PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI PELAKU PEMBAKARAN HUTAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN

Oleh: Sunarwan∗∗

I Gusti Ketut Ariawan∗∗∗

I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti∗∗∗∗ Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Hutan memiliki peranan yang penting sebagai sistem penghasil oksigen yang dapat mendukung kehidupan. Negara Indonesia memiliki hutan yang sangat luas dan sebagai hutan terluas di dunia. Akhir-akhir ini kerap terjadi kerusakan hutan berupa pembakaran hutan di Indonesia, yang dilakukan oleh korporasi guna membuka jalan dan memperluas lahan perkebunan demi mendapatkan keuntungan yang lebih. Penelitian ini mengkaji mengenai pertangungjawaban pidana korporasi yang melakukan tindak pidana pembakaran hutan dan pengaturan tentang pertanggungjawaban pidana korporasi dimasa mendatang. Jenis penelitian ini adalah hukum normatif, dalam menguraikan masalah digunakan Teknik analisis Teknik argumentatif, yaitu menguraikan dan menghubungkan teori-teori dengan literatur yang berkaitan dengan masalah. Pertanggungjawaban pidana pidana oleh korporasi sudah diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (selanjutnya disebut UU P3H), namun pengarturan tentang pembakaran hutan yang dilakukan korporasi dalam UU P3H belum mengaturnya, justru pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi diatur dalam undang-undang lingkungan lainnya. Perlunya memasukan peraturan tentang korporasi yang

Makalah ilmiah ini disarikan dan dikembangkan lebih lanjut dari skripsi yang ditulis oleh penulis atas bimbingan Pembimbing Skripsi I Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH., MH, Dan Pembimbing Skripsi II I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti, SH., MH.

∗∗ Sunarwan adalah Mahsiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: sunarwanblack81@gamail.com

∗∗∗ I Gusti Ketut Ariawan adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, gusti_ariawan@yahoo.com

∗∗∗∗ I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, dikewidyaastuti@gmail.com

melakukan pembakaran hutan kedalam UU P3H dimasa yang akan datang, guna menjerat tindak pidana pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban pidana, Korporasi, Pembakaran Hutan, Undang-Undang Lingkungan hidup.

Abstract

Forests have an important role as an oxygen-producing system that can support life. The country of Indonesia has a vast forest and as the largest forest in the world. Recently there has been frequent forest destruction in the form of forest fires in Indonesia, conducted by corporations to open roads and expand plantations for the benefit of more. This study examines the criminal responsibility of corporations that commit criminal acts of forest fires and the regulation of corporate criminal liability in the future. This type of research is normative law, in describing the problem used techniques of argumentative technique analysis, that is to describe and relate theories with literature related to the problem. The criminal liability by the corporation is regulated in Law no.18 Year 2013 on the Prevention and Eradication of Forest Destruction (hereinafter referred to as P3H Law), but the corporation's burning of coral acts in the P3H Law has not regulated it, the corporation's forest fires are regulated in other environmental legislation. The need to include regulations on corporations that burn forest into the future P3H Law, in order to ensnare the corporate-based coral burning.

Keywords: Criminal liability, Corporations, Forest Burning, Environmental Law.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan tropis terluas dan sebagai paru-paru dunia, keberadaannya menjadi tumpuan keberlangsungan kehidupan manusia. Pemanfaaan dan penggunaan harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan manusia. Akhir-akhir ini banyak perusakan hutan yang terjadi di Indonesia. Perusakan hutan tesebut menjadi beragam dan bermacam-macam. Pembakaran hutan ini semakin luas merambah hutan produksi juga hutan lindung dan konservasi. Perusakan hutan itu mliputi pembakaran hutan yang dilakukan perseorangan maupun korporasi. Pada umumnya suatu corporations (korporasi) bisa dikatakan organisasi pemerintah, setengah pemerintah, maupun patikelir.1

Pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi terhadap hutan Indonesia mulai bermacam-macam, seperti pembakaran hutan yang dilakukan di hutan lindung maupun hutan konservasi. Ada empat jenis cara membakaran hutan yang diindentifikasi adalah:

  • 1.    Perbuatan membakar hutan dengan sengaja dilakukan orang tertentu, tanpa ada kewenangan atau izin untuk berada dalam kawasan hutan;

  • 2.    Perbuatan membakar hutan dengan tidak sengaja dilakukan orang akibat memasuki kawasan hutan tanpa izin yang berwewenang;

  • 3.    Perbuatan membakar hutan dengan tidak sengaja dilakukan badan hukum atau orang yang diizinkan pihak berwenang untuk bekerja atau berada dikawasan hutan;

  • 4.    Perbuatan membakar hutan dengan tidak sengaja dilakukan orang atau badan huku yang diizinkan melakukan bekerja atau berada dikawasan hutan.2

Dampak dari perbuatan tindak pidana pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, namun pelaku tindak pidana tidak semua dijatuhi pidana. Karena asas pertanggungjawaban pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.3 Sehingga dipidana jika mempunyai kesalahan yang dilakukan. Kapan pelaku tidnak pidana dapat mempertanggungjawabkan pidana atas kesalahannya.4

Mengenai saksi atau pertanggungjawaban pidana di KUHP Indonesia belum mengaturnya apabila terjadi perbuatan pembakaran hutan dilakukan korporasi digunakan undang-undang khusus yang berkaitan Lingkungan. Pembakaran hutan merupakan perusakan hutan, sehingga dalam pembakaran hutan seharusnya digunakan UU P3H. Akan tetapi dalam UU P3H ini tidak mengatur tentang pembakaran hutan yang dilakukan perseorangan maupun korporasi menimbulkan kekosongan norma dalam undang-undang ini mengenai tindak pidana pembakaran hutan. Korporasi agar tidak lepas dari pertanggungjawaban pidana maka digunakan Undang-

Undang Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UULH) lainnya. undang-undang yang mempayungi dalam perbuatan pembakaran hutan yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungsan Hidup, sehingga korporasi yang melakukan tindak pidana pembakaran hutan dapat dijerat dengan hukum pidana.

  • 1.2.    Tujuan Penulisan

Penulisan jurnal ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui bagaimanakah pertanggungjawaban pidana korporasi yang melakukan pembakaran hutan dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan pengaturan pertanggungjwaban pidana korporasi yang melakukan pembakaran hutan dimasa mendatang. Hal tersebut untuk mencegah adanya tindak pidana pembakaran hutan yang dilakukan korporasi.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

      2.1.1.    Jenis Penelitian

Jurnal ini menggunakan penelitian hukum normatif yaitu menguraikan masalah yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan perundang-undangan yang berlaku.5 Perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan nasional yang berhubungan dengan hukum positif khususnya UU P3H dan undang-undang Lingkungan Hidup Lainya yang berkaitan dengan pembakaran hutan.

  • 2.1.2.    Jenis pendekatan

Penelitian ini mengunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta, pendekatan konsep hukum.

  • 2.1.3.    Sumber Bahan Hukum

  • 1.    Bahan Hukum Primer

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU P3H, UU P2LH, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang-Undang No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

  • 2.    Bahan Hukum sekunder

Buku-Buku, Jurnal-Jurnal Hukum, Karya Tulis Ilmiah, Pendapat Para Ahli Hukum atau Doktrin, Skripsi dan Makalah.

  • 3.    Bahan hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah berupa Kamus Hukum Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Bahasa Belanda.

  • 2.1.4.    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Teknik kepustakaan (library research). Teknik kepustakaan dialakukan dengan mencatat dan membahas masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

  • 2.1.5.    Teknis Analisis Bahan Hukum

Setelah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan, selanjutnya diolah dan dianalisis mengunakan metode metode deskriptif-analisis dan mengunakan teknik argumentatif, yaitu menguraikan dan menghubungkan teori-teori dan literature-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam jurnal ini.

  • 2.2.    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1.    Pengaturan Tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Sebagai Pelaku Pembakaran Hutan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup.

Sebagai salah satu undang-undang tentang perusakan yang terbaru UU P3H sudah diatur mengenai pertanggungjawaban pidana oleh korporasi, dapat dilihat dari berbagai penjelasan yang ada dalam

pasal undang-undang ini namun dalam hal pembakaran hutan undang-undang ini belum mengaturnya.

Korporasi itu sendiri dalam undang-undang ini diistilahkan juga sebagai orang ‘setiap orang’ yang tercantu dalam Pasal 1 ayat 21 UU P3H, Sedangkan pengertian korporasi terdapat pada Pasal 1 angka 22 UU P3H, pada dasarnya perusakan hutan yang dilakukan oleh korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana dalam undang-undang ini. Richard Card pernah menyebutkan pertanggungjawaban yaitu: tindakan direktur merupakan kehendak dan tindakan korporasi (the acts and state of mind of the person are the acts and state of the mind of the corporation).6 Tetapi dalam perusakan hutan dengan cara pembakaran hutan belum diatur dalam undang-undang ini, sehingga apabila ada perusakan yang dilakukan korporasi dalam hal pembakaran hutan undang-undang ini tidak bisa digunakan atau diterapkan.

Pertanggungjawaban pidana korporasi dapat dilihat pasal yang ada dalam UU P3H. Sesuai dengan prinsip diakunya korporasi sebagai subyek hukum pidana maka korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana terhadap perusakan hutan, hal ini terlihat dari sejumlah aturan larangan merusak hutan yang terdapat ancaman pidana bagi korporasi. Aturan larangan yang ada dalam UU P3H yaitu pasal 12 huruf (a) sampai huruf (m), namun dalam undang-undang ini belum mengatur tentang perusakan hutan dengan cara pembakaran yang dilakukan perseorangan maupun korporasi. Korporasi agar tidak lolos dari pertanggungjawaban pidana

dalam pembakaran hutan maka digunakan undang-undang lingkungan hidup lainya yang ada peraturan tentang pembakaran hutan sehingga korporasi tidak lepas dari tanggung jawab pidana atas tindak pidana yang dilakukan. Kejahatan yang dilakukan Crime is designation that crimeis defined by other than criminal. Crime is behavior subject to judgment of other.7

Peraturan tentang korporasi yang melakukan pembakaran hutan dalam undang-undang lingkungan hidup lainnya adalah Undang-Undang No. 32 tahun 2009 (selanjutnya disebut UU L2LH) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 Tentang perkebunan, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Adapun peraturan tentang pembakaran hutan yang dilakukan perseorangan maupun korporasi yang tercantum dalam pasal 21 ayat (3), dan Pasal 98 UU P2LH namun dalam undang-undang ini yang mengatur pidana apabila terdapat pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi maka pasal yang digunakan yaitu Pasal 116 sampai Pasal 119 dimana pasal ini menerangkan pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi dan dapat dipidana sesuai dengan isi Pasal ini.

Sementara dalam undang-undang perkebunan yang mengatur tentang pembakaran hutan yaitu terdapat pada Pasal 56 ayat (1). Sehingga sudah jelas dalam undang-undang ini melarang membuka lahan dengan cara membakar sehingga peraturan yang menerangkan pembakaran hutan dalam undang-undang ini sudah diatur. Dalam peraturan pidana tentang korporasi ada pada Pasal 113 Undang-

undang Perkebunan. dengan melihat beberapa isi pasal Undang-Undang Perkebunan sudah mengatur tentang pembakaran lahan dilakukan perseorangan maupun korporasi, serta sanksi yang ada dalam undang-undang Perkebunan diharapkan dapat mengurangi tindak pidana pembakaran lahan di bidang perkebunan.

Terdapat undang-undang lainya yang ada peraturan mengenai pembakaran yaitu UU Kehutanan. Pasal dalam undang-undang ini yang mengatur tentang pembakaran hutan ialah Pasal 49. Namun dalam undang-undang ini tidak menjelaskan ketentuan tentang pidana mengenai pasal 49. Maka kita akan melihat, bahwa pertanggungjawaban tidak dilekatkan pada actual conduct atau resiko kegiatan. Dan pasal 50 ayat (3) huruf d, bahwa setiap orang dilarang membakar hutan. Namun dalam undang-undang ini apabila pelakunya korporasi maka digunakan pasal 78 ayat (14).

Dalam menangani pembakaran hutan tidak tumpang tindih peraturan yang diguanakan oleh penegak hukum maka seharusnya dalam UU P3H di atur kembali tentang pembakaran hutan yang dilakukan prseorangan maupun korporasi sehingga dalam menangani kasus perusakan hutan dengan cara pembakaran merujuk pada undang-undnag ini.

  • 2.2.2.    Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Yang Melakukan Tindak Pidana Pembakaran Hutan di Masa Yang Akan Datang.

Penerapan Peraturan pada UU P3H, pada masa sekarang telah dipergunakan dalam menyelesaikan kasus-kasus perusakan hutan yang dilakukan perseorangan maupun korporasi yang terjadi di

lingkungan hidup khususnya kehutanan. Terkait dengan penggunaannya, menimbulkan permasalahan tersendiri di masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya perbuatan pembakaran hutan yang dilakukan oleh perseorangan maupun korporasi yang belum sesuai penindakanya oleh para penegak hukum khususnya dalam perusakan hutan dengan cara membakar. Hal ini menyebabkan banyaknya pihak-pihak yang melakukan aksi pembakaran hutan Karena ingin meraup keuntungan yang besar dengan membakar hutan yang akan di jadikan lahan perkebunan oleh korporasi.

UU P3H pada masa saat ini dianggap kurang untuk mengatasi tindak pidana dalam perusakan hutan dikarenakan adanya beberapa peraturan yang seharusnya dimasukan kembali dalam undang-undang ini justru tidak mengaturnya, sehingga menimbulkan tumpang tindihnya peraturan tentang perusakan hutan yang dilakukan oleh perseorangan maupun korporasi khususnya tindak pidana pembakaran hutan. Seharusnya dalam UU P3H justru malah tidak mengaturnya. Harapan pada masa mendatang dimasukan kembali peraturan tentang pembakaran hutan yang dialakukan perseorangan maupun korporasi kedalam Undang-Undang ini, Apabila ada perusakan hutan dengan cara membakar penegak hukum dapat mengunakan peraturan yang ada dalam UU P3H.

Undang-Undang tentang Pengerusakan Hutan terbaru yaitu UU P3H, masih menimbulkan tidak terdapatat peraturan mengenai pembakaran hutan sehingga menimbulkan kekosongan norma dalam undang-undang ini. Selain itu tidak adanya penjelasan lebih lanjut terkait hal-hal yang masih membutuhkan penjelasan mengenai

perusakan dengan cara pembakaran hutan dikarenakan tidak adanya peraturan yang mengatur tentang pembakaran hutan dalam undang-undang ini.

Terkait dengan UU P3H di masa mendatang, diharapkan mampu memenuhi dan sesuai dengan harapan dari masyarakat. Hal tersebut agar masyarakat mengetahui tentang tindak pidana pembakaran hutan yang dilakukan perseorangan maupu korporasi. Selain itu agar masyarakat mengetahui perbuatan-perbuatan yang dapat dianggap telah melanggar peraturan. Diperlukannya juga pemberian pemahaman dan pengertian terkait perusakan hutan dengan cara membakar sehingga masyarakat mengerti bahwa perbuatan membakar hutan adalah tindak pidana apabiala melanggar peraturan yang ada.

Usulan-usulan lainnya terkait UU P3H yaitu, perlunya dibuat peraturan tentang pembakaran hutan yang dilakukan perseorangan maupun korporasi, dengan memasukan peraturan tentang pembakaran hutan dengan berwawasan menjaga lingkungan hidup khususnya dalam kehutanan dan ikut serta peran dari masyarakat sekitar dan pelaku usaha (korporasi) dalam menjaga hutan Indonesia agar tidak rusak di masa yang akan datang.

  • III.    PENUTUP

    3.1.    KESIMPULAN

  • 1.    Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam UU P3H sudah mengaturnya dalam undndang-undang ini korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana namun dalam tindak pidana pembakaran hutan dalam UU P3H belum

mengaturnya baik    yang  dilakukan korporasi maupun

perseorangan, sehingga apabila ada tindak pidana pembakaran hutan yang dilakukan korporasi UU P3H tidak dapat digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana pembakaran hutan, agar pelaku tindak pidana pembakaran hutan tidak lolos dari tanggungjawab secara pidana maka digunakan undang-undang lingkungan lainnya, yang ada peraturan tentang pembakaran hutan.

  • 2.    Peraturan yang ada dalam UU P3H yang mengatur tentang pembakaran hutan masih memerlukan pembaharuan diamasa yang akan datang. Hal tersebut berkaitan tentang peraturan pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi dalam UU P3H sehingga apabila ada pelaku tindak pidana pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi, UU P3H apat digunakan untuk menjerat pelaku pembakaran hutan khususnya korporasi. secepatnya diatur dan dimasukanya peraturan tentang pembakaran hutan kedalam UU P3H. apabila ada suatu tindak pidana pembakaran hutan yang dilakukan oleh Korporasi dapat diadili dengan peraturan yang ada dalam UU P3H.

      • 3.1.2.    Saran

  • 1.    Pemerintah dan lembaga legislative seharusnya memasukan kembali peraturan tentang pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi kedalam UU P3H, supaya pertanggungjawaban pidana pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi ada dalam UU P3H.

  • 2.    Pengaturan tentang korporasi yang melakukan pembakaran hutan diamasa yang akan datang secepatnya diatur dan dimasukanya peraturan tentang pembakaran hutan kedalam UU P3H. apabila ada suatu tindak pidana pembakaran hutan yang dilakukan oleh Korporasi dapat diadili dengan peraturan yang ada dalam UU P3H.

  • 3.2.    DAFTAR PUSTAKA

    1.    BUKU

Muladi dan Dwidja Priyanto, 2010, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana Prenanda Media Group, Jakarta

Alam Setia Zain, 1997, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan dan Segi-Segi Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Peter Hoefnagels G, 1973, The Other Side of Criminology, Kluwer-devender, Holland.

Mahrus Ali, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.

Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat), Raja Grafindo Persada, Jakarta.

  • 2.    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-undang No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.

Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • 3.    JURNAL

Hanafi,1999, Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Jurnal Hukum, vol 6.

15