PENGGUNAAN ALAT BUKTI TIDAK LANGSUNG DALAM PROSES PEMBUKTIAN DUGAAN PRAKTIK KARTEL DI INDONESIA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
on
PENGGUNAAN ALAT BUKTI TIDAK LANGSUNG DALAM PROSES PEMBUKTIAN DUGAAN PRAKTIK KARTEL DI INDONESIA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Oleh :
Ni Putu Indah Amy Candradevi I Ketut Mertha
Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
This article entitled Use of Indirect Evidence in the Process of Proving The Alleged Cartel Practices in Indonesia by the Commission for the Supervision of Bussiness Competition. Based on the description above, it can be formulated the problem is related to the alleged use of evidence not directly in the process of proving the alleged cartel practices in Indonesia by the Commission for the Supervision of Bussiness Competition. The method used is a normative legal research is approach to reviewing the legislation in force. Conclusion of this article is that the use of indirect evidence for proof of cartel practices in Indonesia can’t be used as evidence of the position as additional evidence. The Commission for the Supervision of Bussiness Competition needs to obtain other evidence to process problems to obtain a final conclusion on the alleged violation or not of Law Number 5 of 1999. Indirect evidence can not be used as evidence only in the hearing conducted by the regulatory the Commission for the Supervision of Bussiness Competition.
Keywords: Cartel, Indirect Evidence, The Commission for the Supervision of Bussiness
ABSTRAK
Tulisan ini berjudul Penggunaan Alat Bukti Tidak Langsung Dalam Proses Pembuktian Dugaan Praktik Kartel Di Indonesia oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu terkait dengan penggunaan alat bukti tidak langsung dalam proses pembuktian adanya dugaan praktik kartel di Indonesia oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu pendekatan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa penggunaan alat bukti tidak langsung dalam proses pembuktian praktik kartel di Indonesia dapat digunakan sebagai alat bukti. Kedudukannya sebagai alat bukti tambahan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha perlu mendapatkan alat bukti lainnya untuk memproses permasalahan hingga didapat suatu kesimpulan akhir atas adanya dugaan pelanggaran atau tidak atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Alat bukti tidak langsung tidak dapat digunakan sebagai alat bukti satu-satunya di dalam persidangan yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Kata Kunci: Kartel, Alat Bukti Tidak Langsung, KPPU
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur mengenai berbagai larangan bagi tindakan yang menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dari kegiatan maupun perjanjian diantara para pelaku usaha salah satunya kartel. Kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan diantara keduanya. Dengan kata lain, kartel adalah kerja sama dari produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan, dan harga serta untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.1
Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang 2
telah dilakukan oleh terdakwa.2
Dalam pembuktian perkara kartel alat bukti tidak langsung yang berupa bukti komunikasi dan bukti ekonomi dapat dikategorikan sebagai alat bukti petunjuk. Seperti yang tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara disebutkan bahwa petunjuk merupakan pengetahuan Majelis Komisi yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.
Terdapat beberapa permasalahan yang timbul dengan penggunaan alat bukti tidak langsung dalam indikasi kartel. Karena dalam perkara kartel yang diputus KPPU, bukti tidak langsung tetap dapat digunakan sebagai alat bukti, walaupun tanpa didukung dengan alat bukti langsung karena dalam Pelaksanaan Pedoman pasal 11 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 menyebutkan bahwa untuk membuktikan telah terjadi kartel dalam suatu industri, KPPU harus berupaya memperoleh satu atau lebih alat bukti. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa satu alat bukti cukup untuk menindaklanjuti laporan ataupun dugaan adanya indikasi kartel. Alasan tersebutlah yang dapat mendukung KPPU dalam menyelesaikan perkara
praktik kartel hanya dengan menggunakan satu alat bukti yaitu alat bukti tidak langsung. Namun peraturan ini tidak sinkron dengan ketentuan pasal 37 ayat (3) huruf c Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara menyebutkan bahwa Laporan Hasil Penyelidikan paling sedikit telah memenuhi persyaratan minimal 2 (dua) alat bukti. Penggunaan bukti tidak langsung sebagai alat bukti petunjuk tanpa didukung dengan bukti langsung belum dapat diterima dalam konteks hukum Indonesia karena belum diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan nasional.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penggunaan alat bukti tidak langsung dalam proses pembuktian dugaan praktik kartel di Indonesia oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu dengan mempergunakan jenis pendekatan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku serta didasarkan pada literatur-literatur hukum.
-
2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan para pesainganya untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.”
Dilihat dari pasal 11 tersebut penggunaan kata “dapat mengakibatkan” KPPU menggunakan pendekatan Rule of Reason. Rule of Reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung
persaingan.3 Maka ditafsirkan bahwa dalam melakukan pemeriksaan dan pembuktian adanya pelanggaran terhadap ketentuan ini, harus diperiksa alasan-alasan pelaku usaha dan terlebih dahulu dibuktikan telah terjadi praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Menurut Hukum Persaingan Usaha, alat bukti dalam proses pembuktian dapat dibedakan menjadi dua yaitu alat bukti langsung dan alat bukti tidak langsung. Alat bukti langsung adalah bukti yang dapat menjelaskan secara spesifik, terang dan jelas mengenai materi kesepakatan antara pelaku usaha. Sedangkn bukti tidak langsung adalah bukti yang tidak dapat menjelaskan secara spesifik, terang dan jelas mengenai materi kesepakatan antara pelaku usaha, yang termasuk kedalam bukti tidak langsung tersebut adalah bukti komunikasi dan bukti ekonomi yang dapat ditemukan di statistik harga pasar, hasil analisis harga pasar, dan lain-lain.4
Praktik kartel merupakan suatu pelanggaran yang sangat sulit untuk dibuktikan. Hal ini dikarenakan kasus kartel jarang atau tidak memiliki bukti langsung, mengingat pada umumya perjanjian kartel tidak dibuat berdasarkan perjanjian tertulis. Dikarenakan kesulitan tersebut, munculnya penggunaan alat bukti tidak langsung sebagai alat bukti satu-satunya yang digunakan oleh KPPU. Pada praktiknya, yang kerap digunakan KPPU sebagai alat bukti tidak langsung adalah hasil analisis ekonomi terhadap hasil pengolahan data yang mencerminkan terjadinya supernormal profit yang terjadi bukan karena peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Jadi kartel yang dilakukan secara diam-diam ini dapat diketahui dengan melakukan serangkaian kegiatan penelusuran secara metode analisis ekonomi. Variable-variabel, daftar-daftar harga, kinerja perusahaan, laporan keuangan dan seluruh unsur kegiatan perusahaan akan ditelusuri oleh KPPU. Data-data perusahaan tersebut kemudian dianalisis apakah benar ada pelanggaran kartel maupun pelanggaran terhadap UU No. 5 tahun 1999. Jika telah terbukti atas hasil penyelidikan melalui analisis ekonomi ini KPPU berupaya untuk mendapatkan serangkaian alat bukti lainnya. Oleh karena alat bukti tidak langsung tidak dapat digunakan sebagai alat bukti satu-satunya. Perkembangan selanjutnya apabila tidak ditemukan alat bukti lain yang dapat menyatakan bahwa para pelaku usaha tersebut
bersalah maka jikalau sudah pada tahap pemeriksaan lanjutan maka putusan KPPU akan memberikan putusan tidak bersalah.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat bukti tidak langsung dalam proses pembuktian praktik kartel di Indonesia oleh KPPU dapat digunakan dalam proses pembuktian praktik kartel namun harus didukung dengan alat bukti langsung atau dengan kata lain alat bukti tidak langsung tidak dapat dijadikan bukti satu-satunya dalam proses pembuktian praktik kartel oleh KPPU karena dalam ketentuan pasal 37 ayat (3) huruf c Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara menyebutkan bahwa Laporan Hasil Penyelidikan paling sedikit telah memenuhi persyaratan minimal 2 (dua) alat bukti.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Andi Fahmi Lubis, dkk, 2009, Hukum Persaingan Usaha antara Teks dan Konteks, Printed in Indonesia, Jakarta.
Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung.
Mustafa Ramal Rokan, 2012, Hukum Persaingan Usaha, cet. II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
5
Discussion and feedback