TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN EUTHANASIA DI INDONESIA DIKAJI DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA

Oleh :

I Made Dwi Krisnawan*

I Gusti Ngurah Wairocana**

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ilmu kesehatan telah memberikan pengaruh terhadap konsep tentang kematian. Seorang pasien atau keluarga pasien dapat meminta kepada dokter atau tenaga medis untuk mempercepat kematian pasiennya. Permintaan untuk mati disebabkan karena usaha yang sudah dilakukan untuk hidup tidak membuahkan hasil lagi. Keadaan inilah yang melatar belakangi dilakukannya euthanasia. Keberadaan euthanasia di Indonesia muncul sejak dimohonkannya euthanasia untuk dilakukan di Indonesia. Permohonan untuk dilakukannya euthanasia telah membuka peluang untuk diterapkannya euthanasia di Indonesia. Namun kebijakan tersebut menimbulkan pertentangan di masyarakat. Disatu sisi menyetujui untuk diterapkan sedangkan dilain sisi tidak menyetujui. Berdasarkan uraian tersebut maka dalam jurnal ini akan dibahas mengenai pengaturan mengenai euthanasia dalam tatanan hukum positif di Indonesia dan pandangan hukum pidana Indonesia (KUHP) terhadap kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa pengaturan mengenai euthanasia dalam tatanan hukum positif Indonesia sampai saat ini belum terdapat regulasi yang secara spesifik dan jelas mengatur mengenai euthanasia. Namun dalam beberapa peraturan-perundang-undangan (lex generalis) yakni dalam KUHP dan UUDNRI 1945 ditemukan beberapa pasal yang secara tidak langsung berkaitan dengan euthanasia. Kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia apabila dikaji dari Hukum pidana Indonesia (KUHP), KUHP memandang bahwa kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia tidak mungkin untuk diterapkan sebab euthanasia dianggap sebagai suatu pembunuhan.

Kata Kunci :  Euthanasia, Kematian, Hukum Pidana, Hak Asasi

Manusia

ABSTRACT

The development of science and technologyin the field of health scienceshas influenced the concept of death. A patient or family of patients may request to a doctor or medical personnelto speed up the death of hispatient. The demand for death is due to the efforts that have been made for life does not work anymore. This situation is the background of euthanasia. The existence of euthanasia in Indonesia arises since the petition for euthanasia to be applied in Indonesia.Applications for euthanasia have opened up opportunities for euthanasia in Indonesia. However, the policy has caused opposition in the community. On the one hand agreed to be applied while on the other hand did not approve.Based on the description, in this journal will be discussed about the regulation of euthanasia in the positive law in Indonesia and the criminal law of Indonesia (KUHP) against the policy to apply euthanasia in Indonesia. The research method used in this research is the normative legal research method that uses the approach of legislation and legal concept analysis approach.

Based on the results of research, it can be said that the regulation of euthanasia in the positive legal order of Indonesia until now there has been no specific regulations and clearly set about euthanasia.However, in some regulations (lex generalis) namely in the Indonesia Criminal Law and the 1945 Constitution had been found some articles that are not directly related to euthanasia.Policies to apply euthanasia in Indonesia if analyzed from the Indonesian criminal law (KUHP), the KUHP considers that policy to apply euthanasia in Indonesia is unlikely to be implemented because euthanasia is considered as a murder.

Keywords: Euthanasia, Death, Criminal Law, Human Rights

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (selanjutnya disebut IPTEK) telah membawa perubahan yang besar terhadap kehidupan manusia salah satunya yakni di bidang ilmu kesehatan. Kemajuan IPTEK di bidang ilmu kesehatan nampaknya telah memberikan harapan hidup yang lebih baik pada manusia1 sebab kemajuan IPTEK telah memberikan banyak pengaruh positif. Terlepas dari pengaruh positif tersebut, bagi sebagian orang memandang bahwa kemajuan ini juga telah menimbulkan pengaruh yang negatif. Pengaruh negatif tersebut yakni terhadap pola pikir manusia terhadap kematian.

Akibat pengaruh negatif IPTEK tersebut, saat ini seorang pasien atau keluarga pasien dapat meminta kepada dokter atau tenaga medis untuk mempercepat kematian pasiennya tersebut. Adanya permintaan mati itubiasanya dikarenakan tidak adanya obat yang dapat mengantisipasi atau mengurangi penyakit yang diderita oleh pasien2, usaha dari dokter dan tenaga medis tidak membuahkan hasil, ditambah lagi dengan ketidakmampuan pasien dan keluarganya untuk menanggung biaya perawatan. Keadaan inilah yang melatarbelakangi dilakukannya euthanasia.

Keberadaan euthanasia di Indonesia mulai menjadi bahan perbincangan di masyarakat sejak munculnya beberapa permonohan untuk dilakukannya euthanasia. Permohonan euthanasia yang pernah diajukan di Indonesia diantaranya diawali pada tahun 2004 yakni pada kasus permohonan euthanasia yang dimohonkan oleh Panca Satria Hassan Kusuma terhadap Agian

Isna Nauli ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kasus permohonan euthanasia yang dimohonkan oleh Rudi Hartono terhadap Siti Zulaeha ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kasus permohonan pengujian undang-undang (pasal 344 KUHP) yang dimohonkan oleh Ignatitus Ryan Turniwa ke Mahkamah Agung dengan nomor perkara 55/PUU-XII/2014, dan kasus permohonan euthanasia yang dimohonkan oleh Berlin Sialahi.

Permohonan untuk dilakukannya euthanasia tersebut telah membuka peluang untuk diterapkannya euthanasia di Indonesia. Namun kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia telah menimbulkan pertentangan (pro dan kontra) di masyarakat. Masyarakat memandang disatu sisi, euthanasia perlu untuk diterapkan dengan pertimbangan alasan kemanusiaan dan mengingat bahwa manusia memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri (the right of self-determination) termasuk hak untuk mati yang sejajar kedudukannya dengan hak untuk hidup sedangkan dilain sisi memandang euthanasia tidak perlu untuk diterapkan dengan pertimbangan bahwa euthanasia sama saja dengan melakukan tindakan pembunuhan secara terselubung yang merupakan perbuatan yang melawan hukumeuthanasia juga melanggar hak untuk hidup (right to life) serta penerapan euthanasia ini dikawatirkan akan disalahgunakan sebagai salah satu cara untuk menekan jumlah penduduk.

Mengingat bahwa persoalan euthanasia merupakan persoalan yang menyangkut dengan kepentingan publik maka terhadap penerapan euthanasia di Indonesia perlu diketahui mengenai bagaimanakah pandangan hukum pidana Indonesia, terhadap kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesiadan juga mengenai pengaturan euthanasia dalam tatanan hukum positif Indonesia. Berdasarkan permasalahan tersebut maka disusunlah

jurnal ilmiah ini dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN EUTHANASIA DI INDONESIA DIKAJI DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA”

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan mengenai euthanasia dalam tatanan hukum positif di Indonesia ?

  • 2.    Bagaimanakah pandangan hukum pidana Indonesia (KUHP) terhadap kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Penulisan penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui mengenai pengaturan euthanasia dalam tatanan hukum positif di Indonesia dan untuk mengetahui mengenai pandangan hukum pidana Indonesia (KUHP) terhadap kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

      2.1.1    Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.3

  • 2.1.2    Jenis Pendekatan

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan peraturan perundang-undangan (The Statute Approach) dan pendekan analisis konsep hukum (Analitical & Conseptual Approach).

  • 2.1.3    Sumber Bahan Hukum

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan antara lain :

  • 1.    Bahan hukum primer yang terdiri dari; Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kode Etik Kedokteran (KODEKI), Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

  • 2.    Bahan hukum sekunder; adalah bahan hukum yang menjelaskan mengenai bahan hukum primer seperti hasil karya ilmiah, hasil penelitian hukum maupun bahan literatur yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

  • 3.    Bahan hukum tersier; adalah bahan hukum yang akan memberikan petunjuk dan penjelasan terkait dengan bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.

  • 2.1.4    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif dilakukan melalui studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini. Langkah-langkah yang dilakukan yakni mengumpulkan, membaca dan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat serta mengutip beberapa pendapat maupun pernyataan yang mendukung untuk menjawab permasalahan tersebut dan kemudian disusun secara sistematis sebagai landasan hukum untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

  • 2.1.5    Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif dan teknik sistematisasi. Teknik deskriptif adalah teknik yang menguraikan apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. Teknik

sistematisasi adalah teknik untuk mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun antara peraturan perundang-undangan yang tidak sederajat.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1.    Pengaturan Euthanasia Dalam Tatanan Hukum Positif Indonesia

Istilah euthanasia merupakan terjemahan bahasa Yunani dari Euthanathos. Secaraterminologi, euthanasiaberasal dari akar kata “eu” yang artinya baik tanpa penderitaan, dan “tanathos” yang artinya mati. Jadi euthanasia berarti mati dengan baik, atau mati tanpa penderitaan atau mati cepat tanpa adanya derita kepada pasien.4Euthanasia is the intentional killing by act or omission of a dependent human being for his or her alleged benefit. (The key word here is “intentional”. If death is not intended, it is not an act of euthanasia).5

Menurut ikatan dokter Belanda, euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.6 Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) menggunakan euthanasia dalam 3 arti yaitu :

  • a.    Berpindah kealam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, untuk beriman dengan nama Allah dibibir.

  • b.    Ketika hidup akan berakhir, penderitaan si sakit diringankan dengan memberikan obat penenang.

  • c.    Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.7

Berdasarkan dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa euthanasia merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (kesengajaan) untuk melakukan atau tidak melakukansesuatu (kelalaian) kepada pasien untuk kepentingan pasien itu sendiri, dimana perbuatan tersebut bertujuan untuk mengakhiri hidup pasien yang dilakukan dengan tanpa adanya penderitaan (rasa sakit) kepada pasien dengan atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.

Euthanasia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Apabila ditinjau dari cara dilaksanakannya, euthanasia dapat dibagi menjadi dua jenis yakni euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara medis melalui intervensi aktif oleh seorang petugas kesehatan atau dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia (pasien).8Euthanasia aktif dapat dibedakan menjadi dua yakni aktif langsung dan aktif tidak langsung. Euthanasia aktif langsung (mercy killing) yakni dilakukannya suatu tindakan medis secara terarah yang telah diperhitungkan sebelumnya untuk mengakhiri hidup pasien sedangkan euthanasia aktif tidak langsung yakni dilakukannya tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun atas tindakannya tersebut diketahui akan memberikan resiko memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau

mencabut segala tindakan atau pengobatan yang sedang berlangsung untuk mempertahankan hidupnya.9

Apabila ditinjau dari bagaimana cara mendapatkannya, euthanasia dapat dibagi menjadi dua jenis yakni euthanasiavoluntir (sukarela) dan euthanasiainvoluntir (bukan atas permintaan pasien). Euthanasiavoluntir artinya euthanasia yang didapatkan dengan cara diminta langsung oleh pasien sendiri secara sukarela sedangkan euthanasiainvoluntir artinya euthanasia yang didapatkan karena permintaan dari keluarga pasien yang biasanya dikarenakan pasien sudah tidak sadarkan diri dalam jangka waktu yang lama, ketidaksanggupan keluarga untuk membayar biaya perawatan, kasihan kepada pasien dan sebagainya.

Pada tatanan hukum positif Indonesia, sampai saat ini belum terdapat regulasi yang secara spesifik dan jelas mengatur mengenai euthanasia. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran(lex specialis),penulis tidak menemukan satu pasal pun yang mengatur, menyebutkan bahkan bekaitan langsung dengan euthanasia namun apabila kita melihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) (lex generalis) dapat kita temukan beberapa pasal yang secara tidak langsung mengarah kepada penerapan euthanasia. Adapun analisanya sebagai berikut;

  • A.    Pasal Dalam KUHP yang Berkaitan Dengan Euthanasia

  • 1.    Ketentuan pasal 344 KUHP yang mengatur tentang pembunuhan atas permintaan korban itu sendiri. Pasal 344 KUHP merupakan pasal yang sering disebut-sebut sebagai

“pasal euthanasia10. Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang membunuh orang lain atas permintaan yang sungguh-sungguh dari si korban.11 Ketentuan dalam pasal ini berkaitan dengan jenis euthanasiavoluntir dan euthanasia aktif.

  • 2.    Ketentuan Pasal 304 KUHP tentang meninggalkan orang yang perlu ditolong, lebih berkaitan dengan jenis euthanasia pasif.

  • B.    Pasal Dalam UUDNRI 1945 Yang Berkaitan Dengan Euthanasia

  • 1.    Pasal 28A yang mengatur tentang hak untuk hidup serta hak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hubungan pasal ini dengan euthanasiayakni apabila dalam keadaan

sadar maka pasien akan mempunyai hak untuk memperlakukan nyawanya dengan kehendaknya sendiri. Sehingga disatu sisi euthanasia dapat dilakukan melalui euthanasia sukarela sedangkan disisi lain euthanasia tidak dapat dilakukan sebab bertentangan dengan hak untuk hidup. Pada saat keadaan tidak sadar, hak untuk hidup akan sulit untuk dilindungi. Oleh karenanya, penerapan euthanasia dapat dilakukan melalui euthanasia involuntir.

  • 2.    Pasal 28G ayat (2) yang mengatur tentang hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajad martabat manusia dan hak memperoleh suaka politik dari negara lain. Ketentuan pasal ini, mendukung untuk dilakukannya euthanasiasebab apabila tidak dilakukannya

euthanasia, usaha untuk menyembuhkan pasien yang sudah tidak ada harapan hidup justru akan membuat pasien tersebut lebih menderita lagi terlebih lagi kepada keluarganya yang

tidak mampu untuk menanggung biaya perawatan. Hal ini sesuai dengan prinsip euthanasia yakni tindakan mengakhiri hidup pasien tanpa menimbulkan rasa sakit yang dirasakan oleh pasien.

  • 3.    Pasal 28I ayat (1) berhubungan dengan euthanasia terkait hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa yang analisanya telah dijelaskan pada Pasal 28A dan Pasal 28G ayat 2.

Berdasarkan analisa penulis tersebut, maka dapat disimpulkan walaupun terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara tidak langsung dengan euthanasia namun regulasi yang secara spesifik dan jelas mengatur mengenai euthanasia sampai saat ini tidak ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa euthanasia di Indonesia masih belum mempunyai payung hukum atau dasar hukum yang jelas. Atas tidak adanya payung hukum yang mengatur mengenai euthanasia maka akan berpengaruh terhadap kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia.

2.2.2. Pandangan Hukum Pidana Indonesia (KUHP) Terhadap Kebijakan Untuk MenerapkanEuthanasia Di Indonesia

Kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesiatidak mungkin untuk diterapkan mengingat bahwa negara Indonesia adalah negara yang berlandaskan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan dari segi etika kedokteran pun melalui Sumpah Hipokratesnya juga melarang para ahli medis untuk melakukan euthanasia.12Apabila ditinjau dari sisi hukum (hukum pidana) kasus euthanasia dapat dianggap suatu  pembunuhan13.

Walaupun dalam KUHP tidak ada satu pasal pun yang menyebut

kata euthanasia namun terdapat beberapa pasal yang berkaitan langsung dengan penerapan euthanasia dan dari keseluruhan pasal tersebut melarang secara tegas kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia. Padaeuthanasia aktif, dapat terjadi pelakunya diancam dengan Pasal 388 KUHP tentang pembunuhan, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 344 KUHP tentang pembunuhan yang dilakukan karena permintaan si korban dan Pasal 345 KUHP tentang bantuan untuk bunuh diri14. Pada euthanasia pasif dapat terjadi pelakunya diancam dengan Pasal 304 KUHP dan Pasal 306 KUHP tentang meninggalkan orang yang perlu ditolong dan Pasal 531 KUHP tentang pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan.

Selain dikenakannya pasal-pasal tersebut dokter atau tenaga medis yang melakukan euthanasia juga dapat dikenakan Pasal 55 KUHP, 56 KUHP dan Pasal 57 KUHP tentang penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana sebab dalam melakukan tindakan medis pastinya dokter akan melakukan secara bersama-sama. Suatu perbuatan dikatakan adanya penyertaan apabila bukan satu orang saja yang terlibat dalam terjadinya perbuatan pidana, akan tetapi beberapa orang15.

Mengingat dalam KUHP juga terdapat pasal yang mengatur tentang hal-hal yang dapat menghapuskan dan mengurangi pengenaan pidana maka dapat dikatakan bahwa tidak semua orang yang melakukan tindak pidana harus dihukum.16 Begitu pula terhadap dokter atau tenaga medis yang melakukan euthanasia. Berdasarkan ketentuan Pasal 48 KUHP yang

menyebutkan bahwa “barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”, Kalimat “karena pengaruh daya paksa” dalam ketentuan Pasal 48 KUHP harus diartikan, baik pengaruh daya paksaan batin, maupun lahir, rohani maupun jasmani.17Apabila ketentuan pasal ini dikaitkan dengan euthanasia maka apabila dokter melakukan euthanasia dikarenakan adanya pengaruh daya paksa terhadap paksaan batinnya atau psikisnya maka dengan demikian dokter yang melakukan euthanasia dapat dianggap telah melakukan pelanggaran pidana atau telah melakukan tindak pidana, tetapi dokter yang bersangkutan tidak dibebani tanggung jawab pidana, atau mendapatkan keringanan bahkan pembebasan hukuman18.

Berdasarkan atas ketentuan-ketentuan tersebut, menurut penulis kebijakan untuk melakukan euthanasia di Indonesia terdapat sedikit kemungkinan untuk diterapkan. Walaupun dalam KUHP melarang secara tegas penerapan euthanasia di Indonesia. Menurut Profesor Separovic, seorang pakar hukum kedokteran menyatakan “Contemporary developments have posed a whole series of new problem. One could even say: if medicine is in trouble because of too much change, law is in trouble because of too little change”19. Berdasarkan hal tersebut, meskipun nantinya ada sedikit kemungkinan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia akankah lebih baik apabila kebijakan penerapan euthanasia tersebut dibatasi pelaksanaannya atau diberikan suatu pembatasan-pembatasan tertentu. Sehingga diharapkan kebijakan pelaksanaan euthanasia tersebut dapat melindungi kepentingan masyarakat baik terhadap pasien maupun dokter atau tenaga medis.

  • III. PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diurakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  • 1.    Bahwa pengaturan mengenai euthanasia dalam tatanan hukum positif Indonesia sampai saat ini belum terdapat regulasi yang secara spesifik dan jelas mengatur mengenai  euthanasia.

Walaupun dalam beberapa peraturan-perundang-undangan (lex generalis) yakni dalam KUHP dan UUDNRI 1945 ditemukan beberapa pasal yang secara tidak langsung berkaitan dengan euthanasia.

  • 2.    Hukum pidana Indonesia (KUHP) memandang bahwa kebijakan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia tidak mungkin untuk diterapkan sebab euthanasia dianggap sebagai suatu pembunuhan.

  • 3.2    Saran

Saran yang dapat penulis berikan terkait dengan penerapan euthanasia di Indonesia ini diantaranya sebagai berikut :

  • 1.    Kepada pemerintah selaku pembuat kebijakan agar segera membuatkan regulasi yang secara spesifik dan tegas yang mengatur mengenai euthanasia sehingga nantinya akan dapat dijadikan payung hukum untuk mengambil kebijakan mengenai apakah euthanasia dapat diterapkan di Indonesia ataukah sebaliknya.

  • 2.    Mengingat bahwa Hukum Pidana Indonesia (KUHP) tidak memperbolehkan untuk menerapkan euthanasia di Indonesia, maka diharapkan kepada pemerintah terkait agar lebih mensosialisasikan regulasi tersebut kepada masyarakat agar tidak terulang kembali permohonan-permohonan untuk melakukan euthanasia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Indriyanti, Alexandra, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher, Yogyakarta.

Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, 2012, Delik-Delik Khusus Kejatahan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta.

M.Achadiat, Chisdiono, 2007, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman, Buku Kedokteran

EGC, Jakarta.

Moeljatno, 1985, Delik-Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan, Bina Aksara, Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sugandhi, R., KUHP dan Penjelasan,  1981, Usaha Nasional,

Surabaya.

Sutarno, H, 2014, Hukum Kesehatan Euthanasia, Keadilan dan Hukum Positif Di Indonesia, Sertara Press, Malang Jawa Timur.

Jurnal

Hadi, S. 2012, Euthanasia Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Etika Kedokteran. Progresif, 4(1).

Internet

Anonim,       “Euthanasia      Definitions”,       URL       :

http://www.euthanasia.com/definitions.html, diakses pada 19 November 2017.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kode Etik Kedokteran (KODEKI).

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 443).

15