PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TENAGA MEDIS YANG MELAKUKAN MALPRAKTIK

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN*

Oleh:

Firdalia Emyta Nurdiana Isliko** Gde Made Swardhana*** I Made Walesa Putra****

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Sulit untuk membawa kasus malpraktik kedokteran ke jalur hukum, karena belum adanya payung hukum dan kajian hukum khusus yang berlaku di Indonesia. Hal ini merupakan kelemahan dari sistem hukum di Indonesia, yang berdampak pada kekaburan norma. Penelitian hukum normatif dalam jurnal ini berangkat dari norma kabur yang tidak menerangkan secara spesifik mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan kebijakan formulasi hukum pidana saat ini dalam menanggulangi tindak pidana malpraktik kedokteran. Metode yang digunakan adalah deskriptif normatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa berat ringannya beban pertanggungjawaban hukum dokter bergantung pada berat ringannya akibat yang diderita oleh pasien. Tindakan medis tentu mengandung risiko yang merugikan pasien. Apa pun risiko tersebut, diprediksi atau tidak dapat diprediksi, dokter tidak dapat sepenuhnya bertanggung jawab. Tanggung jawab dokter baru dapat dimintakan apabila dokter telah jelas dan terbukti melakukan kesalahan/kelalaian yang mengakibatkan kerugian pasien. Kebijakan hukum pidana terhadap tindak malpraktik ini sulit ditegakan oleh aparat hukum. Salah satu faktor penting yang menjadi kendala adalah kurangnya kemampuan atau pengetahuan aparat penegak hukum terhadap hukum kesehatan, yang berkaitan dengan masalah etik dan hukum. Formulasi pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik dalam perundang-undangan pidana saat ini masih ada kelemahan, sehingga dalam praktik penegakan hukum pidana medis terkesan mengalami kekebalan hukum.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Tenaga Medis, Malpraktik, Praktik Kedokteran

ABSTRACK

It is difficult to bring medical malpractice cases to the legal path, because there is no legal umbrella and special law study in Indonesia. This is a weakness of the legal system in Indonesia, which has an impact on the blurring of the norm. Normative legal research in this thesis departs from the vague norms that do not specifically explain the criminal responsibility of medical personnel who do

malpractice based on Act No. 29 of 2004 on Medical Practice. The purpose of this research is to know the criminal responsibility to malpractice medical practitioner based on Law number 29 Year 2004 about Medical Practice, and current criminal law formulation policy in overcoming malpractice crime of medicine. The method used is descriptive normative. The results explain that there is no regulation that explicitly regulate the duty and authority of medical personnel in medical treatment, so that medical personnel should refer to the medical code of ethics. The formulation of criminal liability for malpractice medical personnel in current criminal legislation still has weaknesses, so that in practice the medical criminal law enforcement impressed. Keywords: Criminal Accountability, Medical Personnel, Malpractice, Medical Practice

  • 1.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Dewasa ini, masih banyak negara maju dengan teknologi mutakhir yang menghadapi permasalahan dan dilema dalam memberikan pelayanan medis yang akhirnya merugikan pasien. Demikian pula dengan Indonesia, sebagai negara berkembang juga memiliki berbagai permasalahan di bidang pelayanan medis. Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang masyarakat dari segi sosial, budaya, adat istiadat, dan sistem pelayanan kesehatan.1

∗∗∗∗I Made Walesa Putra adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: mdwalesaputra@yahoo.com

Saat ini, dunia hukum kedokteran di Indonesia belum memiliki batasan dan ketentuan hukum yang valid mengenai malpraktik. Banyak persepsi yang muncul mengenai isi, pengertian dan aturan-aturan yang berkaitan dengan malpraktik dalam dunia kedokteran. Sistem hukum Indonesia adalah hukum substantif, yang mengatur tentang hukum administrasi, hukum pidana, dan hukum perdata. Ketiga sistem hukum tersebut tidak mengenal sistematika hukum malpraktik. Aturan hukum yang paling utama dan fundamental dalam sistem hukum kesehatan di Indonesia adalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, di mana Pasal 54 dan 55 menyebutkan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi kedokteran.

Negara Indonesia, untuk profesi dokter sendiri merupakan pekerjaan keahlian yang dilaksanakan berdasarkan pada keilmuan tertentu, dengan kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan yang diperoleh melalui jenjang pendidikan, yang dilindungi dengan kode etik dan tanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sesuai dengan Pasal 1 Ayat (10) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran.Dokter memiliki keterikatan moral dan profesi sesuai dengan ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya.

Kitab Hukum Udang-Undang Pidana tidak disebutkan secara jelas mengenai mekanisme pertanggungjawaban pidana yang diterapkan di Indonesia. Beberapa pasal dalam KUHP menyebutkan kesalahan baik berupa kesengajaan ataupun kealpaan. Namun, dalam KUHP pengertian mengenai kesalahan

dengan kesengajaan dan kealpaan tidak dijelaskan secara lebih lanjut. Berdasarkan doktrin dan pendapat para ahli hukum disimpulkan bahwa dalam pasal-pasal KUHP tersebut mengandung unsur-unsur kesalahan kesengajaan dan kealpaan yang harus dibuktikan oleh pengadilan. Untuk memidanakan pelaku, selain harus telah terbukti melakukan tindak pidana, pelaku juga harus terbukti melakukan unsur kesalahan atau kealpaan yang disengaja2. Pertanggungjawaban pidana ini memerlukan peranan hakim untuk membuktikan kebenaran mengenai unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pelaku.

Memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi masyarakat diperlukan upaya penegakan hukum yang proporsional terhadap dokter yang melakukan tindakan malpraktik medis. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih terkendala untuk membawa kasus malpraktik ke ranah hukum. Hal ini terjadi karena belum adanya payung hukum yang mengatur malpraktik dan kajian hukum khusus tentang malpraktik kedokteran yang dapat dijadikan pedoman dalam menanggulangi malpraktik kedokteran di Negara Indonesia.

Berdasarkan deskripsi permasalahan tersebut, menarik untuk dianalisis mengenai: “Pertanggungjawaban Pidana terhadap Tenaga Medis yang Melakukan Malpraktik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran”.

  • 1.2    Permasalahan Penelitian

Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

  • 1.    Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran?

  • 2.    Bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana saat ini dalam menanggulangi tindak pidana malpraktik kedokteran?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

    1.3.1    Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini mengembangkan ilmu hukum sehubungan dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai suatu proses). Paradigma ilmu tidak akan berhenti dalam penggaliannya atas kebenaran dalam bidang hukum viktimologi yakni bentuk pertanggungjawaban tenaga medis terhadap korban malpraktik, berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

  • 1.3.2    Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

  • 1.    Untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

  • 2.    Untuk menganalisis kebijakan formulasi hukum pidana tentang malpraktik kedokteran di Indonesia.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penulisan

Jenis penelitian adalah hukum normatif. Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini berangkat dari norma kabur yang tidak menerangkan secara spesifik mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Jenis pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan analitis konsep hukum (Analytical & Conseptual Approach), dan pendekatan kasus (case Approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi3, dan bahan hukum tersier yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedi dan seterusnya4. Sumber bahan hukum dari penelitian hukum normatif ini merupakan hasil penelitian melalui penelitian kepustakaan (Library Research)5. Teknik analisis data yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan pertama-tama dilakukan pemahaman dan mengkaji isinya secara mendalam untuk selanjutnya dibuat catatan sesuai permasalahan yang dikaji baik langsung maupun

tidak langsung6, diawali dengan pengumpulan dan sitematisir bahan-bahan hukum yang diperoleh untuk kemudian dianalisis.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Dokter yang Melakukan Malpraktik

Seorang dokter yang melakukan tindakan malpraktik yang berakibat timbulnya kerugian atau meninggalnya seseorang dapat digugat secara hukum pidana apabila ditemukan adanya unsur kelalaian atau kesengajaan. Azas Geen Straf Zonder Schuld (tiada pidana tanpa kesalahan) dalam hukum pidana merupakan hukum yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Secara eksplisit, dalam KUHP tidak dijelaskan secara spesifik mengenai makna kesengajaan tersebut. Dalam hal ini, kesengajaan diartikan sebagai perbuatan yang dilarang, yang dilakukan dengan membayangkan akibat yang terjadi dari perbuatannya. Teori ini menitikberatkan pada apa yang diketahui oleh si pelaku tentang apa akibat dari perbuatannya. Kelalaian merupakan bentuk kesalahan yang berbeda dengan bentuk kesengajaan, yang tidak terjadi secara tiba-tiba atau kebetulan. Dalam kealpaan, sikap batin seseorang menghendaki melakukan suatu perbuatan tetapi tidak berniat untuk melakukan kejahatan. Dalam KUHP tindakan kealpaan atau kelalaian yang membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain tetap harus ditempuh ke jalur pidana.

Tidak adanya kebijakan tentang malpraktik yang secara jelas tertulis di KUHP dan Undang-Undang Praktek Kedokteran, oleh karena itu sulit untuk menjelaskan tentang malpraktek merupakan pidana atau bukan. Tidak adanya pengaturan secara khusus tentang malpraktek kedokteran dan KUHP, sehingga dirasakan sulit mnyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan malpraktik. Melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesian hanya melihat dari sudut etika kedokteran yaitu pengaturan tentang perbuatan tersebut berupa malpraktek atau bukan. Pertanggungjawaban pidana terhadap dokter yang melakukan malpraktek hanya dapat dilihat dari kelalaian yaitu kesalahan yang tidak berupa kesengajaan7.

Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tidak menjelaskan secara spesifik tentang Malpraktik, tetapi disebutkan bahwa sanksi terhadap kesalahan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi (malpraktik medik) (Pasal 54 dan 55) adalah dikenakannya tindakan disiplin yang ditentukan oleh majelis disiplin tenaga kesehatan. Ganti rugi yang harus dipenuhi dokter yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang ganti rugi sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.8

Sistem hukum di Indonesia sepenuhnya memberi hak kepada warga negara untuk memperoleh keadilan dengan cara mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan secara

hukum, dalam perkara perdata atau pidana. Perkara hukum tersebut akan dilakukan melalui proses peradilan yang adil, dan tidak memihak, dengan mengacu kepada hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara objektif oleh perangkat hukum, dalam hal ini adalah hakim yang jujur dan adil.9

Sanksi dalam hukum pidana pada dasarnya adalah sanksi yang berupa penyiksaan atau pengekangan kebebasan terhadap pelaku tindak pidana. Dengan harapan setelah menjalani sanksi pidana, si pelaku tidak lagi mengulangi perbuatannya, di samping juga dijadikan sebagai upaya unsur preventif bagi masyarakat dalam menghadapi masalah malpraktik kedokteran.

  • 2.2.2    Pengaturan Pertanggungjawaban Hukum Dokter yang Melakukan Tindak Malpraktik dimasa yang akan datang

Tujuan dibuatnya formulasi kebijakan mengenai perlindungan hukum terhadap korban malpraktik adalah dapat memberikan suatu perlindungan secara langsung yakni jaminan hukum yang pasti atas penderitaan atau kerugian yang dialami korban. Selain itu, formulasi hukum ini juga diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya tindakan malpraktik kedokteran, serta mewujudkan harmonisasi dan keselarasan perundang-undangan pidana di bidang kesehatan dan medis.

Formulasi kebijakan perlindungan hukum terhadap korban malpraktik medis dalam perspektif pembaharuan hukum pidana di Indonesia, adalah:

  • a.    Membuat atau memperbarui formulasi dan orientasi berkaitan dengan peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana atau tindakan malpraktik medis, dengan membuat perumusan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, pidana dan pemidanaannya secara tepat dan konsisten. Formulasi hukum yang tepat ini tentunya akan memberikan efek jera (deterrent effect) terhadap dokter dalam melakukan tindakan malpraktik medis. Dengan demikian, akan terwujud keadilan dan keseimbangan antara perlindungan/kepentingan pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana.

  • b.    Reformulasi den reorientasi peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana atau tindakan malpraktik medis berikutnya adalah melalui mediasi penal sebagai kebijakan ius constituendum dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Mediasi penal merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa atau perkara hukum, yang tidak saja bersifat perdata, tetapi juga masuk ke dalam ranah hukum pidana, dengan ide dan dalih memberikan perlindungan hukum terhadap korban tindakan malpraktik medis.

  • III.    Kesimpulan

  • 1.    Pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang Nomor

29 Tahun 2004 yang membahas tentang Praktik Kedokteran. Berat ringannya beban pertanggungjawaban hukum dokter bergantung pada berat ringannya akibat yang diderita oleh pasien. Tindakan medis tentu mengandung risiko yang merugikan pasien. Apa pun risiko tersebut, diprediksi atau tidak dapat diprediksi, dokter tidak dapat sepenuhnya bertanggung jawab. Tanggung jawab dokter baru dapat dimintakan apabila dokter telah jelas dan terbukti melakukan kesalahan/kelalaian yang mengakibatkan kerugian pasien. Kebijakan hukum pidana terhadap tindak malpraktik ini sulit ditegakan oleh aparat hukum. Salah satu faktor penting yang menjadi kendala adalah kurangnya kemampuan atau pengetahuan aparat penegak hukum terhadap hukum kesehatan, yang berkaitan dengan masalah etik dan hukum.

  • 2.    Formulasi pertanggungjawaban tindak malpraktik medis saat ini memiliki kelemahan yang berdampak pada terjadinya kekebalan hukum atau immunity. Kendala ini semakin diperkuat dengan tidak adanya keselarasan atau harmonisasi perundang-undangan yang mengatur pertangungjawaban pidana di bidang medis, dan praktik kedokteran. Untuk itu diperlukan reformulasi dan reorientasi mengenai ketentuan tentang sistem pertangungjawaban pidana yang konsisten dan tepat. Reorientasi dan reformulasi ketentuan tersebut merupakan langkah awal yang tepat, sebelum diterapkannya hukum pidana dalam bentuk unifikasi maupun kodifikasi sebagaimana dibuat dalam Rancangan KUHP yang masih dalam proses pembentukan dan penyempurnaan kearah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Buku

Amssrani, Hanafi., Mahrus Ali, 2015, Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Rajawali Pers, Jakarta.

Hatta, Moh., 2013. Hukum Kesehatan dan Sengketa Medik Edisi 1, Penerbit Liberty, Yogyakarta

Soemitro, Ronny Hanitiyo., 2000, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji., 2003, Penelitian Hukum Normatif     Suatu     Tinjauan     Singkat, RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

Prinst, Darwin., 2001. Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Waluyo, Bambang., 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta.

  • 2.    Jurnal

https://www.scribd.com/document/228284403/JURNAL-malpraktik

  • 3.    Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana .

Kode Etik Kedokteran Indonesia Tahun 2002.

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

12