HAK-HAK ANAK SEBAGAI KORBAN DALAM UNDANG-UNDANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DIKAITKAN DENGAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF

Oleh :

Desak Made Ayu Puspita Dewi I Made Arya Utama

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

A paper entitled “The Rights of the Child as a victim in Law on the Juvenile Justice System Associated with the Restorative Justice Approach” discuss about the rights of the child as a victim in Law on the Juvenile Justice System. This paper also discuss restorative justice approach, is the completion of the criminal case involving the offender and the victim to work together to find a fair settlement with the emphasis on restoring back to the original condition that its application be mandatory in juvinile justice. This research use the normative research methods with The statute approach. The rights of the child as a victim recognized in Law on Juvenille Justice System are the rights specified in the legislation include the recognition of the sense of traumatic children as a victims. With the restorative justice approach, the traumatic sense of the perpetrators may be reduce and the child as a victim will be restored as before in a way to involving all stakeholders.

Key word : Child, Victim, and Restorative Justice.

ABSTRAK

Tulisan yang berjudul “Hak-Hak Anak sebagai Korban dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Dikaitkan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif” membahas mengenai hak-hak anak sebagai korban dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Tulisan ini juga membahas pendekatan keadilan restoratif yakni penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pihak pelaku dan pihak korban untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, yang penerapannya menjadi kewajiban dalam peradilan anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hak-hak anak sebagai korban yang diakui dalam UU Peradilan Anak adalah hak-hak anak yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan termasuk pengakuan terhadap rasa traumatik yang dialami anak sebagai korban. Dengan pendekatan keadilan restoratif, rasa traumatik anak sebagai korban terhadap pelaku dapat dikurangi serta anak sebagai korban akan dapat dipulihkan keadaannya seperti semula dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.

Kata Kunci : Anak, Korban, dan Keadilan Restoratif.

  • I.    PENDAHULUAN

    1.1    LATAR BELAKANG

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang selanjutnya disebut UU Peradilan

Anak memberikan pengertian “anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.” Hal ini berdasar pada kenyataan bahwa Indonesia merupakan Negara Pihak dalam Konvensi Internasioal tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of The Child), oleh karena negara dan hukum tidak dapat dipisahkan1 maka konsekuensinya terhadap Indonesia adalah berkewajiban untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak. Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana.2 Pasal 1 angka 4 UU Peradilan Anak menentukan “Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.”

Terhadap penyelesaian perkara anak, UU Peradilan Anak mewajibkan pengutamaan pendekatan Keadilan Restoratif atau restorative justice dalam sistem peradilan anak yang dituangkan dalam Pasal 5 UU Peradilan Anak. Pengutamaan pendekatan restorative justice dalam hukum pidana, karena memiliki kekuatan yang mampu memulihkan hubungan antara pihak yang menjadi pelaku dan pihak yang menjadi korban.3 Keberadaan pendekatan Keadilan Restoratif tentunya akan memiliki keterkaitan dengan hak-hak yang dimiliki oleh anak sebagai korban.

  • 1.2    TUJUAN PENELITIAN

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui hak-hak anak sebagai korban dalam UU Peradilan Anak. Secara lebih khusus, hak-hak anak dikaitkan dengan adanya pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice.

  • II.    ISI MAKALAH

    2.1    METODE PENELITIAN

Tulisan ini dapat dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif yang disusun dengan menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan. Penelitian hukum

normatif merupakan suatu penelitian yang mengutamakan pengkajian terhadap ketentuan-ketentuan hukum positif maupun asas-asas hukum umum yang berdasarkan pada bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku literatur serta jurnal hukum.

  • 2.2    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • A. Hak-Hak Anak Sebagai Korban dalam UU Perlindungan Anak

Bertumpu pada Konvensi Internasioal tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of The Child) yang merumuskan prinsip-prinsip hak anak yang ditujukan untuk melindungi hak anak.4 Indonesia merumuskan hak-hak anak tersebut dalam hukum nasional yang salah satunya adalah UU Peradilan Anak. UU Pereadilan Anak menyebut anak yang menjadi korban tindak pidana sebagai anak korban yakni anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Anak korban dalam hal ini adalah seorang anak yang memiliki hak dan kewajiban sebagai subyek hukum dalam UU Peradilan Anak, yang berarti pula bahwa anak korban memiliki hak untuk berkesempatan memperoleh keadilan melalui badan-badan peradilan.

Anak korban dalam sitem peradilan anak dimungkinkan diposisikan sebagai anak saksi oleh karena ia dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan berdasarkan pendengaran, penglihatan serta pengalaman yang dialaminya sendiri. Pasal 23 ayat (2) UU Peradilan Anak menentukan dalam memberikan suatu kesaksian dalam sidang pengadilan, seorang anak korban atau anak saksi wajib didampingi oleh orang tua atau wali yang dipercayai anak korban atau anak saksi. Selain itu, dalam memberikan keterangan anak korban dan/atau anak saksi diperbolehkan memberikan keterangan diluar pengadilan dengan pertimbangan untuk menghindari adanya hal yang mempengaruhi jiwa anak korban dan/atau anak saksi. Hal tersebut memperlihatkan bahwa anak korban diperhatikan kondisi dan rasa traumatiknya sebagai korban suatu kejahatan. UU Peradilan Anak melalui Pasal 89 menentukan “Anak Korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.” Selain hak-hak dari peraturan perundang-undangan, anak korban dan anak saksi berhak atas upaya

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, jaminan keselamatan serta kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. Contohnya dalam kasus perdagangan anak di bawah umur yang terjadi di wilayah Kutai Barat, Kalimantan Timur, anak sebagai korban yang identitasnya disamarkan diberikan rehabilitasi medis.5 B. Keterkaitan antara Perlindungan Anak sebagai Korban dengan Keadilan Restoratif

Penyelesaian perkara melalui proses peradilan dalam perspektif anak memiliki sisi negatif yakni berupa stigmatisasi yang diterima oleh anak yang berhadapan dengan hukum. Kemudian lahirlah suatu pendekatan yang memiliki pendekatan penyelesaian perkara dengan adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga mereka, dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana, secara bersama-sama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut dan implikasinya, dengan menekankan pemulihan kembali kepada keadaan semula.6 Hal ini dimaksudkan agar anak yang berhadapan dengan hukum tidak mendapatkan suatu stigma negatif atau labelling dari masyarakat, sehingga anak dapat kembali ke dalam masyarakat. Oleh karena itu UU Peradilan Anak mewajibkan penegak hukum yang menangani perkara anak sebelum melalui proses peradilan harus mengutamakan penyelesaian perkara anak dengan menggunakan pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif. UU Peradilan Anak melalui Pasal 1 angka 6 memberikan pengertian Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Dilihat dari perspektif korban, keadilan restoratif memberikan kesempatan kepada pelaku untuk mengakui rasa penyesalannya kepada korban.7 Dengan diberikannya kesempatan kepada pelaku untuk mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya terhadap korban, hal itu dapat menjadi suatu kekuatan bagi korban untuk menyembuhkan lukanya sebagai korban dari tindakan pelaku yang sekaligus merupakan pertanggungjawaban pelaku atas apa yang telah dilakukannya sehingga menyebabkan kerugian bagi korban. Keadilan restoratif atau restorative justice dapat menjadi tempat

bagi korban untuk meluapkan kerugian yang telah dialaminya, sehingga pelaku dapat menyadari bagaimana dampak yang dialami oleh korban atas perbuatannya dengan mengingat bahwa keadilan restoratif bertujuan untuk memberikan pemulihan keadaaan baik terhadap pihak pelaku maupun terhadap pihak korban. Selain itu, pertemuan antara pihak korban dan pihak pelaku dalam pendekatan restoratif justice dapat mengurangi trauma korban terhadap pelaku.

  • III.    KESIMPULAN

Hak-Hak anak sebagai korban yang diakui dalam UU Peradilan Anak adalah hak-hak yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan serta hak untuk memperoleh rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, jaminan keselamatan serta kemudahan informasi mengenai perkembangan perkara yang melibatkan dirinya. Kewajiban pengutamaan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice yang diberikan oleh UU Peradilan Anak dalam hal penyelesaian perkara anak, dengan mempertemukan pihak pelaku beserta keluarganya dengan pihak korban beserta keluarganya mencerminkan bahwa hak-hak anak sebagai korban mendapat perlindungan untuk memperoleh keadilan dengan memulihkan kembali keadaan seperti semula.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Atmadja, I Dewa Gede, 2012, Ilmu Negara : Sejarah, Konsep dan Kajian Kenegaraan, cet. Kedua, Setara Press, Malang.

Djamil, Nasir, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum: catatan pembahasan undang-undang sistem peradilan pidana anak, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.

Sunarso, Siswanto, 2014, Viktimologi Dalam Sistem Peradilan Pidana, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.

Waluyo, Bambang, 2014, Viktimologi Perlindungan Korban Dan Saksi, Cetakan

Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta.

Peraturan perundang-undangan

Undang – Undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332)

Internet

Agregasi Solopos, 2016, “Polresta Solo Ungkap Kasus Perdagangan Anak di Bawah

Umur”,          Okezone          news,          URL          :

http”//m.okezone.com/read/2016/05/17/512/1390780/polresta-solo-ungkap-kasus-perdagangan-anak-di-bawah-umur, diakses tanggal 22 desember 2016.

5