ANALISIS SAKSI ADAT/KEWAJIBAN ADAT MEPRAYASCITTA SEBAGAI PIDANA TAMBAHAN DITINJAU DARI TUJUAN PEMIDANAAN DALAM RUU KUHP DI INDONESIA

Oleh

Anak Agung Anisca Primadwiyani

A.A. Gde Oka Parwata

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

The title of this paper is the analysis of Indigenous Sanctions / Indigenous Liability Maprayascitta As Viewed from the Criminal Additional Punishment Interest In Criminal Code draft in Indonesia. Maprayascitta is customary sanction / liability that still prevails in Bali. The presence of additional penalty in the form of fulfillment of the obligations customary in the Draft Bill on customary law opened up opportunities to enter within the scope of national law. The problem in this paper is whether customary sanctions / traditional maprayascitta obligations in accordance with the objective of sentencing in the Draft Bill and whether customary sanctions / traditional obligation maprayascitta appropriate if used as an additional punishment in the form of fulfillment of obligations customary in Bali. The method used is a normative juridical research method. The analysis found that traditional sanctions maprayascitta customary obligation is an act of restoration of balance and cause a sense of peace in society. Then customary sanction / traditional maprayascitta obligations in accordance with the objective of sentencing in the Criminal Code as well as the sanctions bill customary / traditional obligation maprayascitta appropriate if used as an additional punishment in the form of fulfillment of obligations customary in Bali.

Keywords: Indigenous Sanctions / Indigenous Liability, Maprayascitta, Objective Punishment

ABSTRAK

Judul dari jurnal ini adalah Analisis Sanksi Adat/Kewajiban Adat Maprayascitta Sebagai Pidana Tambahan Ditinjau dari Tujuan Pemidanaan Dalam RUU KUHP di Indonesia. Maprayascitta merupakan sanksi adat/kewajiban yang masih berlaku di Bali. Adanya pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dalam RUU KUHP membuka peluang pada hukum adat untuk masuk dalam lingkup hukum nasional. Permasalahan dalam tulisan ini adalah apakah sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta sesuai dengan tujuan pemidanaan dalam RUU KUHP serta apakah sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta sesuai jika dijadikan sebagai pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat di Bali. Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Analisa yang didapatkan yaitu sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta merupakan suatu tindakan pemulihan keseimbangan dan menimbulkan rasa damai pada masyarakat. Maka sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta sesuai dengan tujuan pemidanaan dalam RUU KUHP serta sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta sesuai jika dijadikan sebagai pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat di Bali.

Kata Kunci : Sanksi Adat/Kewajiban Adat, Maprayascitta, Tujuan Pemidanaan

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Penyempurnaan yang terus dilakukan terhadap KUHP Indonesia memberikan tempat terhadap hukum adat untuk berkembang masuk kedalam lingkup hukum nasional. Hal ini dapat dilihat dalam RUU KUHP pada Pasal 68 ayat (1) huruf e yang mencantumkan mengenai adanya pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat. Dicantumkannya pidana tambahan ini memberikan ruang untuk perlindungan terhadap hukum adat masyarakat setempat serta memulihkan keseimbangan yang terganggu akibat adanya tindak pidana yang dilakukan dalam lingkungan masyarakat. Namun, pidana tambahan hanya dapat dikakukan bersama-sama pidana pokok. Sehingga pelaku tindak pidana tidak hanya menjalankan pidana pokok berupa pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda.

Banyaknya snaksi adat/kewajiban adat yang masih berlaku dalam suatu daerah terkadang tidak sesuai dengan tujuan dari pemidanaan yang dicantumkan dalam RUU KUHP. Di daerah Bali sanksi adat/kewajiban adat disebut pamidanda atau danda1 yang pada masing-masing desa pakraman memiliki sanksi adat/kewajiban adat yang berbeda-beda. Maprayascitta (upacara pembersihan) misalnya, merupakan suatu sanksi adat/kewajiban adat yang masih berlaku di beberapa daerah di Bali. Dengan adanya kewajiban adat yang beragam, diperlukan pemahaman hakim mengenai kewajiban adat yang sesuai dengan pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat, khusunya di Bali.

  • 1.2    Tujuan

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui apakah sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta sesuai dengan tujuan pemidanaan dalam RUU KUHP serta apakah sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta sesuai jika dijadikan sebagai pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat di Bali.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah penelitian yuridis normatif. Sumber data yang digunakan dalam penulisan makalah ini terdiri dari 3 (tiga) bahan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier2.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Sanksi Adat/Kewajiban Adat Maprayascitta Ditinjau dari Tujuan Pemidanaan dalam RUU KUHP

Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Secara sederhana pemidanaan dapat diartikan sebagai penghukuman. Menurut Adami Chazawi terdapat tiga kelompok teori tujuan pemidanaan yaitu teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien), teori relatif atau teori tujuan (doel theorien) dan teori gabungan (vernegings theorien)3. Di Indonesia, belum ada aturan yang berlaku yang menyatakan secara eksplisit tujuan pemidanaan. Namun dalam RUU KUHP pada Pasal 55 ayat (1) menyebutkan bahwa pemidanaan bertujuan:

  • a.    mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

  • b.    memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

  • c.    menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan

  • d.    membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Pamidanda atau danda yang dikenal di daerah Bali dibagi menjadi tiga jenis yaitu4:

  • 1.    Sangaskara danda yaitu sanksi adat/kewajiban adat yang dilaksanakan atau diterapkan dengan melakuan suatu upacara keagamaan;

  • 2.    Atma (jiwa) danda yaitu sanksi adat/kewajiban adat yang dibebankan pada badan/fisik dan/atau psikis;

  • 3.    Artha danda yaitu sanksi adat/kewajiban adat yang dibebankan dalam bentuk pembayaran sejumlah uanag atau berupa denda.

Jika dilihat berdasarkan pembagian jenis pamidanda tersebut, maprayascitta termasuk sangaskara danda. Maprayascitta ialah suatu upacara adat untuk membersihkan desa/tempat tertentu apabila terjadi suatu peristiwa/perbuatan tertentu yang dianggap mengganggu keseimbangan magis dalam kehidupan masyarakat (dianggap mengotori desa)5. Jika dikaitkan dengan tujuan pemidanaan yang terdapat dalam RUU KUHP, maprayascitta dapat dianggap sesuai. Maprayascitta dapat memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat serta membebaskan rasa bersalah pada terpidana yang dianggap telah mengotori tempat tertentu.

  • 2.2.2 Sanksi Adat/Kewajiban Adat Maprayascitta Sesuai Dijadikan sebagai Pidana Tambahan

Pidana tambahan merupakan pidana yang dijatuhkan oleh hakim kepada seorang terpidana yang bersifat sebagai penambahan dari pidana pokok yang dijatuhkan. Pidana tambahan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya pidana pokok. Pidana tambahan merupakan jenis pidana yang bersifat fakultatif, yakni dapat dijatuhkan tetapi tidak harus6. Dalam Pasal 68 ayat (1) RUU KUHP dinyatakan pidana tambahan terdiri atas : a. pencabutan hak tertentu;

  • b.    perampasan barang tertentu dan/atau tagihan;

  • c.    pengumuman putusan hakim;

  • d.    pembayaran ganti kerugian; dan

  • e.    pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat.

Dalam hal pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat khususnya daerah Bali, sanksi adat/kewajiban adat yang sesuai dijadikan pidana tambahan ialah maprayascitta. Hal ini terkait dengan kesesuaian antara sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta dengan tujuan pemidaan yang terdapat dalam RUU KUHP.

Menurut Otje Salman Soemadiningrat, sebagaimana dikutip oleh I Made Widnyana, setiap pelanggaran harus diberi sanksi adat yang berfungsi sebagai sarana untuk mengembalikan rusaknya keseimbangan (obat adat)7. Sanksi adat mempunyai fungsi dan berperan sebagai stabilisator untuk mengembalikan keseimbangan antara dunia lahir dengan dunia gaib. Apabila terjadi pelanggaran, maka si pelanggar diharuskan untuk melakukan upaya-upaya tertentu seperti upacara untuk membersihkan desa (Pura/Tempat Suci), yang bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan dan kekuatan magis yang dirasakan terganggu8. Oleh karena itu, sanksi maprayascitta yaitu melakukan upacara adat untuk membersihkan tempat yang dianggap telah kotor akibat adanya tindakan pidana diperlukan sebagai pidana tambahan selain pidana pokok yang dijatuhkan pada pelaku tindak pidana.

  • III. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik 2 (dua) kesimpulan. Pertama, berdasarkan  tujuan  pemidanaan  yang  terdapat dalam RUU KUHP,  sanksi

adat/kewajiban adat maprayascitta telah sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari pemidanaan. Hal ini dikarenakan sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta dapat

mengembalikan keseimbangan yang terganggu dalam lingkungan masyarakat yang dirasa tercemar dengan adanya tindakan pidana. Kedua, dalam pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat yang tercantum dalam RUU KUHP, sanksi adat/kewajiban adat maprayascitta dapat digunakan sebagai pidana tambahan selain pidana pokok yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana di daerah Bali. Hal ini juga didasarkan pada tujuan pemidanaan yang membuat maprayascitta dapat dijadikan sebagai pertimbangan pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hamzah, Andi, 2004, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

Widnyana, I Made, 2013, Hukum Pidana Adat dalam Pembaharuan Hukum Pidana, PT Fikahati Aneska, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2015

6