TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GELAR PERKARA DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI UPAYA PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA DI INDONESIA
on
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GELAR PERKARA DALAM
PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI UPAYA PENGUNGKAPAN TINDAK
PIDANA DI INDONESIA
Oleh :
Putu Prashanti Vahini Kumara
Yohanes Usfunan
Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
In uncovering the truth regarding the events that are past, required a special way because the longer these events, it is increasingly difficult for investigators to tell the truth on the circumstances. The purpose of this paper is to find out what the legal basis in the execution of reconstruction and determine how the mechanism of reconstruction in the investigation process in an attempt to uncover a criminal offense in Indonesia. The research method used in this paper are included in the category / type of normative legal research. Normative legal research (normative law research) using case studies of normative legal behavior in the form of products, for example, reviewing the legislation. The conclusion of this paper is the legal basis for the implementation of reconstruction in the criminal justice process in Indonesia can be seen in some of the rules, including article 7 paragraph (1) letter j Criminal Procedure Code, Article 66 paragraph (2) Perkapolri 12/2009 on Supervision and Control Case Management Environmental Crime in the Indonesian National Police, and article 15 Perkapolri 14/2012 on the Crime Investigation Management. Mechanism of his case in the investigation process in an attempt to uncover a criminal offense in Indonesia consists of 3 (three) phases, namely preparation phase, the implementation phase and continuation phase results of his case.
Key words : reconstruction, investigation, material truth
ABSTRAK
Dalam mengungkap kebenaran terkait dengan kejadian-kejadian yang sudah lampau, diperlukan suatu cara khusus karena semakin lama kejadian tersebut, maka semakin sukar bagi penyidik untuk menyatakan kebenaran atas keadaan-keadaan itu. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apa yang dijadikan dasar hukum dalam pelaksanaan gelar perkara dan mengetahui bagaimana mekanisme gelar perkara dalam proses penyidikan sebagai upaya mengungkap tindak pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini termasuk dalam kategori/jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji undang-undang. Kesimpulan dari penulisan ini adalah dasar hukum pelaksanaan gelar perkara dalam proses peradilan pidana di Indonesia dapat kita lihat dalam beberapa aturan, diantaranya pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP, pasal 66 ayat (2) Perkapolri 12/2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pasal 15 Perkapolri 14/2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Mekanisme gelar perkara dalam proses penyidikan sebagai upaya mengungkap tindak pidana di Indonesia terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap kelanjutan hasil gelar perkara.
Kata kunci : gelar perkara, penyidikan, kebenaran materiil
Proses penyelidikan dan penyidikan adalah hal yang sangat penting dalam hukum acara pidana, sebab dalam pelaksanaannya sering kali harus menyinggung derajat dan/atau martabat individu yang berada dalam persangkaan.1 Dalam mengungkap kebenaran terkait dengan kejadian-kejadian yang sudah lampau, diperlukan suatu cara khusus karena semakin lama kejadian tersebut, maka semakin sukar bagi penyidik untuk menyatakan kebenaran atas keadaan-keadaan itu. Oleh karena itu, penyidik tidak dapat memastikan bahwa suatu peristiwa hukum benar-benar sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, maka hukum acara pidana sebetulnya hanya menunjukkan jalan guna mencari kebenaran materiil.
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman, Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-legkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.2
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apa yang dijadikan dasar hukum dalam pelaksanaan gelar perkara dan mengetahui bagaimana mekanisme gelar perkara dalam proses penyidikan sebagai upaya mengungkap tindak pidana di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini termasuk dalam kategori/jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang belaku
dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi, perbandingan hukum dan sejarah hukum.3
Berdasarkan pasal 1 angka 14 KUHP, yang dimaksud dengan tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Selanjutnya dalam pasal 66 ayat (2) Perkapolri 12/2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk menentukan memperoleh bukti permulaan tersebut ditentukan melalui gelar perkara.
Meskipun tidak secara jelas diatur dalam KUHAP, namun terkait gelar perkara ini dapat kita ketahui melalui pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP, dimana salah satu wewenang penyidik adalah mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Gelar perkara adalah bagian dari proses dan sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Secara formal, gelar perkara dilakukan oleh penyidik dengan menghadirkan pihak pelapor dan terlapor. Gelar perkara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan. Gelar perkara juga diatur lebih jelas dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, yang dalam pasal 15 menentukan bahwa gelar perkara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan.
-
2.2.2. Mekanisme Gelar Perkara dalam Proses Penyidikan sebagai Upaya Mengungkap Tindak Pidana di Indonesia.
Berdasarkan ketentuan pasal 69 Perkapolri 14/2012, mekanisme gelar perkara dilaksanakan dengan cara gelar perkara biasa dan gelar perkara khusus. Gelar perkara biasa dilaksanakan dengan tahap awal, pertengahan, dan akhir proses penyidikan. Gelar perkara biasa pada tahap awal penyidikan bertujuan untuk : a. menentukan status perkara pidana atau bukan; b. merumuskan rencana penyidikan; c. menentukan unsur-unsur pasal yang dipersangkakan; d. menentukan saksi, tersangka, dan barang bukti; e. menentukan target
waktu; dan f. penerapan teknik dan taktik penyidikan. Gelar perkara biasa pada tahap pertengahan penyidikan bertujuan untuk : a. evaluasi dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam penyidikan; b. mengetahui kemajuan penyidikan yang dicapai dan upaya percepatan penyelesaian penyidikan; c. menentukan rencana penindakan lebih lanjut; d. memastikan terpenuhinya unsur pasal yang dipersangkakan; e. memastikan kesesuaian antara saksi, tersangka, dan barang bukti dengan pasal yang dipesangkakan; f. memastikan pelaksanaan penyidikan telah sesuai dengan target yang ditetapkan; dan/atau g. mengembangkan rencana dan sasaran penyidikan. Gelar perkara biasa pada tahap akhir penyidikan bertujuan untuk : a. evaluasi proses penyidikan yang telah dilaksanakan; b. pemecahan masalah atau hambatan penyidikan; c. memastikan kesesuaian antara saksi, tersangka, dan bukti; d. penyempurnaan berkas perkara; menentukan layak tidaknya berkas perkara dilimpahkan kepada penuntut umum atau dihentikan; dan/atau f. pemenuhan petunjuk JPU.
Sementara itu, selain gelar perkara biasa, juga ada gelar perkara khusus. Gelar perkara khusus ini bertujuan untuk : a. merespons laporan/pengaduan atau complain dari pihak yang berperkara atau penasihat hukumnya setelah ada perintah dari atasan penyidik selaku penyidik; b. membuka kembali penyidikan yang telah dihentikan setelah didapatkan bukti baru ; c. menentukan tindakan kepolisian secara khusus; atau d. membuka kembali penyidikan berdasarkan putusan praperadilan yang berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan pasal 72 Perkapolri 14/2012, tahapan penyelenggaraan gelar perkara meliputi:
-
1. Persiapan
-
a. Penyiapan bahan paparan gelar perkara oleh tim penyidik;
-
b. Penyiapan sarana dan prasarana gelar perkara; dan
-
c. Pengiriman surat undangan gelar perkara.
-
2. Pelaksanaan
-
a. Pembukaan gelar perkara oleh pimpinan gelar perkara;
-
b. Paparan tim penyidik tentang pokok perkara, pelaksanaan penyidikan, dan hasil penyidikan yang telah dilaksanakan;
-
c. Tanggapan para peserta gelar perkara;
-
d. Diskusi permasalahan yang terkait dalam penyidikan perkara; dan
-
e. Kesimpulan gelar perkara.
-
3. Kelanjutan hasil gelar perkara
-
b. Penyampaian laporan kepada pejabat yang berwenang;
-
c. Arahan dan disposisi pejabat yang berwenang;
-
d. Tindak lanjut hasil gelar perkara oleh penyidik dan melaporkan perkembangannya kepada atasan penyidik; dan
-
e. Pengecekan pelaksanaan hasil gelar perkara oleh pengawas penyidik.
Dasar hukum pelaksanaan gelar perkara dalam proses peradilan pidana di Indonesia dapat kita lihat dalam beberapa aturan, diantaranya pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP, pasal 66 ayat (2) Perkapolri 12/2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pasal 15 Perkapolri 14/2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Mekanisme gelar perkara dalam proses penyidikan sebagai upaya mengungkap tindak pidana di Indonesia terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap kelanjutan hasil gelar perkara.
-
III. DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, cetakan pertama.
Andi Hamzah, 2009, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Edisi Kedua.
Andi Sofyan dan Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, cetakan pertama
Peraturan Perundang-undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)
Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan
Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Discussion and feedback