KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA

PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN

Oleh :

Cintya Dwi Santoso Cangi Gde Made Swardhana

Bagian Hukum Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Notice of Inspection is a testimony of the defendant outside the hearing given to the investigator at the time of defendant’s status as suspect. Notice of Inspection is used as an ingredient in the manufacture of the indictment. Issues raised is how the legal consequences when the accussed deny the contents of the Minutes of Examination in court. Legal research is shaped by using a normative juridical approach to legislation and analysis of legal concepts. In conclusion, this law is a testimony of the defendant out of court can not be a valid evidence and only as a helper to find evidence in the trial and as a confident booster judges as well as the denial of the contents of the investigation report did not lead to any legal consequences for the accused, but can a material consideration in decisions criminal judge.

Keyword : Notice of Inspection, Denial, Legal Cosnsequences.

ABSTRAK

Berita Acara Pemeriksaan merupakan keterangan terdakwa diluar persidangan yang diberikan kepada penyidik pada saat terdakwa berstatus sebagai tersangka, Berita Acara Pemeriksaan tersebut digunakan sebagai bahan dalam pembuatan surat dakwaan. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana konsekuensi hukum ketika terdakwa mengingkari isi Berita Acara Pemeriksaan di dalam persidangan. Penelitian hukum ini berbentuk penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan analisis konsep hukum. Kesimpulan dari penelitian hukum ini adalah keterangan terdakwa di luar sidang tidak dapat menjadi alat bukti yang sah dan hanya sebagai pembantu untuk menemukan alat bukti dalam sidang dan sebagai penguat keyakinan hakim serta pengingkaran terhadap isi berita acara pemeriksaan tidak menyebabkan adanya konsekuensi hukum bagi terdakwa, namun dapat menjadi bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana.

Kata Kunci : Berita Acara Pemeriksaan, Pengingkaran, Konsekuensi Hukum

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Dalam hukum acara pidana, seorang hakim mencari kebenaran yang hakiki (bersifat materiil), sedangkan dalam hukum acara perdata kebenaran formil saja sudah

cukup.1 Berdasarkan hal tersebut, pembuktian merupakan hal yang mutlak ada dalam pemeriksaan pidana. Karena menyangkut mengenai benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang di dakwakan kepadanya. Keseluruhan rangkaian tindakan penyelidikan maupun penyidikan tersebut diatas disebut sebagai pemeriksaan pendahuluan (vooronderzoek) yaitu pemeriksaan sebelum ke muka persidangan pengadilan.2 Dalam pemeriksaan pendahuluan ini yang perlu diketengahkan adalah mengenai tersangka dan terdakwa, dan bantuan hukum sepanjang dalam tahap pemeriksaan pendahuluan. Hal yang sangat penting kemudian dalam pelaksanaan tindakan penyidikan, yang berpengaruh bagi tingkat pemeriksaan lebih lanjut maupun dalam pemeriksaan di muka persidangan (gerectelijk onderzoek) adalah pembuatan berita acara pemeriksaan (selanjutnya disingkat BAP). BAP disini akan memuat suatu cerita tentang duduknya perkara juga mengenai suatu ulangan pemberitaan yang disampaikan oleh saksi, pengadu, pelapor, maupun tersangka sendiri. Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 52 KUHAP, yang menyatakan bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim, maka wajib dicegah adanya paksaan ataupun psikis sehingga pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya.

Dalam pemeriksaan di persidangan kadang terdakwa melakukan pengingkaran terhadap isi berita acara pemeriksaan yang dibuat ketika dirinya berstatus sebagai tersangka. Dalam hal ini, hakim memang tidak terikat terhadap isi berita acara pemeriksaan, BAP tidak memiliki kekuatan sebagai alat bukti yang mengikat, dimana hakim bebas menilai kebenaran materiil yang tertuang dalam isi BAP itu. Perlu ditelaah kembali secara lebih mendalam mengenai akibat hukum pengingkaran isi BAP oleh terdakwa dalam pemeriksaan di pengadilan.

  • 1.2.    Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian hukum ini adalah untuk mengkaji akibat hukum pengingkaran isi Berita Acara Pemeriksaan oleh terdakwa di persidangan.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penulisan

Penelitian hukum ini berbentuk penelitian yuridis normatif. Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sentral dalam penelitian ini.3 Selanjutnya dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan yang ada sesuai dengan konsep-konsep hukum yang ada disertai dengan berbagai literatur seperti buku, internet, dan lainnya.

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1 . Pengingkaran Terhadap Isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Terdakwa

Dalam pemeriksaan terdakwa ada beberapa ketentuan yang perlu mendapat perhatian, antara lain adalah pemeriksaan pada tingkat pengadilan terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada hakim (Pasal 52 KUHAP), Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa (Pasal 158 KUHAP), Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh dilakukan kepada terdakwa (Pasal 166 KUHAP). Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan implementasi dari asas praduga tak bersalah yang sangat fundamental di dalam menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dimana setiap orang yang diperiksa wajib dianggap tidak bersalah sebelum kesalahan itu dibuktikan dan dinyatakan sebagai telah terbukti oleh hakim. Berlandaskan pada asas tersebut maka pemeriksaan terhadap terdakwa di persidangan haruslah dilakukan sesuai dengan prinsip accusatoir, yaitu prinsip pemeriksaan yang menempatkan terdakwa sebagai subyek dari pemeriksaan. Sehingga titik berat pemeriksaan itu terletak pada kesalahan yang di dakwakan kepadanya. Oleh karena kedudukannya sebagai subjek, maka terdakwa tidak boleh di paksa untuk memberikan keterangan sebagaimana yang di kehendaki oleh pasal 52 KUHAP. Kebebasan memberikan keterangan ini di maksudkan supaya pemeriksaan ini dapat memberikan hasil yang tidak menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya.

Agar dapat di pergunakan sebagai alat bukti di persidangan, maka keterangan terdakwa ini harus memenuhi persyaratan yang di tentukan oleh KUHAP, yaitu keterangan ini harus dinyatakan di depan sidang pengadilan, dimana isinya adalah tentang perbuatan yang dia lakukan, dia ketahui, dan dia alami. Dengan demikian jelas bahwa keterangan terdakwa di luar sidang bukanlah alat bukti sebagaimana di maksud dalam Pasal 184 (1) KUHAP. Sehingga dia tidak dapat di pergunakan untuk

membuktikan kesalahan yang di dakwakan. Tetapi sesuai dengan rumusan Pasal 189 (2) KUHAP, maka keterangan ini hanya berfungsi sebagai pedoman untuk membantu hakim menemukan atau menggali alat bukti yang sah di persidangan, asalkan keterangan ini di dukung oleh alat bukti yang sah sebagaimana di tentukan oleh Pasal 184 (1) KUHAP.

  • 2.2.2    Konsekuensi Hukum Terhadap Pengingkaran Isi BAP oleh Terdakwa

Berita acara pemeriksaan merupakan surat resmi yang dibuat pejabat umum menurut kewajiban jabatannya yang berisi catatan mengenai hal yang dialami, dilihat dan didengar sendiri. Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut pada Pasal 187 KUHAP huruf a, b, dan c dikatakan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, sebab bentuk surat-surat yang disebut didalamnya dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Dengan dipenuhinya ketentuan formal di dalam pembuatannya serta dibuat dan berisi keterangan resmi dari seorang pejabat yang berwenang, dan pembuatan serta keterangan yang terkandung dalam surat dibuat atas sumpah jabatan maka ditinjau dari segi formal berita acara dapat dikatakan mempunyai nilai pembuktian formal yang sempurna. Ditinjau dari segi materiil semua bentuk alat bukti surat yang di sebut dalam Pasal 187 KUHAP bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat. Sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi, dan alat bukti keterangan ahli, berita acara pemeriksaan mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas.

Terkait dengan pengingkaran isi BAP oleh terdakwa, undang-undang tidak membatasi hak terdakwa untuk mengingkari ataupun mencabut kembali keterangan yang telah dia berikan sebelumnya pada tingkat penyidikan selama pengingkaran itu mempunyai landasan alasan yang mendasar dan logis. Dengan demikian, jika pengingkaran isi BAP yang di lakukan oleh terdakwa dapat diterima oleh hakim 4

berdasarkan keyakinannya karena mempunyai alasan yang mendasar dan sah menurut undang-undang serta di dukung oleh bukti-bukti lain yang bersesuaian maka pengingkaran isi BAP oleh terdakwa akan diterima oleh hakim sehingga konsekuensi hukumnya BAP tersbut tidak dapat dipakai sebagai alat bukti surat. Jika ternyata terbukti telah terjadi penyimpangan selama proses penyidikan, tentunya hal tersebut membawa dampak pada surat dakwaan, berupa cacat formal terhadap surat dakwaan itu sendiri. Dimana dasar penyusunan dakwaan tersebut adalah berita acara pemeriksaan. Namun, isu hukum tersebut belum dapat dijawab karena masih adanya kekosongan norma yang mengatur mengenai pengingkaran terhadap isi BAP oleh terdakwa, tidak dapat dikatakan secara pasti sanksi hukum apa yang di jatuhkan terhadap terdakwa tersebut.

  • III.    KESIMPULAN

Berita Acara Pemeriksaan merupakan keterangan yang diberikan oleh terdakwa diluar persidangan, keterangan tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah. Sebab keterangan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah adalah keterangan terdakwa di dalam persidangan, sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Namun berdasarkan Pasal 189 ayat (2) KUHAP, keterangan terdakwa di luar persidangan dapat digunakan untuk membantu menemukan alat bukti. Pengingkaran terhadap isi BAP oleh terdakwa tidak akan membawa konsekuensi hukum, karena terdapat kekosongan norma yang mengatur hal tersebut. Namun, jika pengingkaran tersebut dilakukan secara tidak bertanggung jawab, hal itu dapat dianggap sebagai hal-hal yang dapat memberatkan dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa.

DAFTAR PUSTAKA

R.Subekti, 2001, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta

Soedjono D, 1982, Pemeriksaan Pendahuluan, menurut KUHAP, Alumni, Bandung

Ibrahim dan Jhonny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I, Cet ke-V, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta

Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana

5