PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLE BLOWER DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh

Desak Made Risa Sutiadewi

Yohanes Usfunan

Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

This journal, entitled "Protection of Whistle Blower Law in Coruption Criminal Case Thrial". The formulation of this journal issue contains about how the protection of whistleblower or a witness, to testify in court. The research method of this journal is normative. The conclusion of this paper is as stated in Article 10 of Law Number 31 of 2014 concerning amendments to the law number 13 of 2006 on the protection of witnesses and victims, that the legal protection given to the whistle-blower or a witness, is the protection of legitimate and whistle blower protection in the Witness and Victim protection Agency, hereinafter called the Agency. Whistle blowers in corruption cases receive legal protection in terms of mental and physical as    well as    in    terms    of material and non-material.

Keywords: Protection, Whistle Blower, corruption, Criminal

ABSTRAK

Jurnal ini berjudul "Perlindungan Hukum Terhadap Whistle Blower dalam Persidangan Perkara Tindak Pidana Korupsi". Rumusan masalah jurnal ini berisikan tentang bagaimana perlindungan terhadap whistle blower atau saksi pelapor dalam kesaksian di pengadilan . Metode penelitian jurnal ini yaitu yuridis normatif. Kesimpulan dari jurnal ini yaitu sebagaimana dikatakan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, bahwa perlindungan hukum yang berikan terhadap whistle blower atau saksi pelapor merupakan perlindungan yang sah dan whistle blower mendapatkan perlindungan di dalam Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya di sebut LPSK. Whistle blower dalam perkara tindak pidana korupsi mendapatkan perlindungan hukum dari segi psikis maupun fisik serta dari segi materiil maupun non materiil.

Kata kunci : Perlindungan,Whistle Blower, korupsi, Pidana

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Menurut Satjipto Raharjo, Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.1

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.2 perlindungan akan seseorang baik harkat maupun martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan yang dapat melindungi seseorang dengan hal lainnya. Berkaitan dengan masyarakat, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak 3 terpenuhinya hak-hak tersebut.3

Peran dari seseorang yang melaporkan tindakan di sekitarnya, terutama di dalam instansi tempat dia bekerja, atau yang disebut sebagai whistle blower sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, whistle blowing system harus terus dibenahi mulai dari aturan dan implementasinya. Pengertian umum whistle blower adalah seseorang yang melaporkan suatu perbuatan melawan hukum, terutama korupsi,kerjadian yang ada di sekitar di dalam organisasi atau institusi tempat dia bekerja. Orang ini biasanya memiliki data dan informasi yang memadai terkait tindakan melawan hukum itu. Peran whistle blower ini sangat penting dalam mengungkap suatu tindakan melawan hukum yang terjadi di institusinya, Masyarakat Indonesia belum memiliki sistem dan budaya whistle blowing. Orang Indonesia masih takut untuk menjadi whistle blower, karena tak sedikit risiko yang harus dihadapi, bahkan sulit dihindari. Ancaman turun pangkat, skorsing, bahkan dipecat, yang akan terjadi. Bahkan, laporan seseorang terkait kasus korupsi ke aparat penegak hukum juga bisa menjadi suatu hal yang membahayakan bagi dirinya. Maka dari itu perlu

dilakukannya perlindungan hukum terhadap whistle blower agar masyarakat tidak takut untuk menjadi whistle blower.

  • 1.2.    Tujuan penulisan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memahami perlindungan hukum terhadap whistel blower sebagai saksi pelapor dalam persidangan perkara tidak pidana korupsi.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dengan mempergunakan jenis pendekatan analisis peraturan perundang-undangan serta didasarkan pada literatur-literatur hukum.

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    Perlindungan hukum terhadap Whistle blower dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi

Seorang saksi ialah bagian dari sistem peradilan pidana, sehingga justru saksi tersebut akan menjadi faktor dalam mengurangi kejahatan. saksi berkewajiban untuk memberikan kesaksian demi memberantas kejahatan dalam masyarakat, sebab setiap orang berkewajiban untuk ikut serta memberantas kejahatan dalam masyarakat, terutama dalam kasus korupsi yang ada di Indonesia, kasus korupsi yang kian marak terjadi membuat penegak hukum mencari orang-orang yang bisa menjadi saksi pelapor dalam kasus korupsi tersebut. Perlindungan saksi pada prinsipnya harus merupakan pemberian seperangkat hak yang dapat dimanfaatkan mereka dalam posisinya diproses peradilan pidana. Perlindungan ini merupakan salah satu bentuk penghargaan atas konstribusi mereka dalam proses ini.

Berdasarkan amanat undang-undang tersebut, dibentuklah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Jadi bagaimanapun seorang saksi harus mendapatkan perlindungan dengan tujuan agar saksi tersebut dapat memberikan kesaksiannya baik

dalam ditingkat penyidikan maupun dalam persidangan. Menurut pasal 10 Undang-Undang nomor 31 tahun 2014, menyatakan bahwa :

  • (1)    Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.

  • (2)    Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan 4

hukum tetap.

Jadi pada dasarnya whistle blower atau yang di sebut dengan saksi pelapor mendapatkan perlindungan hukum dari segi keamanan pribadi maupun dari segi materiil dan non materiil. Perlindungan saksi pada prinsipnya harus merupakan pemberian seperangkat hak yang dapat dimanfaatkan mereka dalam posisinya diproses peradilan pidana. Perlindungan ini merupakan salah satu bentuk penghargaan atas konstribusi mereka dalam proses ini. Berdasarkan amanat undang-undang tersebut, dibentuklah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). pemberian perlindungan saksi dan korban dalam kasus-kasus tindak pidana tidak terlepas dari peranan lembaga yang berwenang untuk menangani pemberian perlindungan tersebut. Lembaga ini memiliki beberapa tugas berkaitan dengan perlindungan terhadap saksi dari tindak pidana. Tugas utama Lembaga Perlindungan Saksi adalah menerima permohonan dan memberikan perlindungan terhadap saksi atau pihak lain atau orang lain yang berkaitan dengan saksi sebagaimana dirujuk oleh Pasal 12 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 : “ LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini,” 5 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 dalam ketentuan umumnya telah menyatakan bahwa Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban, yang selanjutnya

disebut dengan LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban.

  • III.    KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa perlindungan hukum yang di berikan kepada whistle blower terhadap kasus tindak pidana korupsi, dimana disebutkan dalam pasal 10 Undang-Undang nomor 31 tahun 2014 bahwa whistle blower atau saksi pelapor mendapatkan perlindungan hukum dan mendapat perlindungan dalam LPSK ( Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan sah menurut hukum, dan merupakan suatu perlindungan bagi whistel blower dalam menjadi saksi pelapor di persidangan dan khususnya dalam tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Satjipto Raharjo, 1993,Penyelenggaraan Keadilan dalam Masyarakat yang Sedang

Berubah, Jurnal Masalah Hukum.

Setiono,2004, Rule of Law (Supremasi Hukum, Magister Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Philipus hadjon,1978, perlindungan hukum bagi rakyat indonesia, Bina Ilmu, Surabaya.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor

13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

5