AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMAKAIAN LAMPU ISYARAT DAN/ ATAU SIRINE PADA KENDARAAN PRIBADI

Oleh:

Anak Agung Istri Agung Praba Anggarisa Anak Agung Sri Utari

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract

The paper is titled “The Legal Consequences of The Use of Signal Lights And/ Or Sirens On Private Vehicles”. Law Number 22 Years 2009 about Traffic and Transportation explained the usage rules of signal lights and / or sirens. The problems that arises when there are many people break the rule about using signal lights and / or sirens on private vehicles, as well as the legal consequences for offenders. This study used normative legal research. In Article 59 and Article 287 of Law Number 22 Years 2009 has clearly regulate the use of signal lights and / or sirens. That article regulate on the use of signal lights and / or sirens, the type of signal lights and / or sirens, and the types of vehicles that are entitled to use signal lights and / or sirens, as well as regulating the legal consequences the used signal lights and / or sirens. The conclusions are the result of the law against offender of these regulation may be subject to criminal law in accordance with Article 287 Paragraph (4) of Law Number 22 years 2009, that regulate offenders locked up longer than 1 (one) months or a maximum fine of 250,000.00.

Keywords: Legal Consequences, Signal Lights And/ Or Sirens, Private Vehicles

Abstrak

Makalah ini berjudul “Akibat Hukum Terhadap Pemakaian Lampu Isyarat Atau Sirine Pada kendaraan Pribadi”. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah menjelaskan mengenai aturan pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine. Permasalahan yang timbul adalah masih terdapat banyak pelanggaran terhadap pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine pada kendaraan pribadi, serta akibat hukum bagi pelanggarnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pasal 59 dan Pasal 287 UU Nomor 22 Tahun 2009 telah secara jelas mengatur pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine. Pasal tersebut mengatur mengenai kegunaan lampu isyarat dan/atau sirine, ketentuan jenis lampu isyarat dan/atau sirine, dan jenis kendaraan yang berhak menggunakan lampu isyarat dan/atau sirine, serta mengatur mengenai akibat hukum terhadap pelanggaran pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine. Kesimpulan yang dapat diambil adalah akibat hukum terhadap pelanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan Pasal 287 Ayat (4) UU No 22 Tahun 2009, pelanggar dikurung paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00.

Kata kunci : Akibat Hukum, Lampu Isyarat Dan/Atau Sirine, Kendaraan Pribadi

BAB I PENDAHULUAN

  • 1.1    Latar Belakang

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan telah mengatur mengenai peraturan-peraturan berlalu lintas yang bertujuan untuk menjaga ketertiban serta keamanan berlalu lintas. Dalam Undang-undang tersebut juga telah dijelaskan bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Khususnya pada pasal 59 mengenai aturan pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine.

Namun pada prakteknya masih terdapat banyak pelanggaran pada pasal diatas, banyaknya oknum yang menggunakan lampu isyarat atau sirine pada kendaraan pribadinya dengan tujuan agar memiliki hak utama dalam berlalu lintas. Tentu saja hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan terhadap pengguna jalan lainnya. Dengan telah diaturnya mengenai pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine, jika masih adanya pelanggaran, sesuai dengan unsur pertanggungjawaban menurut hukum pidana salah satunya yaitu kesengajaan, menurut Crimineel Wetbook Nederland tahun 1809 (pasal 11) opzet (sengaja) itu adalah maksud untuk membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang (Utrecht 1960:301).1 Kesengajaan yang dimaksud juga harus harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu ke-1 : perbuatan yang dilarang; ke-2 : akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan ke-3 : bahwa perbuatan itu melanggar hukum.2 Maka, pelanggar terhadap pemakai lampu isyarat dan/atau sirine tersebut wajib menerima akibat hukum atas perbuatannya yang dengan sengaja telah melanggar sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 khusunya pada Pasal 59, karena biasanya yang pantas mendapat hukuman pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja.

  • 1.2    Tujuan Penulisan

Tujuan dibuatnya tulisan ini adalah untuk mengetahui pengaturan pemakaian lampu isyarat dan/ atau sirine pada kendaraan pribadi serta mengetahui akibat hukum terhadap pelanggaran pemakian lampu isyarat atau sirine tersebut.

BAB II ISI MAKALAH

  • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian normative atau penelitian hukum doktrinal karena penelitian ini mengkaji dan meneliti peraturan-peraturan tertulis.3 Penelitian ini dilakukan untuk pengkajian norma-norma hukum yang berlaku terhadap akibat hukum terhadap pemakaian lampu isyarat adan/atau sirine pada kendaraan pribadi. Sehingga digunanakan penelitian hukum doktrinal yang berupa usaha melakukan penafsiran hukum yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara.4

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Pengaturan Pemakaian Lampu Isyarat Atau Sirine Dalam UU Nomor 22 Tahun 2009

Dalam pasal 58 UU Nomor 22 Tahun 2009 dinyatakan bahwa “Setiap kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas”. Namun telah dijelaskan lebih lanjut pada pasal 59 ayat 1 “Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirine”. Adapun aturan mengenai pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine dijelaskan secara rinci pada pasal 59 UU Nomor 22 Tahun 2009 sebagai berikut :

  • (2)    Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna: a. merah; b. biru; dan c. kuning.

  • (3)    Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.

  • (4)    Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.

  • (5)    Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:

  • a.    lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

  • b.    lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan

  • c.    lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.

  • (6)    Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

  • (7)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

  • 2.2.2 Akibat Hukum Terhadap Pelanggaran Pemakaian Lampu Isyarat Dan/Atau Sirine

Dengan dijelaskannya pada pasal 59 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan khusunya peraturan mengenai pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine, pada hakekatnya sudah dapat dipahami oleh setiap pengguna kendaraan bermotor. Karena pada prakteknya masih terdapat banyak pelanggaran. Adapun akibat hukum yang berwujud sanksi terhadap pelanggaran tersebut telah diatur dalam Pasal 287 Ayat 4 “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan yang

melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)”.

BAB III KESIMPULAN

  • 3.1    Kesimpulan

Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan telah diatur mengenai pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine khususnya pada Pasal 59 dinyatakan bahwa lampu isyarat terdiri atas warna merah, biru, dan kuning. Lampu isyarat warna merah atau biru berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama, sedangkan lampu isyarat warna kuning berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain. Adapun jenis kendaraan apa saja yang berhak menggunakan lampu isyarat dan/atau sirine tersebut telah dijelaskan pada Pasal 59 ayat (5). Mengenai akibat hukum terhadap pelanggaran pemakaian lampu isyarat dan/atau sirine telah diatur dalam Pasal 287 ayat (4) yang berbunyi “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)”.

DAFTAR PUSTAKA

  • (1)    Buku

Abidin Farid Zainal, 2010, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta

Prodjodikoro, Wirjono,2011, Asas--‐asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1968, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2010, Metodelogi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.

  • (2)    Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

5