ANALISIS YURIDIS PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN

UANG

Oleh :

Yosef Faizal Frans∗∗

I Gst. Ketut Ariawan∗∗∗

Sagung Putri M.E Purwani∗∗∗∗ Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Makalah ini berjudul “Analisis Yuridis Prinsip Kehati-hatian Bank dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang”. Permasalahan yang akan dibahas dan diangkat dalam makalah ini yaitu peran serta kedudukan bank dalam upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang serta mengenai pendekatan hukum terhadap berbagai perbedaan penafsiran prinsip kehati-hatian bank dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah metode penelitian yuridis normative. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi serta penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai prinsip kehati-hatian bank merupakan kunci utama agar tidak ada kebocoran ataupun kecolongan lagi bagi bank maupun penegak hukum yang dimanfaatkan oleh para pelaku TPPU dikarenakan bank masih menjadi wadah favorit pelaku TPPU serta pihak bank tetap dan harus berkewajiban melakasanakan aturan dan menjalankan tanggung jawab dan kewajibannya mengacu pada aturan yang sudah dibuat sesuai aturan dan UU yang berlaku khususnya melaksanakan prinsip kehati-hatian bank sesuai Pasal 2 UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan sekalipun ada penafsiran yang beragam dari berbagai pihak mengenai prinsip kehati-hatian bank, sampai adanya penyempurnaan aturan yang lebih lanjut.

Kata Kunci : Prinsip Kehati-hatian Bank, Pencegahan, Tindak Pidana Pencucian Uang.

Makalah ilmiah ini disarikan dan dikembangkan lebih lanjut dari skripsi yang ditulis oleh Penulis atas bimbingan Pebimbing Skripsi I, Dr. I Gst Ketut Ariawan, SH., MH dan Pembimbing Skripsi II Sagung Putri M.E Purwani, SH., MH.

∗∗ Yosef Faizal Frans adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi: [email protected].

∗∗∗ Dr. I Gst Ketut Ariawan, SH., MH adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.

∗∗∗∗ Sagung Putri M.E Purwani, SH., MH adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Abstract

This paper, entitled "analysis of the Juridical principle of Prudence Bank in the prevention of the crime of money laundering". The issue will be discussed and raised in this paper, namely the role and the position of the bank in the crime prevention efforts money laundering as well as on the legal approach towards the different interpretation of the principle of prudence bank in the prevention of the crime of money laundering. Research methods used in this paper is the juridical normative research methods. The results showed that the regulation as well as a clear explanation of the details regarding the principle of prudence bank is key so that there are no leaks or kecolongan again for the bank as well as law enforcement agencies which are exploited by the perpetrators TPPU because the bank is still a favorite container TPPU offender as well as the bank anyway and should be obliged to melakasanakan the rules and responsibilities and obligations referring to the rule that was made according to applicable LAW and the rules of the particular carry out the principle of prudence bank according to article 2 of law No. 10 year 1998 concerning banking though there are various interpretations of the various parties on the principle of prudence bank, until the existence of the refinement of the rules further.

Keywords: principles of prudence Bank, prevention, the crime of money laundering.

PENDAHULUAN

  • 1.1 . Latar Belakang

Para Pelaku kejahatan pencucian uang terus menerus senantiasa mencari celah dan peluang agar harta kekayaan hasil kejahatannya dapat dicuci sehingga tampak seolah-olah merupakan harta dari hasil kegiatan yang sah/legal. Meningkatnya tindak pidana pencucian uangdengan memanfaatkan sistem keuangan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul dana hasil tindak pidana lebih jauh menimbulkan efek negatif bagi kehidupan masyarakat terutama dibidang ekonomi.1 Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang, salah satunya melalui kebijakan prinsip kehati-hatian bank yang diwajibkan

pada setiap bank di Indonesia.2 Prinsip kehati-hatian bank sendiri sudah diatur secara umum di UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan secara khusus di Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1997 mengenai Perbankan. Prinsip Kehati-hatian atau dakam istilah lain prudential principles merupakan prinsip yang umum digunakan dalam kegiatan atau aktivitas perbankan. Salah satunya adalah melalui pengawasan, yakni sampai sejauh mana bank diawasi kegiatannya dengan menggunakan prinsip kehati-hatian sebagai tolak ukur utama. Adanya penafsiran yang beragam dari prinsip kehati-hatian bank dengan peran bank dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang menimbulkan polemik merupakan kelemahan dari sistem hukum Indonesia yang menimbulkan kekaburan norma.

Penelitian dalam karya ilmiah ini berangkat dari adanya norma kabur yang tidak menerangkan apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian bank, oleh UU Perbankan maupun UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dimana tidak ada keterangan yang jelas baik pada bagian ketentuan maupun pada penjelasan dalam UU tersebut. Misalnya UU Perbankan hanya menyebutkan istilah dan ruang lingkupnya saja sebagaimana dijelaskan dalam pasal 29 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 dalam UU Perbankan, hal ini memicu berbagai penafsiran bagaimana kerahasiaan nasabah bank apabila prinsip kehati-hatian bank diterapkan, hal ini dilihat dari Pasal 23 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) maupun UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Hal ini mengakibatkan tidak adanya kejelasan dalam prinsip kehati-hatian bank sehingga banyak pihak yang

merasa dirugikan dengan penafsiran masing-masing pihak tersebut. Fungsi pencegahan dan pengawasan yang melekat pada bank sebagai garda terdepan khussnya dalam pencegahan TPPU maka bank haruslah lebih cermat dalam pengimplementasian prinsip kehati-hatian bank.

Adapun prinsip kehati-hatian bank sebenarnya sudah disinggung dalam pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan sebagaimana perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 juga prinsip kehati-hatian bank dalam pemberian kredit kepada nasabah yaitu prinsip 5c (character, capacity, capital, condition, collateral). Akan tetapi di peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan tersebut tidak ada definisi mengenai prinsip kehati-hatian. Jadi baik di UU No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak diberikan penjelasan serta pengertian yang jelas mengenai prinsip kehati-hatian bank.

Adapun di dalam Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tersebut tidaklah dijelaskan lebih lanjut baik dilihat di dalam penjelasan undang-undang tersebut tidak ada penjelasan yang lebih jelas mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian bank, baik pada bagian ketentuan maupun dalam penjelasannya. Sebagai contoh di bagian akhir ayat 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa bank wajib menjalankan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, yang dimaksudkan bahwa prinsip kehati-hatian bank hanyalah sebagai asas yang menjadi pemandu bagi pelaku usaha perbankan sehingga yang menjadi persoalan ialah bahwa prinsip kehati-hatian bank tidak diberikan defenisi serta penjelasan yang cukup agar pihak yang berkepentingan dalam hal ini penegak hukum

dapat menjalankan fungsinya khususnya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

  • 1.2    Permasalahan dan Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memberikan wawasan bagi pembaca, agar pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai peran serta kedudukan bank dalam upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang serta mengenai pendekatan hukum terhadap berbagai perbedaan penafsiran prinsip kehati-hatian bank dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1 Metode Penelitian

Dalam pembuatan tulisan ini digunakan metode penulisan yuridis normatif, metode penulisan hukum dengan meneliti dan mengkaji peraturan-perundang-undangan dengan bahan berupa buku-buku atau bahan pustaka yang ada. Penelitian dalam tulisan ini berangkat dari adanya norma kabur yang tidak menerangkan apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian bank, oleh UU Perbankan maupun UU Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang sama sekali tidak dijelaskan, baik pada bagian ketentuan maupun dalam penjelasannya. Misalnya UU Perbankan hanya menyebutkan istilah dan ruang lingkupnya saja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat 2, 3, dan 4 dalam UU Perbankan. Jenis pendekatan dalam penelitian ini akan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan, serta pendekatan analisa konsep hukum (Analitical & The Conseptual Approach) dengan menggunakan sumber bahan hukum primer Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang RI No.8 Tahun 2010 tentang

Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia No.3/1 0/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan merupakan buku literatur, dokumen, artikel, dan berbagai bahan yang telah diperoleh, dicatat kemudian dipelajari berdasarkan relevansi-relevansinya dengan pokok permasalahan yang diteliti yang selanjutnya dilakukan pengkajian sebagai satu kesatuan yang utuh.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Peran serta Kedudukan Bank dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Pencucian uang

Perbankan di Indonesia sendiri merupakan lahan subur untuk praktik pencucian uang. Ratusan kasus terjadi setiap tahun dengan modus yang semakin canggih dan rumit. Kejahatan transnasional ini memang menjadi hal uang menakutkan bagi semua Negara dan jaringan perbankan global. Lembaga perbankan dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk membersihkan dana hasil kejahatan mereka. Pencucian uang merupakan upaya membersihkan dana hasil kejahatan dengan cara menyembunyikan, menyamarkan, atau mengaburkan melalui lembaga keuangan atau perbankan.3 Tujuannya agar dana haram tersebut seolah-olah uang resmi/sah hasil kegiatan yang legal.

Sebagai langkah awal mewujudkan penanganan pencucian uang di Indonesia dan untuk mengisi kekosongan peraturan sebelum UU pencucian uang disahkan, Bank Indosnesia pada bulan Juni 2001 mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

tentang Penerapan Prinsip Mengenal nasabah (Know Your Costumer/KYC) yang diberlakukan bagi bank umum. Selain acuan standar internasional tersebut, pengaturan KYC untuk perbankan mengacu pada ketentuan UU TPPU.4 Berdasarkan UU TPPU tersebut, penyedia jasa keuangan diwajibkan untuk meminta identitas nasabah dan melaporkan transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK. Mengenai apa kriteria transaksi keuangan mencurigakan telah diatur dalam Pasal 1 angka 7, Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU, kewajiban menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa, dan ada beberapa ketentuan umum prinsip mengenali pengguna jasa menurut Undang-Undang nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU yaitu; a. identifikasi pengguna jasa, b. Verifikasi Pengguna Jasa, c. Analisis Transaksi Keuangan yang Mencurigakan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pengawasan bankbank oleh bank sentral dimaksudkan untuk meningkatkan keyakinan dari siapapun yang berkepentngan bahwa bank-bank dari segi finansial tergolong sehat, bahwa bank dikelola secara baik dan profesional dan bahwa di dalam bank tidak terkandung segi-segi yang merupakan ancaman terhadap masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Tujuan mengawasi dan mengatur bank-bank umum agar tercapai : kestabilan nilai rupiah, sistem perbankan dan perkreditan yang tepat dan kreditur bank-bank komersial yang terlindungi. Sebagaimana telah diketahui bahwa ketentuan rahasia bank yang terdapat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan pengecualian dari ketentuan rahasia bank yang diatur dalam Undang-Undang

Perbankan. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak Bank.

  • 2.2.2    Pendekatan Hukum Terhadap Berbagai Perbedaan Penafsiran Prinsip Kehati-hatian Bank dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang

Berkaitan dengan rahasia bank dalam prinsip kehati-hatian bank terhadap tindak pidana pencucian uang, Pusat Pelaporan dan Analisis Tansaksi Keuangan (PPATK) juga memegang peranan penting di dalam membantu proses penyidikan tindak pidana pencucian uang. Pasal 26 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 dan diubah lagi menjadi Undang-Undang No. 8 Tahun 2010. Rahasia bank sendiri mengalami dilema dalam pengusutan suatu tindak pidana.

Bank sebagai penyedia jasa keuangan mempunyai kewajiban untuk melindungi nasabahnya sehingga dapat menjadi bank yang terpercaya di mata masyarakat. Akan tetapi disisi lain, bank tidak boleh melindungi adanya suatu tindak pidana yang menjadikannya sebagai locus kejahatan.5 Penegak hukum harus melaksanakan apa yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, namun terbentur Ketentuan Rahasia Bank, sementara bank tidak boleh serta merta membuka begitu saja informasi mengenai nasabahnya kepada penegak hukum. Hal lain yang berkaitan dengan lemahnya ketentuan rahasia bank itu sendiri adalah bahwa ketentuan tersebut tidak mengakomodir pengadilan untuk memerintahkan pembukuan rahasia bank. Penetapan

pengadilan tidak dapat dijadikan alasan untuk membuka keterangan yang bersifat rahasia bank. Kendala terhadap pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU) jelas bukan hanya mengenai masalah hukum saja melainkan juga berkaitan dengan masalah keuangan serta perbankan nasional termasuk masalah investasi nasional.6

Upaya pencegahan TPPU jelas memiliki efek signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional di Indonesia yang seringkali sangat labil dan fluktuatif sampai saat ini. Dalam hal mengahadapi berbagai macam kendala dan hambatan serta banyaknya penafsiran yang tidak seragam mengenai prinsip kehati-hatian bank, maka dalam hal ini penegakan Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan haruslah tetap berjalan dengan menyerahkan penafsiran ataupun interpretasi pasal tersebut kepada pihak yang berwenang dalam hal ini hakim. Adapun pihak bank tetap dan harus berkewajiban melakasanakan aturan dan menjalankan tanggung jawab dan kewajibannya tanpa alasan apapun sesuai aturan dan UU yang berlaku khususnya melaksanakan prinsip kehati-hatian bank sesuai Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Suatu keadaan dan kesadaran yang dipahami oleh para pelaku TPPU, pihak perbankan dan nasabah serta penegak hukum adalah bahwasanya aturan mengenai prinsip kehati-hatian sangat kabur sehingga solusi yang harus dicapai yakni diterjemahkan secara luas.

Pendekatan melalui interpretasi ataupun pendekatan melalui undang-undang oleh penegak hukum merupakan cara terbaik dalam mengatasi multitafsir dari Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengenai prinsip kehati-hatian bank.

Maka, dengan cara penafsiran baik itu secara sosiologis (penafsiran dengan maksud mengetahui tujuan undang-undang itu dibentuk/dibuat) maupun penafsiran historis (penafsiran dengan melihat sejarah ataupun tujuan dari si pembentuk UU atas dasar dan tujuan apa membentuk UU tersebut dalam hal ini khususnya Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengenai prinsip kehati-hatian bank.7

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Kesimpulan

  • 1.    Bank pada dasarnya merupakan wadah favorit pelaku TPPU oleh karena itu prinsip-prinsip bank, khususnya prinsip kehati-hatian bank sangat penting. Adapun regulasi serta penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai prinsip kehati-hatian bank merupakan kunci utama agar tidak ada kebocoran ataupun kecolongan lagi bagi bank maupun penegak hukum yang dimanfaatkan oleh para pelaku TPPU.

  • 2.    Pada kenyataannya prinsip kehati-hatian bank masih memiliki kendala dan hambatan dalam upaya pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Hal ini tidak terlepas dari penafsiran yang beragam dari berbagai pihak mengenai prinsip kehati-hatian bank, namun pihak bank tetap dan harus berkewajiban melakasanakan aturan dan menjalankan tanggung jawab dan kewajibannya mengacu pada aturan yang sudah dibuat sesuai aturan dan UU yang berlaku khususnya melaksanakan prinsip kehati-hatian bank sesuai Pasal 2 UU

No. 10 tahun 1998 tentang perbankan sampai adanya penyempurnaan aturan yang lebih lanjut.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Melihat peran bank yang sangat strategis dalam garda terdepan pencegahan tindak pidana uang maka diperlukan kerjasama yang baik antara penegak hukum dan pihak bank terkait pengawasan dan penindakan nasabah/orang yang dicurigai melakukan tindak pidana pencucian uang. Adapun hal yang harus lebih diperhatikan mengenai perlindungan terhadap pihak bank yang lebih agar bank tidak takut atau merasa terancam kerugian dan kehilangan nasabah apabila melaksanakan prinsip kehati-hatian bank.

  • 2.    Bahwa diperlukan penyempurnaan aturan yang memiliki penjelasan serta penafsiran yang seragam mengenai prinsip kehati-hatian bank baik itu dari segi kerahasiaan maupun kewajiban dan tanggungjawab bank dalam pencegahan TPPU guna menghindari masalah dalam penegakan aturan Pasal 2 UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adrien, 2008, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta.

Amrullah Arief, 2004, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bayumedia Publishing, Malang.

Haposan Siallagan dan Efik Yusdiansyah, 2008, Ilmu Perundang-undangan Indonesia, UHN Press, Medan.

Jahja, Sjafrien Juni, 2012, Melawan Money Laundering,  Visi

Media, Jakarta.

Siahaan N.H.T, 2005, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Yusuf, Muhammad dkk, 2011, Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta.

JURNAL

Kurniawan Iwan, 2014, Perkembangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money laundering) dan Dampaknya Terhadap Sektor Ekonomi dan Bisnis, Jurnal Ilmu Hukum, vol. 3(1): 69- 81.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang-Undang RI No.15 Tahun 2002 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.

12