PENGATURAN HAK HAK ANAK SEBAGAI PELAKU KEJAHATAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
on
PENGATURAN HAK HAK ANAK SEBAGAI PELAKU KEJAHATAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN*
Oleh :
Febrio junus Petrobas Abia** A.A. Ngurah Wirasila***
Program Kekhususan Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Indonesia telah meratifikasi instrumen internasional tentang hak-hak anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak-Hak Anak). Prinsip Konvensi Hak-Hak Anak berdasarkan atas : a. Nondiskriminasi b. Kepentingan yang terbaik bagi anak c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan d. Penghargaan terhadap pendapat anak. Hak-Hak anak sebagai pelaku kejahatan tertuang dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 adalah anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Namun tidak memuat mengenai kepentingan terbaik bagi anak dan penghargaan pada pendapat anak (partisipasi). Sebagai akibat belum diaturnya hak anak tersebut dalam konstitusi, maka hak anak belum sepenuhnya terjamin dalam sistem hukum yang ada. Penelitian ini menganalisis dua permasalahan hukum yaitu : pengaturan hak-hak anak dalam peraturan perndang-undangan serta pengaturan hak-hak anak sebagai pelaku kejahatan di masa yang akan datang. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan analisis konsep hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, hak anak sebagai pelaku kejahatan yaitu memperoleh bantuan hukum, tidak dijatuhi pidana mati, tidak dipenjara kecuali sebagai upaya terakhir, dan hak anak sebagai pelaku kejahatan di masa yang akan datang yaitu : penyediaan sarana khusus, penjatuhan sanksi sebagai upaya terakhir dan penghindaran pemberitaan media massa.
Kata kunci : pengaturan, hak anak, pelaku kejahatan
Abstract
Indonesia has ratified the international instrumen of human rights especially convention about children rights through president decision Number 36 year 1990 about convention on the rights of the child ratification (the child rights convention). The principles of the child rights convention based on : a. Nondiscrimination b. The best importance for child C. Right to life, survival, and development d. Appreciation to the child opinion. Child rights which as crime perpetrator in chapter 28B verse (2) 1945 constitution that the child entitled to survival, grow and develop also entitled to protection from violence and discrimination. But it does not contain the best importance for child and appreciation of child opinion (participation). As the result not yet set the best importance for child and appreciation of child opinion (participation) in constitution, so the child right has not been fully guaranteed in the legal system which exists. This research analyze two legal issue that are : the regulation of the child rights in the legislation also the concept of the child rights regulation as crime perpetrator in the future. Type of research used is normative law research with the legislation approach and the legal concepts analysis approach. The result of research shows that, child right as crime perpetrator is get law protect, not death punishment, not put in prison except as the last effort and the child right as crime perpetrator in the future that are : specially prepared of facilities, punishment as the last effort and avoid from mass media news.
Keywords : regulation, child right, crime perpetrator
Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dang pemenuhan Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (amandemen) dan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui pengesahan Konvensi Hak-Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang hak-hak anak).
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28B ayat (2) menyebutkan tentang hak anak yaitu : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1 angka 12 menyebutkan bahwa : “Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orangtua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah”.
Pengertian anak sebagai pelaku kejahatan diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud dengan “anak” adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”, atau yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
-
1. Telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun.
-
2. Anak tersebut diduga melakukan tindak pidana.
Anak yang sebagai pelaku kejahatan, sangatlah perlu untuk diketahui apa yang menyebabkan seorang anak harus terlibat dengan masalah hukum, sangatlah tidak mendasar apabila tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah suatu kejahatan, melainkan suatu kenakalan anak karena pada umumnya anak belum mencapai kematangan fisik maupun mental. Kenakalan anak disebut juga dengan
Juvenile Deliquancy. Pengertian Juvenile Deliquancy menurut Romli Atmasasmita adalah : setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak dibawa umur 18 tahun dan blum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan prkembangan pribadi si anak yang bersangkutan.1
Berdasarkan penjelasan tersebut, hak anak menjadi suatu hal yang sangat penting untuk didiskusikan. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari tahun 2011 hingga 2016 terdapat sebanyak 7.132 kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Jenis Anak yang Berhadapan dengan Hukum ini dibagi tiga, yaitu Anak yang Berhadapan dengan Hukum sebagai Pelaku sebanyak 3.010 pengaduan, Anak yang Berhadapan dengan Hukum sebagi Korban sebanyak 4.086, dan Anak yang Berhadapan dengan Hukum sebagai Saksi 36 kasus.2
Berdasarkan data tersebut sangatlah jelas bahwa ana yang berhadapan dengan masalah hukum masih banyak menghiasi hukum kita, khususnya anak sebagai pelaku yang mencapai angka 3.010 kasus. Sangatlah diperlukan perlindungan dan pengaturan yang baik agar anak yang bermasalh dengan hukum dapat dipenuhi hak-haknya khususnya anak sebagai pelaku.
-
1. Bagaimanakah pengaturan hak-hak anak dalam
peraturan perundang-undangan?
-
2. Bagaimana sebaiknya pengaturan hak-hak anak
sebagai pelaku kejahatan di masa yang akan datang?
Adapun penelitian hukum ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis pengaturan hak-ahak anak dalam peraturan perundang-undangan serta untuk menganalisis bagaiman sebaiknya pengaturan hak-hak anak sebagai pelaku kejahatan di masa yang akan datang.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yang merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Dalam penelitian yuridis normatif membahas doktrin-doktrin atau asa-asas dalam ilmu hukum.3 Penulisan ini menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan analsisis konsep hukum.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan (statue approach) yang berkaitan dengan pengaturan hak-hak anak sebagai pelaku kejahatan dalam perundang-undangan.
-
3 H. Zainuddin Ali, 2014, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 24.
Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang dilakukan untuk mengkaji kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan penafsiran hukum.
-
2.2 Hasil dan Analisis
Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 44/25 tanggal 20 November Tahun 1989 tentang Hak-Hak Anak mengelompokkan 4 (empat) kategori hak-hak anak, berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of Child) yaitu:
-
a. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights)
-
b. Hak terhadap perlindungan (protection rights)
-
c. Hak untuk tumbuh kembang (development rights)
-
d. Hak untuk berpartisipasi (participation rights).4
Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) tersebut, telah diratifikasi oleh Pemerintah Inonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the Rights of Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak). Terdapat empat (4) prinsip perlindungan atas Hak Anak yang menjadi dasar
bagi setiap negara dalam menyelenggarakan perlindungan anak, antara lain :
-
a. Prinsip Nondiskriminasi
-
b. Prinsip Kepentingan terbaik bagi anak (Best Interest of
the Child)
-
c. Prinsip hak hidup, kelangsungan hidup, dan
pengembangan (The Rights to Life, Survival and Development)
-
d. Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat anak (Respect
for the views of the Child).5
Konvensi Hak-Hak Anak (selanjutnya disingkat KHA) yang menyatakan bahwa hak anak untuk didengar dalam tiap keputusan yang menyangkut hidupnya, kepentingan terbaik bagi anak dan penghargaan pada pendapat anak (partisipasi) yang harus diperhatikan justru tidak diakui dalam UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945 dalam Pasal 28B ayat (2) yang diakui adalah anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskrminasi. Karena kepentingan terbaik bagi anak dan hak anak untuk didengar atau penghargaan pada pendapat anak (partisipasi) tidak diakui maka tidak wajib dilaksanakn di Indonesia.6
Sebagai akibat belum diaturnya kepentingan terbaik bagi anak dan penghargaan pada pendapat anak (partisipasi) dalam kosntitusi maka hak anak belum
sepenuhnya terjamin dalam sistem hukum yang ada. Jika seluruh prinsip KHA diakomodasi menjadi norma konstitusi, maka semua peraturan perundang-undangan yang ada harus merujuk dan tidak boleh bertentangan dengan norma konstitusi yang berlaku, hal yang menyebabkan posisi anak sebagai pelaku kejahatan tidaklah semua haknya dapat diberikan secara menyeluruh dan dapat menyebabkan hak anak tersebut dikesampingkan karena tidak wajib diberikan. Jika seluruh Prinsip Konvensi Hak-Hak Anak diakomodasi menjadi norma konstitusi, maka semua peraturan perundang-undangan yang ada harus merujuk dan tidak bertentangan dengan norma konstitusi yang berlaku.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Disamping itu, terhadap Anak sebagia pelaku kejahatan haruslah mendapat perlindungan dan pengayoman khusus sesuai Undang-Undang, khususnya pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Berikut ini terdapat hal-hal yang prinsip tentang Hak Anak yang tertuang dalam Sistem Peradilan Pidana, adalah:
-
1. Anak yang dapat diajukan ke Persidangan Anak adalah anak yang belum berusia 16 tahun (Pasal 45 KUHP);
-
2. Sidang diadakan secara tertutup untuk umum, tetapi
pembacaan putusan dinyatakan terbuka untuk umum
(Pasal 153 ayat (3) KUHAP jo. Pasal 10 ayat (2), (3) PERMENKEH No. 06.UM.01.06 Tahun 1983, tentang Tata Tertib Sidang Anak;
-
3. Setiap jenis kasus pidana anak selalu dimintakan
(litmas) dari Bispa;
-
4. Sebelum pemeriksaan sidang pertama petugas Bispa
menyerahkan hasil (litmas) kepada hakim dan jaksa;
-
5. Sidang dipimpin oleh hakim tunggal dan diutamakan
hakim wanita;
-
6. Sidang dihadiri orang tua, jaksa, dan petugas sosial
(social worker) dari Balai Bispa (Bapas), tidak boleh diliput wartawan (pers);
-
7. Hakim yang memimpin persidangan tidak
menggunakan toga, demikian pula jaksa yang menghadiri persidangan juga tidak bertoga;
-
8. Apabila dianggap perlu, hakim pemimpin sidang dapat meminta keterangan pada orang tua terdakwa dan petugas Bispa;
-
9. Sidang peradilan anak diadakan dalam waktu (hari)
tertentu/khusus;
-
10. Terdakwa dapat didampingi pembela sejak dalam
penyidikan hingga dalam pemeriksaan persidangan.7
Dari sebagian sistem persidangan pidana anak tersebut, terdapat mekanisme persidangan anak sebagai berikut;
-
1. Belum ada batasan usia minimum untuk anak yang
diajukan ke persidangna anak;
-
2. Tidak semua pengadilan negeri telah memiliki hakim
khusus untuk anak. Oleh karena itu, masih banyak hakim biasa juga ditunjuk untuk memeriksa dan mengadili perkara anak;
-
3. Belum semua wilayah pengadilan negeri sudah
terdapat Kantor Balai Bispa, sehingga persidangan tersebut tanpa dilengkapai (litmas) dan tidak dihadiri petugas Bali Bispa;
-
4. Tidak semua jenis pidana anak selalu dimintakan (litmas) sekalipn di wilayah pengadilan tersebut sudah terdapat Kantor Balai Bispa;
-
5. Apabila dipandang perlu sidang-sidang anak dapat dilaksanakan dengan kakim majelis;
-
6. Belum ada pengagendaan khusus untuk persidangan
anak baik mengenai waktu maupun tempat;
-
7. Belum ada pengadministrasian khusus perkara anak
(berkas perkara anak dan berkas perkara orang dewasa dicampur menjadi satu);
-
8. Tidak semua perkara pidana anak wajib didampingi pembela;
-
9. Tidak semua hakim yang memeriksa dan mengadili perkara anak mesti hakim wanita.8
Diaturnya Konvensi tentang Hak-Hak Anak diharapkan agar pengaturan Anak sebagai pelaku kejahatan dapat lebih diperhatikan dengan mempertimbangkan Hak-Haknya. Hak Anak sebagi pelaku kejahatan haruslah diberikan secara khusus, karena tingkat kematangan keadaan psikologi Anak sebagai pelaku kejahatan sangatlah berbeda dengan Anak Saksi maupun Anak Korban, ataupun dengan orang dewasa.
Anak sebagai pelaku kejahatan haruslah diberi perhatian ekstra, karena dalam usia anak-anak ia sudah mampu untuk berhadapan dengan masalah hukum, sedangkan ia belum mampu secara fisik maupun mental untuk berhadapan dengan masalah hukum. Anak sebagai pelaku kejahatan wajib diberikan perlindungan kshusus sebagai tanggung jawab dari pemerintah dan masyarakat. perlindungan khusus terhadap anak sebagai pelaku kejahatan dapat dilakukan melalui perlakuan terhadap anak sebagai pelaku kejahatan secara manusiawi sesuai dengan martabatnya, menyediakan petugas pendampingan khusus anak lebih dini, menyediakan sarana dan prasarana khusus, menjatuhkan sanksi sesuai dengan kepentingan yang terbaik bagi anak, serta perlindungan dari pemberitaan identitas anak dari media massa.
Upaya terhadap perlindungan Hak-Hak Anak sebagai pelaku kejahatan di masa yang akan datang sangatlah penting untuk diwujudkan, terutama penjatuhan pidana
terhadap anak haruslah sebagai upaya hukum yang bersifat ultimum remedium, yang dimana penjatuhan hukuman terhadap anak merupakan upaya hukum yang paling akhir, mengingat pengaturan mengenai hak-hak anak sebagai pelaku kejahatan dalam hukum nasional tidaklah semua haknya diatur, terutama dalam konstitusi yang telah dibahas sebelumnya, demi kepentingan yang terbaik bagi anak sebagai pelaku kejahatan di masa yang akan datang.
-
III. PENUTUP
-
1) Hak-Hak anak sebagai pelaku kejahatan yaitu : memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain yang efektif, anak bebas dari penyiksaan, anak tidak dijatuhi pidana mati ataupun pidana seumur hidup, tidak ditahan atau dipenjara kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam kurun waktu yang singkat.
-
2) Hak anak sebagai pelaku kejahatan dimasa yang akan datang yaitu perlakuan terhadap anak secara manusia sesuai martabat anak, penyediaan sarana dan prasarana yang khusus, penjatuhan sanksi terhadap anak yang sebagai pelaku kejahatan sebagai upaya terakhir, dan penghindaran dari pemberitaan media massa.
-
1. Hak-Hak Anak sebagai pelaku kejahatan yaitu kepentingan terbaik bagi anak dan penghargaan pada pendapat anak (partisipasi) agar dapat disempurnakan
dan diakomodir dalam UUD 1945 yang sebagai hukum yang tertinggi.
-
2. Pentingnya peran pemegang kebijakan untuk mensosialisasikan hak-hak anak sebagai pelaku kejahatan melalui program terpadu berkelanjutan demi terpenuhinya hak-hak anak sebagai pelaku kejahatan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bunadi Hidayat, 2010, Pemidanaan Anak di Bawah Umur, P.T. Alumni, Bandung.
H. Zainuddin Ali, 2014, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Lilik Mulyadi, 2014, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, P.T. Alumni, Bandung.
Mohammad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Citra Aditya Bakti, Bandung.
M. Nasir Djamil, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta Timur.
Romli Atmasasmita, 1983, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, Armico, Bandung.
Jurnal Ilmiah
I Gusti Ngurah Agung Panji Negara Kelakan, 2018, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Pelaku Tindak Pidana Di Tingkat Penyidikan”, URL :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view /37908 diakses tanggal 5 April 2018.
INTERNET
Diakses dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/It579220ac6fafc / dilema-anak-berhadapan-hukum-dengan-penerapan-uu-sppa pada 10 april 2017 pukul 17.14.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (amandemen).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL
Convention on the Rights of Child.
14
Discussion and feedback