PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (STUDI KASUS DI POLDA BALI)*
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (STUDI KASUS DI POLDA BALI)*
Oleh :
Agung Satriadi Putra** I Gusti Ketut Ariawan***
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Saat ini kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak sedang marak terjadi. Oleh karena itu diperlukannya suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada anak sebagai korban, serta perlu diketahuinya faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan perlindungan hukum tersebut. Jenis penelitian dalam penulisan ini ialah jenis penelitian empiris yakni suatu metode dengan melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan pihak kepolisian dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual belum terealisasikan dengan baik, dikarenakan masih adanya hambatan-hambatan yang di alami oleh pihak kepolisian, serta kurangnya kemampuan sumber daya manusia serta fasilitas yang dimiliki pihak kepolisian, sehingga pelaksanaan terhadap perlindungannya belum dapat dilakukan dengan maksimal.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Anak Sebagai Korban, Kekerasan Seksual.
ABSTRACT
Currently, cases of crimes of sexual violence against children are rampant. Therefore the need for a legal protection provided to the child as a victim, and need to know the inhibiting and supporting factors in the implementation of the protection of the law. Type of research in this paper is the type of empirical research that is a method by making observations or research directly to the field in order to obtain accurate truth. The results showed that the role of the police in providing legal
protection to children as victims of sexual violence crimes has not been realized properly, due to the still existing barriers experienced by the police, as well as the lack of human resources and facilities owned by the police, so the implementation of the protection can not be done with the maximum.
Keywords: Legal Protection, Child As Victim, Sexual Violence.
I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Anak adalah masa depan maupun generasi penerus bangsa yang memiliki keterbatasan dalam memahami dan melindungi diri dari berbagai pengaruh sistem yang ada.1 Di Indonesia hak asasi manusia sangatlah di junjung tinggi, dimana hak asasi anak termasuk di dalamnya dan ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan beberapa peraturan perundang-undangan.
Salah satu hak penting yang harus di dapatkan oleh anak ialah mendapatkan perlindungan hukum, perlindungan hukum tersebut diberikan kepada anak yang mengalami perlakuan salah, eksploitasi, tindak kekerasan, anak yang didagangkan, penelantaran, disamping anak-anak yang tinggal di daerah rawan konflik, rawan bencana serta anak yang berhadapan dengan hukum dan lain-lainnya.
Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum terhadap anak adalah upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental right and freedoms of
children) serta sebagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.2
Kasus kekerasan terhadap anak yang marak terjadi di Indonesia yaitu tindakan kekerasan seperti penganiyaan, pelecehan sertatindakan kekerasan seksual. Hal ini tentu saja menjadi sulit dikarenakan dapat merusak jiwa mental dari anak tersebut. Dari beberapa tindakan kekerasan yang disebutkan tadi, tindak kekerasan seksual yang paling memberi dampak besar bagi kerusakan jiwa dan mental dari anak tersebut.
Tindak kekerasan seksual terhadap anak merupakan contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya hak asasi anak (right of child). Fakta mengenai banyaknya kasus pelecehan seksual yang menimpa anak mengindikasikan bahwa mereka cenderung kurang mendapatkan perhatian, perlindungan, serta seringkali terabaikan keberadaannya.3
Tindak Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Bentuk kekerasan seksual anak termasuk meminta anak atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-
seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
Seperti kasus yang baru ini terjadi dimana jajaran Kepolisian Daerah Bali menangkap seorang pria yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap 4 anak asuhnya di sebuah yayasan di Bali. Para korban diancam dikeluarkan dari yayasan jika tidak menuruti nafsu bejat pria tersebut, korban semuanya berjenis kelamin laki-laki dan ketika dilakukan tindak kekerasan seksual itu, korban berusia antara 12-15 tahun.4
Hadirnya Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya terhadap seorang anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik secara fisik maupun mental sehingga akan tercipta suatu generasi yang ideal,5tapi pada kenyataanya aturan-aturan yang ada tidak memberikan dampak positif bagi anak-anak di Indonesia karena melihat kenyataannya pihak kepolisian masih mengalami hambatan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap korban tersebut, yang membuat kekerasan seksual terus menimpa anak-anak yang mengakibatkan psikologis anak menjadi terganggu sehingga anak mengalami trauma yang hebat yang menyebabkan terganggunya kejiwaan anak dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual serta untuk memahami dan mengetahui mengenai faktor penghambatan dan faktor pendukung pemberian perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual di wilayah hukum Polda Bali.
II Isi Makalah
1.2 Metode
Jenis penelitian dalam penulisan tulisan ini adalah jenis penelitian empiris yakni suatu metode dengan melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan ini. Metode penelitian empiris mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni Pendekatan Kasus, Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Fakta, Pendekatan Analisis Konsep Hukum, Pendekatan Frasa, Pendekatan Sejarah serta yang terakhir Pendekatan Perbandingan. Menurut sifatnya, metode penelitian empiris dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu yang pertama Penelitian Eksploratif (penjajakan atau penjelajahan), yang kedua Penelitian Deskriptif, yang ketiga Penelitian Eksplanatoris dan yang terakhir Penelitian Verifikasif.
Bahder Johan Nasution mengatakan bahwa peneltian empiris berarti ingin mengetahui sejauh mana hukum itu bekerja didalam masyarakat.6Maksud dari dilakukannya penelitian secara empiris ini yaitu agar dapat menemukan jawaban maupun pembahasan dari
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yang mana data-data maupun bentuk fakta yang terjadi dalam masyarakat nyata ini tidaklah ada di dalam kajian kepustakaan atau perbendaharaan buku, maka dari itu dilaksanakannya suatu penelitian secara empiris dan demikian pula cara kerja ilmu hukum yang empiris, ia hanya merekam fenomena hukum dengan apa adanya.7
-
2.1 Pembahasan dan Analisis
-
2.1.1 Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual
-
Mengenai masalah anak, sering kali anak mendapatkan perlakuan yang salah terutama masalah kejahatan seksual. Anak sering menjadi korban kejahatan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa dan yang menjadi korban ialah anak di bawah umur sehingga faktor tindak kekerasan seksual terhadap anak merupakan hal yang paling penting harus di ketahui karena dengan mengetahui faktor-faktor tersebut kita dapat mengantisipasi atau menanggulangi kejahatan terhadap anak. Mengenai tindak pidana kejahatan seksual yang korbannya adalah anak-anak, terdapat beberapa faktor-faktor penyebabnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, faktor-faktor ini didapatkan melalui introgasi dan hasil penyidikan yang dilakukan terhadap tersangka dan korban sehingga dari hasil penyidikan tersebut didapatlah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak menurut Ibu Ni Luh Putu Nariasih, S.H, selaku Kanit 2 Subdit IV Dit Reskrimum Polda Bali faktor yang pertama ialah daya fikir anak-anak yang terlalu
sederhana dan lugu membuat anak tersebut sangat mudah untuk di rayu dan diberi hadiah, sehingga anak akan mudah menjadi korban. Kedua anak-anak yang memiliki kelainan. Anak-anak yang memiliki kelainan mental sangat rentan dengan kejahatan seksual. Dimana pelaku memanfaatkan ketidakberdayaan anak tersebut serta anak ini juga akan sulit untuk melaporkan hal yang dialaminya kepada orang tua mereka.
Sedangkan dari faktor pelaku berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs Anwar Chambali selaku Panit 2 Subdit IV Dit Reskrimum Polda Bali pelaku tidak dapat menahan nafsunya dan mencari kesempatan untuk melakukan tindakan pidana kejahatan seksual. Canggihnya teknologi sering disalahgunakan oleh sebagian orang, sehingga menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Sering terjadi dimana pelaku memiliki kelainan seksual dan cenderung tertarik melihat anak kecil sehingga anak-anak tanpa pengawasan di jadikan korbannya, serta mengatakan anak-anak yang dulunya pernah menjadi korban setelah dewasa akan memiliki potensi untuk melakukan tindak pidana tersebut, karena selain dari sisi melanggar hukum terdapat suatu hal yang nikmat dirasakan oleh korban sehingga hal itu yang mendorongnya untuk melakukan tindak pidana.
Bentuk perlindungan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana sudah di atur di dalamUndang-undangno 35 tentang perlindungan anak pasal 64 ayat 3. Bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan oleh pihak kepolisian daerah bali kepada anak yang menjadi korban kekerasan seksual berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ni Luh Putu Nariasih, S.H, selaku Kanit 2 Subdit IV Dit Reskrimum Polda Bali, pertama melakukan permohonan penelitian
kasus ke dinas sosial, Balai Pemasyarakatan dan Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak.Setelah permohonan disetujui barulah kasus tersebut dilaksanakan sesuai prosedurnya. Kedua, memberikan bantuan medis berupa pemeriksaan kesehatan atau perawatan sampai korban sembuh dan laporan tertulis berupa visum. Hasil visum ini sangat diperlukan sebagai alat bukti dalam menangani kasus tersebut. Ketiga, ketika pemeriksaan untuk mendapatkan keterangan korban, korban didampingi oleh psikolog anak. Apabila trauma yang diderita anak cukup berat, maka kepolisian akan menyediakan psikiater untuk membantu menghilangkan efek trauma anak tersebut. Keempat, memberikan bantuan hukum, pendampingan hukum ini dapat berupa advokasi atau pendampingan saat persidangan. Advokasi disini dilakukan kepada pihak terkait agar proses penanganan kasus dapat dilaksanakan dengan cepat dan apabila ada kendala agar cepat diselesaikan. Dan yang terakhir, memberikan informasi dan mengarahkan orang tua korban agar lebih menjaga dan mendidik anaknya serta memantau perkembangan mental dari anak tersebut.
Pemberian perlindungan hukum terhadap korban kejahatan harus diberikan baik diminta maupun tidak diminta oleh korban. Hal tersebut penting mengingat masih rendahnya tingkat kesadaran hukum bagi sebagian korban kejahatan seksual.8
-
2.1.2 Faktor-Faktor Penghambat Dan Pendukung Dalam Pemberian Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebaga Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual, pihak Kepolisian menemui hambatan-hambatan, baik hambatan ekstern maupun intern. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ni Luh Putu Nariasih, S.H, selaku Kanit 2 Subdit IV Dit Reskrimum Polda Bali, hambatan eksternnya ialahsulitnya mencari bukti bahwa benar terjadinya tindak kekerasan seksual tersebut, dikarenakankurangnya informasi dari korban atau orang-orang yang berada di lingkungan tempat tinggal korban. Korban atau keluarga korban beranggapan kejadian yang menimpa korban adalah aib yang dapat membuat nama baik keluarga tercemar apabila diketahui oleh masyarakat. Selain itu korban menjadi anak yang tidak berdaya, sehingga memilih bersikap pasrah, diam atau takut menceritakan apa yang dialaminya, menjauhkan diri dari pergaulan, dan merasa berdosa dan yang terakhir adanya sogokan dari pelaku juga membuat korban enggan melapor.
Hambatan intern dalam menerapkan perlindungan hukum di wilayah hukum Polda Bali ialah tidak adanya rumah aman yang disediakan dan dikelola oleh Pemerintah, sehingga dalam memberikan rumah aman terhadap korban pihak kepolisian bekerjasama dengan pihak swasta, serta sumber daya manusia yang kurang terlatih dalam menangani kasus anak sebagai korban, anggaran biaya yang belum memadai dari pemerintah. Anggaran ini biasanya digunakan untuk memberikan fasilitas bantuan medis kepada korban.
Faktor pendukung dalam hal memaksimalkan pemberian perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual menurut Bapak Drs Anwar Chambali selaku Panit 2 Subdit IV Dit Reskrimum Polda Baliyaitu dengan jalinan kerjasama
dengan Dokter Forensik, Psikologi Anak, Advokat, serta pihak swasta yang membantu memfasilitasi dan membiayai anak yang menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual tersebut.
III Penutup
3.1 Kesimpulan
-
1. Penerapan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sudah dapat diterapkan dengan baik. Pelaksanaanya sudah diberikan secara maksimal oleh pihak kepolisian. Namun masih ada beberapa hambatan yang dialami pihak kepolisian untuk melaksanakan pemberian perlindungan hukum tersebut. Selain penerapan yang sudah berjalan dengan baik, terdapat juga beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana kekerasan seksual tersebut.
-
2. Dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual, terdapat faktor yang menjadi penghambat dan faktor pendukung dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual. Faktor penghambat berasal dari dalam maupun dari luar lembaga kepolisian tersebut dimana hambatan dari luarnya pihak kepolisian sulit mendapatkan informasi tentang benar adanya tindakan kekerasan seksual tersebut, sedangkan dari dalam lembaga kepolisian, kurangnya sumber daya manusia yang terlatih dalam menangani anak yang menjadi korban serta minimnya
fasilitas yang dimiliki oleh pihak kepolisian untuk menunjang terlaksananya dengan baik perlindungan hukum tersebut.
-
1. Dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual hendaknya dapat dilakukan dengan lebih maksimal. Dalam proses penyelidikan polisi harus bekerja lebih teliti agar tidak ada barang bukti dan alat bukti yang terlupakan sehingga pihak korban tidak mengalami kerugian dengan hak-haknya sebagai korban.
-
2. Pihak Kepolisian diharapkan agar bisa meminimalisir hambatan-hambatan yang terjadi dalam memberikan perlindungan hukum tersebut. Selain itu pemerintah hendaknya memberikan fasilitas dan anggaran yang lebih bagi anak yang menjadi korban kejahatan agar keselamatan anak dapat terjamin. Kerjasama pihak kepolisian terhadap lembaga swastamaupundiluar lembaga kepolisian penulis diharapkan terus dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Achmad dan Wiwie Heryani, 2012, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Prenamedia Group, Jakarta.
Arief, Barda Nawawi, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Mansur, Didik M. Arief dan Elisatris Gultom, 2007, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, PT. Refika Aditama, Bandung.
Nasution, Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung.
Setyowati, Irma, 2010, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta.
Jurnal
Nyoman Mas Aryani. 2016.Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual DI Provinsi Bali. E-Journal Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana. Denpasar. 38 (1): 19.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang – undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Internet
Prins David Saut, 2017, Polda Bali Tangkap Pendiri Yayasan yang Cabuli4AnakAsuh,URL:https://news.detik.com/berita/d3628100/ polda-bali-tangkap-pendiri-yayasanyangcabuli4anakasuh,diunduh pada tanggal 13 november 2017
12
Discussion and feedback