PROSES PENYIDIKAN KASUS PHAEDOFILIA DI POLRESTA DENPASAR

Oleh:

I Made Darma Yudha I Ketut Rai Setiabudhi I Made Walesa Putra

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

The entitled of this thesis is The Process case of the Phaedofilia Crimes in Denpasar. The Issues to be discussed is the factors which caused the actors does crime of pedophilia and prevention efforts of pedophilia. The research method of this thesis is socio-legal research method. The factors that lead the actors doing crime of pedophilia is pedophilia sexual disorder who suffered by actors and external factors such as economic factor, globalization, pornography, lack of parental attention, the influence of the social environment and legal factor. Crime prevention for pedophilia crimes in Denpasar does by preventive and repressive effort. Preventive effort is prevent effort do by police and society while repressive efforts do with judging the actors of pedophilia. The conclusion of this paper is the factors which causing the actors doing pedophilia crimes are internal factor and external factors. Crime prevention for pedophilia is preventive efforts and repressive efforts

Keywords : Case, Crime, Phaedofilia, Denpasar

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul, “Proses Penyidikan Kasus Phaedofilia di Polresta Denpasar”. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah faktor-faktor penyebab pelaku melakukan kejahatan phaedofilia dan upaya penanggulangan terhadap kejahatan phaedofilia di Denpasar. Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian empiris. Faktor-faktor yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan phaedofilia yakni kelainan seksual yang diderita pelaku dan faktor-faktor dari luar pelaku seperti faktor ekonomi, globalisasi, pornografi, kurangnya perhatian orang tua, pengaruh lingkungan sosial dan faktor hukum. Upaya penanggulangan kejahatan phaedofilia di Denpasar dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif merupakan upaya pencegahan yang dilakukan oleh Kepolisian dan masyarakat sedangkan upaya represif dengan menghukum pelaku kejahatan phaedofilia. Sirnpulan makalah ini adalah faktor yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan phaedofilia terdiri dari faktor intern dan ekstern. Upaya penanggulangan kejahatan phaedofilia dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif.

Kata Kunci : Kasus, Kejahatan, Phaedofilia, Denpasar

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Kejahatan seksual pada dasamya telah diatur daiam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Salah satu kejahatan seksual yang telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan adalah perbuatan cabul terhadap anak. Kejahatan seksual terhadap anak telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Undang-Undang Perlindungan Anak). Ada berbagai macam bentuk kejahatan seksual terhadap anak, salah satunya adalah kejahatan phaedofilia. Phaedofilia adalah manusia dewasa yang memiliki perilaku seksual menyimpang dengan anak-anak1.

Kejahatan phaedofilia pernah terjadi di Bali. Kejahatan phaedofilia yang terjadi di Bali kebanyakan dilakukan oleh Warga Negara Asing. Kasus-kasus yang telah terungkap di Bali seperti kasus Brown William Stuart dan Robert Oort di Amlapura. Kasus Grandfield Philip Robert yang terjadi di Denpasar2. Kasus Jan Jacobus Vogel di Denpasar3. Akibat yang dapat ditimbulkan bagi anak yang menjadi korban kejahatan seksual seperti depresi, gangguan stress, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa dan cedera

fisik4. Pelaku kejahatan phaedofilia sebenarnya telah ditindak melalui jalur hukum, tetapi karena dalam melakukan kejahatan phaedofilia, pelaku menggunakan cara-cara tertentu untuk menarik simpati masyarakat seperti memberikan bantuan kepada masyarakat menyebabkan sulitnya aparat penegak hukum untuk mengungkap kejahatan phaedofilia.

  • 1.2    Tujuan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis kejahatan phaedofilia yang terjadi di Kota Denpasar. Adapun analisis dari aspek kriminologis tersebut untuk mengetahui proses penyelesaian kasus phaedofilia di Polresta Denpasar dan faktor-faktor penghambat dalam penyelesaian kasus phaedofilia di Denpasar.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan daiam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum ernpiris. Pada peneiitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variabel-variabel sosial yang lain. Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab (independent variable) yang menimbulkan pengaruh

dan akibat pada berbagai aspek kehidupan sosial, kajian itu merupakan kajian hukum yang sosiologis (sosio-legal research)5.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Faktor Penghambat Penyelesaian Kasus Phaedofilia Di Polresta

Denpasar

Paul Moedigdo Moeliono merumuskan pengertian kejahatan sebagai berikut:

Kejahatan adalah pelanggaran Norma Hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan dan tidak boleh dibiarkan. Seperti pembunuhan, pencurian, perampokan, korapsi dll, Mas diharamkan oleh norma-norma Hukum Pidana sehingga dirumuskan oleh kaidah-kaidah Pidana sebagai Kejahatan dan oleh masyarakat ditafsirkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan maka tidak boleh dibiarkan6

Phaedofilia secara umum dapat diartikan sebagai suatu penyakit gangguan preferensi seksual yang dimiliki oleh orang dewasa yang mendapatkan kepuasan seksual melalui kontak fisik dengan anak-anak. Anak-anak yang menjadi objek dari seorang yang mengidap phaedofilia bisaanya adalah anak-anak prapubertas dan bisaanya tidak memiiiki hubungan darah dengannya. Orang yang mengidap phaedofilia pada umumnya tidak melakukan kekerasan dalam tindak pidana asusila yang ia lakukan dengan anak dibawah umur. Tetapi tidak menutup kemungkinan seorang Pedofil akan melakukan tindak pidana lain seperti pengancaman, kekerasan,bahkan sampai dengan pembunuhan untuk mendapatkan

kepuasan seksual yang berkaitan dengan gangguan preferensi seksual yang

dimilikinya. Karena beberapa orang yang mengidap phaedofilia mencari pasangan tidak begitu saja menurutinya atau dengan melanggar hak orang lain, maka gangguan ini sering memiliki konsekuensi Hukum7.

Phaedofilia berasal dari Yunani yang terdiri atas kata paedo yang berarti anak dan philia yang berarti cinta. Akan tetapi, terjadi perkembangan kemudian, sehingga secara umum digunakan istilah untuk menerangkan salah satu kelainan perkembangan psikoseksual yakni individu memiliki hasrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak8. Phaedofilia merupakan aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak dibawah umur. Kadang-kadang, si anak yang menyediakan diri menjadi pasangan orang dewasa setelah melakukan bujukan halus9.

Kejahatan terjadi karena faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari individu pelaku kejahatan sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu pelaku seperti lingkungan sosial10. Berdasarkan wawancara dengan informan yakni Ida Bagus Made sarjana selaku Kepala Sub-Bagian Hubungan Masyarakat Polresta Denpasar dan I Komang Sura Maryantika, SH selaku Kaur Bin.Ops Satreskrim Polresta

Denpasar, adapun faktor-faktor yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan phaedofilia yaitu :

  • 1)    Faktor Intern yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan phaedofilia yaitu pelaku menderita kelainan seksual phaedofilia yakni pelaku dewasa memiliki ketertarikan untuk melampiaskan nafsu seksualnya terhadap anak-anak yang masih dibawah umur.

  • 2)    Faktor Ekstern yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan phaedofilia yakni faktor ekonomi korban yang kurang mampu sehingga korban bersedia untuk dilakukan perbuatan cabul, faktor globalisasi dan perkembangan teknologi, faktor pornografi yang menyebabkan pelaku ingin melakukan perbuatan cabul  sebagaimana yang dilihat  dalam pornografi, pengaruh

lingkungan sosial,  kurangnya perhatian orang tua terhadap anak sehingga

anak menjadi korban pencabulan dan faktor hukuman terhadap pelaku kejahatan phaedofilia yang masih ringan dibandingkan dengan negara lain.

Menurut Endah Dwi Remo, phaedofilia dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok antara lain11 :

  • a.    Sexually attracted to male yaitu phaedofilia yang tertarik secara seksual pada anak laki-laki;

  • b.    Sexually attracted to female yaitu phaedofilia yang tertarik secara seksual pada anak perempuan;

  • c.  Sexually attracted to both yaitu phaedofilia yang tertarik secara seksual

pada anak laki-laki dan anak perempuan;

  • d.    Limited  to Incest yaitu phaedofilia yang cenderung tertarik untuk

berhubungan seksual dengan kerabat dekat;

Sehubungan dengan klasifikasi phaedofilia diatas, ryan c.w. hall and richard C.W Hall menambahkan Exclusive type yaitu “phaedofilia yang tertarik secara seksual hanya pada anak-anak”.12

  • 2.2.2 Proses Penyelesaian Kasus Phaedofilia di Polresta Denpasar

Untuk memperoleh data mengenai kejahatan phaedofilia di Denpasar, penulis melakukan penelitian di Polresta Denpasar yakni melalui wawancara dengan informan yang pernah menangani kasus kejahatan phaedofilia di Denpasar. Berdasarkan penelitian di Polresta Denpasar bahwa Polresta Denpasar sangat gencar memerangi dan menangani tindak pidana pencabulan yang dilakukan khusus oleh pelaku yang memiliki kelainan seksual phaedofilia. Data statistik yang dimiliki Polresta Denpasar yaitu hanya data pencabulan yang dilakukan terhadap anak-anak dibawah umur, terlepas pelaku memiliki kelainan seksual phaedofilia atau tidak. Termasuk didalamnya pelaku dewasa atau pelaku yang masih dibawah umur. Apabila perbuatan cabul yang dilakukan oleh pelaku telah melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, maka Kepolisian Polresta Denpasar akan melakukan pemeriksaan terhadap pelaku atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Walaupun Polresta Denpasar tidak memiliki data statistik khusus mengenai kejahatan phaedofilia di wilayah hukumnya, berdasarkan wawancara dengan Iptu I Komang Sura Maryantika, SH, selaku Kaur Bin.Ops Satreskrim Polresta Denpasar pada hari Senin, tanggal 27

Juli 2015 ada beberapa kasus kejahatan phaedofilia yang dilakukan oleh warga

negara asing yang pernah ditangani oleh Polresta Denpasar antara lain

Tabel 3 : Data Kejahatan Phaedofilia di Polresta Denpasar

No

Nama Pelaku

Warga Negara

Tahun

Tempat

Bentuk Perbuatan

1

Mario Manara

Italia

2001

Denpasar

Melakukan sodomi atau perbuatan cabul sesama jenis kelamin terhadap terhadap dua belas orang anak yang masih dibawah umur

2

Max Le Clerco

Belanda

2005

Denpasar

Melakukan pencabulan terhadap anak yang masih dibawah umur dengan cara membujuk korbannya

3

Martial Jean

Perancis

2007

Denpasar

Melakukan perbuatan cabul terhadap dua anak dibawah umur

4

Granfield   Philip

Robert

Australia

2008

Denpasar

Melakukan perbuatan cabul terhadap lima orang anak yang masih dibawah umur yang memiliki jenis kelamin sama secara berkelanjutan

5

Jan   Jacobus

Vogel

Belanda

2012

Denpasar

Melakukan perbuatan cabul terhadap lima orang   anak   yang

masih dibawah umur

Sumber: Wawancara di Polresta Denpasar

Pelaku kejahatan umumnya menggunakan berbagai macam modus untuk mendapatkan korban begitu juga dengan pelaku kejahatan phaedofilia di Denpasar yang juga menggunakan cara-cara tertentu untuk mendapatkan korban. Berdasarkan wawancara dengan Ajun Komisaris Ida Bagus Made Sarjana dengan jabatan Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Polresta Denpasar pada hari Senin, tanggal 27 Juli 2015 adapun cara-cara yang digunakan pelaku sebelum

akhirnya melakukan pencabulan terhadap anak-anak yang masih dibawah urnur di

Denpasar antara lain:

  • 1)    Pelaku yang berkewarganegaraan asing bertindak sebagai anggota Lembaga

Swadaya Masyarakat dari luar negeri yang ingin membantu anak-anak kurang mampu dalam hal pendidikan sehingga masyarakat tidak menaruh curiga pada pelaku;

  • 2)    Pelaku sering bergaul dan dekat dengan anak-anak. Pelaku bahkan mengajak anak-anak ke tempat rekreasi sehingga anak-anak merasa senang bergaul dengan pelaku;

  • 3)    Pelaku sering berkunjung ke rumah warga dengan membawakan hadiah-hadiah misalnya keperluan sehari-hari untuk korban. Pelaku juga sering memberikan uang kepada anak-anak;

  • 4)    Pelaku sering mengajak anak-anak untuk belajar bersama bertindak sebagai guru bagi anak-anak, memberikan anak-anak perlengkapan belajar seperti alat tulis, buku dan sebagainya;

  • 5)    Pelaku mengajak anak-anak berkunjung ke rumahnya, seperti menyediakan meja billiar agar anak-anak dapat bermain permainan biliar. Pelaku kemudian mengajak anak-anak untuk bertaruh dalam permainan biliar.

Penyelesaian kasus kejahatan dapat dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif. Penyelesaian kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan yang pertama kali sedangkan upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh

setelah terjadinya kejahatan13. Berdasarkan wawancara dengan informari yakni Ida Bagus Made sarjana selaku Kepala Sub-Bagian Hubungan Masyarakat Polresta Denpasar, usaha preventif yang dilakukan Polresta Denpasar dalam menanggulangi kejahatan phaedofilia yaitu menghimbau masyarakat dalam berbagai kesempatan mengenai kejahatan phaedofilia dan juga menghimbau tokoh masyarakat untuk dapat membina masyarakat dalam memahami mengenai moralitas. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar masyarakat terhindar dari hal-hal negatif. Secara intensif Kepolisian melakukan pengawasan terhadap peredaran film-film porno serta meningkatkan keamanan di wilayah Hukum Polresta Denpasar untuk meminimalisir tingkat kejahatan yang terjadi di wilayah Denpasar.

Penyelesaian secara represif terhadap kejahatan phaedofilia dilakukan dengan cara menindak pelaku kejahatan phaedofilia. Kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku kejahatan phaedofilia. Setelah itu dibuat berita acara pemeriksaan yang selanjutnya akan dilimpahkan ke Kejaksaan. Berdasarkan wawancara dengan informan yakni Made Sukereni, SH.,MH. selaku Hakim di Pengadilan Negeri Denpasar, upaya represif juga dilakukan oleh Pengadilan Negeri Denpasar berupa mengadili terdakwa pencabulan anak dengan cara menerima dan memeriksa perkara dalam tingkat pertama serta memutus perkara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan tuntutan serta ancaman hukumannya yang tertera dalam surat dakwaan.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan tersebut, memberikan

gambaran bahwa kejahatan phaedofilia telah mengancam kehidupan anak-anak dan masa depan anak. Sehubungan dengan proses penyidikan di Polresta Denpasar, ditemukan bahwa pemeriksaan saksi korban tidak dapat dilakukan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena saksi korban masih dibawah umur dan saksi korban tentunya mengalami trauma psikologis yang mendalam sebagai akibat pencabulan yang dilakukan oleh pelaku. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyidik dapat mengingatkan saksi korban terhadap kejadian-kejadian yang tidak ingin diingat oleh saksi korban yang dapat melukai bathinnya. Kemudian, kurang pahamnya masyarakat tentang kejahatan phaedofilia dan modus yang digunakan pelaku dalam melakukan kejahatan menyebabkan sulitnya mengungkap kejahatan phaedofilia yang telah terjadi, pelaku yang menggunakan berbagai macam modus dalam melakukan kejahatan seperti memberi bantuan kepada masyarakat menyebabkan masyarakat menganggap pelaku sebagai orang yang baik dan patut dilindungi sehingga masyarakat cenderung tidak melaporkan adanya pencabulan yang telah terjadi pada anak mereka. Selain itu, pemikiran masyarakat yang menganggap pencabulan yang dialami oleh anak- anak mereka adalah sebuah aib yang tidak perlu dibesar-besarkan dan dilaporkan ke pihak yang berwajib, sehingga berusaha menyembunyikan kejadian itu. Kecenderungan pelaku yang berkewarganegaraan asing dapat melarikan diri keluar Indonesia atau kembali ke negara asalnya sebelum dilakukan penindakan terhadap kejahatan phaedofilia yang dilakukan oleh pelaku di Kota Denpasar. Disamping itu, kurangnya anggota dalam proses

penyidikan di Polresta Denpasar. Hal ini dikarenakan adanya anggota penyidik

yang melaksanakan tugas di luar Polresta Denpasar atau bertugas di tempat yang ditentukan. Selain itu juga, kurangnya tenaga ahli phaedofilia dalam melakukan penyidikan di Polresta. Sehingga seringkali dalam menangani kasus phaedofilia di Polresta menemukan hal-hal membutuhkan solusi secara cepat. Misalnya dalam hal menelusuri keterangan dari pihak korban. Kemudian, faktor lainnya yaitu sulitnya memperoleh keterangan dari pihak orang tua korban. Dalam hal ini, dibutuhkan tenaga khusus untuk mengadakan pendekatan kepada pihak orang tua korban maupun keluarga korban. Misalnya, sangat dibutuhkan tenaga Polisi Wanita (Polwan) untuk mengadakan pendekatan kepada pihak korban, sehingga keterangan yang diperoleh menjadi lebih maksimal dan juga kasus phaedofilia tersebut dapat dikembangkan dan kurangnya kesadaran dari pihak korban untuk memberikan keterangan. Kesadaran ini sangat dibutuhkan karena dengan adanya kesadaran dari pihak korban untuk membuka kasus phaedofilia ini maka akan sangat bermanfaat bagi pihak kepolisian.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Simpulan

Berdasarkan pembahasan permasalahan,” dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penghambat dalam penyelesaian kasus phaedofilia terdiri dari faktor intern yakni pelaku menderita kelainan seksuai phaedofilia dan faktor ektern yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan phaedofilia seperti faktor ekonomi korban yang kurang mampu, faktor globalisasi dan perkembangan teknologi,

faktor pornografi, faktor pengaruh lingkungan sosial, faktor kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak, dan faktor hukum. Penanggulangan kejahatan phaedofilia dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif. Upaya penyelesaian kasus preventif yakni mencegah terjadinya kejahatan phaedofilia dengan cara sosialisasi kepada masyarakat yang dilakukan pihak Kepolisian sedangkan upaya represif penanggulangan kejahatan phaedofilia dilakukan oleh aparat penegak hukum yakni dengan cara menindak tegas pelaku kejahatan serta mengadili pelaku atas tindak pidana yang dilakukan.

  • IV.    DAFTAR PUSTAKA

    BUKU:

Amirudin, dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

Asmawi, Mohammad, Lika-Liku Seks Menyimpang Bagaimana Solusinya, Darassalam Offset, Yogyakarta, 2005.

Simanjuntak, B., Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Tarsito, Bandung, 1977.

Remo, Endah Dwi dan Sarlito Wirawan Sarwono, Profil Kepribadian Pria Phaedofilia Melalui Tes Rorschach, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.

Syarifin, Hukum Pidana Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2000.

Supardi, Sawatri S, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, PT. Refika Aditama, Bandung, 2005.

DISERTASI:

Gorda, Anak Agung Ayu Ngurah Tini Rusmini, 2013, Kebijakan Formulasi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai Korban Phaedofilia, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)

INTERNET :

S, Dinwiddie, Heath AC, Dunne MP, et al., 2000, Early Sexual Abuse and Lifetime Psychopathology: a co-twin-control study, Psychological Medicine 30, 41-52 available from url: id.m.wikipedia.org/wiki/Pelecehan Seksual terhadap_anak diakses pada 21 Februari 2013, pukul 19:42.

Suardana, Gede 2013, Terbukti Cabuli 4 Bocah, Bule Belanda Dihukum 3 Tahun Penjara,     available     from     rn.detik.com/news/read/2013/04/23/

2228537/10/terbukti-cabuli-4-bocah-bule-belanda-dihukum-3-tahun penjara diakses pada 17 Maret 2013, 13:20 Wita.

14