DIVERSI TERHADAP ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM YANG MELAKUKAN TINDAK PINDANA

(STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)*

Oleh:

Ni Made Diah Arista Ardiyantini**

Ni Nengah Adiyaryani***

I Wayan Bela Siki Layang****

Progam Kekhususan Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan lex specialis dari sistem peradilan pidana umum di Indonesia. Proses dalam Sistem Peradilan Pidana Anak didasari tujuan terciptanya Keadilan Restoratif dengan diversi, namun hingga dewasa ini masih kurangnya pengetahuan masyarakat serta kurangnya pendalaman ilmu dari para penegak hukum, menyebabkan keadilan restoratif belum terimplementasikan dengan sempurna. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris, yaitu penelitian hukum yang berpedoman pada teori-teori hukum, literatur-literatur, dan peraturan perundang-undangan serta hasil observasi di Pengadilan Negeri Denpasar. Penulis dalam penelitian ini mengkaji perihal implementasi diversi bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar dan implikasi dalam penerapannya. Hasil Penelitian menunjukan bahwa implementasi diversi bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar belum maksimal karena masih ditemui ketidak harmonisan peraturan perundang-undangan dan implikasi penerapan diversi di Pengadilan Negeri Denpasar terhadap kesadaran hukum bagi anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana berdasarkan penelitian yang dilakukan tidak ditemukannya perkara terhadap pengulangan tindak pidana Anak yang berhasil diupayakan diversi.

Kata kunci: Diversi, Anak, Tindak Pidana.

Abstract

The Child Criminal Justice System is a lex specialis of the general criminal justice system in Indonesia. The process of the Criminal Justice System of the Child is based on the objective of creating Restorative Justice through diversion, however to the present time, the lack of public knowledge and the lack of knowledge intensification of law enforcers, leads to the restorative justice which has not been implemented perfectly. This research is legal juridical empirical research, which is guided by legal theories, literatures, legislation and observation result in District Court of Denpasar. The writer of this research examined the implementation of the diversion for children in conflict with the law who committed criminal offense in the District Court of Denpasar and the implications in its application. The results of the research showed that the implementation of the diversion for Children in conflict with the law who committed criminal offense in the District Court of Denpasar has not been maximized because of the lack of harmonious laws and implications of the implementation of the diversion in the District Court of Denpasar towards the legal awareness of the child in conflict with the law who committed criminal offense based on research conducted was, it could not be found a repetition of Child criminal offense case that has been successfully attempted to diversion.

Keywords: Diversion, Child, Criminal Offense

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Anak adalah bagian warga negara yang harus dilindungi karena mereka merupakan generasi bangsa yang dimasa mendatang akan melanjutkan kepemimpinan bangsa Indonesia. Setiap Anak disamping wajib mendapatkan pendidikan formal seperti sekolah, juga wajib mendapatkan pendidikan moral sehingga mereka dapat tumbuh menjadi sosok yang berguna bagi bangsa dan negara.1

Anak adalah amanah serta karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat martabat sebagai manusia seutuhnya. Bahwa untuk menjaga harkat martabatnya, Anak memiliki hak

untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam sistem peradilan. Prinsip perlindungan hukum terhadap Anak tersebut haruslah sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sebagaimana telah diratifiksi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak).

Dewasa ini maraknya angka kriminalitas yang dilakukan oleh Anak membuat banyak kalangan resah dan mulai mengkhawatirkan pertumbuhkembangan generasi penerus bangsa. Dibentuknya suatu sistem peradilan pidana Anak yang diharapkan mampu membantu mencegah dan menanggulangi kejahatan oleh Anak yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (UU Sistem Peradilan Anak).

Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan suatu lex specialis dari Sistem Peradilan Pidana umum di Indonesia. Proses dalam Sistem Peradilan Pidana Anak didasari tujuan terciptanya Keadilan Restoratif yang dilakukan dengan diversi, yakni merupakan pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pelaksanaan diversi oleh penegak hukum berdasarkan wewenangnya dikenal dengan istilah discretion atau ‘diskresi’.2

Diversi adalah pemberian kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan-tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggaran Anak dengan tidak mengambil jalan formal antara lain menghentikan atau meneruskan/melepaskan dari proses peradilan pidana atau mengembalikan/menyerahkan kepada

masyarakat dan bentuk-bentuk kegiatan pelayanan sosial lainnya. Penerapan diversi dapat dilakukan di dalam semua tingkatan pemeriksaan, dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif keterlibatan Anak dalam proses peradilan tersebut.3

Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Secara etimologis, kata diversi itu memiliki padanan arti dengan kata yang sama “divert”, dalam bahasa Inggris yang berarti: “the act of changing the direction that somebody or something is following, or what something is used for” 4 (artinya merupakan suatu tindakan mengubah tujuan yang telah diikuti atau digunakan oleh seseorang atau sesuatu).

Diversi sangat penting bagi keberlangsungan proses peradilan Anak, dimana melalui diversi dapat mempermudah penyelesaian proses perkara yang menyebabkan tidak tertumpuknya perkara di Pengadilan.

Kurangnya pengetahuan masyarakat serta kurangnya pendalaman ilmu pengetahuan dari para penegak hukum, menyebabkan keadilan restoratif belum dapat terimplementasikan dengan sempurna yang menyebabkan Anak yang telah usai menjalani masa pidana memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi seorang residivis, akibat budaya yang belum bisa menerima sepenuhnya kehadiran kembali terpidana Anak dalam kehidupan masyarakat. Berangkat dari latar belakang tersebut diatas, penulis kemudian tertarik melakukan penelitian hukum dengan mengangkat dua rumusan masalah, yaitu:

  • a.    Bagaimana implementasi diversi bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar?

  • b.    Bagaimana implikasi penerapan diversi di Pengadilan Negeri

Denpasar terhadap kesadaran hukum bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana?

  • 1.2.    Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dalam bidang hukum acara pidana, khususnya mengenai implementasi diversi bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar serta untuk mengetahui bagaimana implikasi penerapan diversi terhadap kesadaran hukum bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris, penelitian hukum yuridis yaitu penelitian hukum yang dalam penulisannya berpedoman pada teori-teori hukum, literatur-literatur, dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan penelitian empiris yaitu penelitian yang dilakukan melalui observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan.5

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

      • 2.2.1.I mplementasi Diversi Bagi Anak Berkonflik Dengan Hukum Yang Melakukan Tindak Pidana Di Pengadilan Negeri Denpasar

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama Hakim Pengadilan Negeri Denpasar Ibu Angeliky Handajani Day, S.H., M.H. pada tanggal 26 Februari 2018 pukul 13.05 WITA dapat diketahui bahwa implementasi diversi di Pengadilan Negeri Denpasar dilakukan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Tahap awal yang dilakukan adalah upaya diversi yang dilakukan pada tahap penyelidikan di kepolisian serta tahap penuntutan di kejaksaan negeri untuk mendamaikan agar kedua pihak yang berkonflik dapat mencapai kesepakatan bersama 6 , apabila kedua pihak sepakat maka perkara tidak akan dilanjutkan dan hakim yang memeriksa perkara serta sebagai fasilitator akan mengeluarkan penetapan yang berisikan penghentian perkara tersebut yang kemudian akan dibuatkan berita acara proses diversi, namun sebaliknya jika tidak menemukan suatu kesepakatan sehingga perkara diteruskan pada tahap persidangan.

Pengadilan Negeri Denpasar sejak tahun 2014 hingga bulan Februari tahun 2018 telah menerima 123( seratus dua puluh tiga) perkara Anak berkonflik dengan hukum yang dimana 10 (sepuluh) perkara berhasil diselesaikan dengan diversi, 3 (tiga) perkara tidak berhasil diselesaikan dengan diversi, dan 110 (seratus sepuluh)

perkara tidak dapat dilakukan diversi, dengan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut:

Jumlah Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak Di

Pengadilan Negeri Denpasar Dari Tahun 2014 Hingga Bulan Februari 2018

No

Klasifikasi Tindak Pidana

Tahun

2014

2015

2016

2017

2018

1.

Kejahatan Terhadap Kesusilaan

0

0

1

0

0

2.

Penganiayaan

1

0

0

1

0

3.

Pencurian

2

12

18

19

3

4.

Tindak Pidana Senjata Api Atau Benda Tajam

0

0

0

2

0

5.

Narkotika

4

4

8

8

3

6.

Lalu Lintas

1

0

0

0

0

7.

Pengeroyokan Yang Menyebabkan Luka Ringan, Luka Berat

0

3

3

9

0

8.

Pembunuhan

1

1

1

1

0

9.

Pengeroyokan Yang

Menyebabkan Kematian

0

0

0

1

0

10.

Perlindungan Anak

2

1

6

3

2

11.

Persetubuhan Terhadap

Anak Di Bawah Umur

1

1

0

0

0

Jumlah

12

22

37

44

8

Sumber bagian Hukum Pidana Pengadilan Negeri Denpasar

Berdasarkan jumlah klasifikasi Tindak Pidana yang dilakukan oleh Anak tersebut, maka diketahui bahwa penerapan diversi di Pengadilan Negeri Denpasar belum dapat dilaksanakan secara maksimal, dilihat dari tingkat keberhasilan diversi yang telah diupayakan dalam perkara Anak di Pengadilan Negeri Denpasar, yakni baru sepuluh perkara yang berhasil diselesaikan dengan klasifikasi Tindak Pidana sebagai berikut:

Jumlah Tindak Pidana Anak Yang Berhasil Diselesaikan Melalui Diversi Di Pengadilan Negeri Denpasar Dari Tahun 2014 Hingga Bulan Februari 2018

No.

Klasifikasi Tindak Pidana

Jumlah

1.

Pencurian

2

2.

Narkotika

6

3.

Pengeroyokan Yang Menyebabkan Luka Ringan, Luka Berat

1

4.

Perlindungan Anak

1

Jumlah

10

Sumber bagian Hukum Pidana Pengadilan Negeri Denpasar

Diversi dalam penerapannya mengalami kendala yang mengakibatkan diversi tidak dapat diupayakan secara maksimal, dimana sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan bahwa terdapat batasan pemberlakuan diversi yang dimana hanya dapat dilakukan pada perkara dengan ancaman dibawah 7 (tujuh) tahun dan bukan pengulangan tindak pidana. Hal lain yang mempengaruhi implementasi diversi adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap apa yang dimaksud dengan diversi. Diversi dalam Pengadilan Anak lebih menguntungkan karena tidak menghabiskan banyak waktu yang sesuai dengan Asas Trilogi Peradilan yaitu cepat, sederhana dan biaya murah.

Menurut hakim Pengadilan Negeri Denpasar Bapak I Wayan Kawisada, S.H., M.Hum., pada tanggal 26 Februari 2018 pukul 13.48 WITA diketahui bahwa diversi pada implementasinya tidak dapat diselesaikan dengan sempurna karena adanya perbedaan persepsi mengenai keadilan oleh para pihak.

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Pengadilan Negeri Denpasar, diketahui bahwa dalam implementasi diversi bagi Anak berkonflik masih ditemui adanya ketidak harmonisan peraturan perundang-undangan terkait diversi yang dapat dilihat

pada perkara pencurian dengan nomor perkara: 29/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Dps. dan perkara perlindungan Anak dengan nomor perkara: 18/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Dps. Berdasarkan analisis yang dilakukan, penulis menemukan bahwa terdapat penyimpangan yang terjadi pada kedua perkara tersebut karena sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun yang berbunyi:

“Dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:

  • a.    diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan

  • b.    bukan merupakan pengulangan tindak pidana.”

Sesuai dengan pasal tersebut dinyatakan bahwa yang dapat dilaksanakan diversi merupakan perkara dengan ancaman pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, sedangkan perkara tersebut diancam dengan penjara 7 (tujuh) tahun pada perkara pencurian dan diancam 10 (sepuluh) tahun bagi perkara pembuangan orok bayi. Maka terjadi penyimpangan yang dilakukan apabila dilihat dari bunyi pasal tersebut.

Hakim Pengadilan Negeri Denpasar mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana pada Pasal 3 dinyatakan bahwa:

“Hakim Anak wajib mengupayakan Diversi dalam hal Anak didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih dalam bentuk surat dakwaan subsidiaritas, alternatif, kumulatif, maupun kombinasi (gabungan).”

Maka berdasarkan bunyi pasal tersebut, Hakim Pengadilan Negeri Denpasar berpendapat bahwa terhadap perkara Anak

dengan nomor perkara:  29/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Dps dan

nomor perkara: 18/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Dps telah memenuhi syarat formil untuk dilakukan diversi terlepas dari pasal 7 UU Sistem Peradilan Pidana Anak serta Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun.

Berdasarkan pengkajian yang penulis lakukan, diketahui bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia berwenang untuk membentuk peraturan yang mengikat ke dalam (interne regeling). Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia merupakan lex specialis dalam lingkup penyelenggaraan hukum acara dari Undang-Undang Republik Indonesia serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, maka diketahui bahwa penerapan diversi yang dilaksanakan dalam perkara Anak dengan nomor perkara:   29/Pid.Sus-

Anak/2016/PN.Dps dan nomor perkara:    18/Pid.Sus-

Anak/2016/PN.Dps tidak mengingkari peraturan yang ada, namun peraturan-peraturan tersebut bertentangan antara satu dan lainnya.

  • 2.2.2.I mplikasi  Penerapan Diversi di  Pengadilan Negeri

Denpasar Terhadap Kesadaran Hukum Bagi Anak Berkonflik Dengan Hukum Yang Melakukan Tindak

Pidana

Kesadaran hukum adalah suatu kesadaran yang dimiliki oleh setiap individu akan pengetahuan mengenai apa hukum tersebut, dan menyadari bahwa terdapat perilaku-perilaku tertentu diatur oleh hukum. Kesadaran hukum ialah kesadaran diri masing-masing individu tanpa tekanan, paksaan, ataupun perintah dari luar dirinya untuk mematuhi, melaksanakan atau

tidak melaksanakan serta tunduk pada hukum yang berlaku dalam masyarakat. Kesadaran hukum yang dimiliki akan berbeda pada setiap individu, dimana hal ini dipengaruhi oleh faktor moral yang dimiliki masing-masing individu yang tidak dapat disamakan.

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa kesadaran hukum ialah suatu kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam masing-masing diri manusia tentang hukum yang telah ada maupun hukum yang diharapkan akan ada. Kesadaran hukum menekankan pada nilai-nilai mengenai fungsi hukum dan bukan merupakan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian konkrit pada masyarakat.7

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan, hingga saat ini belum terdapat pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh Anak berkonflik dengan hukum. Namun masih terdapat hal-hal tertentu yang harus ditingkatkan, salah satunya ialah mengenai pencatatan secara statistik terhadap Anak berkonflik dengan hukum dalam wilayah Hukum Pengadilan Negeri Denpasar.

Penerapan diversi dapat dilaksanakan dengan baik dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar, hal ini terlihat dari data yang penulis peroleh serta wawancara yang penulis lakukan, hingga saat ini belum terdapat pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh Anak berkonflik dengan hukum. Namun masih terdapat hal-hal tertentu yang harus ditingkatkan, salah satunya ialah mengenai peningkatan Anak berkonflik dengan hukum yang tercatat di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Denpasar. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan setiap tahunnya terjadi peningkatan terhadap perkara Anak yang tercatat masuk ke Pengadilan Negeri Denpasar. Lemahnya

keberhasilan diversi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menghambat, yaitu karena faktor ego masing-masing pihak, serta kurangnya tenaga fasilitator yang mampu memfasilitasi proses pelaksanaan diversi.8

Penerapan Diversi sangat bermanfaat karena dilakukan guna memberikan kesempatan pada Anak untuk memperbaiki serta bertanggungjawab terhadap kesalahannya. Namun diversi juga dapat menjadi celah bagi Anak untuk melakukan tindak pidana, apabila Anak tersebut bercerita pada Anak lainnya dan membuat Anak lain berfikiran bahwa melakukan tindak pidana akan dapat diselesaikan melalui diversi dan tidak dipidana. Terlebih lagi seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa belum terdapat harmonisasi pada peraturan-peraturan mengenai diversi yang mengakibatkan Anak berfikir bahwa masih ada kesempatan untuk Anak melakukan tindak pidana tanpa dipidana

Berdasarkan wawancara bersama hakim pengawas dan pengamat Pengadilan Negeri Denpasar Bapak Esthar Oktavi pada tanggal 19 Februari 2018 pukul 12.14 WITA diketahui bahwa kendala yang umum terjadi dalam kesadaran hukum Anak di wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar adalah sebagai berikut:

  • a.    Peran orang tua

Kurangnya peran serta perhatian orang tua dalam mengawasi dan memberi penjelasan pada Anak menjadi salah satu faktor kendala bagi ketaatan hukum Anak. Diketahui bahwa Anak berkonflik dengan hukum sebagian besar merupakan Anak yang

kurang diperhatikan oleh orang tuanya sehingga Anak bergaul dengan leluasa tanpa mengetahui aturan-aturan yang seharusnya ditaati dan bukan dilanggar.

  • b.    Lingkungan

Kesadaran hukum merupakan salah satu pilar penting dalam keberhasilan penerapan peraturan hukum. Lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap ketaatan hukum Anak, dimana apabila Anak berada dalam lingkungan pergaulan yang salah maka Anak yang belum memiliki pemikiran matang akan mudah terjerumus dan menganggap hal salah yang sering dilakukan pada lingkungannya merupakan hal yang wajar.

  • c.    Pendidikan

Pendidikan juga mempengaruhi bagi ketaatan hukum Anak, dimana pendidikan mampu membentuk Anak menjadi individu yang baik sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Pemikiran Anak yang belum matang biasanya belum mampu memilah hal baik dan buruk secara tepat, apabila dibekali dengan pendidikan (pendidikan formal dan pendidikan moral) Anak akan lebih terarah dalam mengambil setiap keputusan dalam hidupnya.

  • III.    Penutup

    • 3.1.    Kesimpulan

Implementasi diversi bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena masih ditemui adanya ketidak harmonisan peraturan perundang-undangan terkait diversi, sedangkan implikasi penerapan diversi di Pengadilan Negeri Denpasar terhadap ketaatan hukum bagi Anak yang melakukan tindak pidana berdasarkan penelitian yang

dilakukan tidak ditemukannya pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh Anak.

  • 3.2.    Saran

Bagi pembentuk peraturan perundang-undangan dan para penegak hukum hendaknya dilakukan sosialisasi secara berkala mengenai apa yang dimaksud dengan diversi serta apa yang seharusnya dilakukan berkaitan dengan penerapan diversi.

Bagi institusi Pengadilan Negeri Denpasar hendaknya dibentuk suatu divisi evaluasi khusus serta pencatatan secara statistik terhadap perkara Anak berkonflik dengan hukum, terutama  pada penerapan  diversi  dalam wilayah  hukum

Pengadilan Negeri Denpasar agar tujuan dari diberlakukan Sistem Peradilan Pidana Anak secara khusus dapat terlaksana dengan

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku- Buku:

Barda Nawawi Arief, 2005, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti , Bandung.

Dahlan Sinaga, 2017, Penegakan Hukum Dengan Pendekatan Diversi (Perspektif Teori Keadilan Bermartabat), Nusa Media, Yogyakarta.

Kemal Dermawan, 2015, Sosiologi Peradilan Pidana, Obor, Jakarta.

Marlina, 2010, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana, USU Press, Medan.

Soerjono Soekanto, 1982, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial, Alumni, Bandung

Wirta Griadhi, I Ketut, 2006, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Intisari Kuliah), Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar

Jurnal Ilmiah:

Jeremia Reynovan, 2017, “Efektivitas, Penerapan Diversi Sebagai

Implementasi Perlindungan Hukum Bagi Anak Yang Berkonflik

Dengan Hukum (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Denpasar)”, Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Volume       07,       No.01,       Denpasar,       url:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/ 36824, diakses tanggal 10 April 2018, pukul 09.14 WITA

Perundang-Undangan:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1052

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732

Kamus:

Sally Wehmeier, 2000, Ed. Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Oxford University Press, Oxford.

15