PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORBAN PRANK DI INDONESIA

Oleh :

Ida Ayu Putu Trisna Candrika Dewi Yohanes Usfunan

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract

The journal entitled “Criminal Liability The Victims of Prank in Indonesia”. The research problem are defense forced regulated in article 49 section (1) of Criminal Code and criminal liability the victims of prank associated with defense forced. The research method of this journal is normative. The conclusions of this journal is the victim of prank cannot be threatened with punishment if it meets the elements of the defense forced regulated in article 49 section (1) of Criminal Code, namely the existence of an attack or a threat of attack which is against the law, there is no way to avoid such attacks and the actions of the defence must be balanced with the nature of the attacks and the threat of attack. In addition, it should be noted that is the intention of the maker of the prank for jokes or make a prank as the alibi to commit a crime.

Keywords : Prank, Victims, Defense Forced, Attack or a Threat of Attack.

Abstrak

Jurnal ini berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Korban Prank di Indonesia”. Rumusan masalah jurnal ini adalah pembelaan terpaksa yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan pertanggungjawaban pidana korban prank yang dikaitkan dengan pembelaan terpaksa. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif. Kesimpulan dari jurnal ini adalah korban prank tidak dapat diancam dengan pidana jika telah memenuhi unsur-unsur pembelaan terpaksa yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) KUHP yaitu adanya serangan atau suatu ancaman serangan yang bersifat melawan hukum, tidak ada cara untuk menghindari serangan tersebut dan tindakan pembelaan tersebut harus seimbang dengan sifat dari serangan dan ancaman serangan. Selain itu, yang harus diperhatikan adalah niat dari pembuat prank untuk lelucon atau membuat prank sebagai alibi dalam melakukan kejahatan.

Kata kunci : Prank, Korban, Pembelaan Terpaksa dan Serangan atau Ancaman Serangan.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Prank merupakan sesuatu yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat, terutama anak muda yang memiliki tingkat selera humor yang tinggi. Prank adalah

suatu bentuk slang atau sebutan yang tidak resmi untuk kejenakaan, yang diadaptasi dari practical joke, dan bertujuan untuk membuat orang dalam hal ini korban merasa terjahili sehingga menimbulkan rasa kepuasan pada pembuat prank. Prank memiliki berbagai jenis, diantaranya adalah prank dengan menggunakan tema kejahataan, seperti menculik, menodongkan senjata tajam, ataupun bertindak sebagai preman yang berpura-pura mengancam korban kejahilannya. Namun, tidak semua prank berakhir pada gurauan atau kejenakaan. Ada juga prank yang mengakibatkan berbagai musibah seperti luka-luka hingga kehilangan nyawa.

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hal ini termaktub dalam ketentuan Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan ini menegaskan bahwa setiap manusia, sejak ia lahir mempunyai hak yang sama dalam hal untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Hak ini juga berlaku pada korban dari prank itu sendiri. Korban prank yang tidak mengetahui dirinya berkedudukan sebagai objek atau sasaran dari kejahilan pembuatnya, tentu akan melakukan berbagai tindakan awal untuk melindungi diri dari ancaman yang diterimanya. Pembuat prank yang tiba-tiba memberikan serangan maupun ancaman serangan tentu akan menimbulkan rasa kaget sehingga korban melakukan tindakan preventif guna melindungi dirinya.

Apabila tindakan perlindungan diri dari korban prank tersebut menimbulkan akibat berupa luka-luka bagi pembuat prank, tindakan preventif dari korban prank tersebut menimbulkan pertanyaan apakah dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana dan terhadapnya dapat dijatuhi pidana, mengingat perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa untuk melindungi dirinya. KUHP mengatur mengenai Noodweer atau Pembelaan Terpaksa yang merupakan salah satu alasan menghilangkan sifat tindak pidana yang termuat dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP. Masih terjadi berbagai kebingungan dan kesulitan dalam menentukan apakah tindakan korban dapat digolongkan sebagai pembelaan terpaksa atau murni merupakan tindak pidana, mengingat belum adanya aturan jelas mengenai keberadaan prank di Indonesia.

  • 1.2    Tujuan

Dari penulisan jurnal ini, tujuan yang hendak dicapai adalah menganalisa tentang pembelaan terpaksa yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) KUHP dan pertanggungjawaban pidana korban prank yang dikaitkan dengan pembelaan terpaksa.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan jurnal ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode ini digunakan karena mengkaji permasalahan-permasalahan yang ada dengan meninjau dari teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan terkait dalam praktek hukum.1 Mengkaji akibat yang ditimbulkan dari tindakan preventif atau pembelaan korban Prank dengan meninjau ketentuan dalam KUHP.

  • 2.2    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 2.2.1    Pembelaan Terpaksa Dalam KUHP

Ketentuan pasal 49 (1) KUHP ini merupakan salah satu alasan-alasan yang menghilangkan sifat tindak pidana, dimana alasan ini berlaku bagi semua tindak pidana.2 Pembelaan terpaksa yang dalam Bahasa Belanda disebut dengan noodweer telah diatur dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) KUHP, yang menyatakan : “Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.”3

Maksud dari ketentuan tersebut, menurut Moeljatno adalah perbuatan yang dilakukan harus merupakan suatu pembelaan, yang berarti bahwa harus ada hal-hal yang memaksa terdakwa untuk melakukan perbuatannya berupa serangan maupun

ancaman seketika yang melawan hukum. Pembelaan yang dilakukan harus karena keterpaksaan, yang menyebabkan tidak ada jalan lain bagi terdakwa untuk menghindari ancaman dari serangan tersebut.4

Unsur-unsur yang harus dipenuhi dari pembelaan terpaksa sesuai dengan ketentuan pasal 49 (1) KUHP yaitu :

  • 1.    Adanya serangan atau suatu ancaman serangan (bersifat melawan hukum);

  • 2.    Tidak ada cara atau jalan lain untuk menghalaukan serangan atau ancaman serangan dalam pengertian secara wajar;

  • 3.    Perbutan pembelaan tersebut harus memiliki keseimbangan dengan sifat dari 5 serangan atau ancaman serangan.

  • 2.2.2    Pembelaan Terpaksa Oleh Korban Prank

Tindakan preventif yang dilakukan oleh korban prank dapat digolongkan sebagai suatu pembelaan terpaksa yang sesuai dengan ketentuan pasal 49 ayat (1) KUHP jika perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang diuraikan sebagai berikut :

  • 1.    Adanya serangan ataupun ancaman

Unsur ini terpenuhi jika pembuat prank yang melakukan jebakan dengan cara berpura-pura sebagai penjahat dan melakukan tindakan yang mengancam atau menyerang korbannya. Contohnya adalah prank dengan motif menjadi seorang badut yang menodongkan pisau kepada korbannya dan segerombolan preman yang mencoba untuk melakukan pelecehan seksual kepada seorang wanita dijalanan yang sepi pada malam hari. Perbuatan tersebut merupakan hal yang tentunya bertentangan dengan hukum. Selain itu, yang harus diperhatikan adalah adanya niat dari pembuat prank tersebut. Apakah serangkaian serangan ataupun ancaman serangan tersebut dibuat memang karena untuk gurauan, atau memiliki niat awal untuk melakukan suatu kejahatan tapi karena telah berada dalam posisi yang terdesak sehingga mengatakan bahwa hal yang ia lakukan adalah prank. Jadi, adanya serangan ataupun ancaman serangan merupakan perwujudan dari niat pembuat prank.

  • 2.    Tidak ada cara lain untuk menghindari serangan atau ancaman serangan

Korban prank yang merasa dirinya terdesak karena ancaman yang ditujukan kepadanya tentu akan melakukan upaya perlindungan diri. Pembuat prank yang sudah merencanakan jebakannya terlebih dahulu tentu telah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi seperti korban yang dapat melarikan diri, sehingga prank tersebut telah disusun rapi untuk menghindari kemungkinan tersebut. Hal ini menyebabkan korban tidak dapat menghindari serangan atau ancaman serangan yang secara tiba-tiba tersebut dan spontan melakukan suatu tindakan pembelaan diri. Berbeda halnya jika korban memiliki kesempatan untuk menghidar dari ancaman tersebut, tapi korban tetap melakukan suatu perlawanan, terhadapnya dapat diancam dengan pidana.

  • 3.    Perbutan pembelaan tersebut harus memiliki keseimbangan dengan sifat dari serangan atau ancaman serangan tersebut.

Unsur ini jika dihubungkan dengan tindakan dari korban prank, maka harus diperhatikan bentuk dari tindakan pembelaan tersebut. Seperti halnya jika prank dengan menggunakan motif mencuri barang korbannya. Korban tentu akan mempertahankan barang miliknya. Korban akan terpaksa untuk memukul pembuat prank untuk mengembalikan barang miliknya. Dalam hal ini korban tidak dapat dipidana dengan melakukan penganiayaan, karena korban memiliki hak untuk membela diri secara merebut kembali barangnya.6

  • III.    KESIMPULAN

Korban prank tidak dapat dipidana jika telah memenuhi unsur-unsur yang sesuai dengan ketentuan pasal 49 ayat (1) KUHP yang mengatur tentang pembelaan terpaksa atau noodweer yaitu adanya serangan atau suatu ancaman serangan yang bersifat melawan hukum, tidak ada cara untuk menghindari serangan tersebut dan tindakan pembelaan tersebut harus seimbang dengan sifat dari serangan dan ancaman serangan. Selain merunjuk pada unsur-unsur tersebut, yang perlu diperhatikan juga adalah niat dari pembuat prank yang sengaja membuat jebakan hanya untuk gurauan, atau merupakan alibi dalam melakukan suatu kejahatan,

sehingga akan menjadi lebih terang kedudukan korban prank dalam melakukan pembelaan terpaksa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A. Fuad Usfa dan Tongat, 2004, Pengantar Hukum Pidana, Cet. ke-2, UMM Press, Malang.

Moeljatno, 2012, KUHP= Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cet. ke-30, Bumi Aksara, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wirjono Prodjodikoro, 2014, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,Cet. ke-6, PT Refika Aditama, Bandung.

6