PERANAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI

TINGKAT PERADILAN PERTAMA DITINJAU DARI PERMA NO.

1 TAHUN 2016

Oleh :

Rozi Maulana

A. A. Gede Oka Parwatha

Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Mediation is an attempt to resolve disputes involving third parties as a neutral parted who does not have the authority to make decisions and he worked to help resolving to dispute that carried out by the parties in order to obtain a final agreement that is a winning solution. Mediation is a dispute resolution process at the beginning of the trial to be taken by the parties to the dispute that aim to accelerate, lower cost much cheaper, and to avoid the case that is built up in a court as well as the mediation of other objectives is to provide board access for the seeking justice. It does not take the mediation process at the level of the first trial resulted in a decision declared null and void.

Keywords: Mediation, Settlement, Dispute, Court

ABSTRAK

Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai pihak netral yang tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan dan ia bekerja untuk membantu menyelesaian sengketa yang dilakukan oleh para pihak demi memperoleh kesepakatan akhir yang bersifat win-win solution. Mediasi merupakan proses penyelesaiaan sengketa di awal persidangan yang wajib ditempuh oleh para pihak yang bersengketa yang tujuannya untuk mempercepat, menekan biaya agar lebih ringan dan untuk menghindari penumpukan perkara di pengadilan serta mediasi tujuan lainnya yaitu untuk memberi akses yang luas bagi para pencari keadilan. Tidak ditempuhnya proses mediasi pada tingkat peradilan pertama maka mengakibatkan putusan dinyatakan batal demi hukum.

Kata Kunci : Mediasi, Penyelesaian, Sengketa, Pengadilan

  • I.    PENDAHULUAN

    1.1    LATAR BELAKANG

Dalam sistem peradilan, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang sangat efektif untuk dilakukan oleh para pihak yang bersengketa di

pengadilan. Mediasi merupakan suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada mediator (seseorang yang mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yang bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara suka rela.1 Dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 proses mediasi wajib di berikan pada peradilan tingkat pertama yang tujuannya untuk memberi akses yang lebih luas pada pencari keadilan karena dalam proses mediasi pada umumnya diselengarakan secara tertutup atau rahasia serta pihak atau principal dapat secara langsung berperan dalam melakukan perundingan dan tawar-menawar untuk menyelesaikan masalah tanpa harus diwakili oleh kuasa hukum masing-masing, karena para pihak dalam proses mediasi dapat menggunakan bahasa sehari-hari yang lazim mereka gunakan, dan sebaliknya tidak perlu menggunakan bahasa-bahasa atau istilah-istilah hukum seperti yang lazim digunakan oleh para kuasa hukum dalam beracara di pengadilan.

Namun tidak semua perkara yang masuk dalam pengadilan dapat di mediasikan, karena menurut Pasal 4 ayat (2) PERMA No. 1 Tahun 2016 menyebutkan bahwa sengketa yang dikecualikan dari kewajiban memalui mediasi yakni perkara pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan komisi pengawas persaingan usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen, komisi informasi, permohonan pembatalan putusan arbitrase, penyelesaian perselisihan partai politik dan lain sebagainya. Hal tersebut sebenarnya menjadi kesenjangan dengan apa yang telah ditentukan oleh Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg yang menyatakan hakim diwajibkan untuk mengusahakan perdamaian antar mereka, karena jika para pihak yang memiliki sengketa yang tidak dapat di mediasikan dalam pengadilan maka mediasi dilakukan di luar pengadilan yang dirasa kurang efektif karena tidak ada pengaturan batas-batas dari penyelesaian melalui mediasi tersebut.

  • 1.2    TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui peranan mediasi dalam penyelesaian sengketa di tingkat peradilan pertama dan untuk mengetahui hasil akhir mediasi yang mencapai kesepakatan maupun yang tidak mencapai kesepakatan.

  • II.    ISI MAKALAH

    2.1    METODA PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Penelitian yang bersifat normatif atau yang biasa disebut dengan penelitian hukum kepustakaan yaitu metoda atau cara yang dipergunakan didalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian untuk penulisan makalah ini adalah pendekatan perundang-undangan.

  • 2.2    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 2.2.1    Penggunaan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa di Tingkat Peradilan Pertama

Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu dari sistem ADR (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia adalah Pancasila, dimana dalam filosofi pancasila dinyatakan bahwa asas penyelesaian sengketa adalah dengan dilakukannya musyawarah untuk mufakat. Selain pancasila yang menjadi landasan filosofi dari Mediasi, landasan formil mengenai penggunaan mediasi dalam sistem peradilan pada dasarnya tetap mengacu pada ketentuan HIR (Stb. 1941 No. 44) dan ketentuan RBg (Stb. 1927 No. 227) yang merupakan sumber hukum acara perdata yang berlaku di 2

Indonesia, khususnya Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg.2

Namun untuk lebih memberdayakan dan mengefektifkannya, Mahkamah Agung memodifikasinya ke arah yang lebih bersifat memaksa (compulsory), dengan mengeluarkan produk hukum berupa Peraturan Mahkama Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003 sebagaimana telah dirubah dengan PERMA No. 1 Tahun 2008, dan telah diubah lagi menjadi PERMA No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

Mediasi dalam penyelesaian sengketa di tingkat peradilan pertama merupakan salah satu bentuk cara untuk menekan atau membatasi perkara yang masuk ke tingkat kasasi secara substantif dan prosesual. Sebab apabila pada tingkat peradilan pertama

mampu menyelesaikan perkara melalui perdamaian, maka akan berakibat turunnya jumlah perkara yang akan masuk pada tingkat kasasi. Serta selain itu juga keuntungan yang di capai oleh para pihak dalam melakukan mediasi dalam peradilan pertama yaitu dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau dapat memberikan penyelesaian yang lebih memuaskan atas penyelesaian senketa, karena penyelesaian sengketa dengan melakukan mediasi, penyelesaiannya lebih mengutamakan pendekatan kemanusiaan dan persaudaraan berdasarkan perundingan dan kesepakatan daripada pendekatan hukum dan bargaining power.

  • 2.2.2    Hasil Penyelesaian Sengketa Melalui Proses Mediasi

Suatu sengketa yang diselesaikan dengan bantuan mediator diharapkan menghasilkan perdamaian dan perdamaian yang dihasilkan itu akan mengakhiri sengketa yang dilakukan oleh para pihak. Mediasi yang telah dilakukan oleh para pihak dapat menghasilkan hasil akhir berupa mediasi mencapai kesepakatan dan mediasi tidak mencapai kesepakatan,

Mediasi yang mencapai kesepakatan maka para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator dalam bentuk akta perdamaian. Hal ini pun ditegaskan pada kalimat terahir pada Pasal 130 ayat (2) HIR, bahwa putusan akta perdamaian memiliki 3 kekuatan yang sama seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.3

Mediasi dinyatakan tidak mencapai kesepakatan, dalam pasal 32 PERMA No. 1 Tahun 2016 disebutkan bahwa “ jika setelah batas waktu maksimal (30) tiga puluh hari berikut perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) dan ayat (3), atau para pihak dinyatakan tidak beritikad baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) huruf d dan huruf e, mediator wajib menyatakan mediasi tidak dapat dilaksanakan dan memberitahukannya secara tertulis kepada hakim pemeriksa perkara”.

  • III.    KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tersebut yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut ;

Mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang wajib dilakukan oleh para pihak di pengadilan tingkat pertama, karena mediasi merupakan instrument efektif yang yang mempunyai prinsip win-win solution dan juga mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, sekalugus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa, di samping pengadilan yang bersifat memutus (adjudikatif).

Hasil ahir dari proses mediasi merupakan mediasi mencapai kesepakatan atau mediasi tidak mencapai kesepakatan. Apabila mediasi mencapai kesepakatan, maka para pihak dengan bantuan mediator wajib menuangkan hasil kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis di atas kertas bermaterai, serta ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Akta kesepakatan perdamaian tersebut dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penandatanganan, akta kesepakatan tersebut wajib didaftarkan pada panitera Pengadilan Negeri setempat untuk dikeluarkannya akta perdamaian yang berkekuatan hukum tetap seperti halnya putusan pengadilan. Namun apabila mediasi tidak berhasil atau gagal, maka mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi gagal dan memberitahukan kepada hakim dan dilanjutkan ke dalam proses pemeriksaan persidangan dengan pembacaan surat gugatan.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya, 1995, Ruang Lingkup Permasalahan dan Eksekusi Bidang Perdata, Gramedia, Jakarta.

H. Priyatna, Abdurrasyid , 2002, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, suatu Pengantar, PT. Fikahati Aneska bekerjasama dengan Badan Arbitrase Nasional (BANI), Jakarta.

Moch. Faisal, Salam, 2007, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional dan Internasional, Mandar Maju, Bandung.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 175).

Herzine Inlandsch Reglemen (HIR) Staatsblaad Nomor 44 Tahun 1941.

Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RB.g) Staatsblaad Nomor 227 Tahun 1927 .

5