TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

TERHADAP LEMBAGA PENYIARAN YANG MENYIARKAN
KONTEN PORNOGRAFI

Oleh :

Fadiah Almira Bya

I Ketut Keneng

Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana

ABSTRACT

This journal entitled "Judicial Review Criminal Responsibility of Broadcasting Authority of Contain Pornography Broadcasting". This journal issue contains about how the rule of law and the criminal responsibility of broadcasting authority of contain pornography broadcasting. The research method of this journal is normative juridical. The background of this journal is many television broadcasting contain of broadcasting pornography susceptible to children get find the pornography in the others media. The conclusion of this journal is legislation that regulates who broadcasting contain of pornography is Act Number 32 of 2002 on Broadcasting. On Article 54, criminal responsibility of broadcasting authority of contain pornography broadcasting will be responsible to who in charges in each program or a leader of broadcasting authority.

Keywords: Broadcasting, Pornography, Broadcasting Authority, Criminal Responsibility

ABSTRAK

Jurnal ini berjudul "Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Lembaga Penyiaran Yang Menyiarkan Konten Pornografi". Rumusan masalah jurnal ini berisikan tentang bagaimana pengaturan hukum dan pertanggungjawaban pidana terhadap lembaga penyiaran yang menyiarkan konten pornografi. Penulisan jurnal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya siaran yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran bernuansa dan/atau berkonten pornografi dengan tujuan menarik penonton agar menaikkan rating siaran tersebut. Tujuan tulisan ini adalah mengetahui pengaturan yang berlaku terhadap lembaga penyiaran yang meyiarkan konten pornografi serta pertanggungjawaban pidana atas penyiaran konten pornografi. Tulisan ini menggunakan metode normatif yuridis. Kesimpulan dari tulisan ini yaitu Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lembaga penyiaran yang menyiarkan pornografi adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Dengan melihat ketentuan pasal 54, pertanggungjawaban pidana terhadap lembaga penyiaran yang menyiarkan konten pornografi akan dibebankan kepada penanggungjawab atas tiap-tiap program yang dilaksanakan lembaga penyiaran atau pimpinan badan hukum lembaga penyiaran.

Kata kunci : Penyiaran, Pornografi, Lembaga Penyiaran, Pertanggungjawaban Pidana

  • I.    PENDAHULUAN

    1.1    LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi informasi dapat membawa dampak perubahan tatanan kehidupan manusia. Di Indonesia, perkembangan di bidang informasi sudah sangat pesat dan memunculkan faktor perubahan sosial pada masyarakat, yaitu mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya.1 Media televisi merupakan salah satu media informasi yang dapat menjangkau hampir seluruh kalangan masyarakat dan menjadi kebutuhan pokok masyarakat sebagai sarana mendapatkan informasi.

Televisi menjadi benda yang wajib dimiliki dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Saat ini telah banyak bermunculan stasiun televisi swasta, komunitas maupun berlangganan. Namun belakangan ini, seringnya kita melihat siaran yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran bernuansa dan/atau berkonten pornografi dengan tujuan menarik penonton agar menaikkan rating siaran tersebut. Tayangan bernuansa pornografi di televisi rentan memicu penonton anak-anak mencari pornografi di media lain, terutama internet. Peniruan merupakan cara mudah bagi pemirsa untuk meniru adegan tersebut dalam realitas sosial dan pelaziman merupakan menganggap wajar 2 adegan tayangan tersebut apabila kemudian dilakukan dalam realitas sosial.2

  • 1.2    TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui pengaturan yang berlaku terhadap lembaga penyiaran yang meyiarkan konten pornografi serta pertanggungjawaban pidana atas penyiaran konten pornografi.

  • II.    ISI MAKALAH

    2.1    METODE PENELITIAN

Metode dalam penulisan jurnal “Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Lembaga Penyiaran Yang Menyiarkan Konten Pornografi”, menggunakan

metode penelitian hukum normatif. Hukum normatif adalah metode atau cara yang 3

dipergunakan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.3

  • 2.2    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 2.2.1    PENGATURAN TINDAK PIDANA TERHADAP LEMBAGA PENYIARAN YANG MENYIARKAN KONTEN PORNOGRAFI

Dasar pengaturan terhadap lembaga penyiaran yang menyiarkan program siaran berkonten pornografi adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Diatur dalam Pasal 36 ayat (5) juncto Pasal 57 butir (d), yang menyatakan:

Pasal 36 ayat (5): "Isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan".

Pasal 57 butir (d): “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (5)”

Unsur cabul yang dimaksudkan dalam isi pasal diatas ialah program siaran yang memuat adegan seksual dilarang, antara lain seperti menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin, menampilkan adegan yang menggambarkan aktivitas seks dan/atau persenggamaan, menayangkan kekerasan seksual, menampilkan suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan, menampilkan adegan dan/atau suara yang menggambarkan hubungan seks antar bintang secara vulgar, menampilakan adegan ciuman bibir, mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu yang sensitif, menampilkan gerakan tubuh yang dan/atau tarian erotis, mengesankan ketelanjangan, mengesankan ciuman bibir dan/atau menampilkan kata-kata cabul.

  • 2.2.2I    PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP LEMBAGA PENYIARAN YANG MENYIARKAN KONTEN PORNOGRAFI

Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya mengandung makna pencelaan pembuat (subjek hukum) atas tindak pidana yang telah dilakukannya. Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana mengandung di dalamnya pencelaan objektif dan pencelaan subjektif. Artinya, secara objektif si pembuat telah melakukan tindak pidana (perbuatan terlarang/melawan hukum dan diancam pidana menurut hukum yang berlaku) dan secara subjektif si pembuat patut dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukannya itu sehingga ia patut di pidana.4 Mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap lembaga penyiaran yang menyiarkan konten pornografi, sehingga terhadapnya dapat dipidana, maka pelakunya haruslah memenuhi unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana, yaitu: 1) melakukan perbuatan/tindak pidana, 2) mampu bertanggungjawab, 3) adanya kesalahan dan 4) tidak adanya alasan pemaaf.

Tentang pertanggungjawaban pidana pada lembaga penyiaran yang menyiarkan konten pornografi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Penyiaran yang menyebutkan bahwa: "Pimpinan badan hukum lembaga penyiaran bertanggungjawab secara umum atas penyelenggaraan penyiaran dan wajib menunjuk penanggungjawab atas tiap-tiap program yang dilaksanakan"

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dinilai bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap penyiaran yang memuat konten pornografi mengikuti teori pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi, yaitu Identification theory. Menurut Identification Theory, bila seorang yang cukup senior dalam struktur korporasi atau dapat mewakili korporasi melakukan suatu kejahatan dalam bidang jabatannya.5 Dilihat dalam pasal tersebut penanggungjawab atas tiap-tiap program yang dilaksanakan lembaga penyiaran dan secara umum pimpinan badan hukum lembaga penyiaran yang bertanggung jawab. Apabila tidak ditunjuk penanggungjawab atas tiap-tiap program, maka hanya pimpinan badan hukum lembaga penyiaran yang akan bertanggungjawab.

  • III.    KESIMPULAN

Dasar penegakan hukum terhadap perbuatan yang dilakukan lembaga penyiaran yang menyiarkan konten pornografi diatur dalam Pasal 36 ayat (5) juncto Pasal 57 butir (d) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, dimana akan dikenakan sanksi penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (Sepuluh miliar rupiah).

Dalam sebuah pertanggungjawaban pidana, si pelaku atau si pembuat tindak pidana haruslah memenuhi unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana, yaitu: 1) melakukan perbuatan/tindak pidana, 2) mampu bertanggungjawab, 3) adanya kesalahan dan 4) tidak adanya alasan pemaaf. Melihat ketentuan dalam pasal 54 Undang-Undang Penyiaran, maka pertanggungjawaban pidana terhadap lembaga penyiaran yang menyiarkan konten pornografi akan dibebankan kepada penanggungjawab atas tiap-tiap program yang dilaksanakan lembaga penyiaran atau pimpinan badan hukum lembaga penyiaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi, 2010, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cet. Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Arif Mansyur, Dikdik M. dan Elisatris Gultom, 2005, Cyberlaw Aspek Hukum Teknologi Informasi, PT. Refika Aditama, Bandung.

Bunga, Dewi, 2012, Prostitusi Cyber Penegakan Hukum Dalam Anatomi Kejahatan Transnasional, Udayana University Press, Denpasar.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Program Siaran.