PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) BERDASARKAN FILOSOFI TRI HITA KARANA

I G.A. EKA DAMAYANTHI

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi

Universitas Udayana

ABSTRACT

The philosophy of Tri Hita Karana has been implemented in the social system of Hindu and nonHindu Balinese society. This philosophy emphasize on harmonizing relationship of human to the God (Parhyangan), human to human (Pawongan), and human to the environment (Palemahan). LPD as the custom village financial institution has a social responsibility to the society. This article explains that as a financial institution raising capital from the society has social and economic responsibility to them. According to Regional Act of Bali Province No.8 Year 2002, twenty percent of LPD’s net income shall be provided for the village development plan, and 5 percent for social fund of the village. This shows the role of LPD in increasing the society welfare. This article also describes several implementations of social responsibilities of LPD with Tri Hita Karana philosophy. To be able to show the responsibility, it is suggested for LPD to prepare social responsibility report periodically.

Keywords: financial instutition, LPD, social responsibility, Tri Hita Karana

  • I.    PENDAHULUAN

Berkembangnya lembaga-lembaga keuangan nonbank di pedesaan juga sangat membantu masyarakat desa untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian desa. Pelayanan jasa keuangan masyarakat di desa dilakukan oleh lembaga-lembaga, seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), koperasi dan pegadaian. Dari beberapa lembaga keuangan nonbank di Bali, LPD merupakan lembaga nonbank yang asetnya terbesar. Sampai dengan triwulan I tahun 2010 aset LPD telah mencapai Rp4.432 miliar atau bertambah

sebesar 25,30% dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya (Bank Indonesia, 2010).

Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai lembaga keuangan yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat beroperasi pada suatu wilayah adminitrasi desa adat dengan dasar kekeluargaan antarwarga desa. Dengan mengandalkan jumlah warga desa dan ikatan kekeluargaan yang erat dalam desa LPD terus mengembangkan lembaganya. Dana pihak ketiga pada LPD di daerah Bali yang terbentuk dalam tabungan dan deposito yang sampai tahun 2010 mencapai Rp3.641 miliar atau tumbuh sebesar 26,37% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dana tersebut berasal dari 1.363 ribu nasabah LPD. Dana kredit yang mampu disalurkan oleh LPD di Bali mencapai 3.255 miliar dengan total debitor 405 ribu debitor. Besarnya pertumbuhan kredit yang dicapai oleh LPD terutama disebabkan oleh sistem dan persyaratan adminitrasi yang cukup sederhana, aksesibilitas yang sangat mudah dijangkau, serta sistem kekerabatan yang membantu pengendalian kualitas kredit yang disalurkan (Bank Indonesia, 2010).

LPD merupakan badan usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan krama desa. Modal LPD salah satunya berasal dari swadaya masyarakat atau urunan krama desa. Sebagai lembaga desa LPD mempunyai tanggung jawab ekonomi dan sosial pada masyarakat desa. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8, Tahun 2002 tentang LPD disertai Keputusan Gubernur Bali menjelaskan bahwa keuntungan bersih LPD pada akhir tahun

pembukuan sekitar 20% untuk dana pembangunan desa dan 5% untuk

dana sosial. Hal ini menunjukkan bahwa LPD mempunyai peranan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa adat.

Tanggung jawab sosial perusahaan/lembaga sering disebut Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang menurut The Word Business Council for Sustainable Development adalah komitmen dan kerja sama antara karyawan, komunitas setempat, dan masyarakat agar memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan Legitimacy Theory yang menjelaskan bahwa setiap perusahaan/lembaga mempunyai kontrak dengan masyarakat berdasarkan nilai-nilai keadilan dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Jika terjadi ketidakselarasan nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan kehilangan legitimasinya sehingga dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Jadi pengungkapan CSR sangat penting bagi sebuah perusahaan/lembaga untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi, sosial, dan politik (Haniffa dan Cooke, 2005).

Beberapa teori lain yang mendukung penyampaian laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan adalah stakeholder theory (Deegan, 2004: 292) dan filosofi Tri Hita Karana. Stakeholder theory mempertimbangkan berbagai kelompok (stakeholders) yang terdapat dalam masyarakat dan bagimana harapan kelompok stakeholder memiliki dampak yang lebih besar (lebih kecil) terhadap strategi perusahaan. Teori ini berimplikasi terhadap kebijakan manajemen dalam

mengelola harapan stakeholder. Stakeholder perusahaan pada dasarnya

memiliki ekspektasi yang berbeda mengenai bagaimana perusahaan dioperasikan. Perusahaan akan berusaha untuk mencapai harapan stakeholder yang berkuasa dengan penyampaikan pengungkapan, termasuk pelaporan aktivitas sosial dan lingkungan.

Implementasi tanggung jawab sosial pada LPD di Bali khususnya di Kota Denpasar sebaiknya berdasarkan filosofi Tri Hita Karana (THK). Filosofi THK menekankan bahwa dalam proses kehidupan menuju hidup yang sejahtera, manusia ditekankan untuk menjaga keserasian atau keharmonisan antara manusia dengan pencipatnya, yakni Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), manusia dengan alam/lingkungannya (palemahan), dan manusia dengan sesamanya (pawongan) sebagai suatu kesatuan yang utuh (Sudibya, 1997; Surpha, 2004; Wiana, 2004; Windia, 2006; Ashrama, 2005; Dinas Kebudayaan Bali, 2008; dalam Dwilandra, 2011).

Berdasarkan uraian pentingnya tanggung jawab sosial atau CSR pada suatu perusahaan/lembaga dan menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8, Tahun 2002 tentang LPD yang mewajibkan LPD untuk membagi labanya 20 % untuk pembangunan desa dan 5 % untuk dana sosial, maka penelitian ini memaparkan perlunya tanggung jawab sosial LPD berdasarkan filosofi Tri Hita Karana. Laporan tanggung jawab sosial ini tidak hanya bermanfaat bagi lembaga, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat desa adat. Laporan tanggung jawab sosial LPD dapat menunjukkan peran LPD bagi masyarakat khususnya desa adat tempat berdirinya LPD.

  • II.    TINJAUAN TEORI

Tanggung Jawab Sosial

Corporate Sosial Responsibility (CSR) sering juga disebut pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan penjelasan yang mengambarkan tanggung jawab sosial perusahaan/lembaga terhadap masyarakat. CSR merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan (Hackston dan Milne, 1996).

Teori yang mendukung Laporan Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan adalah SFAC No. 1 yang menjelaskan tujuan pelaporan keuangan adalah untuk pertanggungjawaban atas penggunaan sumber daya. Terkait dengan laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, selama ini memang belum ada pengaturan yang mewajibkan pelaporannya di Indonesia dan beberapa negara Asia, kecuali di Eropa (Basyit, 2005). Beberapa teori lain yang mendukung penyampaian laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan adalah legitimacy theory dan stakeholder theory (Deegan, 2004: 292) dan filosofi Tri Hita Karana.

Legitimacy theory menjelaskan bahwa organisasi secara kontinu akan beroperasi sesuai dengan batas-batas dan nilai yang diterima oleh masyarakat di sekitar perusahaan dalam usaha untuk mendapatkan legitimasi. Norma perusahaan selalu berubah mengikuti perubahan dari waktu ke waktu sehingga perusahaan harus mengikuti

perkembangannya. Usaha perusahaan mengikuti perubahan untuk

mendapatkan legitimasi merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan.

Proses untuk mendapatkan legitimasi berkaitan dengan kontrak sosial antara yang dibuat oleh perusahaan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Kinerja perusahaan tidak hanya diukur dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan, tetapi juga ukuran kinerja lainnya yang berkaitan dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Untuk mendapatkan legitimasi perusahaan memiliki insentif untuk melakukan kegiatan sosial yang diharapkan oleh masyarakat di sekitar kegiatan operasional perusahaan. Kegagalan untuk memenuhi harapan masyarakat akan mengakibatkan hilangnya legitimasi dan kemudian akan berdampak terhadap dukungan yang diberikan oleh masyarakat kepada perusahaan.

Pengungkapan perusahaan melalui laporan keuangan tahunan merupakan usaha perusahaan untuk mengkomunikasikan aktivitas sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat sehingga kelangsungan hidup perusahaan terjamin. Perusahaan akan menunjukkan kemampuannya memenuhi kontrak sosial dengan masyarakat di sekitarnya.

Stakeholder theory mempertimbangkan berbagai kelompok (stakeholders) yang terdapat dalam masyarakat dan bagimana harapan kelompok stakeholder memiliki dampak yang lebih besar (lebih kecil) terhadap strategi perusahaan. Teori ini berimplikasi terhadap kebijakan manajemen dalam mengelola harapan stakeholder. Stakeholder

perusahaan pada dasarnya memiliki ekspektasi yang berbeda mengenai

bagaimana perusahaan dioperasikan. Perusahaan akan berusaha untuk mencapai harapan stakeholder yang berkuasa dengan penyampaikan pengungkapan, termasuk pelaporan aktivitas sosial dan lingkungan.

Gray et. al. (1995) menjelaskan bahwa CSR memperluas tanggung jawab sosial, di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal. Secara lebih luas menjelaskan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih dibandingkan dengan hanya mencari laba. Ada dua pendekatan yang signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan. Pendekatan kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi.

Menurut Kiroyan (2006), pengungkapan CSR perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang. Perusahaan yang mengungkapkan informasi CSR akan meningkatkan nilai perusahaannya (Verrecchia, 1983 dalam Basamalah et al., 2005). Dengan melakukan pengungkapan CSR diharapkan ada respons positif dari pelaku pasar. Hal ini memberikan pemahaman bahwa pengungkapan informasi tersebut

digunakan dalam penilaian perusahaan dan corporate finance (Core, 2001).

Peraturan Daerah Provinsi Bali No.8, Tahun 2002 tentang LPD pasal 22, ayat 1 menjelaskan bahwa salah satu pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan adalah untuk dana pembangunan desa 20% dan dana sosial 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa LPD di Bali juga memiliki tanggung jawab sosial pada masyarakat. Pengungkapan tanggung jawab sosial pada LPD di Bali menunjukkan seberapa besar kontribusi yang diberikan LPD pada masyarakat desa adat sesuai dalam ajaran Tri Hita Karana, yang terdiri atas parahyangan, pawongan, dan palemahan.

Filosofi Tri Hita Karana

Tri Hita Karana (THK) adalah sebuah filosofi masyarakat Hindu Bali. Filosofi THK menekankan bahwa dalam proses kehidupan menuju hidup yang sejahtera, manusia ditekankan untuk menjaga keserasian atau keharmonisan antara manusia dengan pencipatnya, yakni Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), manusia dengan alam/lingkungannya (palemahan), dan manusia dengan sesamanya (pawongan) sebagai suatu kesatuan yang utuh (Sudibya, 1997; Surpha, 2004; Wiana, 2004; Windia, 2006; Ashrama, 2005; Dinas Kebudayaan Bali, 2008 dalam Dwirandra, 2011).

Filosofi THK sering dikatakan abstrak sehingga tidak bisa diukur. Pada kenyataannya filosofi THK telah diterapkan dalam suatu sistem sosial yang pada dasarnya dapat diukur. Menurut beberapa penelitian,

filosofi THK pada dasarnya merupakan filosofi universal yang pada

hakikatnya ada dan dianut oleh masyarakat lain meskipun tidak beragama Hindu. Hal ini hanya bisa diterapkan secara sadar dan nyata oleh masyarakat Bali. Filosofi tersebut juga sangat relevan dengan aktivitas usaha/ bisnis (Dwirandra, 2011).

Parhyangan berasal dari kata Hyang yang berarti Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa. Parhyangan merupakan salah satu dimensi dari filosofi THK yang menekankan bahwa kesejahteraan dicapai bila terealisasi hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan penciptanya. Kegiatan bisnis adalah sebuah persembahan yang tidak luput dari kontrol Tuhan (Surpha, 2001; Wiana, 2004; Ashrama, 2005; Windia dan Dewi, 2007; dalam Dwilandra, 2011). Dalam LPD parhayangan dapat diimplemetasikan dalam seberapa besar kontribusi LPD pada kegiatan ritual keagamaan, renovasi pura, kesejahteraan pemangku, bantuan untuk masyarakat yang kurang mampu dalam melaksanakan ritual keagamaan.

Pawongan berasal dari kata wong (orang atau penduduk) dalam masyarakat. Implementasi filosofi THK adalah melalui hubungan harmonis antarsesama manusia (Surpha, 2001; Wiana, 2004; Ashrama, 2005; dalam Dwilandra 2011). Dalam konteks bisnis berupa hubungan antar karyawan dan hubungan lembaga dengan masyarakat. Implementasi pawongan pada LPD adalah berapa persen karyawan LPD berasal dari masayarakat tempat LPD berdiri, keikutsertaan LPD pada program penanggulangan kemiskinan, dan lain-lain.

Palemahan berasal dari kata lemah yang berarti tanah, tanah

pekarangan atau wilayah permukiman. Secara umum filosofi THK, palemahan merupakan dimensi yang berhubungan dengan aspek fisik dari lingkungan di sekitar kita atau perusahaan. Di Bali palemahan berhubungan dengan tata letak perusahaan dan bangunan yang hendaknya disesuaikan dengan keyakinan agama dan kultur tempat perusahaan berada (Surpha, 2001; Wiana, 2004; Ashrama, 2005; dalam Dwilandra 2011). Pada penelitian ini pertanggungjawaban sosial LPD berdasarkan filosofi palemahan dihubungkan dengan berapa besar kontribusi LPD terhadap aspek fisik di lingkungan sekitar LPD.

Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

Pengertian LPD menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8, Tahun 2002 adalah usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan untuk krama desa. LPD merupakan lembaga keuangan milik desa pakraman yang telah berkembang dan memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya pada anggotanya. Dengan demikian, LPD harus dibina dan ditingkatkan kinerjanya agar semakin baik dan terus berkembang guna meningkatkan taraf kehidupan di desa. LPD juga merupakan wadah kekayaan desa adat yang dimiliki oleh warga adat.

Lapangan usaha LPD adalah menghimpun dana krama desa dalam bentuk tabungan dan deposito. Di samping itu, juga menyalurkan pinjaman kepada krama desa, menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar 100% dari jumlah modal,

termasuk cadangan dan laba ditahan, dan menyimpan kelebihan

likuiditasnya pada BPD dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. Tujuan LPD adalah (1) mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan dan penyaluran modal yang efektif, (2) membrantas ijon, gadai gelap, dan sejenisnya, (3) menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dan tenaga kerja di pedesaan, (4) meningkatkan daya beli masyarakat dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka LPD seharusnya terus meningkatkan kinerjanya agar tetap menjadi utama desa yang terpercaya.

Peraturan Daerah Provinsi Bali No.8, Tahun 2002 tentang LPD pasal 22, ayat 1 menjelaskan bahwa pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan ditetapkan (a) cadangan modal 60%, (b) dana pembangunan desa 20%, (c) jasa produksi 10%, (d) dana pembinaan, pengawasan, dan perlindungan 5%, (e) dana sosial 5%. Penyetoran dan penggunaan keuntungan dimaksud sesuai dengan keputusan gubernur. Peranan LPD dalam masyarakat desa khususnya di Bali adalah bagaimana LPD dapat mengimplementasikan ajaran Tri Hita Karana, yaitu keseimbangan antara parahyangan, pawongan, dan palemahan.

  • III.    PEMBAHASAN

Filosofi Tri Hita Karana di Bali

Filosofi Tri Hita Karana menekankan keharmonisan hubungan antara manusia dengan penciptanya atau Tuhan Yang Maha Esa yang

sering disebut parhyangan. Hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya disebut Pawongan. Hubungan harmonis antara manusia dengan alam atau lingkungan di sekitarnya disebut palemahan. Gordha (1995) dalam Dwilandra (2011) menganalogkan ketiga dimensi dari filosofi Tri Hita Karana sebagai sumber daya (resourches) untuk mewujudkan hidup, yakni kebahagiaan di bumi (jagathita) dan kedamaian abadi di akhirat (Moksa). Menurutnya keyakinan hidup Hindu terwujudnya tujuan merupakan senergi ketiga sumber daya, yaitu sumber daya ilahi (Brahman), sumber daya manusia (Praja), dan sumber daya alam (Kamadhuk).

Filosofi Tri Hita Karana diharapkan dapat membangun keharmonisan masyarakat yang hidup di Bali berlandaskan keseimbangan. Untuk menjadi tujuan THK yang diharapkan maka masyarakat sebaiknya memiliki kultur dan religi yang kuat dalam kehidupannya. Menurut Windia dan Dewi (2007), saat ini di Bali filosofi THK sudah diterapkan oleh sebagian besar masyarkat di Bali, bahkan bukan hanya yang beragama Hindu, melainkan yang non Hindu pun telah menerapkan filosofi THK. Filosofi THK juga sangat relevan dengan aktivitas usaha/bisnis.

Di Bali filosofi Tri Hita Karana secara nyata dan sadar telah diterapkan dalam suatu sistem sosial masyarakat. Penerapan THK pada perusahaan/lembaga di Bali dapat dilihat dengan dibuatnya pelinggih/pura/tempat suci keagamaan(mesjid, gereja, wihara dan lain sebagiannya) di lingkungan perusahaan. Dengan adanya pelinggih atau pura maka otomatis perusahaan/karyawan harus mebanten/maturan

minimal mesaiban dan canang sebelum mulai bekerja dengan tujuan menghaturkan terima kasih atas segala kesejahteraan yang diperoleh dan agar memperoleh keselamatan dalam bekerja. Pada hari berdirinya pura/pelinggih dibuatkan piodalan menggunakan pemangku atau pedande. Hal ini menunjukkan bahwa manusia harus selalu menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan).

Filosofi THK yang kedua, yaitu pawongan diimplementasikan dalam masyarakat sebagai adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks bisnis hubungan harmonis perlu dibangun dalam hubungan antara karyawan dengan karyawan lain, karyawan dengan manajemen perusahaan, karyawan dengan masyarakat. Pawongan dapat diimplementasikan dengan adanya kelompok sekehe seperti serikat pekerja, kelompok kidung, suka duka, dan sebagainya.

Palemahan implementasinya berhubungan dengan aspek fisik dari lingkungan di sekitar perusahaan. Aspek ini dihubungkan dengan bangunan perusahaan yang dibuat sebaiknya sesuai dengan keyakinan agama dan kultur tempat perusahaan/lembaga berada. Hubungan perusahaan dan lingkungan dapat dilihat dengan komitmen perusahaan dalam menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungannya.

Tanggung Jawab Sosial LPD

Lembaga Perkreditan Desa (LPD) adalah usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan untuk

krama desa. LPD merupakan lembaga keuangan milik desa pakraman

yang telah berkembang dan memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya kepada anggotanya. Dengan demikian, LPD harus dibina dan ditingkatkan kinerjanya agar semakin baik dan terus berkembang guna meningkatkan taraf kehidupan di desa. LPD juga merupakan wadah kekayaan desa adat yang dimiliki oleh warga adat.

Lapangan usaha LPD adalah menghimpun dana krama desa dalam bentuk tabungan dan deposito. Di samping itu, juga menyalurkan pinjaman kepada krama desa, menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar 100% dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan. Usaha lainnya adalah menyimpan kelebihan likuiditasnya pada BPD dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. Tujuan LPD adalah (1) mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan dan penyaluran modal yang efektif, (2) memberantas ijon, gadai gelap, dan sejenisnya, (3) menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dan tenaga kerja di pedesaan, (4) meningkatkan daya beli masyarakat dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa. Sesuai dengan tujuan di atas maka LPD memiliki tanggung jawab sosial yang cukup besar pada masyarakat di desa adat.

Peraturan Daerah Provinsi Bali No.8, Tahun 2002 tentang LPD menjelaskan bahwa pembagian keuntungan bersih LPD pada akhir tahun pembukuan ditetapkan (a) cadangan modal 60%, (b) dana pembangunan desa 20%, (c) jasa produksi 10%, (d) dana pembinaan, pengawasan, dan perlindungan 5%, (e) dana sosial 5%. Penyetoran dan

penggunaan keuntungan dimaksud sesuai dengan keputusan gubernur.

Hal ini menunjukkan bahwa LPD dalam masyarakat desa khususnya di Bali mempunyai tanggung jawab sosial pada masyakarat di sekitar tempat LPD berdiri.

Tanggung Jawab Sosial LPD dengan Filosofi THK

Tanggung jawab sosial LPD dengan filosofi THK meliputi parhyangan, pawongan, dan palemahan. Hal ini sebenarnya telah dilaksanakan oleh LPD di Bali, tetapi sering tidak dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban LPD sehingga untuk ke depannya pemerintah kota akan mewajibkan semua LPD untuk melaporkan tanggung jawab sosial secara periodik pada catatan laporan keuangannya.

Tanggung jawab sosial LPD dengan filosofi THK dapat diimplementasikan sebagai berikut. Pertama, yang berhubungan dengan filosofi parhyangan, yaitu hubungan harmonis dengan Tuhan Yang Maha Esa dapat diimplementasikan dengan berapa besar kontribusi LPD dalam kegiatan keagamaan di desa adat, berapa besar kontibusi LPD dalam pembangunan fasilitas keagamaan.

Kedua, yang berhubungan dengan filosofi pawongan, yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya. Pawongan dalam LPD dapat diimplementasikan dalam hal apakah karyawan LPD berasal dari masyarkat desa adat tempat LPD berdiri, apakah ada program LPD untuk masyarakat yang kurang mampu, program LPD untuk kredit usaha kecil, program pemberian beasiswa untuk anak-anak

berprestasi yang kurang mampu, kontribusi LPD dalam pesantian,

kidung, sekehe, dan lain-lain.

Ketiga, yang berhubungan dengan filosofi palemahan yaitu hubungan harmonis dengan lingkungan sekitarnya. Implementasi LPD dapat dilihat dalam kontribusi ikut menjaga kebersihan dan lingkungan di sekitar LPD, misalnya ikut dalam penghijauan desa adat dan membantu dalam pembagunan pura desa dan lain-lain.

  • IV.    SIMPULAN

Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan lembaga keuangan milik desa pakraman yang telah berkembang dan memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya kepada anggotanya. Sebagai lembaga keuangan milik desa adat di Bali, LPD menjalankan usahanya juga menekan pada ajaran filosofi Tri Hita Karana yang mengacu pada menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya (pewongan) dan hubungan harmonis antara manusia dengan alam di sekitarnya (palemahan). Berdasarkan filosofi THK yang secara sadar dan nyata telah diterapkan oleh masyarakat di Bali, maka LPD juga memiliki tanggung jawab sosial pada masyarakat tempat LPD berdiri. Tanggung jawab sosial LPD meliputi tanggung jawab sosial yang berhubungan dengan filosofi THK. Sebaiknya untuk masa yang akan datang tanggung jawab sosial LPD dilaporkan dalam catatan laporan keuangan LPD atau laporan pertanggungjawaban sosial LPD.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. 2010. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali Triwulan.

Basamalah, Anies S., and Johnny Jermias. 2005. “ Social and Environmental Reporting and Auditing in Indonesia: Maintaining Organizational Legitimacy?” Gadjah Mada International Journal of Business. January-April 2005. Vol.7. No.1pp. 109-127.

Deegan, Craig. 2004. Financial Accounting Theory. Australia: McGraw-Hill.

Dwirandra, A.A.N.B. 2011. “Rekontruksi Metoda Penilaian Aset dengan Filosofi Tri Hita Karana”. Draf Disertasi. Program Doktor Universitas Brawijaya. Malang.

Gray, R, Kouhy, R and Lavers, S. 1995. “Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of The Literatre and Longitudinal Study of UK Disclosure”. Accounting Auditing and Accountability Journal. Vol 8. No.2 pp 47-77.

Gray, R, Kouhy, R and Lavers, S. 1995. “Methodological Themes: Constructing A Research Database of Social anf Envirimental Reporting by UK Companies”. Accounting Auditing and Accountability Journal. Vol 8. No.2 pp 78-101.

Ghozali, Iman. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro.

Haniffa, R.M. dan T.E. Cooke. 2005. “The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting”. Journal of Accounting and Public Policy 24. pp. 391-430.

Kiroyan, Noke. 2006. “Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social Responsibility (CSR) Adakah Kaitan di Antara Keduanya?” Economics Business Accounting Review, Edisi III, September-Desember 2006. Hal 45-58.

Mubyarto. 1998. Ekonomi Rakyat Program IDT dan Demokrasi Indonesia. Yogyakarta.

Pemerintah Kota Denpasar. 2010. Program Aksi Penanganan Masalah Kemiskinan di Kota Denpasar.

Pemerintah Provinsi Bali. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Disertai Keputusan Gubernur Bali.

17