1

TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

Oleh

Ni Made Deby Anita Sari I Gusti Ngurah Wairocana

Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

The non-existing of any clear and assertive arrangement in both Criminal Code and other regulations concerning criminal act of mutilation becomes the background of the writing of this journal titled “Criminal Act of Mutilation in The Perspective of Criminal Code”. This Jurnal used the normative research methods because there’s unclear norm about mutilation, and also used the statute approach. This journal explained about the criminal acts of mutilation along with articles of the Criminal Code that can be associated with it. Mutilation is the process or act of damaging victim’s body through cut into pieces the victim’s body. The regulation of mutilation in the Criminal Code can be associated with Articles 180, 181, 338, 340 and 355 Criminal Code. The formulation of these Criminal Code articles indicate that the mutilation is prohibited, because criminal act of mutilation is a nasty and sadistic crimes against humanity. The criminalization of acts of mutilation needs a criminal law that regulate clearly about it.

Key Words: Criminal act, Mutilation, Criminal Code

ABSTRAK

Tidak adanya pengaturan yang jelas dan tegas baik dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya mengenai tindak pidana mutilasi menjadi latar belakang ditulisnya jurnal yang berjudul “Tindak Pidana Mutilasi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)”. Jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dikarenakan adanya norma kabur mengenai mutilasi dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Jurnal ini membahas mengenai tindak pidana mutilasi beserta pasal-pasal KUHP yang dapat dikaitkan dengannya. Mutilasi adalah proses atau tindakan perusakan tubuh korban dengan memotong-motong tubuh korban. Pengaturan mutilasi dalam KUHP dapat dikaitkan dengan Pasal 180, 181, 338, 340 dan 355 KUHP. Rumusan pasal-pasal KUHP tersebut menunjukkan bahwa mutilasi dilarang, dikarenakan tindak pidana mutilasi merupakan kejahatan keji dan sadis terhadap kemanusian. Kriminalisasi terhadap tindakan mutilasi membutuhkan suatu aturan pidana yang mengatur secara tegas mengenai hal tersebut.

Kata Kunci: Tindak Pidana, Mutilasi, KUHP

  • I.    PENDAHULUAN

    1.1.    LATAR BELAKANG

Hukum pidana mengenal asas legalitas yang terkandung dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP). Asas ini

menegaskan bahwa perbuatan itu harus ditentukan oleh perundang-undangan pidana sebagai perbuatan yang pelakunya dapat dijatuhi pidana. Perundang-undangan pidana itu harus sudah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.1 Suatu perbuatan tidak akan dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan (aturan hukum tertulis) yang telah ada sebelum perbuatan tersebut dilakukan

Berkaitan dengan hal tersebut, dewasa ini sering kali terjadi kejahatan mutilasi terhadap seseorang yang masih hidup maupun mayat manusia. Tubuh manusia dipotong-potong menjadi beberapa bagian, kemudian sengaja dibuang ke tempat yang berbeda-beda, dengan tujuan agar pelaku dapat menutupi perbuatan jahatnya tersebut.

Tindak Pidana mutilasi sampai saat ini, baik dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya, belum terdapat ketentuan yang mengatur secara tegas dan jelas mengenai hal tersebut, maka dari itu ditulislah jurnal ini, untuk menjawab perihal pasal-pasal KUHP yang dikaitkan dengan tindak pidana mutilasi, sehingga dapat dicapai tujuan dari asas legalitas, yakni menegakkan kepastian hukum dan mencegah kesewenang-wenangan penguasa.2

  • 1.2.    TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui tentang tindak pidana mutilasi, beserta ketentuan-ketentuan hukum yang termuat dalam pasal-pasal KUHP yang dapat dikaitkan dengan tindak pidana mutilasi.

  • II.    PEMBAHASAN

    2.1.    METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif terkait norma kabur (unclear norm) mengenai mutilasi. Penelitian normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.3 Penggunaan metode normatif disini diharapkan dapat menyelesaikan kasus kekaburan norma yang terjadi berkaitan dengan pengaturan tindak pidana mutilasi yang sampai saat ini belum diatur secara tegas dan jelas dalam suatu peraturan

perundangan-undangan. Penelitian hukum normatif ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (the statute approach), yakni dengan menggunakan KUHP.

  • 2.2.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 2.2.1.    Pengertian Mutilasi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sampai saat ini belum ada peraturan hukum yang dengan tegas dan jelas mengatur perihal tindak pidana mutilasi. Tindak Pidana Mutilasi dapat dijelaskan dengan membaginya menjadi “tindak pidana” dan “mutilasi”.

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaarfeit”, umumnya disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata delictum. Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).4

Pengertian mutilasi dapat dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka yang mengartikan kata “mutilasi” sebagai proses atau tindakan memotong-motong (biasanya) tubuh manusia atau hewan. Black Law Dictionary, mendefinisikan mutilasi adalah the act of cutting off or permanently damaging a body part, esp. an essential one.5

Pengertian tersebut menjelaskan bahwa mutilasi merupakan tindakan perusakan tubuh korban, terlepas terhadap tubuh yang masih hidup maupun yang sudah menjadi mayat. Mayat adalah orang yang telah meninggal dunia atau mati.6 Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan (Pasal 117 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Mati atau kematian adalah permanen dan ‘”irreversible” atau tidak dapat dihidupkan kembali.7 Berdasarkan definisi diatas, secara singkat dapat diketahui bahwa tindak

pidana mutilasi adalah perbuatan perusakan tubuh korban yang umumnya dilakukan dengan cara dipotong-potong yang dilarang dan diancam dengan pidana.

  • 2.2.2.    Ketentuan Hukum yang Terkait Tindak Pidana Mutilasi Ditinjau dari Pasal-pasal KUHP

Secara sederhana, tindak pidana mutilasi dapat dikaitkan dengan Pasal 338 KUHP, “Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Mutilasi memenuhi unsur pasal ini yakni adanya suatu sebab yaitu perbuatan dan suatu akibat yaitu hilangnya nyawa seseorang.

Mutilasi yang dilakukan terhadap tubuh korban yang masih hidup dapat pula digolongkan dalam tindak pidana penganiayaan berat. Jika penganiayaan berat itu tidak sampai mengakibatkan matinya korban, maka dapat dikaitkan dengan Pasal 355 ayat (1) KUHP, “Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. Kemudian jika sampai menyebabkan matinya korban maka dapat dikenakan Pasal 355 ayat (2) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Apabila tindakan perusakan tubuh korban dilakukan secara sadar dan memang dimaksudkan untuk mencapai keinginan yaitu menghilangkan nyawa (membunuh) korban dengan terlebih dahulu telah dipikirkan cara-cara untuk menjalankan kehendaknya tersebut, maka berarti tindakan ini telah memenuhi unsur-unsur dari Pasal 340 KUHP berupa tindak pidana pembunuhan berencana (moord).

Kemudian pada tindak pidana mutilasi terhadap mayat, umumnya dilakukan dengan tujuan untuk menutupi perbuatan pembunuhannya, seorang pelaku akan memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian, kemudian dibuangnya di tempat-tempat yang berbeda. Tindakan ini dapat dikaitkan dengan Pasal 181 KUHP, yang berbunyi, “Barangsiapa mengubur, menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”.

Disisi lain ada pula kejahatan mutilasi yang dilakukan pelaku terhadap mayat yang sudah dikubur, dengan kata lain sebelum mutilasi dilakukan, pelaku terlebih dahulu melakukan pencurian mayat. Pelaku dengan melawan hukum menggali atau mengambil jenazah, atau memindahkan atau mengangkut jenazah yang sudah digali

atau diambil tersebut. Kemudian setelah diambil secara melawan hukum (dicuri) mayat tersebut dipotong-potong guna memuaskan keinginan pelaku. Tindakan seperti ini dapat dikaitkan dengan ketentuan hukum yang dimuat dalam Pasal 180 KUHP.

  • III.    KESIMPULAN

Kekaburan norma terkait mutilasi disebabkan oleh tidak adanya pengaturan baik dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur secara tegas dan jelas perihal tindak pidana mutilasi. Mutilasi berupa perusakan tubuh korban dibedakan menjadi dua, yaitu perusakan terhadap tubuh korban yang masih hidup dan perusakan terhadap mayat korban. Mutilasi terhadap tubuh korban yang masih hidup dapat digolongkan dalam pembunuhan (Pasal 338 KUHP), pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP), penganiayaan berat berencana (Pasal 355 KUHP), sedangkan mutilasi terhadap mayat dapat dikaitkan dengan pencurian mayat (Pasal 180 KUHP), dan penyembunyian kematian (Pasal 181 KUHP).

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Cet. I, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Prasetyo, Teguh ,2014, Hukum Pidana, Edisi Revisi, Cet. V, PT RajaGrafino Persada, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet. XI, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Moeljatno, 2014, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidan, Edisi Baru, PT Bumi

Aksara, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Internet

Yasin, Muhammad, 2009, “Kriminologi (Kejahatan Mutilasi)”, Hukumonline, URL: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6874/kriminologi, diakses tanggal 16 Januari 2017.