INTERVENSI PERS TERHADAP KEMANDIRIAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA
on
INTERVENSI PERS TERHADAP KEMANDIRIAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA
Oleh
Meyviyanti Hostiana Ibrahim. R
Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
The function of the press as an information medium has the ability to lead the masses to create a legal verdict through the opinions it formed. It is feared that this may affect or intervene judges in the judgment of a case in court. The purpose of this paper is to know the basic laws of freedom of voice press as well as to know the independence of judges as law enforcement who with his conviction to decide a case without any intervention from other parties. This method of writing using normative juridical writing method, where the data obtained by reviewing the norms in legislation and materials bibliography. The conclusion of this writing is in accordance with the provisions of Article 24 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia jo Article 1 number 1 of Law no. 48 Year 2009 on Judicial Power, determines that judicial power is the power of an independent state without interference from other parties to organize the judiciary to enforce the law and justice pursuant to Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, for the implementation of the State of the Republic of Indonesia
Keywords: Intervention, Pers, Judicial Independence
ABSTRAK
Fungsi pers sebagai media informasi memiliki kemampuan untuk menggiring massa menciptakan vonis hukum melalui opini-opini yang dibentuknya. Dikhawatirkan hal ini dapat mempengaruhi atau mengintervensi hakim dalam penjatuhan putusan terhadap suatu perkara di persidangan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dasar-dasar hukum kebebasan bersuara pers serta untuk mengetahui kemandirian hakim sebagai penegak hukum yang dengan keyakinannya memutus suatu perkara tanpa adanya intervensi dari pihak lain. Metode penulisan ini menggunakan metode penulisan yuridis normatif, dimana data-datanya diperoleh dengan mengkaji norma-norma dalam peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan kepustakaan. Kesimpulan dari penulisan ini yaitu sesuai dengan ketentuan Pasal 24 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo Pasal 1 angka 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menentukan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka tanpa campur tangan dari pihak lain untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Kata kunci: Intervensi, Pers, Kemandirian Hakim
PENDAHULUAN
Fungsi Pers sebagai media informasi memiliki kemampuan untuk memberikan informasi kepada publik tentang berbagai berita sekaligus dapat memberikan tanggapan atas berbagai berita yang di informasikan tersebut. Berita-berita yang sangat menarik untuk disajikan oleh pers adalah berbagai peristiwa hukum. Kasus-kasus hukum begitu banyak mewarnai berbagai media pers melebihi pemberitaan lainnya, mulai dari kasus pencurian sandal sampai dengan kejahatan-kejahatan yang dikategorikan sebagai extraordinary crimes seperti korupsi, terorisme dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Disamping pers memiliki fungsi serta peranan sebagai media kontrol untuk memantau penegakan hukum, pers juga memiliki kemampuan untuk menggiring massa menciptakan vonis hukum melalui opini-opini yang dibentuknya.
Realitanya seringkali putusan-putusan hakim dipengaruhi oleh opini publik yang berawal dari pemberitaan pers sehingga fungsi pers yang seharusnya bisa menjadi media kontrol/pengawasan dalam penegakan hukum justru bergeser menjadi sarana untuk melakukan intervensi yang dapat mempengaruhi hakim dalam mengambil putusan terhadap suatu perkara di pengadilan.
Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 KUHAP, hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1 angka 9 KUHAP, yang dimaksud dengan megadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.1
Adapun tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui dasar-dasar hukum kemerdekaan bersuara pers dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dan untuk mengetahui kemandirian hakim sebagai penegak hukum yang merdeka tanpa intervensi atau tekanan dari pihak lain baik itu pers, opini publik, maupun pihak manapun guna menegakkan hukum dan keadilan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif. Artinya, bahwa penelitian yuridis normatif itu merupakan penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Dengan kata lain, penelitian hukum normatif sebagai penelitian hukum kepustakaan yang datanya diperoleh dari mengkaji bahan-bahan pustaka, yang lazimnya disebut sebagai data 2 sekunder.2
-
2.2 Hasil dan Pembahasan
2.2.1 Pengaturan Mengenai Kemerdekaan Bersuara Pers dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia
Menurut ketentuan Pasal 2 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.” Hal ini berarti bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu unsur yang sangat penting guna menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis. Dalam ketentuan Pasal 4 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, dimana kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat baik secara lisan maupun tulisan ini juga telah tercantum dalam Pasal 28 UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999, untuk menjamin kemerdekaan pers maka pers nasional mempunyai hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi. Namun kemerdekaan pers ini tidak serta merta membebaskan pers untuk dapat menyebarluaskan gagasan serta informasi kepada publik. Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers merumuskan bahwa “Pers nasional berkewajiban memberitahukan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.”
Kemudian dalam ketentuan Pasal 6 huruf a dan huruf e UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dalam mengembangkan pendapat umum itu harus didasari dari informasi yang tepat, akurat dan benar. Selain itu juga harus memperjuangkan keadilan dan
kebenaran. Dengan kata lain, walaupun pers memiliki kemerdekaan untuk menyebarluaskan gagasan serta informasi namun gagasan-gagasan dan informasi-informasi tersebut haruslah didasari oleh informasi yang tepat, akurat, dan benar. sehingga nantinya tidak mengakibatkan terbentuknya opini publik yang salah.
Sebagai suatu negara hukum, kemandirian kekuasaan kehakiman harus dijamin secara konstitusional. Dalam Negara Hukum Republik Indonesia, jaminan atas kemandirian kekuasaan kehakiman dijamin dalam Pasal 24 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo Pasal 1 angka 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 3
Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.3
Kemandirian merupakan prinsip/asas umum dalam semua proses berperkara melalui peradilan di Indonesia, baik dalam sistem peradilan perdata, peradilan pidana, maupun peradilan tata usaha negara.4
Dalam pasal 3 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka, maka hakim diwajibkan untuk selalu menjaga kemandirian peradilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kemudian berdasarkan Penjelasan atas pasal 3 ayat (1) tersebut yang dimaksud dengan kemandirian peradilan adalah bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan baik fisik maupun psikis.5
Secara teoritis, pengertian kekuasaan kehakiman yang merdeka dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu kebebasan hakim dari campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, dan kebebasan hakim untuk melaksanakan tugas pokoknya6
Pasal 3 ayat (3) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja ikut campur tangan dalam urusan peradilan diluar kekuasaan kehakiman kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal kewenangan hakim untuk memutus suatu perkara, sebelum menjatuhkan suatu putusan hakim melakukan penelitian dalam rangka menemukan hukum (judge made law/rechtvinding). Dengan demikian hakim telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menjatuhkan putusan yang objektif, adil, dan tidak dipengaruhi oleh unsur apapun kecuali sikap objektivitas dan rasa keadilan itu semata.7 III. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat saya simpulkan bahwa pers sebagai media informasi seharusnya menyebarluaskan informasi yang tepat, akurat, dan benar kepada publik. Sehingga nantinya siapa pun yang menerima informasi tersebut tidak menjatuhkan vonis maupun opini yang tidak benar. Hakim pun dalam memutus suatu perkara tidak boleh terintervensi oleh informasi atau berita-berita yang salah maupun terintervensi oleh opini-opini publik yang dapat menekan seorang hakim dalam memutus suatu perkara di persidangan. Dikarenakan menurut Pasal 24 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo Pasal 1 angka 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menentukan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka tanpa campur tangan dari pihak lain untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Hakim harus menggunakan keyakinannya sendiri dalam memutus suatu perkara dengan terlebih dahulu mencari fakta-fakta hukum yang benar di persidangan.
IV. DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Butarbutar, Elisabeth Nurhaini, 2016, Hulum Pembuktian-Analisi terhadap Kemandirian Hakim sebagai Penegak Hukum dalam Proses Pembuktian, cet. I, CV Nuansa Aulia, Bandung.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif – Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Tolib Effendi, 2014, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana – Perkembangan dan Pembaharuannya di Indonesia, Setara Press, Malang.
Zairin Harahap, 2010, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, cet. VII, Rajawali Pers, Jakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UU Nomor 8 Tahun 1981 (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
6
Discussion and feedback