunakan oleh pemilik merek untuk melindungi barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam pangsa pasar perdagangan.
Merek dalam kedudukannya sebagai hak atas kekayaan intelektual dilindungi oleh hukum atau undang-undang. Di Indonesia perlindungan merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU tentang Merek dan Indikasi Geografis). Setiap orang atau badan hukum yang memiliki merek dan menggunakannya dalam perdagangan diharapkan mendaftarkan mereknya untuk memperoleh perlindungan oleh hukum. Dengan melakukan pendaftaran merek maka pemilik merek memperoleh surat tanda pendaftaran yang selanjutnya dilakukan berbagai pemeriksaan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (yang selanjutnya disebut sebagai Menteri) serta apabila telah
melewati proses pemeriksaan tersebut serta telah dinyatakan memenuhi persyaratan maka akan memperoleh sertifikat merek sebagai tanda bukti hak atas merek. Sertifikat merek mempunyai kegunaan apabila terjadi sengketa merek dapat dijadikan sebagai alat bukti surat pada pembuktian di pengadilan.2
Dengan dimilikinya sertifikat merek sebagai tanda bukti hak atas merek oleh pemilik merek maka dapat mencegah pihak lain dalam menggunakan mereknya tanpa seizin pemilik merek tersebut.3 Apabila pihak lain tersebut ingin menggunakan suatu merek yang telah terdaftar, maka harus mengadakan suatu perjanjian terlebih dahulu dengan pemilik merek yang dalam undang-undang disebut lisensi.
Dalam UU tentang Merek dan Indikasi Geografis tersebut memberikan suatu penegasan mengenai apabila terjadi suatu sengketa merek terdaftar maka dapat melakukan salah satu upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan penghapusan dari merek terdaftar tersebut ke Pengadilan Niaga.
Penghapusan merek terdaftar dapat diajukan oleh pemilik merek atau diwakili oleh kuasanya untuk sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa kepada Menteri. Atas prakarsa menteri merek terdaftar dapat dihapuskan jika memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya dengan indikasi geografis, bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundangan-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum, atau memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional, warisan budaya tak benda, atau nama atau logo. Selain pemilik merek dan Menteri,
penghapusan merek juga dapat diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan apabila merek yang terdaftar tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan.
Penghapusan merek terdaftar yang diajukan oleh pihak ketiga diatur dalam UU tentang Merek dan Indikasi Geografis pada Pasal 74 ayat (1), tetapi mengenai kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek tersebut tidak ditentukan dengan jelas dan dalam penjelasan pasal dinyatakan cukup jelas, sehingga hal tersebut menimbulkan norma kabur pada pengaturan ketentuan tersebut.
Adapun secara khusus jurnal hukum ini membahas mengenai permasalahan terkait : bagaimanakah kualifikasi pihak ketiga dalam pengajuan gugatan penghapusan merek dalam perspektif UU tentang Merek dan Indikasi Geografis ?
Adapun tujuan dari penulisan jurnal hukum ini adalah untuk mengetahui bagaimana kualifikasi pihak ketiga dalam pengajuan gugatan penghapusan merek dalam perspektif UU tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang didahului oleh perencanaan matang dan akurat yang mempunyai tujuan untuk memperoleh data guna membuktikan kebenaran dan ketidakbenaran dari suatu atau beberapa gejala hukum yang dilakukan dengan metode ilmiah atau menganalisa data tersebut.4
Metode yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif ini dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder. Data sekunder sebagai sumber atau bahan informasi berupa bahan-bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan resmi atau risalah pembuatan perundang-undangan, dan putusan pengadilan serta bahan-bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang terdiri dari buku-buku hukum dan jurnal hukum. Sehingga penelitian ini menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan sebagai objek penelitian.5 Analisa yang digunakan dalam penelitian hukum ini dilakukan secara kualitatif dan hasilnya dituangkan dalam laporan yang bersifat deskriptif analitis.
Pelanggaran hak atas merek pada dasarnya dapat diselesaikan melalui sistem hukum perdata dan juga pidana. Penyelesaian sengketa merek di bidang hukum perdata dapat diajukan berupa gugatan berdasarkan UU tentang Merek dan Indikasi Geografis ke Pengadilan Niaga. Sengketa merek yang dapat diajukan ke Pengadilan Niaga berupa gugatan penghapusan merek, pembatalan merek, dan gugatan ganti rugi yang pengajuannya harus sesuai ketentuan UU tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Di Indonesia terdapat 5 (lima) Pengadilan Niaga yang berwenang dalam melakukan penghapusan merek terdaftar yaitu Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Pengadilan Niaga Semarang, Pengadilan Niaga Surabaya, Pengadilan Niaga Medan, dan Pengadilan Niaga Ujung Pandang. Sesuai ketentuan Pasal 118 HIR bahwa di pengadilan mana tergugat bertempat tinggal, maka
pengadilan tersebutlah yang berwenang mengadili suatu perkara (actor sequitur forum rei). Apabila yang menjadi tergugat berkedudukan di luar negeri, maka gugatan penghapusan merek diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Prinsip hukum mengenai merek menegaskan bahwa merek yang dilindungi harus menggunakan mereknya, sehingga apabila suatu merek yang sudah didaftarkan dan sudah mendapatkan perlindungan tetapi merek tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, maka negara dapat mengambil alih merek tersebut melalui gugatan penghapusan merek.
Menghapus merek orang lain berarti melakukan penghapusan terhadap hak ekslusif orang tersebut untuk menggunakan mereknya dalam jangka waktu tertentu dan menggunakan hak mereknya sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan mereknya.6 Apabila penghapusan merek diterima, maka akan diberikan penegasan bahwa sertifikat merek yang dimiliki oleh pemilik merek tidak berlaku lagi sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek.
Gugatan penghapusan merek dapat diajukan oleh pemilik merek atau diwakili oleh kuasanya untuk sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa kepada Menteri. Apabila merek masih terikat perjanjian lisensi, penghapusan merek hanya dapat dilakukan jika penerima lisensi menyetujui secara tertulis atau dapat pula dilakukan pengecualian dalam perjanjian lisensi untuk mengesampingkan adanya persetujuan oleh penerima lisensi.
Penghapusan merek terdaftar dapat pula dilakukan atas prakarsa Menteri yang dilakukan jika merek terdaftar tersebut memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya dengan indikasi geografis, bertentangan dengan ideologi negara,
peraturan perundangan-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum, atau memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional, warisan budaya tak benda, atau nama atau logo. Penghapusan merek atas prakarsa menteri tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Komisi Banding Merek.
Selain pemilik merek dan atas prakarsa menteri, penghapusan merek juga dapat diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan apabila merek yang terdaftar tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir terhadap barang dan/atau jasa dalam perdagangan sesuai pada Pasal 74 ayat (1) UU tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pengertian penggunaan terakhir tidak dijelaskan dalam penjelasan pasal tersebut. Namun jika mengacu pengaturan mengenai penghapusan merek pada penjelasan Pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (yang selanjutnya disebut UU tentang Merek Lama) penjelasan mengenai pengertian pemakaian terakhir adalah penggunaan merek tersebut pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan. Saat pemakaian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar di masyarakat.
Pada Pasal 74 ayat (1) UU tetang Merek dan Indikasi Geografis, selain tidak dijelaskan mengenai pengertian pemakaian terakhir juga tidak dijelaskan mengenai siapa saja pihak ketiga yang dapat mengajukan penghapusan merek. Tampak sangat jelas pasal tersebut hanya mengatur mengenai kesempatan pihak ketiga dalam mengajukan gugatan penghapusan merek. Pada ketentuan pasal tersebut dan juga pasal-pasal lain yang menyangkut penghapusan merek tidak ditentukan secara jelas mengenai siapa
yang sebenarnya yang dimaksud dengan pihak ketiga, dan dalam penjelasan pasal dinyatakan cukup jelas.
Pengaturan mengenai penghapusan merek oleh pihak ketiga ini merupakan salah satu wujud dari peran masyarakat dalam melakukan kontrol atau pengawasan terhadap pelaksanaan merek yang telah didaftarkan sesuai UU Merek.7 Apabila merek terdaftar yang dimiliki oleh pemiliknya tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan, maka pihak ketiga dapat mengajukan gugatan penghapusan merek ke Pengadilan Niaga. Masyarakat dapat saja dikatakan sebagai pihak ketiga namun cakupannya sangat luas dan orangnya belum jelas serta harus memiliki suatu kepentingan dalam penghapusan merek tersebut.
Bahwa dalam terminologi hukum yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah pihak-pihak lain selain daripada pihak-pihak yang ada dalam suatu perjanjian, dalam suatu transaksi, bukan pihak dalam suatu tindakan hukum, melainkan suatu pihak yang memiliki hak untuk itu.8 Pihak ketiga dapat saja berupa seseorang, beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum yang memiliki kepentingan langsung terhadap penghapusan suatu merek selain pihak dari pemilik merek dan juga Menteri.
Sedangkan para pihak yang dalam perjanjian lisensi, perjanjian keagenan atau perjanjian distributor dan juga para mantan pihak dalam perjanjian serta mantan pihak dalam transaksi bukan termasuk kategori sebagai pihak ketiga.9 Karena dalam perjanjian harus menghormati apa yang telah disepakati
dan juga yang sedang disepakati secara bersama. Selain itu, mengenai kapasitas dari pihak ketiga juga harus mempunyai itikad baik (good faith) dalam mengajukan gugatannya ke Pengadilan Niaga.
Pihak ketiga yang beritikad baik adalah pihak ketiga yang mempunyai keinginan untuk tidak meniru, tidak menjiplak atau tidak mengikuti merek pihak lain yang akan dihapuskan demi kepentingan usahanya sehingga akan mengakibatkan kondisi persaingan sehat, tidak mengecoh, atau tidak menyesatkan konsumen nantinya. Apabila hal-hal tersebut tidak dilaksanakan maka secara harmonisasi dalam perlindungan merek dapat dikualifikasikan sebagai persaingan curang (unfair competition) serta dinyatakan sebagai perbuatan mencari kekayaan secara tidak jujur (unjust enrichment).10
Selain pihak ketiga harus mempunyai itikad baik dalam mengajukan gugatan penghapusan merek, pihak ketiga juga harus mempunyai kepentingan dalam mengajukan gugatan penghapusan merek ke Pengadilan Niaga. Pihak yang berkepentingan dalam UU tentang Merek dan Indikasi Geografis diatur pada penjelasan pasal pembatalan merek yaitu Pasal 76 ayat (1) antara lain pemilik merek terdaftar, jaksa, yayasan/lembaga di bidang konsumen, dan majelis/lembaga keagaman.
Bahwa dalam terminologi hukum yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah pihak-pihak yang secara hukum memiliki suatu kepentingan yang diakui secara hukum, bukan hanya sekedar kemungkinan manfaat yang berhubungan
dengan uang.11 Jadi pihak yang berkepentingan adalah siapa pun yang memiliki kepentingan pribadi, yang pada umumnya menyangkut hak atas merek, sehingga tidak terbatas pada pemilik merek terdaftar, jaksa, yayasan/lembaga di bidang konsumen, dan majelis/lembaga keagaman saja.
Dalam pertimbangan majelis hakim pada Putusan merek Nomor 82/Merek/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan penggugat Delfi Chocolate Manufacturing Sa terhadap merek dagang TOP menyatakan bahwa siapa saja dapat mengajukan gugatan penghapusan merek selain pemilik merek dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Artinya siapa yang mengajukan gugatan penghapusan merek adalah tidak penting, yang terpenting adalah penggugat dapat membuktikan bahwa merek yang bersangkutan memenuhi syarat untuk dihapuskan pendaftarannya sebagai ketentuan Pasal 61 UU tentang Merek Lama atau Pasal 74 ayat (1) UU tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Kemudian dalam pertimbangan majelis hakim pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 012 PK/N/HaKI/2003 dalam perkara penghapusan merek “DAVIDOFF” yang berkaitan dengan pemegang perjanjian lisensi suatu merek juga dapat diterima sebagai pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek, hal tersebut berbeda dengan pendapat dari Prof. Rahmi Jened, yang menyatakan pemegang perjanjian lisensi suatu merek bukan termasuk kategori pihak ketiga yang dapat mengajukan penghapusan merek, karena penerima lisensi harus menghormati perjanjian yang telah dibuat oleh pemilik lisensi.
Di perkara yang lain antara “Tribun Bali” dan “Bali Tribun”, dalam Putusan Nomor 60/Pdt.Sus/Merek/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst
majelis hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima dengan pertimbangan bahwa penggugat (Bali Tribun) bukanlah pihak ketiga yang berhak untuk mengajukan gugatan penghapusan merek atas dasar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (selanjutnya disebut sebagai UU tentang Pers) karena diwakili secara perseorangan yaitu pemegang sahamnya. Seharusnya penggugat dalam hal mengajukan gugatan penghapusan merek haruslah diwakili oleh organ dari Badan Hukum yang menaungi “Bali Tribun” yaitu PT. Media Nusantara Gemilang bukannya perorangan sebagaimana yang diajukan oleh penggugat.
Dari beberapa kasus tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat pertimbangan hakim yang berbeda mengenai kualifikasi pihak ketiga. Pertimbangan hakim dalam Putusan merek Nomor 82/Merek/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst menyatakan bahwa siapa saja boleh menjadi pihak ketiga dalam penghapusan merek asalkan penggugat mampu membuktikan bahwa merek yang bersangkutan memenuhi syarat untuk dihapuskan pendaftarannya sebagai ketentuan Pasal 61 UU Merek Lama) atau Pasal 74 ayat (1) UU Merek. Namun bila melihat pertimbangan dari majelis hakim dalam Putusan Nomor 60/Pdt.Sus/Merek/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst yang tidak menerima gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga dalam kasus ini diajukan oleh salah satu pemegang sahamnya, majelis hakim berpendapat bahwa yang seharusnya gugatan pengapusan merek haruslah diwakili oleh organ dari Badan Hukum yang menaungi “Bali Tribun” sesuai dengan ketentuan UU tentang Pers.
Dari pemaparan diatas jelas memberikan suatu pemahaman bahwa kualifikasi pihak ketiga dalam pengajuan gugatan penghapusan merek belum diatur dalam ketentuan Pasal 74 ayat
-
(1) UU tentang Merek dan Indikasi Geografis dan juga aturan penjelasannya, sehingga menimbulkan norma kabur. Sudah seharusnya ketentuan pasal mengenai gugatan penghapusan merek oleh pihak ketiga pada UU tentang Merek dan Indikasi Geografis dilakukan pengaturan khusus dan/atau penambahan aturan penjelasan mengenai kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan penghapusan merek ke Pengadilan Niaga.
Kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek adalah pihak-pihak lain selain pemilik merek atau Menteri, baik perseorangan, beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum yang memiliki kepentingan langsung yang diakui secara hukum, bukan hanya sekedar kemungkinan manfaat yang berhubungan dengan uang. Selain mempunyai suatu kepentingan, pihak ketiga juga harus beritikad baik yang berarti tidak meniru, tidak menjiplak atau tidak mengikuti merek pihak lain yang akan dihapuskan demi kepentingan usahanya sehingga akan mengakibatkan kondisi persaingan sehat, tidak mengecoh, atau tidak menyesatkan konsumen nantinya.
Dengan adanya pengaturan mengenai kualifikasi pihak ketiga dalam gugatan penghapusan merek, maka akan berguna bagi majelis hakim untuk meniadakan disparitas penafsiran mengenai kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek sekaligus menjamin kepastian hukum bagi pihak ketiga dalam pengajuan gugatan penghapusan merek pada sistem hukum acara Pengadilan Niaga di Indonesia.
Gugatan penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan oleh pemilik merek, Menteri dan juga pihak ketiga. Penghapusan merek terdaftar yang dilakukan oleh pihak ketiga diatur pada Pasal 74
ayat (1) UU tentang Merek dan Indikasi Geografis. Di dalam ketentuan pasal dan penjelasan pasal tersebut tidak mengatur mengenai kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek ke Pengadilan Niaga. Kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek adalah pihak-pihak lain selain pemilik merek atau Menteri, baik perseorangan, beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum yang memiliki kepentingan langsung yang diakui secara hukum, bukan hanya sekedar kemungkinan manfaat yang berhubungan dengan uang. Selain mempunyai suatu kepentingan, pihak ketiga juga harus beritikad baik yang berarti tidak meniru, tidak menjiplak atau tidak mengikuti merek pihak lain yang akan dihapuskan demi kepentingan usahanya sehingga akan mengakibatkan kondisi persaingan sehat, tidak mengecoh, atau tidak menyesatkan konsumen nantinya.
Pada ketentuan Pasal 74 ayat (1) UU tentang Merek dan Indikasi Geografis dan juga aturan penjelasannya belum diatur mengenai kualifikasi pihak ketiga dalam pengajuan gugatan penghapusan merek sehingga menimbulkan norma kabur dan tidak adanya suatu kepastian hukum, hal tersebut tercemin dari adanya disparitas penafsiran dari majelis hakim Pengadilan Niaga yang mengadili gugatan penghapusan merek. Berdasarkan hal tersebut sudah seharusnya dilakukan pengaturan khusus dan/atau penambahan aturan penjelasan mengenai kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan penghapusan merek ke Pengadilan Niaga, sehingga dapat berguna bagi majelis hakim untuk meniadakan disparitas penafsiran kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek sekaligus menjamin kepastian hukum bagi pihak ketiga dalam pengajuan
gugatan penghapusan merek pada sistem hukum acara Pengadilan Niaga di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Astarini, Dwi Rezki Sri, 2009, Penghapusan Merek Terdaftar, Cet. I, Penerbit Alumni, Bandung.
Jened, Rahmi, 2015, Hakum Merek (Trademark Law) : Dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi, Cet. I, Prenadamedia Group, Jakarta.
Lindsey, Tim, et. al., 2002, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Cet. I, Penerbit Alumni, Bandung.
Supramono, Gatot, 2008, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.
Suratman., Philips Dillah, H., 2015, Metode Penelitian Hukum, Cet. III, Alfabeta, Bandung.
Jurnal
Agus Mardianto, Penghapusan Pendaftaran Merek Berdasarkan Gugatan Pihak Ketiga, Jurnal Dinamika Hukum,
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Vol. 10 No. 1, 2010.
Tesis
Yuliyono, Gugatan Penghapusan Pendaftaran Merek (Studi Kasus Gugatan Penghapusan Pendaftaran Merek TOP), Tesis Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2010.
Peraturan Perundang-Undangan
Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR).
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887).
Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 110 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953).
Putusan-Putusan
Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor 012 PK/N/HaKI/2003.
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor
82/Merek/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor
60/Pdt.Sus/Merek/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst.
16
Discussion and feedback