WEWENANG DISKRESI OLEH PENYIDIK

Oleh :

Pebry Dirgantara I Made Tjatrayasa Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana

Abstract

This journal is titled “The Discretion Authority by the Investigator”. This journal’s problem formulations contains the study about how do the discretion authority by the investigator corresponds to Article 18 Clause (1) of Law number 2 of 2002 and how is the restriction process of the discretion authority that belongs to the investigator. The method used in this journal study is the normative method. The conclusion of this journal as it is said in Article 18 Clause (1) of Law number 2 of 2002 about Indonesian Republic Police, stated that “for public interest, the official of Indonesian Republic Police is allowed to act according to his own judgment in doing his task and authority”. The discretion authority by the police officer is commonly easy to be found, especially the implementation or the use of discretionary authority in order to take preventive actions or repressive actions towards a violation or prevention of a state in order to be better. The limits of the discretion is limited by the implementation of the principles, among others, is the principle of necessity, the principle of directness, the principle of purpose as a measure, and the principle of balance.

Keywords: Authority, discretion, Investigator, Criminal

Abstrak

Jurnal ini berjudul "Wewenang Diskresi Oleh Penyidik". Rumusan masalah jurnal ini berisikan tentang bagaimana wewenang diskresi oleh penyidik sesuai Pasal 18 Ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 dan bagaimana proses pembatasan terhadap wewenang diskresi yang dimiliki oleh penyidik. Metode penelitian jurnal ini yaitu normatif. Kesimpulan dari jurnal ini yaitu sebagaimana dikatakan dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang - Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia menyatakan bahwa Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”. Wewenang diskresi oleh petugas kepolisian pada umumnya sangat mudah untuk dijumpai, terutama pelaksanaan diskresi atau penggunaan kewenangan dalam rangka pengambilan tindakan preventif ataupun represif terhadap suatu pelanggaran ataupun penanggulangan suatu keadaan agar dapat menjadi lebih baik. Adapun batasan-batasan pelaksanaan diskresi dibatasi oleh asas-asas antara lain ialah asas keperluan, asas kelugasan, asas tujuan sebagai ukuran, asas keseimbangan. Kata kunci : Wewenang, Diskresi, Penyidik, Pidana

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar belakang

Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 Butir 4 KUHAP). Tujuan dari penyidikan yaitu untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya terjadi dan membuat berita acara serta laporan yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidik.

Diskresi merupakan kewenangan polisi untuk mengambil keputusan atau memilih berbagai tindakan dalam menyelesaikan masalah pelanggaran hukum atau perkara pidana yang ditanganinya. Menurut Hadi Sapoetro, diskresi adalah kebijaksanaan bertindak atas dasar pertimbangan individu dalam menghadapi situasi – situasi yang nyata.1 Berdasarkan hal tersebut maka apabila berbicara soal diskresi kepolisian dalam sistem peradilan pidana, maka akan ditemukan suatu hubungan antara hukum, diskresi, kepolisian, penyidikan dan sistem peradilan pidana. Maka pokok permasalahan yang akan dikaji pada hakekatnya adalah bekerjanya hukum dan diskresi kepolisian itu.Polisi mempunyai peran yang sangat besar didalam penegakan hukum pidana

  • 1.2    Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memahami wewenang diskresi yang dimiliki oleh penyidik serta bagaimana bentuk pembatasan terhadap diskresi dalam proses penyidikan.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Dimana penelitian ini dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan ( law in book).2 Kegiatan penelitian ini didasarkan pada sistematika, metode dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan mengenalinya.

  • 2.1    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Wewenang diskresi penyidik sesuai Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang No 2 Tahun 2002

Dalam tulisan ini pengertian diskresi akan dikaitkan secara khusus dengan pelaksaan kepolisian. Menurut Thomas J. Aaron dalam bukunya The Control Of Police Discretion, mencoba mendifinisikan diskresi kepolisian sebagai berikut: “discretion is a power or authority conferred by law to act on the basis of judgement or conscience, and its use more an ideal of moral than law”. Dalam hal ini diskresi diartikan sebagai suatu kekuasaan atau kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau atas kuasa undang-undang untuk bertindak berdasarkan pertimbangan atau keyakinan sendiri, tindakan mana lebih bersifat moral dari pada bersifat hukum. Hal yang serupa tetapi dalam lingkup yang telah di fokuskan kepada pelaksanaan tugas kepolisian dikemukakan oleh Subroto Brotodiredjo : “discretion yang dalam bahasa disebut nach eigenem (nach freiem ermessen) yang diterjemahkan kebebasan bertindak atas penilaian sendiri atau kebijaksanaan yang terikat dalam lingkup kewajiban, jadi bukan sebebas-bebasnya.3

Berdasarkan beberapa pengertian diskresi diatas, dapat dilihat bahwa ketentuan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang No 2 Tahun 2002 yang menentukan bahwa kepolisian dapat mengambil tindakan sesuai dengan penilaiannya sendiri

merupakan ketentuan yang memberikan wewenang kepada polisi untuk mengambil putusan atau suatu kebijakan diskresi. Untuk mencapai tujuan penegakan hukum, polisi tidak hanya melakukan tindakan-tindakan berdasarkan ketentuan undang-undang, tetapi juga melaksanakan tindakan-tindakan diskresi. Diskresi ini adalah tindakan yang tidak terikat pada ketentuan perundang-undangan, tindakan mana menurut penilaian pribadi harus dilakukan guna memenuhi kewajiban yang dibebankan padanya. Menurut Soerjono Soekanto, dalam melaksanakan penegakan hukum tindakan diskresi sangat penting karena :

  • 1.    Tidak ada perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya, sehingga dapat mengatur semua prilaku manusia.

  • 2.    Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundang-undangan dengan perkembangan-perkembangan didalam masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpastian.

  • 3.    Kurangnya biaya untuk menerapkan undang-undang sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang.

  • 4.    Adanya kasus-kasus individu yang memerlukan penanganan secara khusus.4

  • 2.2.2    Bentuk pembatasan terhadap diskresi dalam proses penyidikan.

Berdasarkan pengertian diskresi di atas dapat dilihat bahwa petugas kepolisian khususnya penyidik memiliki wewenang yang sangat luas sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 2 Tahun 2002 yakni Pasal 18 Ayat (1). Agar tindakan diskresi yang dilakukan oleh petugas kepolisan atau khususnya penyidik dalam mengambil suatu kebijakan tidak sewenang-weanag diperlukannya batasan-batasan dalam mengambil suatu kebijakan diskresi. Adapun batasan-batasan pelaksanaan diskresi dibatasi oleh asas-asas antara lain5 :

  • 1.    Asas keperluan (noodzakelijkheid), setiap tindakan diskresi kepolisian haruslah benar-benar diperlukan dalam arti tampa tindakan itu maka tugas tidak akan terlaksana.

  • 2.    Asas kelugasan (zakelijkheid), tindakan diskresi kepolisian haruslah bersifat objektif, tidak boleh didorong-dorong oleh motif-motif pribadi.

  • 3.    Asas tujuan sebagai ukuran (doelmatigheid), bahwa tindakan diskresi kepolisian tersebut benar-benar diambil agar yang menjadi tujuan dapat tercapai.

  • 4.    Asas keseimbangan, dalam melakukan tindakan diskresi kepolisian harus dijaga keseimbangan antara tujuan dan sarana, dengan memakai sarana yang paling lunak.

  • III.KESIMPULAN

  • 1.    Dilihat dari ketentuan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang No 2 Tahun 2002 yang menentukan bahwa kepolisian dapat mengambil tindakan sesuai dengan penilaiannya sendiri merupakan ketentuan yang memberikan wewenang kepada polisi untuk mengambil putusan atau suatu kebijakan diskresi. Untuk mencapai tujuan penegakan hukum, polisi tidak hanya melakukan tindakan-tindakan berdasarkan ketentuan undang-undang, tetapi juga melaksanakan tindakan-tindakan diskresi. Diskresi ini adalah tindakan yang tidak terikat pada ketentuan perundang-undangan, tindakan mana menurut penilaian pribadi harus dilakukan guna memenuhi kewajiban yang dibebankan padanya.

  • 2.    Adapun batasan terhadap tindakan diskresi dalam proses penyidik antara lain dibatasi oleh asas-asas, asas-asas tersebut antara lain : 1. Asas keperluan, 2. Asas kelugasan, 3. Asas tujuan sebagai ukuran, dan 4. Asas keseimbangan. Keempat asas tersebut harus dipatuhi oleh penyidik dalam mengambil kebijakan diskresi, agar tidak terdapat kesewenang-wenangan dalam mengambil kebijakan.

DAFTAR PUSTAKA

Brotodiredjo, Subroto, 1995, Polri Sebagai Penegak Hukum, Penerbit Fakultas Hukum UI, Jakarta

Prakoso, Djoko, 1987, Polri Sebagai Penyidik Dalam Rangka Penegakan Hukum, PT. Bina Aksara, Jakarta

Soekanto, Soerjono, 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta

5