PEMBERIAN KOMPENSASI SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN

KERUSUHAN

Oleh :

I Made Juliarta

Ida Bagus Surya Dharma Jaya I Made Walesa Putra

Abstract

This paper shall entitled as "The Compensation as a Protection Efforts for Victims of The Riot Issues”.The background of this paper work is the absence of legal protection instruments or legislation that specifically and clearly provide protection for victims of violence, in particular regarding the provision of compensation. This paper is intended to determine the legal protection for victims, especially victims of violence through the provision of compensation as a safeguard against the victim. The method used in this paper is a method normative research due to the vacancy of legal norms relating to the compensation arrangement as a safeguard against riot victims in Indonesia. The conclusion of this paper is compensation arrangements in Indonesian positive law is only given to victims of human rights violations are severe and criminal acts of terrorism victims. Criminal law policy in the future related to compensation should their assessment of the concept of compensation, the victim is entitled to compensation, and the authority of the Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Keywords: Compensation, Efforts, Protection, Riot Victims

Abstrak

Karya ilmiah ini berjudul “Pemberian Kompensasi Sebagai Upaya Perlindungan Terhadap Korban Kerusuhan”. Latar belakang karya ilmiah ini adalah belum adanya instrumen perlindungan hukum atau peraturan perundang-undangan yang secara khusus dan jelas memberikan perlindungan terhadap korban kerusuhan, khususnya mengenai pemberian kompensasi. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi korban khususnya korban kerusuhan melalui pemberian kompensasi sebagai upaya perlindungan terhadap korban. Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode penelitian normatif dikarenakan adanya kekosongan norma hukum yang berkaitan dengan pengaturan pemberian kompensasi sebagai upaya perlindungan terhadap korban kerusuhan di Indonesia.Kesimpulan dari karya ilmiah ini yaitu pengaturan kompensasi dalam hukum positif Indonesia hanya diberikan pada korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan korban tindak pidana terorisme.Kebijakan hukum pidana di masa yang akan datang terkait kompensasi perlu adanya pengkajian mengenai konsep kompensasi, korban yang berhak memperoleh kompensasi, dan kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Kata Kunci: Kompensasi, Upaya, Perlindungan, Korban Kerusuhan

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1   Latar Belakang

Aksi unjuk rasa yang sering dibarengi dengan amuk massa yang berbentuk kerusuhan kerap terjadi di Indonesia. Berbagai kerusuhan massa yang terjadi disertai dengan kekerasan massal, pengerusakan toko dan fasilitas umum, penjarahan dan lain-lain banyak menimbulkan kerugian bahkan korban jiwa. Kerusuhan massa tersebut sungguh-sungguh mengkhawatirkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Fenomena sementara menunjukkan aksi kerusuhan yang berakhir dengan kekerasan massal, pengerusakan toko dan fasilitas umum, penjarahan dan lain-lain, menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, di samping kerugian harta benda juga korban luka-luka. Pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi korban kejahatan di Indonesia telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan terutama dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 (selanjutnya disebut UU Perlindungan Saksi dan Korban) dan mengenai perlindungan hukum bagi korban berupa pemberian kompensasi, restitusi, dan bantuan telah dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban (selanjutnya disebut PP No.44/2008). Dari uraian diatas, mengingat seringnya terjadi kerusuhan dan tidak jarang kerusuhan tersebut menimbulkan korban, maka yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai pemberian kompensasi sebagai upaya perlindungan terhadap korban kerusuhan di Indonesia.

  • 1.2    Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi korban khususnya korban kerusuhan melalui pemberian kompensasi sebagai upaya perlindungan terhadap korban.

  • II.    ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode penelitian normatif karena penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum.1Perlunya penelitian hukum normatif ini adalah beranjak dari adanya kekosongan norma hukum yang berkaitan dengan pengaturan pemberian kompensasi sebagai upaya perlindungan terhadap korban kerusuhan di Indonesia.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

      • 2.2.1    Pengaturan Kompensasi Terhadap Korban Kerusuhan Dalam Hukum Positif Indonesia

Secara umum adanya hukum positif di Indonesia merupakan suatu aturan yang salah satu tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan. Hal ini berarti hukum juga bertujuan untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban kejahatan sebelum kejahatan itu terjadi. Perlindungan terhadap korban kejahatan penting eksistensinya oleh karena penderitaan korban akibat suatu kejahatan belum berakhir dengan penjatuhan dan usainya hukuman kepada pelaku. Berdasarkan titik tolak demikian, maka sistem peradilan pidana hendaknya menyesuaikan, menyelaraskan kualitas dan kuantitas penderitaan dan kerugian yang diderita korban.2 Dasar hukum untuk perlindungan terhadap korban semakin diperkuat dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang kemudian pada tahun 2014 diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006. Pasal 7 dalam UU Perlindungan Saksi dan Korbanjo.Pasal 2 PP No. 44/2008 mengatur bahwa kompensasi kepada korban hanya ditujukan kepada korban pelanggaran Hak Asasi Manusia yang

berat dan korban tindak pidana terorisme. Berdasarkan ketentuan tersebut, tampak bahwa hak korban atas kompensasi yang diajukan ke pengadilan hanya terbatas pada korban kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan korban tindak pidana terorisme, sedangkan untuk korban kejahatan selain pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan korban tindak pidana terorisme tidak mendapat tempat dalam ketentuan tersebut untuk diwakili oleh LPSK.

  • 2.2.2    Kebijakan Hukum Pidana Di Masa Yang Akan Datang Dalam Hal

Pengaturan Kompensasi Terhadap Korban Kerusuhan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia

Berdasarkan ketentuan dalam Pembukan UUD NRI 1945 dan Pancasila, yaitu“memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, Indonesia tergolong sebagai negara kesejahteraan,karena salah satu karakteristik konsep negara kesejahteraan adalah kewajiban pemerintah untuk mengupayakan “kesejahteraan umum”, tugas pemerintah tidaklah hanya dibidang pemerintahan saja, melainkan harus juga melaksanakan kesejahteraan sosial dalam rangka mencapai tujuan negara, yang dijalankan melalui pembangunan nasional.3Sebagai negara kesejahteraan, peraturan di Indonesia harus berorientasi pada korban.

Kebijakan hukum pidana di masa yang akan datang terkait kompensasi perlu adanya pengkajian mengenai konsep kompensasi. Definisi kompensasi agar diposisikan sebagai kewajiban negara untuk memberikan kompensasi kepada korban kejahatan. Perlindungan pada korban kejahatan dalam hal ini pemberian kompensasi sebaiknya tidak hanya ditentukan berdasarkan jenis tindak pidana saja atau berdasarkan satu atau dua tindak pidana yang berhak memperoleh kompensasi, tetapi juga mempertimbangkan kondisi korban, sehingga kompensasi dapat mengurangi penderitaan korban tindak pidana, terutama mereka yang menderita karena kejahatan-kejahatan yang dilakukan dengan kekerasan. Korban kejahatan kekerasan jelas lebih luas cakupannya dibandingkan dengan korban pelanggaran HAM berat,sehingga korban selain dari korban pelanggaran HAM

berat dan korban tindak pidana terorisme mendapatkan jaminan yang kuat untuk memperoleh kompensasi. Negara dapat memberikan kewenangan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban(LPSK) sebagai lembaga yang menangani permohonan dan sekaligus berhak memutuskan permohonan kompensasi dari korban, sehingga pemberian kompensasi kepada korban dapat dilaksanakan segera mungkin tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan yang tak jarang memakan waktu lama.

  • III.    KESIMPULAN

  • 1.    Pasal 7 dalam UU Perlindungan Saksi dan Korbanjo. Pasal 2 PP No. 44 Tahun 2008 mengatur bahwa kompensasi hanya ditujukan kepada korban pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dan korban tindak pidana terorisme.

  • 2.    Kebijakan hukum pidana di masa yang akan datang terkait kompensasi perlu adanya pengkajian mengenai konsep kompensasi, korban yang berhak memperoleh kompensasi, dan kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

  • IV.    DAFTAR PUSTAKA

Buku

Atmosudirjo, Prajudi, 1994, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Mulyadi, Lilik, 2007, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi & Viktimologi, PT. Djambatan, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Grafindo Persada, Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635).

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602).

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4860).

5